Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Hidup Yang Kita Pilih


Minggu kemudian saya nonton konser lagi sesudah 5 tahun lamanya. Lama juga ya 5 tahun nggak nonton konser hahaha. Sebenernya artisnya sempet ke sini sih 2 tahun lalu, tapi waktu itu kan saya punya bayi. Boro-boro nonton konser, nonton bioskop aja nggak kepikiran sama sekali. Makara waktu itu skip.

Sekarang alasannya Bebe udah gede, udah bisa ditinggal dengan manis (meski ibu ngakunya kerja lol), dan nggak nangis sama sekali. Akhirnya saya nonton. Sepanjang nonton rasanya campur aduk. Terakhir saya nonton 5 tahun yang kemudian itu juga saya udah nggak liputan sih, udah beli tiket sendiri. Tapi kemarin rasanya kaya “goyang” gitu sama pilihan hidup hahahaha.

Karena lagi nonton konser terus kepikiran Bebe besoknya sekolah hari pertama.

Sebebnya saya ada di tengah-tengah. Di satu sisi, saya punya teman-teman seumuran saya yang masih concert goers banget. Salah satu temen orang Singapur, udah nonton konser kemarin itu 6-7 kali. KONSER YANG SAMA LOH. Set listnya sama. Dari Singapur ia masih kejar hingga Bangkok, Hong Kong, beberapa kota di Australia, Indonesia, dan nanti Malaysia.

Ada juga satu orang lagi yang bahkan ngejarnya hingga ke Amerika! Orang-orang ini belinya juga selalu VIP, sewa bis kecil buat ikut ke bandara, dan nginep di hotel sekitar venue konser.

Saya juga pernah begitu. Meskipun ya nggak ke 6 negara juga ya. Dan jika kalian menduga itu semua alasannya kami kaya raya, nggak juga sih. NABUNG LAH! Pernah saya ceritain di sini: Mengubah Mimpi.

Poinnya adalah, ternyata sesudah puluhan konser dalam dua tahun, saya hingga pada titik yang dibilang orang “mau gini-gini aja nih hidup?” Kemudian saya merasa harus move on, menikah, punya anak, dan hidup saya berubah hanya dalam hitungan bulan.

Sekarang saya masih bisa nonton konser, jauh lebih bisa dan beberapa tahun lalu. Tapi kan mikirin Bebe masa ditinggal terus. Atau masa bela-belain Bebe di rumah aja sama mbak yang lebih murah supaya uang daycare bisa ditabung untuk nonton konser. Kan nggak begitu.

Padahal jika dipikir lagi, apa coba definisi “gini-gini aja hidup”? Gimana sih hidup yang “gini-gini aja” itu?

Apakah hidup kaya temen saya? Usia hampir 30, nggak menikah apalagi punya anak, nabung ya buat nonton konser di mana-mana. Atau temen saya yang lain, seumuran juga, nggak menikah apalagi punya anak, nabung ya buat traveling aja.

Apa lantas hidup mereka “gini-gini aja” hanya alasannya mereka memutuskan untuk tidak menikah dan punya anak?

Kenapa mereka suka direcokin orang dengan “mau hingga kapan main terus!”

Ya hingga nanti-nanti lah. Artisnya juga manggung hingga nanti-nanti kan. Tempat liburan yang dituju juga masih banyak yang belum kesampaian. Nggak apa-apa banget kan kaya gitu. Ya yang penting kan kerja dan menghasilkan uang untuk hidup dan bahagia. Apalagi coba.

Kalau saya, saya ternyata dengan sadar menentukan untuk menikah di usia ideal masyarakat Indonesia untuk wanita perkotaan, 25 tahun. Saya menentukan untuk punya anak, saya menentukan untuk cari uang dan tiba-tiba prioritas segalanya untuk anak.

Tapi alasannya saya melaksanakan ini, nggak berarti kalian semua juga harus melaksanakan ini. Karena kadang saya nyesel juga kenapa sih saya buru-buru settle down dengan nikah dan punya anak secepat itu hahahaha. Makanya kemarin pas seru-seruan nonton konser rada mikir, ini gitu hidup yang saya mau? Kan mending kerja buat diri sendiri seneng-seneng aja!

Kalau udah gitu kan balik lagi, ini pilihan saya dulu, tanggung jawab dong dengan pilihan itu. Satu hal, jika pun dulu saya nggak menentukan menikah, mungkin saya menyesal juga dengan pilihan tidak menikah. Kita nggak pernah tau dan kemungkinan penyesalan selalu ada, apapun jalan yang kita pilih.

It's not that I'm not happy, I AM. Cuma kan maklum jika kadang mikir "eh jika dulu gini gimana ya?" Biasalaahh. Wajar terjadi. HAHAHA.

(Baca: Memaknai Pilihan)

Kalian yang nggak mau menikah dan menentukan untuk menyenangkan diri sendiri seumur hidup tanpa harus membaginya dengan dana pendidikan juga jadinya nggak apa-apa banget! Nggak usah dengerin kata orang alasannya orang yang ngomong itu nggak bayarin tiket senang-senang kalian.

Dan jangan mau dibilang "gitu-gitu aja". Buktikan dengan kalian sendirian, kalian punya pengalaman yang jauh lebih banyak dan menyenangkan dibanding orang yang judge kalian dengan "gitu-gitu aja". Bikin bucket list dan selesaikan satu-satu.

Jangan takut dibilang “anak tuh bisa bikin hidup lebih semangat”. Iya bener banget kok statement itu. Tapi nggak berarti yang nggak punya anak hidupnya jadi nggak semangat kan. Semangat kan bisa dateng dari mana aja. Lagian apa kabar atuh orang yang udah bertahun-tahun perjuangan punya anak tapi nggak bisa? Apa hidupnya jadi kurang semangat?

Bos di kantornya JG ada yang masih muda udah jadi GM. Makara general manager di korporasi sebesar itu, perempuan, udah pernah tinggal di sekian negara. Nggak nikah dan nggak punya anak. Tapi dengan pencapaiannya, nggak mungkin dong beliau hidup tanpa semangat?

