Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri bebe-cacar-air. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri bebe-cacar-air. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

Just A Quick Update


Halo semuanya. Sorry for being MIA. Terharu deh saya menghilang terus ada yang nanya saya ke mana. T______T

Banyak sekali yang terjadi sepanjang ahad lalu. *lap keringet*

Intinya Bebe cacar air, dan yah alasannya yaitu nggak punya mbak jadi saya nggak masuk kerja. Baru mau masuk kerja besok, itu pun gantian JG yang cuti besok sama Jumat. Demi mengkarantina Bebe, demi nggak nularin ke anak lain di daycare.

Bukan hanya itu, saya juga delete Instagram, Facebook, dan Twitter semenjak hari Kamis ahad lalu. Enam harian saya nggak pake social media dan banyak yang dapat saya ceritakan soal ini.

Iya sih beberapa hari kemudian sempet upload foto, itu dalam perjalanan Bandung - Jakarta. Tapi cuma upload terus delete lagi Instagramnya. Saya lagi berusaha nggak mau tergantung sama social media. Sebelumnya mah tergantung bangeett. Lengkapnya nanti saya kisah di blog post terpisah ya.

Kaprikornus ya, ahad ini hectic sekali. Mana di ketika Bebe sedang cacar, JG sempet masuk UGD pula alasannya yaitu hal remeh tapi bikin drama banget. Ini juga worth blog post terpisah. Hahaha.

Intinya sehabis puasa socmed termasuk blog selama seminggu saya bahagia sekali. Serasa fresh dan nggak diburu-buru apapun. Lagi membiasakan diri baca isu eksklusif di aplikasi isu dan bukannya dari socmed. Lagi coba habit gres yang berat sih emang alasannya yaitu udah bertahun-tahun dilakukan.

Meanwhile harus sambil nyuapin Bebe, akting biar beliau mau minum obat, menjaga beliau biar nggak berkeringat, gantiin baju sesering mungkin dan ngebedakin biar cepet kering cacarnya. Life is hard zzz.

Bebenya udah mau sembuh kok. Dia cacar dikit banget cuma 27 titik (DIHITUNG LOH) alasannya yaitu gres ada merah eksklusif dibawa ke rumah sakit jadi eksklusif ketauan dan dikasih antivirus. Cuma alasannya yaitu cacar katanya masih nularin meski sudah kering, jadi kami masih di rumah. Sebagian udah copot sih kering-keringnya, tapi sebagian yang gede-gede belum.

Kaprikornus sepertinya saya gres akan dapat rajin nulis lagi ahad depan. Punya banyak banget draft sih dan pengen share ke kalian juga.

Tungguin saya ahad depan yaaa! :)

-ast-

Detail ►

Bebe Cacar Air


Akhirnyaaaa, Senin ini dapat jadi Senin "normal" di mana kami bertiga pagi-pagi udah di kendaraan beroda empat untuk kerja dan ke daycare. Minggu kemudian cukup heboh soalnya sebab Bebe cacar air.

Kenapa heboh? Karena cacar air kan menular, jadi Bebe nggak dapat ke daycare. Walhasil, saya dan JG harus bergantian cuti dan main sama Bebe di rumah.

Oke ini dongeng lengkapnya demi pengingat di masa depan!

πŸ’‰Tanda-tanda Cacar Air 

Berawal dari Rabu malam 12 Juli lalu, malem-malem sebelum tidur saya mandikan Bebe. Wah apa nih ada 3 bintik kecil sekali di leher kanan dan bawah leher belakang. Kecil sekecil digigit semut, kecil banget hingga nggak keliatan amat, jikalau diraba gres kerasa jendul. Karena takut gatel, malem itu juga udah saya kasih bedak salicyl.

Saya nggak kepikiran cacar. Karena Bebe kulitnya sensitif dan alergian jadi emang sering muncul merah sebab reaksi alergi. Pun sensitif nggak dapat sembarangan ganti sabun sebab antara merah iritasi atau ngelotok gitu kulitnya. And they said bayi ASI nggak alergian hih. T_______T

Besok siangnya, supervisor daycare fotoin punggung Bebe dan nanya itu kenapa bu? Saya jawab nggak tau ya, apa biang keringet? Terus supervisornya nanya, apa mungkin cacar bu? Saya masih nggak kepikiran hahahaha.

Pas dijemput mbaknya (bukan supervisor) bilang "bu, berdasarkan saya sih ini cacar bu. Ke dokter aja bu, saya yakin deh ini cacar" Memang mbak daycare itu juara banget deh buat gini-ginian hahaha, anaknya banyak sih yaaa. Emangnya saya, anaknya cuma satu lol.

(Baca semua tentang daycare di sini)

Saya iya iya aja, malah bilang "tunggu besok deh, jikalau besok jadi banyak gres ke dokter". Abis ngomong gitu kok ya jadi panik sendiri hahaha. Kalau besok beneran banyak masa malah gres ke dokter? Ya udah pas JG dateng alhasil eksklusif minta ke UGD aja semoga tenang.

