Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri sassythursday-manusia-yang-kecil. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri sassythursday-manusia-yang-kecil. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

#Sassythursday: Gampangnya Ribut-Ribut

gara reaksi orang atas press release Sari Roti jadi kepikiran betapa gampangnya social med #SassyThursday: Gampangnya Ribut-ribut

Iya ini gara-gara Sari Roti. EH NO, gara-gara reaksi orang atas press release Sari Roti jadi kepikiran betapa gampangnya social media ribut.

Banyak yang memang komplain dan menyuarakan pendapat. Tapi banyak juga yang sekadar "eh nulis status ini deh soalnya lagi rame supaya nggak ketinggalan". 😂

Baca punya Nahla:


Bukan cuma urusan Sari Roti ini ya, tapi keributan ini sering banget terjadi! Banyak banget hal yang sebenernya mah nggak perlu diributin sedunia maya eh tapi kok viral juga.

Saya sih kan anaknya kan selalu membanggakan anti mainstream ya jadi orang heboh meme ibu berdaster atau heboh ngomongin topik tertentu. YA GUE NGGAK MAU IKUTAN LOL. Apa yang orang lain bicarakan maka itu yang akan saya hindari. Karena ... males aja sama-sama orang lain. 😂😂😂 #ohsomillennials

Pernah semacam test the water atau social experience gitu bikin ribut sih tapi sekali doang abis itu ya udah. Cukup pengen tau gimana cara ibu-ibu menanggapi isu yang lagi rame di socmed. Tadinya itu buat materi goresan pena tapi kok ya males mulai nulisnya lol.

Kenapa orang seneng banget ribut di socmed?

Biar eksis

Modal kuota doang udah bisa jadi bab dari sejarah. Ya siapa tau di Year in Review topiknya masuk trending topic kan besar hati dong "oh gue ikutan juga tuh ngetweet itu". Kadang nggak tau-tau amat juga masalahnya tapi nge-tweet dululah, bikin status dulu lah, apa susahnya sih supaya eksistensi di dunia maya tetap terjaga?

Karena terbaca banyak orang


... dengan mudah. Ya cyn jikalau mau rumpi sama ibu-ibu kompleks eksklusif kan mesti ketemu dulu. Ini jarak memisahkan eksklusif bisa rumpi. Dari sekadar komen-komen hingga judge rahasia dan dibawa ke WhatsApp group lol.

Hati-hati ada yang screenshot! WhatsApp group yang membernya lebih dari 5 orang sudah harus diperlakukan public sih lantaran kita nggak mungkin percaya banyak banget orang akan bisa menjaga rahasia. 😉

Karena bisa mikir panjang

Apalagi buat tipe yang nggak bisa diskusi atau initiate percakapan, status socmed bantu banget untuk buka topik.

Mungkin itu salah satu alasannya yakni banyak orang di socmed banyak omong luar biasa. Sindir sana-sini, berisikin komen orang, heboh di semua linimasa sementara pas ketemu di dunia faktual diam membisu. Ditanya aja jawabnya yes or no doang. Dih jikalau di socmed mikir dulu yaaa? Apa malah googling dulu? 😂

Karena membela sesuatu dan kita merasa orang perlu tahu standpoint kita

Yaiya dong orang zaman kini jikalau diam malah dibully. Kalau diam dianggap tidak punya pendirian. Padahal mah ya bisa aja punya cuma nggak mau bilang-bilang weee.

Setelah masalah Trump **KASUS** saya nggak percaya lagi kehebohan di dunia maya. Gimana nggak, kemarin itu semua media like SEMUA MEDIA anti Trump. Mereka semua bikin artikel anti Trump dan apa pengaruh buruknya jikalau milih Trump, boro-boro berimbang.