“Anak ngasih arti lain sama kehidupan”. Iya bener juga kok. Cuma ya jangan jadi judge orang-orang yang tidak mau menikah dan punya anak sebagai egois dan hidupnya tidak berarti. Semua orang mengartikan sendiri hidupnya. Nggak butuh orang lain untuk mengartikan hidup kita.

Cuma kadang berat di orangtua ya. Orangtua meski udah nggak bayarin apa-apa tapi suka teteeppp pengen anak-anaknya nikah. Karena seolah kiprah mereka tunai sudah saat bawah umur menikah. Sabar-sabarin aja hahaha.

(Baca: Menjaga Perasaan (Siapa?))

Asal satu hal, jika nyesel jangan ngerugiin orang lain!

Saya pernah denger dongeng suami yang tergila-gila main game lagi dan kesudahannya nelantarin anak istri. Padahal sebelum nikah udah nggak main game. Suatu hari beli komputer gres yang harganya puluhan juta dan mulai lah beliau main game lagi. Nggak perlu kerja memang alasannya anak orang kaya. Tapi anak dan istri nggak diperhatikan lagi.

Nah jika gitu tandanya udah merugikan orang lain dong. Jangan gitu-gitu amat lah gengs.

Hidup seimbang aja bisa kok. Misalnya saya, saya berencana nonton konser setahun sekali (kalau konsernya ada lol). Ada juga temen saya yang anaknya dua, punya “jatah” liburan sendirian (tanpa anak dan suami) sekali setahun. Fair lah. Menyeimbangkan kehidupan jadi ibu dan jadi diri sendiri itu penting dong. Masa kerja capek-capek semua full demi anak? Hahaha.

Judge saja saya silakan.

Makara ya, apa pilihan hidup kalian? Pernah nyesel nggak?

-ast-

Detail ►

Cuti Melahirkan 6 Bulan? Bisa!

[SPONSORED POST]

Bebe dititipkan di daycare semenjak usia 3 bulan. Karena daycare saya sanggup kerja dengan tenang.

Seberapa banyak di antara kalian yang berhenti kerja dengan alasan punya anak? Banyak sih yang alasannya sebab waktu sama anak yang terlalu sedikit. Tapi makin usang makin banyak juga saya lihat wanita yang berhenti kerja sebab lingkungan yang nggak mendukung untuk tetap bekerja.

Beda dongeng jikalau orangnya emang nggak betah kerja ya. Ini orangnya seneng kerja, betah, tapi ternyata pas punya anak gres sadar jikalau kantornya hanya menyenangkan untuk orang yang single. Suka kasian deh jadinya. :(

Saya jadi bercermin sama diri sendiri. Iya sih saya dan JG nggak punya siapa-siapa di Jakarta, orangtua dan mertua di Bandung, jikalau dipikir rasanya susah banget punya anak. Capeekk banget. Tapi jikalau dipikir-pikir, capek itu nggak seberapa sebab lingkungan kami berdua itu supportif banget!

Saya kerja office hour, sanggup pulang jam 5 teng. Pagi boleh izin jikalau emang ada keperluan mendadak. Fleksibel lah jadinya. Makanya sayang banget sama bos dan kantor yang kini sebab saya sanggup dengan gampang anter jemput Bebe ke daycare.

Selain problem waktu, masih ada juga urusan menyusui. Di kantor saya dan JG udah ada ruang laktasi, ruang khusus untuk pumping. Disediakan juga kulkas dan nggak dipersulit sama sekali jikalau mau pumping di jam kerja. Makanya ya betah aja, lancar-lancar aja kerja meski punya anak tanpa punya mbak atau supir.

Ternyata nggak semua orang punya kemewahan itu ya. T_____T

Padahal buat ibu-ibu, hal sesederhana ruang kecil untuk pumping itu sanggup bikin betah di kantor loh! Kalau udah betah, kerja juga jadi maksimal sebab nggak galau lagi mikirin anak. Tapi bahkan cuti hamil aja katanya banyak yang dipersulit!

Waktu saya lempar topik ini di Twitter sebab lagi di event “Tumbuh Kembang Anak dan Dukungan Kebijakan Perusahaan” dari Danone Indonesia ahad lalu, banyak ibu-ibu yang jadi curhat sebab katanya cuti hamil aja nggak boleh 3 bulan. Mau nangis banget dengernya.

Padahal semua karyawan wanita diberi hak 3 bulan cuti hamil dan melahirkan, sementara karyawan pria diberi 3 hari penuh. Kenyataannya ada temen saya yang bilang jikalau beliau hanya diberi cuti melahirkan 2 bulan. Sisa cuti 1 bulan untuk jaga-jaga jikalau nanti harus cuti demi anak. Cuti tahunannya apa kabar? Susah dikasih katanya. Kenapa kantornya gitu banget yaaa. T_______T


Nah tapi ternyata nggak semua kantor kaya gitu loh! Masih ada kantor yang peduli pada karyawan wanita dan keluarga, salah satunya ialah Danone Indonesia.

Kalau kalian kerja di Danone Indonesia, cuti untuk ibu melahirkannya 6 bulan loh. Kaprikornus sanggup ninggalin anak kerja sehabis anaknya mulai MPASI dan nggak tergantung 100% pada ASI kan.

Dan untuk para suami, diberi jatah cuti 10 hari! Penting banget sebab ibu yang gres melahirkan biasanya galau gitu kan, jadi ada suami siaga yang sanggup nemenin dua ahad pertama. Bayi pun sanggup bonding lebih usang dengan kedua orangtuanya.

Danone Indonesia sudah setahun menerapkan sistem cuti 6 bulan ini. Salah satu alasannya adalah, jumlah karyawan yang seimbang antara pria & perempuan. Artinya wanita punya tugas sangat penting untuk kelangsungan perusahaan. Tapi sebelum cuti 6 bulan diberlakukan, banyak karyawan wanita yang malah resign sehabis melahirkan.

Untuk mendukung para karyawan wanita ini, kantor Danone Indonesia pun ramah anak, ada ruang laktasi dan kulkas untuk menyimpan ASIP. Kemudian ibu hamil pun punya satu grup khusus untuk menyebarkan gosip soal nutrisi dan konsultasi perihal makan sehat dengan tenaga kesehatan.