Dan cobaannya banyak huhu. Macet ampun-ampunan sebab pas ganjil, sementara plat nomer kendaraan beroda empat kami genap. Mau ke Semanggi aja muter-muter lewat Karet deuh. JG hampir putus asa, duh macet banget, duh laper saya tadi nggak makan siang, duh ini ono. -__________-

πŸ’‰Di UGD

Btw saya dulu nggak tau kenapa banyak orang parno sama UGD. Pas ahad depannya JG ke UGD RSUD di Bandung saya gres tau kenapa orang parno hahaha. Next post ya!

Kali ini sih kami ke RS Jakarta, pokoknya jikalau UGD niscaya ke sini sebab nggak pernah rame dan parkir gampang. Bebe lagi seneng banget sebab gres dibeliin kostum PJ Masks dan ia keukeuh masuk RS pake kostum. -_______-

Diperiksa dokter pake kostum juga dan jumawa banget, mana dokternya manis dan juga ikut manggil ia dengan "Gecko". Diperiksa jadi lancar banget sebab Gecko-nya kalem abis. Dan iyes, faktual cacar.


Kami pun nanya kok dapat ya, ketularan di mana? Kata dokternya "bisa di mana aja bu, di mall atau di daerah umum lain. Virus cacar kan nular lewat udara dan dapat tahan di udara hingga 24 jam"

Saya dan JG melongo di tempat. T_______T

Bengong bukan sebab shock Bebe cacar hahahaha. Ya nggak apa-apa sih cacar, penyakit yang umum lah ya di kalangan belum dewasa zzz. Tapi kami mikirin gimana nih nggak dapat masuk kerja? LOL.

Kata dokternya bagus ketauan masih awal gini jadi dapat eksklusif ditekan virusnya pake obat. Malem itu masih 3 biji juga bintik kecilnya tapi dokternya udah ngeliatin beberapa area dan bilang "di sini nanti muncul bu, di sini juga, blablabla"

Terus ya udah diputuskan ganti-gantian cuti deh! Sampai saya nemu inspirasi cemerlang: KITA KE BANDUNG AJA!

Pertimbangannya rumah ibu di Bandung lebih besar dibanding kontrakan di Jakarta jadi Bebe nggak akan bosan harus berhari-hari di dalam rumah. Kedua, Bandung dingin, in case Bebe lari-larian di dalam rumah pun ia nggak bakal keringetan dan nggak bikin cacarnya gatel. Ketiga, nggak perlu mikirin masak dan makan hahahaha.

Malam itu mendadak packing dan sepakat besok pagi berangkat ke Bandung!

πŸ’‰Di Bandung

Pagi sebelum berangkat, bintik kecil itu alhasil jadi besar segede jagung dan isinya air. Nah jikalau gini gres saya yakin ini cacar hahaha. Tapi ditanya gatel apa nggak jawabannya nggak. Bebe juga nggak demam. Katanya makin muda kena cacar, makin nggak berasa apa-apa.

Saya SD kena cacar dan gatelnya ampuuunnn. Pengen garuk juga nggak boleh kan. Kaprikornus ya inget betapa tersiksanya. Bebe mah kalem aja kaya nggak sakit sama sekali. Lagian Bandungnya emang adem banget, pagi-pagi 17-19 derajat celcius. Tengah hari aja cuma 23-24 gitu enaaakkk.

Cuma cukup repot sebab saya bener-bener jagain semoga ia nggak keringetan banget. Sedikit keringetan eksklusif ganti baju. Sedikit-sedikit dikasih salicyl semoga cepet kering. Untungnya yang banyak itu di punggung jadi Bebe nggak sadar jikalau itu sebenernya parah. Di perut cuma ada 4, dua besar dua kecil. Di kaki 1, di tangan beberapa, di muka cuma 3 kecil-kecil pula. Total saya hitung cuma 27 titik.

Sedikit banget, nggak keliatan cacar lah. Liat anak temennya JG yang cacar juga, se-muka aja kayanya lebih dari 20 deh, kasian huhu. Dan semoga ia kalem alhasil dilibatkan untuk pake salicyl jadi ia bertugas ngebedakin perut dan kaki, saya bedakin punggungnya. Sehari 3 kali sis kaya gitu, bersin-bersin gatel idung banget kena bedaknya.

Hari Minggu udah kering semua yeaaayyy!

Senin siang pulang ke Jakarta sebab ibu dan ayah harus ke Makassar. Selasa Rabu saya di rumah, Jumat Sabtu JG di rumah. Jumat sebagian besar udah copot, Sabtu udah copot semua. Senin ini kembali ke daycare yeaaayyy!

Selain ganti baju, minum obat juga peer banget sebab tiap minum obat saya harus akting. "WAA OBATNYA WANGI SEKALIII. ENAK YA!" atau "EH INI OBAT APA SIH KOK ENAK? XYLO HEBAT YA MINUM OBATNYA PINTAR!".

Obat anyir yang dimaksud ialah vitamin doang. Obat benerannya (anti virusnya) itu puyer dan nggak ada rasanya sama sekali, jangan-jangan itu tepung lol. Sekali dicampur ke air minum ia dan habis. Berikutnya sesendok vitamin eksklusif taro puyer atasnya, jadi sekali hap eksklusif masuk dua obat. Kulelah ekting, maklum bukan ektris. T_______T

πŸ’‰Yang dilakukan dikala Bebe cacar

Bebe sembuhnya cepet banget. Tiga hari kering semua, cuma saya emang nunggu copot semua dulu luka keringnya gres masuk daycare sebab takut nularin orang.