Eh taunya menang lol. Kenapa coba? Karena ternyata banyak yang diam. Ini gres ketauan sehabis Trump menang dan mereka gres bilang jikalau selama ini mereka diam lantaran takut dibully. 😉

Ingin tahu siapa-siapa aja yang sepemikiran sama kita

Iya alias ngetes doang. Soalnya kadang banyak yang bikin speechless. Pendidikannya tinggi, kuliah mulu perasaan tapi terus share gosip hoax sambil ngotot. Ah elah. Gunanya apa sekolah tinggi-tinggi jikalau riset hoax apa bukan aja nggak mampu. 😩

*

Nah memang poin-poin di atas juga bisa jadi blunder. Bisa jadi mencerminkan kepribadian orang yang sebenarnya.

Kita bisa dengan simpel menakar kadar emotional intelligence seseorang dari cara ia menjawab komentar, dari cara ia menanggapi orang yang tidak sepaham. Dari cara ia curhat duduk kasus keluarga, mengeluhkan suami, cara ia bercerita soal tetangga.

Kita bahkan bisa tahu wawasan seseorang dari komentar ia pada isu-isu yang sedang hangat. Kadang suka kasihan alhasil sama orang yang udah ngotot tapi nggak tau dongeng lengkap. Ngotot begini padahal ditanya detail, nggak bisa jawab.

Saran nih yaaa, saran nih. Sebelum bikin status atau debat sama orang, BACA DULU YANG BANYAK. Baca ya bukan gosip. Kalau males baca, jangan debat. Karena debat itu menawarkan luasnya wawasan seseorang banget.

Atau ajak ngobrol orang yang sekiranya lebih tahu. Kalau saya, saya hampir selalu tanya JG atau temen-temen kantor dulu. Ada apa soal XYZ? Dia siapa? Backgroundnya apa? Diskusi dulu, cari tau dulu. Pasti ada pencerahan dibanding jikalau kita cari tau sendiri. Kalau sudah gini kita jadi bisa terang memilih sikap. Ini mah tau gosip cuma dari copas-copas orang di WhatsApp group, begitu ada yang bantah eksklusif bilang "dih bilang aja iri". GIMANAAAA?

Socmed emang paling kondusif untuk share foto liburan, barang baru, foto makanan, foto bayi, selfie, dan video panda. Setidaknya hal-hal yang nggak menakar intelegensia lol.

Btw nih ya dari sisi kecepatan, saya suka pengen ketawa sendiri jikalau liat Facebook. Rata-rata pada telat amat. Di Twitter udah trending topic dari pagi, eh di Facebook gres ramenya malem. Di kawasan lain ributnya udah mau selesai, di Facebook gres mulai. LOL

Jadi, ada topik keributan apa socmed hari ini?

-ast-

Detail ►

#Sassythursday: Menikah Dalam Satu Kata


Begini, menikah sama sekali bukan hal sederhana. Apalagi harus merangkumnya dalam satu kata.

Tapi bagi saya ada satu kata. Kata ini sungguh selalu menciptakan saya tersenyum dan kadang menarik napas berat. Ya, menikah itu bukan hal yang ringan. Meskipun juga tidak berat.

Baca Menikah dalam Satu Kata berdasarkan Nahla

Saat masih anak-anak, menikah sesederhana punya keluarga. Menikah yaitu tiba ke pesta ijab kabul om dan tante kemudian tak usang mereka punya anak yang jadi sobat bermain kita. Hai para sepupu!

Beranjak remaja, definisi menikah mulai jadi sedikit rumit. Baru kenal dengan jatuh cinta, menikah yaitu hidup berkeluarga dengan orang yang kita pilih. Mulai juga menyadari kalau ada yang berhenti menikah alasannya yaitu banyak hal. Ayahnya jahat kabur dari rumah, ibunya tega sekali mau bercerai padahal tidak bekerja, kasihan anak-anak. Ya, kasihan anak-anak. Anak-anak itu, teman-teman kita dulu.