Udah? Belum! Danone Indonesia juga memberlakukan namanya flexwork. Artinya jam masuk kantor bebas dan boleh work from home bila memang dibutuhkan.

Hasilnya ternyata baiklah banget! Jumlah karyawan yang resign sehabis melahirkan menurun tajam, karyawan pun jadi semakin loyal dan pada balasannya meningkatkan produktivitas.

Menurut Direktur HR Danone ELN Indonesia, Evan Indrawijaya kebijakan parental ini pun tidak mengurangi hak karyawan. Gaji tetap diberikan full, tunjangan, serta bonus juga full, tidak prorata. Ya ampun cita-cita banget ya!

Sekarang muncul pertanyaan, jikalau gitu yang ngerjain kerjaan karyawan yang cuti siapa?

Beban pekerjaan karyawan yang cuti dibebankan pada timnya. Kalau masih kurang orang, maka dicarikan pengganti sementara. Kerennya, karyawan yang dibebani pekerjaan sebab timnya cuti itu juga menerima honor aksesori di luar honor biasanya. Iya dong kan kerjaannya nambah.

Dan kebijakan parental ini berlaku di semua group Danone Indonesia termasuk pabrik! Iri nggak? Apa malah udah buka LinkedIn dan cari lowongan di sana? Hahahaha.

Ayo kita berdoa sama-sama biar perusahaan lain juga dibukakan pintu hatinya supaya sanggup ramah anak dan ramah ibu bekerja ya!

-ast-

Detail ►

Apakah Anak Perlu Preschool?

Ya, ini pertanyaan aku banget. Terutama sebab aku nggak mau buru-buru pindah daycare. Makanya pas kebetulan kemarin jadwal psikolog anak, aku pribadi tanya!


Daycare Bebe yang kemarin soalnya nyaman banget buat bayi hingga usia 3 tahunan. Karena memang nggak ada acara preschool-nya. Ada kelas sih tiap hari 2 jam, cuma ya seputar baca buku, menggunting, menempel, mewarnai, dan kadang kegiatan motorik halus gitu. Nggak ada kurikulum atau goal khusus.

Kegalauan aku diperparah sebab anak lain yang udah masuk usia 3 tahun juga, dipindahkan oleh orangtuanya ke daycare yang ada preschool-nya.

Emang harus ya anak sekolah di umur 3 tahun?

Kan masih kecil banget!

Menurut psikolog anak di daycare Bebe (namanya mbak Diana btw hehe), bukan preschool-nya yang penting tapi kegiatan sehari-hari anak. Apakah mendukung untuk perkembangan motorik, kognitif, dan sosial?

Kalau anak hanya di rumah, tapi ibunya rajin main stimulasi motorik, berguru yang mendukung stimulasi kognitif, dan main dengan sobat sebaya menyerupai tetangga untuk kebutuhan sosial, maka tolong-menolong tidak perlu preschool. Di rumah aja cukup.

Untuk anak menyerupai Bebe yang di daycare, insya Allah, dua kebutuhan pertama terpenuhi. Yang aku khawatirkan justru yang ketiga, apakah tidak apa-apa Bebe bermain dengan anak yang lebih muda terus? Perlu nggak sih ia main dengan sobat sebaya?

Surprisingly, mbak Diana bilang PERLU. Teman seumuran perlu sebab di usia 3 tahun, anak gres sadar jikalau ia ialah penggalan dari lingkungan sosial. Dia akan berguru interaksi yang berbeda dengan interaksi ia dengan anak yang lebih kecil.

Iya sih, dengan anak kecil itu Bebe cenderung meremehkan. "Dia kan masih kecil, ibu" atau "ah nggak mau, ia belum bisa ngomong" things like that. Nah jikalau dengan sobat sebaya mainnya memang lebih seru, bisa main role play atau main Lego sama-sama. Karena kemampuannya setara.

Kalau di rumah punya saudara kandung menyerupai adik gimana?

Sekali lagi, mbak Diana bilang berbeda. Apalagi relasi dengan adik biasanya dibumbui cemburu jadi akan berbeda dengan sobat sebaya. Dan di antara adik atau abang itu salah satu niscaya jadi leader atau yang berkuasa, jadi ya memang sebaiknya anak punya sobat main yang benar-benar seumuran. Maka preschool jadi jawaban.

Nah tapi kan aku dan JG anaknya kritis banget ya lol. Makara JG tanya ke temen kuliahnya yang juga psikolog anak. Apakah anak perlu preschool dan bermain dengan sobat sebaya?

Jawaban temennya JG? NGGAK PERLU-PERLU AMAT.

Hahahaha.

Menurut temennya JG, pendidikan usia 0-6 tahun itu nggak ada sasaran apa-apa jadi masih bisa freestyle banget, yang penting menyediakan sebanyak mungkin kesempatan untuk ia eksplor segala sesuatu. Yang penting di usia 6 tahun, anak bisa percaya diri, kreatif, aktif, mandiri, dan terangsang rasa ingin tahunya.

"Untuk sekarang, bisa membersamainya bermain menyenangkan itu udah keren banget"

Gitu katanya. Makara belum butuh sobat sebaya amat asal orangtuanya perhatian.

Hmmm. Mari mikir sama-sama hahahahahaha. Berarti pada dasarnya bisa perlu atau tidak perlu tergantung kebutuhan.

Kalau ibunya ibu rumah tangga dan bisa selalu membersamai anak bermain dengan menyenangkan sih berarti sepakat aja nggak perlu preschool. Tapi jikalau kaya aku yang kerja dan nggak sanggup harus bikin ini itu kaya ibu-ibu andal lain, ya mending preschool/PAUD aja.

TERJAWAB YA BUIBUUUU!

Kalau belum mau preschool mah banyak-banyakin kegiatan di rumah aja. Modal ngeprint doang juga kayanya banyak ya di Pinterest mainan edukatif buat anak. Jangan lupa sore-sore keluar rumah dan main sama anak tetangga.