1. Ganti baju sesering mungkin. Bebe ganti baju 4 kali sehari, tiap ganti baju dibedakin ulang. Pertimbangannya jikalau ada yang pecah, pecahannya nempel di baju, takut jadi bikin bintik gres di daerah lain. (ini entah bener apa nggak secara medis)

2. Makan banyak dan obat jangan kelewat. Minum vitamin dan madu. Karena cacar emang harus dilawan dengan daya tahan badan baik.

3. MANDI! Kalau nggak mandi gatel ih. Kata dokter mandi aja pake dettol semoga sekalian matiin kuman-kuman. Bebe malah berendem air anget pake dettol. Kalau bule-bule gitu berendem oatmeal dong katanya semoga nggak gatel.

4. Jangan minum air kelapa sekaligus sama obat. Dulu katanya minum air kelapa semoga merah-merahnya cepet keluar. Tapi lebih logis klarifikasi air kelapa menetralkan obat sih. Hahaha. Terserah tapi kan yang penting minum air putih aja yang banyak.

5. Jangan digaruk takut jadi bekas. Bebe nggak ngerasa gatel untungnya dan ia nggak colek-colek bekasnya sih untungnya juga. Lebih sebab nggak ngerti kali ya. Haha

Saya pake salicyl doang, beberapa orang nyaranin acyclovir dan udah beli. Cuma jikalau salep gitu peer banget kan harus ditotol satu-satu. Mana kesentuh dikit aja Bebe ngamuk. Akhirnya ya bedakan aja. Kalau bedak kan tinggal tumpahin aja yang banyak ke punggung terus usap dikit juga rata.

*

YAAA BEGITULAAHHH CERITANYA. Capek ya. Nulisnya capek hingga males selip-selipin link related post hahaha.

Kok dapat cacar sih emang nggak vaksin? Kaprikornus lewat dua tahun dan semua vaksin "wajib" selesai saya blas nggak cek-cek buku vaksin lagi. Pas kemarin rame kempen MR saya jadi cek dan woiyaaaa selain MMR belum PCV juga ketunda-tunda terus.

PCV sama Hepatitis A lah akhirnya. Terus dokternya bilang "abis ini cacar air ya bu" dan nulisin tanggal cacar air bulan Agustus. Minggu depannya Bebe cacar hhhh. Kaprikornus nggak usah vaksin cacar kan ya jikalau udah gini?

Anyway selamat hari Senin semuanya! Semoga sehat-sehat semua ya semoga kerjanya lancar!

-ast-

Detail ►

7 Hari Tanpa Instagram

[TL;DR] Saya terlalu banyak membuang waktu untuk Instagram. Kemudian saya tobat. Tulisan ini terlalu panjang jadi kalau kalian males baca, pada dasarnya itu hahahaha.


Yang kenal saya niscaya tahu saya anaknya selalu berorientasi angka. Yang paling dipelototin sih page views blog ya, yang mengantarkan saya menerima tambahan 1juta views hanya dalam 3 bulan, dengan total 3 juta views selama 3 tahun saja. Hanya angka, tapi bikin senang alasannya tulisan-tulisan saya ternyata banyak yang membaca. :)

Karena semenjak dulu, social media yaitu daerah main yang sangat menyenangkan. Tempat utama untuk mencari informasi. Saya tidak lepas social media semenjak kala Friendster. Bahkan sedang KKN (Kuliah Kerja Nyata) di desa saja, saya tetap eksis di Friendster pakai Opera Mini di Blackberry. Dulu, hampir 10 tahun yang lalu.

Tahun-tahun berikutnya dilalui dengan keluhan-keluhan wacana kuliah di Facebook. Tak usang pribadi pindah ke Twitter dan resmi jadi AnakTwitterTM yang selalu mengeluh lelah alasannya banyak alay di Facebook. Terus yang kurang penting bangsa Foursquare demi jadi mayor doang ya amponnn.

Beberapa tahun kemudian Instagram muncul exclusively di iOS dan saya pribadi punya lah! Namanya juga anak socmed! Tapi gres 3 bulan belakangan saya jadi peduli pada followers Instagram, meniatkan diri posting setiap hari, memperbaiki kualitas foto, menulis caption panjang dan bercerita alasannya sebelumnya bahkan saya jarang memberi caption. Keseriusan yang ditandai dengan followers naik 1000 lebih hanya dalam 1 bulan. Padahal sebelumnya hanya punya 2000 followers dalam 5 tahun. (sad lol)

Kemudian kalau sedang ada sponsored post maka saya jadi peduli pada reach Facebook, impression Twitter, dan banyak lagi. Ditambah saya yang rutin nge-blog, simpel social media jadi perpanjangan blog.

Lama-lama lelah.


Dan meski banyak orang yang menolak bermain di social media alasannya takut di-judge, saya sendiri sebetulnya tidak. Saya selalu menganggap internet yaitu daerah yang bebas bertanggungjawab. Saya punya argumen, kalian punya argumen.