Dulu. Sekarang tentu tidak, saya tidak pernah mau judge orang menikah, belum menikah, tidak menikah, atau berhenti menikah. Belum punya anak atau tidak mau punya anak. Siapa yang jahat siapa yang salah.

Semua orang punya pilihan sendiri tapi ketika pilihanmu menikah, tak sanggup dihindari ada sebagian hidup yang berubah. Sebagian menjadi lebih kasar alasannya yaitu membangun keluarga butuh semangat luar biasa. Sebagian menjadi lebih malas alasannya yaitu untuk apa lebih semangat kalau leyeh-leyeh pun bahagia? Kalau tanpa bergerak dari kasur pun sarapan sudah siap sedia? *MAKASIH LOH SUAMIKU* lol

(Baca: Menikah Bukan #lifegoals)

Makara di usia saya yang ke-28, sudah tiga tahun menikah, apa satu kata yang sanggup merepresentasikan pernikahan?

KOMPROMI. COMPROMISE. COMPROMETTRE.

Yang terakhir bahasa Prancis. Just because. Google translate kok tenang aja. Artinya sama kok.

*skip*

kom.pro.mi
[n] persetujuan dng jalan tenang atau saling mengurangi tuntutan (tt persengketaan dsb): kedua kelompok yg berselisih itu diusahakan berdamai dng jalan -- source 

Ya apalagi untuk alpha female menyerupai saya, konsep ijab kabul yang sungguh patriarki itu really, super hard. Oke menikah BISA tidak patriarki tapi para suami naturalnya ingin jadi memimpin. Mungkin alasannya yaitu semenjak kecil dibesarkan dengan pria harus berpengaruh (oh well wanita JUGA), pria harus sanggup mengambil keputusan (IYA DAN PEREMPUAN JUGA). Laki-laki harus begini harus begitu yang padahal harus sanggup dilakukan semua manusia. Tidak peduli pria atau perempuan.

Padahal saya sudah menikah dengan JG yang well, cukup feminis untuk ukuran suami Indonesia. Kami tidak menggunakan konsep kiprah istri atau kiprah suami alasannya yaitu menyerupai yang JG bilang sendiri, ia mencari istri bukan mencari pembantu.

Jangan tersinggung dulu, kalau kalian istri-istri yang sukarela melayani suami sih ya ahli lah. Dan suami kalian harus appreciate itu, dengan beliin tas gres tiap bulan contohnya 😂 Ya atau beliin apalah yang kalian suka.

Konteks "pembantu" di sini yaitu suami-suami yang mau enaknya aja. Misal istrinya kerja, istrinya juga yang harus mengerjakan pekerjaan rumah, diizinkan pake pembantu tapi istrinya yang disuruh bayar honor alasannya yaitu pekerjaan rumah kan pekerjaan istri! Udah gitu anak mulai usia sekolah istrinya juga yang harus antar jemput. Suami-suami keterlaluan menyerupai ini loh yang kami maksud dengan "hanya ingin dilayani".

Tapi tetap saja, sudah menikah dengan orang yang saya pilih sendiri pun tetap ada hal-hal yang menciptakan saya merenung dan berpikir "kenapa menikah sesulit ini? kenapa dulu gue pengen banget nikah sih?" 😂

Apalagi saya bekerja. Alpha female senang bekerja dan menikah itu nggak sanggup diwakilkan dengan kata selain kata kompromi. Paling sederhana, saya dan JG sama-sama harus lembur. Siapa yang harus jemput Bebe? Saya.

Sungguh saya masih ingin kerja juga! Tapi ya, saya menyerah dengan suka rela dan pulang lebih cepat untuk menjemput Bebe. Kalian sanggup bilang "iyalah lo ibunya!" Lha JG juga bapaknya, apa bedanya?