Bebe sih di rumah nggak punya temen main sama sekali makanya daycare yang ada preschool-nya jadi tanggapan atas semua pertanyaan banget. Malem-malem tinggal quality time sama saya, baca buku atau mewarnai. Ah punya anak ternyata nggak ribet. *PLAK* *ANDA JANGAN BERBOHONG* *LOL*

Ya mau dipikirin ribetnya juga ribet banget lah bikin istigfar ahahaha. Mau dianggap praktis juga kok ya udah dibantu banget nih sama segala jasa daycare dan preschool. Tinggal GoJek doang nih harusnya bikin GoBaby, jasa langganan anter jemput bayi dan anak sekolah gitu hahaha. Aman jaya deh aku tinggal nunggu di kantor doang lol.

*di-judge ibu-ibu se-nusantara disuruh kembali ke rumah*

Oiya pelengkap sedikit ihwal milestone anak 3 tahun selain urusan sosial. Harus udah bisa lompat maju, lompat mundur, dan bangkit satu kaki! Bebe mah udah bisa banget ya, anaknya nggak bisa kayanya jalan dengan kalem tanpa dibumbui lari sambil lompat-lompat. Berdiri satu kaki juga bisa.

Kata mbak Diana, ini akan kuat sama perkembangan otaknya di masa depan. Anak yang gagal melompat ketika balita, akan punya kesulitan berpikir atau kemampuan intelektual yang berbeda dibanding anak yang bisa melompat ketika balita.

HMMM APAKAH AKU KURANG MELOMPAT YA SAAT KECIL SEHINGGA TIDAK BISA KULIAH DI AMERIKA?

Oke deh, demikian laporan psikolog kali ini. Konsul psikolog terakhir nih di daycare huhu. Tiga bulan ke depan supaya bisa share dengan psikolog di daycare gres ya!

Selamat hari Rabu!

-ast-

JANGAN LUPA IKUTAN GIVEAWAY AKU YA! HADIAHNYA BALANCE BIKE! INFO KLIK DI SINI!

Detail ►

5 Things I Love About Nahla


IHIYYYYY. Karena orang bahagia kebanggaan maka kami bikin versi lain dari postingan #GesiWindiTalk ahad kemudian nyahahahaha. Mereka berdua kan bikin '5 Things I Love about Me', nah gue sama Nahla mah inginnya saling memuji gitu jadi bikinnya what we love about each other!

*duh kok jadi deg-degan alasannya ialah menyadari gue sering bitchy banget dan garang sama mereka-mereka ini, apa ada yang sanggup Nahla suka dari gue wtf*

By the way maaf banget ya #SassyThursday-nya bolong-bolong terus alasannya ialah kami ... sibuk. Iya bau sih alesannya tapi ya sibuk aja. Dan males HAHAHAHA.

Baca punya Nahla (yang isinya 5 kebanggaan buat gue) di sini yaaa:
annisast's forte 


Oke flashback sedikit dari kenal sama Nahla. Kenal sama Nahla pertama kali itu alasannya ialah gue liat postingan ia memperkenalkan diri di group Facebook KEB. Terus alasannya ialah gue menganggap nikah umur 17 dan punya anak umur 19 itu absurd maka tentu saja gue eksklusif email ia ngajak kenalan lol. Iya maklum anaknya emang ekstrovert banget.

Terus jadinya ketemuan dan ketemuan, chat dan chat hingga jadinya sadar woooo iya ya sering mikir sama hingga sering ngomong sesuatu bareng gitu lol. Tapi makin usang kenal makin sadar sih bila nggak sama-sama amat HAHAHA. Kalau lagi sama ya sama banget tapi bila lagi nggak ya nggak sama sekali.

Tapi ya, 2 tahun kenal, Nahla, Mba Windi, dan Gesi ialah orang-orang yang sanggup diajak ngomong apapun. Even the darkest secret, ehm. Udah ah apaan sih panjang-panjang amat intronya.

Ini ia 5 hal yang gue suka dari Nahla

🎻 Ngerti musik

Kalimat "ngerti musik" itu sungguh degrading sih sebenernya buat Nahla hahahaha. Iyalah, nahla main biola dari kecil gitu dan sering manggung di mana-mana. Sementara gue sama nada aja perjuangan banget agar sanggup temenan dan nggak fals. Tapi bila gue jadi Nahla ya, gue kayanya udah punya channel kaya juncurryahn gitu. KAYANYA LOH YAAAA HAHAHA.

🖌 Bisa gambar

INI LOH. Gue sebel sama orang yang sanggup combo gitu main alat musik, sanggup gambar, dan sanggup dance. Untung Nahla nggak sanggup dance sekalian ya bila nggak gue lebih sebel lah udah (apa ia sebenernya bisa? O____O).

Dan gambarnya tuh makin sini makin bagusss! Makin halus banget! Gih sana kalian semua pesen stiker dong sama Nahla! Gue sendiri nggak pesen sih alasannya ialah "aliran" gue nggak anime gitu hahaha. Gue lebih ke pencil/watercolor cute dreamy, fatwa buku kisah bawah umur gitu lah pokoknya hahaha.

Tapi satu hal, semua pilihan warnanya Nahla selalu gue suka! Karena kami spesifik banget sama warna, warna itu harus pas nomernya sekian, geser sedikit aja nggak mau. Kaprikornus bener-bener harus presisi. #perfeksionis

💔 Tidak mau menyakiti orang lain

Iya di balik Nahla yang terbaca garang dan seenaknya bila di blog, ia itu halus banget lohhh. Nahla paling sanggup pilih kata-kata agar jadi lembut banget gitu dan nggak bikin sakit hati orang. Sungguh sebaliknya dengan akyuuu.

Kalau gue kan tipe yang "katakan walau perih" nah Nahla tipe yang "katakan dengan sehalus mungkin tapi usahakan ia tetap menyadari kesalahannya" NYAHAHAHAHAHA. Terus bila ngerasa terlalu kasar, ia otomatis minta maaf. Beda dengan siapa? Dengan akyuuu. XD

Kaprikornus Gesi nih ya bila lagi butuh opini dengan bumbu kasih sayang, ia suka nggak peduli pendapat gue atau mba Windi apa. Pasti yang dicari Nahla. Nahla mana Nahla. Gitu. XD

👼 Empati

Ini samaan sama Gesi banget sih. Dua anak ini tipe yang simpel mewek simpel mellow terbawa perasaan. Tapi itu membangun tenggang rasa mereka gitu, jadi lebih sanggup lihat sisi konkret dari segala sesuatu and it's a good thing of course.