Saya tidak pernah memaksakan pendapat saya pada siapapun, dan jangan pula memaksakan pendapat pada saya. Lagian masa semua orang harus sependapat sih, kan serem ya. Judge saya semau kalian dan saya tidak akan terganggu.

Yang kenal saya semenjak dulu di Twitter mungkin tau saya pernah sanggup aneka macam bahaya pembunuhan dalam beberapa hari di Twitter dan disuruh bunuh diri hanya alasannya saya menulis video klip sebuah boyband "biasa saja". BIASA SAJA BUKAN JELEK HHH.

Dan saya tidak kapok. Ternyata yang sanggup bikin saya berhenti main-main socmed yaitu diri saya sendiri. Saya sendiri kaget.

Dan ya, biang keroknya yaitu Instagram.

Saya senang melihat feed Instagram saya dan masih senang hingga sekarang. Saya senang menyusun foto semoga nyambung satu dengan lainnya, dengan sebelahnya, dengan atas dan bawahnya, menyerupai main game saja. Saya senang mengedit foto semoga terlihat “lebih Instagram”.

Iya alasannya foto Instagram itu punya karakteristik sendiri loh makanya muncul istilah Insta-worthy atau Instagram-able. Bukan semata alasannya dindingnya manis atau makanannya lucu, tapi komposisinya yang menciptakan sebuah foto menjadi sesuai dengan abjad Instagram.

Contoh paling sederhana, foto dramatis yang jadi headline koran belum tentu sedramatis itu ketika di-upload ke Instagram. Sebaliknya, foto flatlay dengan bunga mint dan aksesoris emas belum tentu cocok untuk halaman koran yang kebanyakan hitam putih. Di situ menyenangkannya Instagram.

Yang jadi persoalan bukan obsesi saya pada feed, tapi obsesi saya pada foto-foto di timeline! Sungguh membuang-buang waktu.

Naturally setiap beberapa menit saya membuka ponsel dan otomatis mencet icon Instagram kemudian scroll dan cek stories. Itu jadi habit dan berdasarkan saya bukan habit yang baik. Ya kecuali followers kalian 2juta orang dengan penghasilan dari Instagram ratusan juta rupiah dalam seminggu ya.

Scrolling Instagram menyita waktu sangat banyak dan saya tidak mau menyerupai itu. Saya tidak mau terobsesi. Saya tidak mau berdiri tidur dan yang pertama kali dilakukan yaitu cek notifikasi Instagram. Saya tidak mau lagi sedih alasannya jumlah followers berkurang.

Karena ya, Instagram yaitu Instagram. Saya kisah sebaik dan semenarik apapun maka akan hilang di timeline orang dalam beberapa hari. Sebagus apapun kontennya, tetap akan sulit dicari sesudah beberapa hari, archiving-nya tidak sebaik blog kan.

Sejak “serius” di Instagram saya juga jadi menyalakan notifikasi. Notifikasi komentar dan direct message. Awalnya saya senang alasannya wow banyak yang appreciate ya! Kesenangan yang hanya bertahan 3 bulan saja.

Lama-lama saya terganggu. Karena notifikasi menciptakan saya merasa ada urgensi membalas secepatnya dan sekali lagi, saya tidak mau menyerupai itu. Itu tidak baik, Instagram bukan prioritas. Berkali-kali saya sugestikan itu pada diri sendiri.

Saya juga terpaksa harus mengakui kalau saya (merasa jadi) oversharing, Padahal dulu saya yaitu barisan orang yang menolak mengamini bahwa saya berlebihan memakai social media. Saya beberapa kali bilang bahwa yang saya tulis di blog itu hanya kulitnya saja.

Orang bahkan tidak pernah tahu nama daycare Bebe, lokasi, atau bahkan nama lengkapnya. Ya di ketika orang menciptakan hashtag dengan nama lengkap bayi, saya bahkan hingga kini tidak pernah mempublikasikan nama lengkapnya. Dan waktu itu saya merasa berhak bilang saya tidak oversharing.

Tapi lama-lama toh saya berubah. Apalagi stories yang tidak menuntut foto bokeh dengan editing indah. Makan apa di-share, minum apa difoto dulu, sedang di mana juga difoto.

Mau apa sih sebenernya?

Saya mulai mempertanyakan diri saya sendiri. Saya jadi merasa lebih bersahabat pada hidup orang tapi makin absurd pada hidup sendiri.



*

Di antara kalian niscaya kini ada yang berpikir oh itu tanda-tanda FOMO alias Fear of Missing Out. Bisa ya sanggup tidak tergantung definisi FOMO-nya.

Kalau kalian perhatikan, saya malah jarang ikut-ikutan komentar hal yang sedang ramai. Buat saya FOMO itu ketika ada sebuah topik ramai dibicarakan orang, maka kita ikut juga membicarakannya baik di status atau pun di komentar alasannya takut dianggap ketinggalan. Atau ketika ada sesuatu yang sedang hits, pribadi ingin ikut juga punya atau membeli.