Dan banyak hal lainnya. Yang masuk akal bahwasanya alasannya yaitu kami dibesarkan dengan cara berbeda, melewati dua puluh sekian tahun dengan cara berbeda, sebelum balasannya bertemu dan tetapkan membuatkan pengalaman bersama. Meski 90% kami melihat duduk masalah dengan cara sama, ada 10% nya yang benar-benar berbeda dan itu sedih.

T________T

Saya dan JG jarang sekali berbeda pendapat. Jaraaaanggg sekali. Kebanyakan dialog kami "iya ya? iya juga, iya sih, iya emang ya" makanya kalau tiba-tiba ada yang beda atau nggak oke tapi prinsipil itu ujungnya hampir niscaya berantem. Kalau nggak prinsipil paling lewat doang kan "nggak ya? berdasarkan kau nggak? okay"

Tapi kalau prinsipil. Sedih.

T________T

Saya berguru untuk membisu dan menerima. Saya berguru untuk tidak membahas hal-hal kurang penting. Saya berguru untuk menyadari sepenuhnya bahwa diri saya bukan lagi milik saya sendiri. Bahwa tidak semua hal sanggup 100% menyerupai yang saya mau. Pun membesarkan Bebe. Bahwa semua harus berawal dengan diskusi.

And trust me adek-adek yang belum menikah, it's harder than you think.

Awal-awal menikah saya masih berprinsip berpengaruh kalau semua duduk masalah ya harus dibicarakan. Lebih baik bertengkar tapi semua unek-unek keluar daripada membisu dan kesal.

Sekarang tidak. Sekarang saya sanggup membisu dan tidak kesal lama-lama. Sungguh pencapaian luar biasa. Karena berantem itu capek luar biasa. Belum lagi mengatur emosi supaya tetap di tone bicara normal dikala bicara dengan Bebe. Wow susah. Maka saya menentukan untuk tidak bertengkar.

Saya menentukan menunggu beberapa hari dan kemudian bilang baik-baik. Itu pun lebih baik via chat. Chat sanggup dibaca berulang, chat sanggup dibaca pelan-pelan. Chat penyelamat hidupku lol. Semoga yang bikin WhatsApp masuk nirwana ya.

Lagi jarang banget sebenernya berantem alasannya yaitu hal besar. Paling sering dan paling kesal itu berantem cuma alasannya yaitu capek. Capek itu sumber amarah luar biasa ya. Padahal cuma ngomong apa gitu yang sebenernya sanggup diketawain, tapi alasannya yaitu lagi capek jadinya tersinggung. Jadinya berantem. Aduh.

Hal-hal besar sih nggak akan saya ceritakan di sini ya, hal kecil aja deh. Misal, JG selalu dengerin lagu kapanpun ia mau, sambil masak atau sambil basuh piring. Saya nggak suka dengerin lagu. Saya dengerin lagu kadang doang kalau lagi kerja alasannya yaitu saya nggak konsen! Apalagi kalau di rumah JG setel lagu, Bebe nonton film. Udah gitu dua-duanya ngajak ngobrol. Bisa dipause dulu nggak sih? Nggak suka banget ngobrol teriak alasannya yaitu suaranya ketutup sama lagu dan film.

Tiga tahun berlalu dan ya udah, nggak sanggup dipause ternyata gaes jadi ya daripada berantem maka saya membisu dan mendapatkan semua playlist dia. Ini hal terkecil dari kompromi alasannya yaitu kalau mau diberantemin sanggup banget. Tapi ah udalah, diem aja. Masa gitu doang berantem? Menjaga emosi itu menjaga kesehatan jiwa banget jadi saya sebisa mungkin nggak emosi sama hal-hal kecil.

Paling susah kalau lagi mens. Huhuhu. Saya benci kalah sama hormon tapi nangis ajalah supaya kalau lagi mens mah. Daripada berantem lebih baik nangis. Itu prinsip hidup HAHAHAHA.