Bener-bener sanggup nyeimbangin gue yang apa-apa diliat semua sisi dulu dan ya, niscaya ada negatifnya dong. Makanya sering dibilang kurang empati.

💅 Manner


Nahla ialah anak tersopan santun 2017 versi annisast.com. Kalau ada temen gue yang sopan santunnya nilainya 100 maka itu ialah Mevlied Nahla. Sopan banget tipe yang bila di daerah umum ketawa itu maka ketawanya nggak ngakak dan mulutnya ditutup.

Kalau nggak sengaja ketawa ngakak? Maka ia minta maaf. Jalan anggun kaya princess, pake dress/rok ke mana-mana, behave banget lah pokoknya. Jauh banget sama di blog mah, Nahla irl is pemalu dan anak yang sangat manis.

Sementara Gesi dan gue? 180 derajat, mau ketawa hingga jongkok-jongkok juga nggak peduli. Hahaha.

*

Kaprikornus ya, itu dia. I love you, Nahla. I really do. 💛

-ast-

Detail ►

Pacaran Bertahun-Tahun, Nikah Atau Putus?

PUTUS! HAHAHAHA.

(ini typo harusnya kart bukan ksrt tapi kumalas edit lagi jadi anggap aja majalah, kalau udah terbit ga dapat diralat HAHAHA)

Iya jadi saya beberapa kali denger orang curhat atau bahkan komen di blog ini dengan pernyataan “aku udah pacaran x tahun, tapi masih nggak yakin mau nggak ya nikah sama dia?”

Ya putus lah kan udah terang tuh nggak yakin. Ini berdasarkan abang ini loh ya, yang pernah pacaran “cuma” 5 tahun terus putus. Hahahaha. Saya kalau pacaran emang lama-lama banget deh dari dulu, sama JG malah paling sebentar.

Alkisah zaman kuliah, saya gres putus sama pacar waktu Sekolah Menengan Atas padahal pacarannya udah 5 tahun. Sebagai anak yang disenggol aja curhat, ceritalah saya sama dosen. Dosen ini perempuan, umurnya 30 something lah waktu itu. Pinter, S2 (yaiya kan dosen ah), dan lezat diajak ngobrol. Beliau bilang apa?

“Tenang aja cha, saya juga pacaran dari Sekolah Menengan Atas 11 tahun putus kok. Nikah malah sama temen S2,” katanya kalem.

Wow wow sebuah pencerahan!

Kenapa pencerahan, alasannya yaitu dari dosen, dari dongeng saya sendiri, dari dongeng orang-orang, semua dapat ditarik benang merah yang sama. Apakah itu?

(Baca: Rumitnya Menikah)

Gini, pacaran usang itu ada dua macem:

🙋 Yang bertahan pacaran alasannya yaitu memang saling dukung dan berkembang sama-sama. Dari tahun ke tahun tetep punya selera yang sama, tetep dapat diskusi banyak hal, tetep ngerasa bahwa oiya she/he’s the one untuk dongeng segalanya. Nggak terbebani dengan apapun.

🙆 Yang bertahan pacaran alasannya yaitu terbiasa. Ya maklum kan bertahun-tahun ketemu orang yang sama, semua keluarga udah kenal, sama temen udah diajak nongkrong bareng alasannya yaitu udah kenal usang juga, hingga kawasan makan favorit aja udah ngerti kalau kita couple banget. Yang ini nih yang suka bikin blur, emang beneran cocok apa alasannya yaitu kebiasaan aja sih apa-apa sama dia?

Kalau kalian masuk tipe yang pertama dan nggak pernah punya dilema (misal salah satu pernah selingkuh), maka bolehlah dipertimbangkan untuk menikah. Tapi kalau pernah ada dilema yang bikin sakit hati banget sih jangan ya, nggak lezat kalau pas balasannya nikah kepikiran terus seumur hidup. Nanti malah jadi materi diungkit kalau berantem.

Nah tapi kalau kalian masuk tipe yang kedua, putus ajalah udah. Karena ketika pacaran bertahun-tahun, ada pasangan yang tanpa sadar tetap orang yang sama dikala pertama kali jadian.

JRENG!

Misal saya pacaran pas Sekolah Menengan Atas putus pas kuliah, hingga udah kuliah pun berantemnya tetep berantem ala anak Sekolah Menengan Atas gitu. Nggak jadi remaja sama-sama. Mirip-mirip kaya kalau kita ketemu geng SMA, becandanya itu tetep becanda Sekolah Menengan Atas banget kan, nggak jadi becanda orang umur 30 tahun? Iya nggak?

Itu pun yang terjadi pada dosen saya, pacaran 11 tahun dari SMA, dilema yang muncul dan diberantemin itu masih sama dengan dilema waktu SMA. Padahal ceweknya udah S2 kan. Akhirnya ya nikah sama temen S2 alasannya yaitu secara referensi pikir mereka jadinya setara.

(Baca: Alasan Cerai: Beda Prinsip)

Iya urusan referensi pikir juga jadi dilema buat yang pacaran lama. Dalam 5 tahun misal cowoknya ya santai aja hidup nggak ambisius, sementara ceweknya udah dapet beasiswa kuliah ke luar, volunteer ini itu, balasannya si cewek hingga pada titik “ih kok nggak nyambung lagi ya ngomong sama kamu” TAPI DALAM HATI NIH BIASANYA NGOMONGNYA.

Karena udah pacaran usang banget jadinya kaya nggak mungkin gitu putus cuma alasannya yaitu nggak nyambung doang. Lah kan bertahun-tahun nyambung aja? Jadinya dragging pacaran terus dan ketika masuk usia nikah muncul kebimbangan “nikah nggak ya sama dia?”

JANGAAANNNN. Hahahaha.