Saya tidak. Saya belum pernah mengantri berjam-jam demi makanan, saya tidak pernah ikut komentar apapun yang sedang ramai di social media melalui status atau komentar, saya tidak pernah ikut memakai kata “kekinian” hanya alasannya kata itu sedang tren. Ya tau sendirilah anaknya suka sebel kalau mainstream, so does it count as FOMO?

Yang saya takutkan itu bahwasanya tidak ada! Saya hanya senang melihat-lihat foto orang, apalagi foto yang aesthetic dan dipikirin banget gitu bukan foto asal. Saya senang buka-buka profile orang dengan foto bagus dan mengira-ngira ia pakai filter apa dan editnya gimana.

Instagram jadi procrastinate yang sangat berlebihan.

Siang itu balasannya saya kesal alasannya menerima tangan saya sekali lagi membuka ponsel HP dengan tidak sadar dan scroll timeline Instagram. Saya tutup aplikasi itu dan saya delete. Tak pikir panjang saya juga delete Twitter dan Facebook.

Padahal saya jarang sekali buka Facebook. Dari urutan keseringan membuka dan memposting sesuatu, saya paling sering buka Instagram, kemudian Twitter, gres Facebook. Tapi ketiganya saya hapus alasannya saya takut kalau saya hanya menghapus Instagram, saya akan tetap terjebak di ponsel dan kembali scrolling. Membuka Facebook atau Twitter.

Saya menghapus Instagram sempurna di posisi post saya 999 posts, nggak sengajalaahh ngapain sengaja. Saya tidak pasang sasaran kapan akan kembali, pokoknya saya ingin mereka tidak ada di ponsel saya dulu untuk sementara waktu. Saya bilang JG bahwa saya capek ketergantungan social media dan ia cuma ketawa aja. Saya bilang saya ingin sendiri dulu.

Karena selain urusan terobsesi juga ada peer pressure. Tapi soal peer pressure ini kita ceritakan lain waktu ya. :’)

Jelas ada juga unsur peer pressure alasannya kalau nggak mah niscaya kita semua hanya selfie sekali kemudian pribadi upload kan? Ini nggak. Selfie dulu yang banyaaakkkk gres kemudian dipilih yang berdasarkan kita paling bagus. Yang idungnya keliatan agak mancung, yang pipi keliatan agak tirus, yang mata keliatan nggak sayu. Capek banget kaya gitu.

Dulu saya sama sekali nggak punya persoalan self esteem dan pede-pede aja sama diri sendiri. Sekarang? Perasaan sih masih pede, tapi kok ya pilih foto diri sendiri aja lama, edit sana sini dulu biar nggak keliatan gendut blablabla. Yang kaya gitu masih ngaku percaya diri? Tsk.



*

Siang itu dilalui dengan santai alasannya toh sambil kerja. Mau share apa? Foto kubikel?

Malamnya kami ke UGD alasannya Bebe diduga cacar dan di sini cobaan bahwasanya dimulai. Saya ingin sekali share! Sampai deg-degan alasannya saya ingin share Bebe yang sungguh lucu pakai konstum Gecko PJ Masks sambil diperiksa dokter. Saya ingin ambil video ia berpose Super Gecko Muscle di depan apotek rumah sakit. Dan banyak lagi. Tapi saya bertahan.

(Baca cerita cacar air Bebe di sini)

Saya foto dia, saya videokan, tapi tidak saya share di mana-mana. Mau share di mana? Aplikasinya pun tak punya. :)))

Dan itu terjadi hingga dua hari berikutnya, tangan saya masih otomatis meng-unlock ponsel dan pribadi memencet icon daerah sebelumnya Instagram berada. Icon itu bergeser menjadi Line yang sebelumnya ada di sebelah Instagram. Berulang kali dalam sehari saya melaksanakan itu, tidak sengaja memencet Line alasannya menyangka itu Instagram. I am THAT addicted.

Dalam dua hari itu aneka macam yang ingin saya share, apalagi kami cuti dan di Bandung. Saya nonton Kick Andy dengan bintang tamu Doni ‘Animal Defenders’ dan Davina ‘Garda Satwa’. RASANYA INGIN SEKALI NGE-TWEET! Tapi saya bertahan. Otak saya otomatis meramu kalimat apa yang seharusnya saya tweet. saya akan tulis ini, kemudian reply dengan ini sambil mention si anu, dan seterusnya. Gila ya udah lebih dari 48 jam dan saya masih nggak inget kalau saya tidak perlu share

Saya balasannya menciptakan dua jalan keluar:

πŸ“± Pertama, bertahan tidak membuka ponsel sama sekali. Ketika otak saya otomatis meminta tangan membuka lock, ia pribadi mengirim sinyal bahwa yang dicari tidak ada. Maka saya simpan HP dan melaksanakan hal lain, bermain dengan Bebe, menulis, nonton, apapun. Saya menjauhkan diri dari HP and it’s too damn hard. Saya sangat tergantung pada HP saya dan segala isinya sehingga memaksa berpisah menjadi sangat membingungkan.

πŸ“± Kedua, ketika saya tidak tahan lagi maka saya buka HP dan membuka aplikasi lain. Saya punya satu folder khusus aplikasi news publisher yang biasanya saya pakai kalau sedang mengikuti satu kasus. Baca kronologi informasi dari apps itu yummy banget loh btw.