(Baca: Tips Mengurangi Berantem dengan Suami)

Maka menikahlah sesudah melalui proses panjang wawancara! Jangan menikah tanpa kalian tahu bagaimana contoh pikirnya terhadap hal prinsipil. Karena jikalau tidak, kalian akan menghabiskan sisa hidup dengan berusaha mendapatkan perbedaan pendapat. Itu melelahkan dan bikin stres!

Nggak heran banyak istri-istri yang mengeluhkan suaminya di socmed. Kasian, sudah tidak tahu lagi mau dongeng pada siapa jadi bikin status supaya unek-unek sanggup keluar. Sini peluk, huhu.

Banyak juga group Facebook yang berbasis curhat untuk para perempuan. Saya pernah join beberapa hanya alasannya yaitu ingin tahu. Isinya ya gitu, curhat istri-istri suami saya begini suami saya begitu. Kemudian saya left group alasannya yaitu ngapain deh ah.

T________T

Saya percaya menikah dengan orang yang tepat itu less stressful jadi sabar aja yang belum nikah alasannya yaitu merasa belum nemu orangnya. Jangan menikah terburu-buru.

Dan hanya sesudah menikah saya gres sadar bahwa tidak ada ijab kabul yang sempurna. Kalau ada pasangan yang tampak perfect, maka percayalah itu hanya TAMPAK saja. 😂

Apalagi kalau kami dipuji oleh pasangan belum menikah "wah kalian seru banget ya nikah" IYA SERU BANGEEETT. HAHAHAHAHAH. Pasti berujung dengan JG menasihati "udalah jangan nikah buru-buru, pikir-pikir lagi aja" lol sialan.

Kalian tidak mau menikah? Good for you! Nggak apa-apa banget. Nikmati hidup tanpa harus berkompromi. Saya sendiri hingga kini galau kenapa saya mau nikah hahahahahha.

*

Demikian ngalor ngidul hari ini. Dan menyerupai biasa saya mau ikut nanya, apa satu kata yang paling mewakilkan ijab kabul berdasarkan kalian?

Bahagia? OH COME ON, jangan jawaban lame kaya gitu ya. Karena kalau nggak senang pikirkan ulang pernikahannya. Cinta? Yaiyalah kalau nggak cinta saya udah kabur ke ujung dunia sis. Ayo kata yang lain yaaa.

Jawab di kolom komentar atau bikin blogpost dan tag saya ya! :)

-ast-

Detail ►

Hal-Hal Yang Berubah Sesudah Pilkada Dki


Halo! Lama nggak nulis #SassyThursday dan sekalinya nulis topiknya pribadi yaaa gitulah. Jarang-jarang gue nulis politik di blog kan, tapi kali ini pengen aja nulis. Mungkin sanggup kasih pandangan lain, mungkin juga nggak. :)

Baca punya Nahla:

Oke jadi pasca urusan pilkada dan demo-demo itu, yang berubah bukan cuma gubernur Jakarta tapi juga BANYAK hal lainnya. Betapa efeknya besar banget dan membukakan mata

Apalagi pasca gubernur gres tiba-tiba bahas pribumi, sengaja atau tidak sengaja cuma makin menguatkan bahwa di posisi ini loh kita. Sementara banyak yang memperjuangkan kesetaraaan manusia, ini malah ras aja diungkit-ungkit terus. :(

Sedih sih tapi ya, duka aja dibilang kafir kali deh gue, terserahlah. Ini ia hal-hal yang gue rasakan sendiri berubah sesudah demo dan pilkada:

Orang jadi berani menawarkan diri bahwa ia paling "beragama"

Tidak apa-apa share soal agama di media sosial, yang jadi duduk kasus ialah dikala orang MEMAKSAKAN agama dan kepercayaan pada orang lain. Paksaan itu apapun bentuknya, ialah kondisi yang tidak nyaman.