Atau ada juga dilema yang kayanya nggak kerasa besar pas pacaran tapi dapat jadi besar banget kalau nikah. Contoh: calon mertua. Pas pacaran mah kayanya baik-baik aja nih si tante meskipun ya kadang banya mulut dikit sih segala dikomen tapi masbodoh lah kan jarang ketemu juga. Atau keluarganya banyak yang gengges nih, suka nyindirin fisik, tapi nggak apa-apa lah kan ketemu paling setahun sekali pas lebaran doang.

Hei hei hei tidak ibarat itu anak muda.

Si tante nanti akan jadi mama dan punya mama mertua tidak banya mulut itu yaitu kunci kebahagiaan utama. Dan keluarga yang gengges itu akan nomer satu paling heboh bahkan di urusan nama anak lah, ASI kita kurang lah, anak kita kekurusan atau kegendutan lah, rese. Demi ketenangan hidup mending pikir ulang deh. Karena nikah itu nggak selamanya urusan pribadi, sebagian besar yaitu urusan keluarga.

(Baca dulu ini makanya: Menikah untuk Siapa?)

Ini saya denger dari orang juga sih tapi kalau punya pacar, ingatlah selalu pada 3 masalah: orangtua, agama, LDR. Kalau kalian cuma ngalamin 1 masalah, maka dapat lah dijalani dan dicari solusinya. Tapi kalau udah kena dua, itu gres berat.

Kaprikornus kalau hanya orangtua nggak oke 🠞 dapat lah dibujukin hingga oke asal kalian nggak LDR dan seagama.

Atau kalian LDR 🠞 bisa lah diusahakan asal seagama dan orangtua setuju.

Atau kalian beda agama 🠞 bisa lah diusahakan asal nggak LDR dan orangtua setuju, nggak dilema anaknya nikah beda agama.

Nangkep kan? Coba kini kalau dua.

Beda agama dan orangtua nggak oke 🠞 duh berat banget kan. Gimana nih solusinya? Pasti panjang urusan.

Beda agama dan LDR 🠞 cuy beda agama aja udah berat, ketambahan LDR pula. LDR itu murung banget beneran deh. #MantanPejuangLDR

LDR dan orangtua nggak oke 🠞 ribet kan ini, emang salah satu mau ngalah dengan pindah kota? Udah pindah kota, mati-matian cari kerjaan gres dan kawasan tinggal baru, terus tetep dilepeh calon mertua. Berat ya nggak?

Dan seterusnya. Combo antara beda agama, orangtua nggak setuju, dan LDR juga jadi faktor pemberat banget apakah sebaiknya hubungan kalian lanjut apa nggak. Kecuali kalian sangat kuat, gigih, dan rela memperjuangkan cinta. Ehem. Karena berat bukan berarti tidak mungkin.

Yak coba diteriakkan sekali lagi!

Karena berat bukan berarti tidak mungkin!
*noh di bold dan large*

Sebagai penutup, ai mau promo dulu lah postingan lain. Baca postingan ini “Menikah Bukan #lifegoals” dan postingan lain Tentang Nikah di sini. Buat kalian yang resah kok gue nggak nikah-nikah sih.

Mohon maaf jikalau pada balasannya postingan ini bikin kalian putus sama pacar yang udah dipacarin bertahun-tahun dan sebenernya pengen putus tapi nggak punya alasan ya. Daripada nikah sama orang yang salah?

Tetap semangat! :)

PS: Seru ya nulis soal ginian, jadi valid alasannya yaitu berdasar pengalaman dan saya udah nikah. Abis kalau nulis topik nikah suka diketawain yang udah nikah 10 tahun lebih gitu, dibilang "alah gres nikah segitu doang banyak komentar". Padahal temen-temen saya yang gres nikah 3-5 tahun aja udah banyak yang cerai loh. Karena nikah, usang atau sebentar tetep nggak "doang". ;)

-ast-

Detail ►

Bebe Sekolah!


Hari ini hari kedelapan Bebe sekolah dan ya, saya cukup terharu sih sama perkembangannya. Iya, gres 8 hari udah kerasa beda!

Oke jadi daycare dan preschool Bebe ini konsepnya montessori. Nah, meskipun montessori itu lagi hype banget dan kaya diagung-agungkan semua ibu hingga pada niat #montessoridirumah, saya sendiri nggak jadi yang gremetan pengen banget Bebe sekolah montessori.

Pertama alasannya ya ini kan cuma preschool, saya sendiri jadinya belum punya goal apa-apa untuk Bebe. Yang penting ia dapat bergaul aja sama anak seumurannya alasannya di daycare usang kan ia main bener-bener sama anak kecil.

Terus kenapa hasilnya saya pilih preschool montessori?

Mmmm, nggak begitu. Preschool ini saya pilih bukan alasannya metode montessorinya, tapi alasannya daycare-nya bagus! Karena kan sebenernya preschool-nya mah sebentar banget ya, sehari cuma 2 jam. Sisanya kan justru ia main di daycarenya, jadi saya pilih alasannya sesuai dengan daycare yang saya mau.

Rumahnya luas, kena sinar matahari, ada playground luaaassss, mainan, sepeda, buku banyak banget, dan anak tidak selalu di kamar. Anak bebas ke mana pun. Lokasinya di perumahan sepi pula, jadi dapat naik sepeda di jalan depan rumah atau jalan-jalan ke taman. Beda sama daycare yang pernah saya review ini (KLIK DONG). Kaprikornus kebetulan aja bila metodenya montessori.

(Review daycare usang Bebe, 3 tahun loh di sini: Tweede Daycare Benhil)

🍎 Sosialisasi

Sejak awal kami cari preschool (sekitar bulan Juni), saya udah sering bilang ke Bebe bila nanti ia akan pindah sekolah.

Dua ahad sebelumnya hari H pindah, sosialisasi makin gencar. Bahwa nanti temannya akan anak besar semua, setiap hari saya kasih kalimat-kalimat yang menyiratkan sekolah itu seru sekali. Dan ia memang belum liat sekolahnya hingga hari pertama.

"Main sama anak kecil kan nggak seru ya, Be? Nanti di sekolah, temannya anak besar semua loh!"