Cuma ya saya nggak pernah juga out of the blue buka cuma mau cek headline. DAN ITU SAYA COBA LAKUKAN KEMARIN. But no fun HAHAHA. Akhirnya back to basic, saya buka BuzzFeed dan BoredPanda, hingga saya sadar kalau saya tidak butuh Facebook alasannya 90% yang saya lakukan di Facebook yaitu membaca BoredPanda dan BuzzFeed. LOL

Kondisi ini hanya tiga hari pertama, hari keempat saya mulai terbiasa tidak otomatis membuka HP tanpa sadar. Saya mulai melaksanakan hal lain, saya mulai sadar kalau tanpa Instagram setiap 5 menit, hidup saya akan baik-baik saja. Mengecek Instagram sehari hanya 2-3 kali sehari pun tidak akan tertinggal apapun alasannya Stories bertahan 24 jam kan.

*

Hidup tanpa Instagram, saya jadi teringat salah satu ekspat Australia di kantor yang tujuan hidupnya yaitu traveling. Dia kerja di kantor saya setahun, jajan di kantin karyawan yang murah meriah, ke mana-mana naik ojek, kost di belakang kantor yang kurang layak demi menabung untuk keliling Indonesia di tahun berikutnya. Surprise-nya bagi saya adalah, ia tidak punya akun social media dan tidak menulis blog wacana perjalanannya. Padahal usianya lebih muda dari saya.

Belum usang ini juga saya nyeletuk ke temen kantor yang juga terobsesi feed Instagram “eh temen gue keliling Eropa tapi foto Instagram-nya sedikit, sayang banget ya!”

Dia impulsif bilang “iya ya”. Terus merenung berdua lol.

THEY’RE MAKING MEMORIES, NOT CREATING INSTAGRAM FEED.

Kenapa kami yang gundah coba?

Contoh real yang nggak pernah saya lakukan tapi selalu saya maklumi: nggak apa-apa banget dateng ke suatu daerah demi Instagram, nggak apa-apa banget ngantri kuliner hits juga demi Stories, tidak persoalan jalan-jalan hunting foto untuk Instagram hingga bawa properti ke manamana. Nggak apa-apalah masa dihentikan atau dinyinyirin, ya tujuan orang kan beda-beda.

Saya merasa salah alasannya ketika ada orang (well, orangnya millennials) yang ternyata TIDAK pernah melaksanakan itu maka saya menganggap ia “wow kok bisa!”.

Kenapa saya maklum ketika orang mau ribet demi Instagram tapi saya tidak maklum ketika sebaliknya? Kenapa saya tidak mempertanyakan orang mengantri cheesecake dari subuh tapi saya mempertanyakan orang absurd yang keliling Indonesia tanpa meng-upload foto?

Saya tidak boleh menyerupai itu.



Di hari keempat saya sempat upload satu foto alasannya ada hal yang tidak sanggup saya ceritakan di sini (YAELAH), pada dasarnya saya kasih a quick update dan ternyata ada juga yang dm saya nanya saya ke mana. Saya hanya upload kemudian saya hapus lagi Instagramnya. Dalam kondisi terharu banget sih huhu masih dicariin orang sementara sayanya kabur tiba-tiba. T_____T (maap kadang emang halu)

Hari ketujuh saya sudah tidak otomatis membuka lock dan mencari icon Instagram. Dan tanpa sadar, pikiran saya lebih tenang alasannya saya tidak terlalu banyak berpikir untuk orang lain. Saya jadi punya waktu jauh lebih banyak untuk diri sendiri.

*

Sebelumnya saya tidak pernah berhenti berpikir. Pikiran saya berjalan terus dan mencatatnya. Misal saya punya wangsit apa, biasanya pribadi diolah jadi draft berangasan blog, caption instagram atau minimal tweet. Jika panjang maka ditulis dulu di notes, jikalau pendek maka pribadi di-tweet.

Tapi kini alasannya pilihannya notes saja, pikiran selintas tetap jadi selintas, bukan lagi pribadi diolah untuk dikonsumsi publik. Dan itu bikin saya lebih damai. Bikin pikiran saya beristirahat.

Mbak Mira Sahid pernah bilang pada dasarnya "kamu kok kaya kebanyakan mikir?" Iya. Saya mikir terus. Saya nggak pernah berhenti mikir, makanya saya nggak pernah habis wangsit untuk blogpost, dan itu capek, capek sekali.

Sekarang saya sedikit mengerti apa yang terjadi dengan Michelle Phan, apa yang terjadi dengan Jesse dan Jeanna ‘BFvsGF’. Iya padahal masih jauhhhh, padahal saya masih sebutir kecil debu dibanding Michelle yang sebesar bulan (naon). Maka sebelum saya separah mereka dan benar-benar kabur dari kehidupan maya, saya lebih baik menguranginya dari sekarang.

Internet terlalu luas, jauh lebih luas dari yang sanggup kita genggam, jauh lebih dalam dari yang sanggup kita lihat. Itu yang menciptakan saya jadi gundah sebanyak apa yang bahwasanya sanggup saya pikirkan. Saya berpikir terlalu banyak.