Sementara yang terjadi ialah bikin status terus, komen sana-sini, copas terus di group WhatsApp mengajak ini itu alasannya ialah merasa benar. Tandanya kalian memaksa orang lain untuk ikut ambil bagian. Kalau tidak ambil bab maka orang itu kafir dan tidak membela agama. Wow, speechless.

Bertanya apa agama orang lain aja dianggap nggak sopan loh, ini mempertanyakan kepercayaan orang yang seagama. Sangat-sangat tidak sopan. Saking sebelnya, JG hingga nggak mau ngaku cuma supaya orang-orang ini kesel doang dan merasa "menang".

Kaprikornus (oke ini sebenernya agak cringey diceritain tapi biarlah supaya contoh) JG dari kecil rajin solat, dari SD rajin ke pengajian-pengajian (maklum anak Gerlong). Tapi ada orang-orang annoying yang menganggap JG "keliatannya" nggak beragama dan suka iseng aja gitu nanya "tadi jumatan nggak?"

YA NURUT NGANA? Ya udah sama JG dijawab "nggak ah, udah pernah" -_______- Karena itu pertanyaan annoying dan kejauhan gitu loh. Kemudian mereka negur lalala harusnya gini harusnya gitu. Orang-orang judgmental dan merasa paling ngerti agama gini loh yang nyebelin dan bikin nggak nyaman.

:(

Sebaliknya orang-orang jadi berani nunjukkin bila ia nggak beragama

Banyak temen-temen gue yang sebelumnya Islam tapi kemudian jadi "nggak ah, I'm done with religion". BANYAK. Karena mereka nggak kenal-kenal amat sama agama terus tiba-tiba dihadapkan pada Islam yang "begitu". Yang memaksa, yang rasis, yang sama sekali tidak damai. Ilfeel, aib sendiri kemudian bye beneran deh jadinya.

Kaprikornus bila kalian menganggap segala demo dan urusan Pilkada ini mengangkat nama Islam, ya mungkin di satu sisi benar. Tapi kalian juga harus tau bila ada sisi lain yang menganggap sebaliknya. Ya sisi yang kalian bilang kafir sih. 

Dan orang-orang ini jadi tidak mengajarkan agama pada anak-anaknya, atau justru mengajarkan semua agama. Supaya anaknya sanggup milih sendiri dan jadi nggak kaya mereka, harus berpuluh tahun hidup dengan agama turunan orangtua kemudian ilfeel sendiri gara-gara apa? Gara-gara Pilkada. Hiks. Sedih.

(Baca: Balita Ditanya Agamanya Apa: Agama dan Manusia)

Teman-teman minoritas jadi nggak nyaman


Kata Jessicha temen kantor gue "setelah urusan pribumi ini gue makin ngerasa gue Cina sih".

T______T

Ini jahat sih. Orang-orang ini juga dari zaman kakek neneknya udah di sini kali, sama kaya kalian, kenapa dibeda-bedakan sih? Bikin nggak nyaman banget.

Iri alasannya ialah mereka kaya? Karena mereka berkuasa? Ya kalian ke mana aja hingga nggak sanggup kaya dan berkuasa?

Lagian stereotyping banget sih bilang "Cina = kaya". Karena bila ia kaya dan ia keturunan Chinese maka kita bilang “ah pantes kaya, Cina sih”. Tapi bila orang Jawa kaya keluarga Sutowo kaya raya kita nggak bilang apa-apa, nggak bilang "ah pantes kaya, Jawa sih". Padahal mereka KAYA RAYA BANGET LOH. Berkuasa dan kuat juga.

Dan orang itu sanggup jadi kaya alasannya ialah kerja bukan alasannya ialah rasnya apa! Pun demikian dengan Ahok sanggup jadi pemimpin yang disukai banyak orang alasannya ialah ia KERJA.

*fyuh asing nulisnya capek banget gue*


Banyak yang jadi pengen pindah negara

Pindah ke Eropa gitu yang lebih tenang atau pindah ke mana pun yang orang rasisnya nggak sebanyak di sini dan di Amerika. T_______T Banyak yang jadi nyeletuk "duh rasanya pengen pindah negara aja" saking hopeless-nya sama negara ini.