"Be, nanti gurunya bukan Kak Wina lagi, gurunya cendekia loh. Nggak apa-apa kan ganti guru?"

"Be, sekolah Bebe besaaarrr sekali. Seru loh mainannya banyak, ada tenda dua, ada perosotan, banyak lah pokoknya"

Dan masih banyak lagi versi kalimat kaya gitu.

🍎 Hari pertama

Hari pertama yang resah siapa? Ibu dan appa tentu saja. Bebe sih semangat banget alasannya ia udah membayangkan sekolahnya seru. DAN UNTUNGNYA SERU!

Dia dateng masih pake baju tidur, saya eksklusif kenalin ke teachernya. Saya kasih liat bahwa ini loh rak bukunya, ini loh rak mainannya, ini loh ruang mainnya. Kemudian ia main sepeda. Saya tanya, mau liat kamar sama kamar mandinya dulu nggak? DIA MENGGELENG, SODARA-SODARA.

"Ibu dan appa boleh kerja?"

DIA MENGANGGUK, PEMIRSA.

Kemudian saya dan JG dicium dan bye kami berangkat deh ke kantor HAHAHAHA. Sungguh mudah. Nggak drama sama sekali hingga sekarang. Hari ketiga saya udah nggak anter, turun di kantor aja. Dia nggak nangis, nggak canggung atau apa. Semangat banget hingga sorenya nggak mau pulang.

Nah terus tiap hari kan dikirimin foto tuh sama missnya, hari pertama siang-siang liat foto kegiatan Bebe kok kayanya kalem amat ya. Saya forward ke group keluarga, adik saya bilang "kayanya masih kalem deh mbak, kaya yang pendiem".

Sorenya saya ngintip dulu pas jemput, ohhh pendiem bangeeettt! Dia lagi colek-colek temennya sambil bilang "aku dapat nyanyi robocar poli loh!" Kemudian ia nyanyi lagu robocar poli teriak-teriak sambil main piano plastik. Sungguh anakku pendiam, menyerupai ibu dan appanya. -_______-

Missnya juga nanya "bu, ini biasanya emang di daycare ya, berdikari banget nggak kaya anak baru" UHHH I'M SO PROUD HAHAHA.

🍎 Perubahan sehabis sekolah

Hari pertama sekolah ia makan 3 kali sendiri dan habis semua! Makan bubur kacang ijo sendiri juga habis semua! Duh emang di rumah dan di daycare usang dimanja banget sih makan selalu disuapin. Seminggu ini gres sekali ia makannya nggak habis. Mungkin nggak suka, nggak apa-apa saya mah nggak pernah maksa hehehe.

Siang udah nggak pake diapers dan cuma ngompol sekali. Ganti baju sendiri. Sekarang apa-apa maunya sendiri gitu. Pas baca-baca di website sekolahnya, goalsnya itu ternyata emang anak mandiri. Aku terharu banget deh sumpah.

Udah seminggu juga nggak nonton YouTube dan pegang HP cuma weekend doang itu pun pake alarm 1 jam doang. Ini sih emang niat sayanya juga ya, tapi menyenangkan juga ya punya anak yang nggak terdistraksi HP itu. LOVE!

🍎 Ngapain aja di sekolah?

Di sekolahnya kegiatannya banyak banget. Di hari pertama aja ia berguru siklus hidup kodok (lengkap dengan alat bantu dari karet, YES KECEBONG KARET), main badminton, meres jeruk, main-mainan montessori, dan menggunting serta melekat kodok kertas.

Kaprikornus tiap bulan ada tema-temanya gitu. Tiap hari ada aktivitas pelajarannya juga. Seru lah pokoknya, saya sendiri takjub gitu wow ternyata Bebe dapat ya!

Lucunya pas ke taman, Bebe harus jalan sambil ngegandeng dua toddler gitu jadi berguru tanggung jawab ahahahaaha gemash. Mana dikirimin foto terus, mantengin cctv terus, terharu lah pokoknya.

🍎 Kok serius amat belajarnya?

Iya banyak yang khawatir bila anak terlalu dini mulai berguru nanti katanya bosen sekolah pas gede. Saya menentukan nggak percaya hahaha. Kalau nanti misal pas SD Bebe nggak mau sekolah ya ditanya kenapa nggak mau? Kalau emang nggak mau banget ya udah nggak usah sekolah HAHAHAHA.

Rich Chigga aja nggak sekolah kan, ia homeschooling 2 tahun doang terus sisanya nonton YouTube tiap hari. Dan sori, saya nggak terima debat soal Chigga ya. *anaknya lemah sama rapper* XD

Saya nggak duduk kasus sih, ASAL KULIAH. Kaprikornus ya nggak perlu sekolah formal nggak apa-apa, tapi harus kuliah. Tandanya harus ambil ujian persamaan atau IB kan (kalau mau kuliah di luar negeri). Terserah nggak mau SD, SMP, Sekolah Menengan Atas tapi HARUS KULIAH. :)

*

Kekurangan sekolah Bebe ini cuma satu. JAUH BANGET DARI KANTOR DAN RUMAH. Deketnya dari kantor JG dan ya itu cukup bikin stres sih. Capek banget dapat 1,5 jam di jalan, dua kali lipat lebih usang dibanding dari daycare lama. Cuma alasannya bertiga di kendaraan beroda empat ya udah ketawain ajalah. Toh puas juga sama sekolahnya.

So yaaa, I think that's all! Sampai jumpa di kisah selanjutnya!

-ast-

Detail ►

Memutuskan Menetap


Jadi ceritanya, saya dan JG lagi galau pengen pindah rumah. Galau pertama sebab insecure abis kemalingan, galau kedua ialah sekolah Bebe yang astaga jauhnyaaaa.

Sori ralat, macetnyaaaaa. Sampai rumah jam 8 mulu nih jadinya. Iya sih kami masih mengusung prinsip "biar macet asal sama-sama" tapi insecure banget beneran gara-gara rumah kecurian dua kali. Kaya ngerasa "oh mungkin ini udah saatnya kami pindah" gitu.