*if that makes any sense*

Saya juga nggak akan sok nasihatin, “makanyaaa jangan gitu-gitu amat lah di socmed”. Ya mau gimana-gimana juga terserah orangnya lah. Ini yang bermasalah diri saya, nggak berarti orang akan punya persoalan yang sama juga. Saya punya persoalan dengan membagi waktu, nggak berarti orang lain akan punya merasakannya juga.

Begitulah.

Kaprikornus ambisius itu capek ya. Hahaha. Mana ambisiusnya di segala lini kehidupan pula. Udalah istirahat dulu ya. Saya terang tidak akan lagi tiap hari upload foto di Instagram, kalau blog sih sebisa mungkin masih tetap akan di-update ya meski tidak sesering dulu. Saya senang kok sharing di sini, dengan segala suka dukanya hahaha.

Kaprikornus itulah ceritanya kenapa saya menghilang seminggu hahaha. Pada kangen dong biar saya semangat lagi HAHAHAHA. Have a nice day!



-ast-

Detail ►

Bebe Dan Toilet Pembinaan (2)

GOOD NEWS, PEOPLE! THE WAR HAS FINALLY ENDED!

Alhamdulillah ya ternyata postingan toilet pelatihan ini cuma ada  Bebe dan Toilet Training (2)
Alhamdulillah ya ternyata postingan toilet pelatihan ini cuma ada 3. TIGA DOANG SIH TAPI SETAHUN WOY.

T_______T

Iya saya cek postingan pertama pas psikolognya Bebe nyaranin toilet pelatihan itu bulan Oktober tahun lalu. Setahun banget nih prosesnya? Oh tentu tidak hahaha.


Baca dulu coba yang tahun kemudian agar ceritanya nyambung:
Makara waktu Februari itu ya paling tahan 2 ahad lah nggak pake diapers. Selanjutnya pake lagi sebab (kalau nggak salah) ketemu lagi kegiatan psikolog terus psikolognya ganti!

Terus hubungannya apa, ceu?

Intinya selama ini di daycare 3 bulan sekali ketemu sama psikolog namanya Mbak Diana, tapi kebetulan pas jadwalnya, Mbak Diana nggak dapat dateng. Makara daycare cari psikolog pengganti. Nah psikolog pengganti ini bilang bila sebaiknya, weaning dan toilet pelatihan itu jangan sekaligus nanti anaknya bingung.

Bagi kita mungkin hanya berhenti nenen dan berhenti pake diapers, tapi buat anak, keduanya ialah dua hal yang sangat besar dan mengubah hidup. Hal-hal besar kaya gini harus dilakukan satu per satu!

Wow, saya tercerahkan banget!

Karena sebelumnya Mbak Diana selalu menyemangati, ayo niatin weaning, ayo niatin toilet training, pokoknya peer semenjak Bebe umur dua tahun itu ya dua itu. Sebagai ibu ambisius ya saya niatkan dua-duanya lah walau berakhir di niat belaka hahaha. Praktiknya nanti dulu, yang penting Bebe udah terus dikasihtahu bahwa suatu hari ia tidak nenen dan tidak pakai diapers lagi.

Karena dibilang harus satu-satu, ya udah alhasil saya pakaikan ia diapers lagi dan fokus berhenti nenen dulu. Argumennya jelas, saya lebih pengen ia berhenti nenen dibanding pipis di kamar mandi hahaha. First thing first lah, yang ribet diduluin dulu lol.

Akhirnya nenen berhasil berhenti tanpa drama apapun tapi diapers masih terus dipake. Apalagi Bebe kemudian cacar air dan roseola infantum ya ampun ribet lah mikirin anak sakit terus ngompol.

(Baca: Bebe Menyapih Diri Sendiri dan Bebe Cacar Air)

Jadi gimana kok dapat Bebe nggak ngompol lagi? πŸ’†πŸ»

Gimana yaaaa. Beneran saya nggak pake teori apapun! Nggak pake toilet pelatihan dalam 24 jam lah, 3 hari lah, cuti lah, ini itu. Nggak sama sekali. Tau-tau dapat aja gitu bilang mau pipis.

Percaya nggak?

HAHAHAHAHA KAYA GAMPANG TAPI YA NGGAK SEGAMPANG ITU JUGA.

Ayo kita ingat-ingat kronologinya. Dan menyerupai biasa akan detail agar saya ingat dan dapat baca ulang. Yeay aye!

🎊 Lebaran

Abis libur lebaran, mbak daycare bilang “bu, pokoknya saya udah niatin masuk libur ini Xylo harus udah nggak pake pampers lagi”.

Oke siaaappp. Mbak daycare kadang lebih ambisius dari ibunya sih emang. Dia gemes sendiri sebab si Bebe ngompol itu lempeng, ga risih atau malu. Dari situ mulailah Bebe nggak pake diapers. Di rumah?

OH YA PAKE DONG.

Jangankan di rumah, pulang dari daycare aja udah dipakein diapers lagi sebab duile males amaaatt sama urusan ngompol. Tapi kata mbaknya, bila siang udah nggak pernah ngompol. Bukan sebab bilang, tapi sebab rajin diajak pipis.