Gue sama JG pengen banget sih dan hidup dari nol sebagai minoritas dan bukan pribumi. Terutama pengen Bebe sekolah di luar dari kecil aja supaya nggak sekolah di sini. Ingin membesarkan Bebe di lingkungan yang lebih kondusif.

Pengen pindah tapi keinginan yang terbatas keinginan KARENA NGGAK USAHA APA-APA. Nggak perjuangan dan sebenernya takut nggak sanggup survive alasannya ialah niscaya berat banget. Dasar pribumi! Kurang usaha!

Dan ya, yang paling kerasa dari hidup gue sendiri justru ini:

Batal sekolahkan Bebe di sekolah Islam

Sejak Bebe lahir, kami sudah punya incaran sekolah. Kebetulan sekolahnya sekolah Islam, SDIT lah. Sekolahnya bagus, inklusi, kami cocok sekali dengan metode belajarnya. Maka dana pendidikan pun dihitung menurut sekolah ini.

(Baca: Tahap Menyiapkan Dana Pendidikan Anak)

Sampai tahun kemudian pas urusan Pilkada ini lagi panas-panasnya, kami pribadi diskusi dan tetapkan nggak jadi menyekolahkan Bebe ke sekolah Islam. Mulailah lagi pencarian SD Bebe. Kali ini goalsnya jelas, nggak homogen.

Karena sekolah Islam sudah niscaya semua muridnya Islam. Pilkada ini menyadarkan kami bahwa selain agama, penting sekali mengajarkan Bebe bila ia ialah bab dari dunia yang heterogen. Karena tidak semua orang sama dengan kita, dan tidak sama bukan berarti salah.

Malah pas lagi pusing-pusingnya cari sekolah, sempet kepikiran apa sekolahin di sekolah Kristen aja gitu ya supaya ia ngerasain jadi minoritas? Itu sebelum tau bahwa banyak juga ya SD yang nggak tanya agama anak apa. Ada dan itu cukup bikin lega sih.

Karena gue pernah tuh interview orang, ia SD di sekolah Islam populer di Jakarta tapi cuma hingga kelas 3, kelas 4 ia pindah dan hingga kuliah selalu di sekolah Katolik. Dia dipindahkan alasannya ialah ibunya melihat kecenderungan ia jadi judge agama lain sebagai agama yang salah. Ibunya nggak mau dan alhasil sekolahlah ia sebagai murid minoritas hingga ia kuliah. Sampai kini ia muslim, begitu pun dengan ibunya.

Mengingatkan diri untuk selalu mengajari anak wacana perbedaan

Ya, ngajarin Bebe mendapatkan perbedaan dan menghargai pilihan hidup orang lain itu jadi peer paling berat sih.

Gue paling jelasin wacana ukuran manusia, warna kulit, disabilitas, dan tidak ngasih gender pada warna atau mainan. Kaprikornus ya gue selalu bilang sama ia hal-hal yang ia tau aja misal "iya ada anak yang badannya kecil, ada yang badannya besar, tidak apa-apa. Kecil tidak apa-apa, besar juga tidak apa-apa".

Atau dikala ia mau beli buku mewarnai Princess ya gue beliin aja. Toh hingga kini juga warna favorit JG pink. Menyetarakan hal-hal dari yang paling sederhana dengan impian ia sanggup mendapatkan bahwa semua orang tidak sama.

Dan ya, pada dasarnya gue nggak mau ia jadi rasis dan judgmental. Bahwa sesuatu yang kita yakini benar, dihentikan hingga menyakiti orang lain.

*

Oke gitu aja sih. Kalian gimana? Ada imbas apa Pilkada sama kehidupan? Nggak ada banget nih yakin? :)

-ast-

Detail ►