Karena jika secara jarak sih sebenernya nggak ngaruh amat ya, sama-sama searah dari kantor JG mau pulang. Cuma macetnya jadi combo banget soalnya jika daycare usang tuh bisa lewat jalan tikus gang-gang sempit yang jarang dilewati manusia. Kalau kini jalannya bener-bener jalan utama yang yaahhh, dilewati semua kendaraan beroda empat hhhh.

Kenapa atuh pilih sekolah di situ bukannya cari yang deket aja?

Duh ya gres sesudah urusan sekolah ini saya jadi ngerti bahwa jarak dan waktu bisa dikompromi tapi sekolah yang anggun tidak. Artinya (untuk sekarang) mending jauh tapi sekolahnya bagus, daripada deket tapi sayanya nggak sreg sama sekolahnya.

Kecuali memang nggak punya pilihan, misal kami nggak punya mobil, atau saya dan JG lembur terus gitu misalnya. Ini kan nggak, kami masih bisa anter jemput tanpa ganggu kerjaan, dan Bebe bisa tetep nyaman juga bobo atau main sama saya di mobil. Dan since beliau udah ikut rutinitas kami kerja semenjak umurnya 3 bulan, beliau kayanya hepi-hepi aja nggak capek gimana.

Karena pilihan sekolah yang mending itu nggak ada. Bukannya ada, tapi kami nggak mau kompromi. Emang nggak ada aja. Sekolah yang kini ini yang terdekat. Beratnya hidup di Jakarta lol.

(Baca: Memaknai Pilihan)

Dan urusan pindah rumah ini bikin saya mikir, untung ya ngontrak jadi bisa pindah kapan aja. Kalau rumah sendiri gimana?

Kalau di kampung halaman (in our case, Bandung) sih niscaya masih kebayang sebab tau persis areanya, lah di Jakarta? Buat kami yang orisinil Bandung, gimana cara tetapkan untuk menetap?

Karena nggak bisa beli rumah di Jakarta, gimana cara kami tetapkan akan tinggal di Bekasi, Tangerang, Depok, Bogor, atau mana? Kenapa pilih itu? Kalau pindah ke Bogor misalnya, apa siap selamanya jadi orang Bogor?

AAKKK NGGAK SANGGUP MIKIRINNYA.

Kaya kalian dateng ke satu area yang nggak pernah kalian datengin sebelumnya, terus tiba-tiba harus tinggal di sana, dengan neighborhood yang sama sekali asing, nggak tau harus jajan pempek di mana, nggak tau harus ke supermarket yang mana.

DAN INGAT KOMITMEN KPR (MISAL) 15 TAHUN DI SANA. Yang artinya lo harus tinggal di sana terus-terusan hingga anak lo SMA. OMG SEREM NGGAK SIH. Kaya orang absurd dipaksa pembiasaan gitu.

Stres abis mikirinnya hahahahaha. Kalau nggak betah gimana? Kalau tetangganya rese gimana? Kalau ternyata nggak betah sebab alesan apapun gimana? Dibetah-betahin aja kan rumah sendiri, jika rumah sendiri kerasanya beda kok, kata orang gitu.

Tapi tetep euy, belum punya nyali. Bahkan untuk sekadar, survey yuk ke tempat A cari-cari tau harga rumah. Itu aja nggak berani. Nggak berani sebab galau A itu tempat YANG MANA? Apakah kita akan membangun rumah di sana dan jadi orang sana sehingga di masa depan Bebe akan pulang bawa istri dan anaknya ke rumah kami di kota itu?

Karena di otak itu jika mudik ya ke Bandung.

Makanya hingga sekarang, saya dan JG belum tetapkan akan menetap di mana persisnya. Well untungnya sih udah punya rumah di Bandung ya jadi nggak diresein orang dengan "beli rumah kali jangan main terus". Ya ini udah, cicilannya tinggal 7 tahun lagi, udah setengah lewat.

Untuk kini kami kaya go with the flow gitu. Apalagi sesudah konmari-an ya, barang jadi sedikit banget jadi jika pindah pun rasanya nggak akan stres-stres amat sama packing.

(Baca: Beres-beres Rumah ala Konmari)

Saya juga mikir apa sebab kami tinggalnya di Jakarta ya jadi takut nggak betah dan bawaannya curigaan banget. Kalau misal tiba-tiba harus permanen tinggal di negara yang proper segala-galanya sih MUNGKIN bakal dibetah-betahin aja toh dapet "sesuatu" juga dengan ngebetah-betahin diri.

"Sesuatu" as in jalanan rapi, penduduk yang educated, jadi nggak serobot antrian atau buang sampah sembarangan, ya yang nggak bikin lo sakit kepala lah. Tapi kan ini Jakarta dan kota satelitnya, di mana semua jenis insan ada. Dari yang nggak berpendidikan, ke yang pendidikannya tinggi banget hingga yang pendidikannya tinggi banget tapi kaya nggak ada otaknya gitu juga lengkap.

Don't get me wrong, saya happy kok tinggal di Jakarta. Karena nggak tau mau kerja apa di kota lain hahahahaha. Tapi ya itu, sebetah-betahnya tetep nggak berani bilang "oke sebab gue seumur hidup akan kerja di Jakarta, maka gue akan beli rumah di Depok! Ayo kita survey rumah di Depok!" gitu misalnya. Nggak berani bangeeettt hahahaha.

Kenapa ya? Mungkin sebab deep down inside kami cinta Bandung. Kalau pun harus meneguhkan hati selamanya akan tinggal di mana, ya di Bandung lah.

Dan mungkin juga sebab Bandung lebih nyaman dibanding Jakarta ya. Maksudnya jika kampung halaman kalian di kampung banget atau nggak nyaman ditinggali kan ya niscaya lebih pilih Jakarta lah. Kalau Bandung kan kota besar juga, nggak jauh-jauh amat dari Jakarta, kerjaan juga niscaya ada bagi kalian yang mau berusaha lol.

Makara ya, apa alasan kalian tetapkan menetap di kota gres yang bukan Jakarta dan bukan kampung halaman? Share dong, siapa tau saya terinspirasi!

MAKASIHHHH!

-ast-

Detail ►