Oke. Niatnya waktu itu sebelum pindah daycare dan mulai sekolah ia harus udah lepas diapers sebab saya takut dijudge ibu-ibu lain di sekolah. Hih masa anak udah preschool masih pake diapers? MALU KELES. GITU.

Takut dijudge sebagai ibu pemalas. Padahal emang iya, cuma ogah ngaku sama orang gres kenal HAHAHA.

🎊 Kenyataannya?

Dipikir-pikir kasian juga ya Bebe harus mikirin sekolah gres dan mikirin harus pipis di toilet. Pindah sekolah kan super big thing jadi ya nggak mungkin lah harus dua-dua dipikirin sama toilet training. Akhirnya selama sounding soal sekolah, saya pakein ia diapers lagi dan ngomong pake bahasa Indonesia. Takut ia stres.

(Dan ternyata sounding berhasil, pindah sekolah nggak drama. Ceritanya ada di sini: Bebe Sekolah! dan dongeng soal Bahasa Inggris di sini: Bebe dan Bahasa Inggris)

Ya udahlah saya terima di-judge hahahahahahaha. Hari pertama sekolah bawa diapers sebungkus. Dan ya, itu diapers pertama dan terakhir Bebe di sekolah. KYAAAAA.

🎊 The process

Dari awal saya jelasin ke gurunya bila Bebe di daycare usang udah lepas diapers. Cuma di rumah emang masih pake. Akhirnya selama di daycare, Bebe selalu terus dicoba ditanya sama missnya mau pipis nggak? Dan jawabannya selalu nggak. Saya tanya Bebe, kenapa sih bila pipis nggak mau bilang?

“Soalnya saya aib bilang sama miss bila mau pipis”

YA AMPUN.

Iya sih ya, sama orang belum kenal ngomong mau pipis gimana yaaa. Nggak dapat bilang “permisi bu, toilet di mana ya?” gitu kan. Karena nggak dapat pipis sendiri hahaha. Kasian Bebe.

Akhirnya saya biarin aja deh. Biar ia penyesuaian dan kenalan dulu sama sekolahnya. Cuma tiap weekend bila di rumah doang ya saya nggak pakein diapers. Ngompol ya ngompol. Kalau lagi jalan ke luar ya pakein diapers aja. Karena sayanya udah siap jadi ya nggak stres. Nggak dibikin pusing lagi.

Ini mungkin yang mba Windi bilang bahwa toilet pelatihan lah dikala anaknya siap. Bebe udah tau bila ia harus pipis di kamar mandi, cuma kadang last minute banget ngomong pipis jadi ya kelepasan pipis di celana.

Minggu ketiga di sekolah, udah nggak pake diapers. Dan udah nggak ngompol sebab rutin “dipaksa” diajak pipis. Cuma ya pas pulang ngompol di mobil. Sempet juga sekali ia main sama saya di teras luar, jongkok lihat semut, eh tiba-tiba paving blocknya basah. Pipis ia hahahaha. Terus ia shock bengong, mungkin masih lupa bila ia nggak pake diapers kan.

Dua kali ngompol di car seat, jadi pelajaran buat ibu yang kenapa sik oon amat nggak kepikiran bila HARUS pipis dulu lah di daycare sebelum pulang. Ya udah besoknya sebelum pulang pipis dulu. Setelah itu kondusif ternyata.

Tantangannya cuma tinggal malem pas tidur. Tapi saya udah nggak mikir apa-apa sih, lepas aja bodo amat. Seburuk-buruknya yang terjadi pun hanya ngompol kan.

Akhirnya dari riset harian, saya tau pattern-nya. Bebe tiap malem sebelum tidur selalu mandi, pipis dong pasti. Nah bila abis mandi minum susu sekotak, maka ia probabilitas ia ngompol akan sangat rendah. Tapi bila minum susu dua kotak, ia PASTI ngompol.

Ya udah kini saya kasih susunya sekotak doang. Mayan kan ngirit HAHAHAHA.

Terus ya udah gitu doang. Apaan sih ya nggak terang amat saya cerita.

Intinya kini udah hampir 2 bulan di daycare baru, Bebe udah dapat nahan pipis dan udah dapat bilang bila mau pipis. Udah nggak pernah ngompol sama sekali, udah nggak last minute ngomong mau pipis. Di mall dan di daerah umum juga kondusif jaya, jalanan macet pun ia dapat tahan.

Diingetin buat pipis cuma sekali pas berdiri tidur sebab ia biasanya masih mong gitu kan melamun jadi ya diingetin pipis gres pergi ke daycare.

Saya nggak beraninya bila ke daerah kaya CFD gitu, jadi ahad kemudian masih saya pakein diapers. Eh tapi terus ia bilang dong “ibu saya pake pampers ya? Aku boleh pipis di sini aja?” HAHAHAHA PINTAR. Terus ia pipis sambil berdiri di tukang baso lol.

Gitu doang. Gampang kan? Alah siapa bilang toilet pelatihan susah hahahahahaha. Tinggal lepasin aja diapersnya kok. Nggak perlu pelatihan pants segala soalnya ... mahal. Yang penting niat. Udah gitu aja. *SOMBONG TAK TERKIRA* hahaha

Selamat hari Rabu!

-ast-

Detail ►