Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Tampilkan postingan dengan label tentang nikah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tentang nikah. Tampilkan semua postingan

#Sassythursday: Suami Takut Istri


Oke jadi finally #SassyThursday ngomongin MT huft. Gue nggak ngikutin banget. Ngikutin lantaran beliau diomongin di grup-grup aja. Sampai ini ono nya lengkap. *ini ono naon*

Yah grup-grup WhatsApp ini ngomongin dari level beliau abis ngapain di tv hingga membuatkan screencapture IG beliau dan apa yang terjadi di baliknya yang mana bersumber dari orang-orang yang niat banget buka thread dan DISKUSI di lembaga lol.

Kaprikornus tanpa baca beritanya sedikitpun gue taulah ya. Cuma lantaran nggak ngikutin amat gue mau ambil dua poin penting dan bikin merinding *LEBAY NENG* dari masalah ini. Yaitu ihwal suami "takut" istri dengan pamer kemesraan di depan umum.

Baca punya Nahla:

Oke jadi SEMUA, semua orang yang bukan fansnya (atau mungkin kini fansnya juga) mengambil kesimpulan jika om MT ini ada di bawah kendali istrinya. Di bawah kendali penuh. Sampai-sampai katanya sebenernya yang update IG itu sebenernya istrinya mahahahahah.

Level ke mana-mana HARUS berdua. Semua job harus lewat istrinya dan bahkan doi nggak punya line telepon yang dapat terima telepon dari orang lain selain keluarga lantaran jika orang lain mau nelepon beliau ... harus lewat istrinya. Aduh.

Kok tampak kasihan?

Tapi coba pikir ulang, kasihan nggak ya? Karena jika beliau senang diperlakukan ibarat itu apa perlu dikasihani? Nggak sehat lantaran semua orang butuh privasi dan waktu sendiri? Tapi jika beliau nggak duduk kasus sih ya kan harusnya suka-suka beliau ya.

"Ah, nggak bakal ada pria yang mau digituin, rela ditekan sama istrinya, itu beliau terpaksa aja kali."

Itu komen seksis. ;) Sama ibarat "ah cewek mah nggak usah jadi bos, diem di rumah aja".

I mean semua orang punya pilihan dan beliau menentukan itu. Dia menentukan istrinya. Meskipun itu tampak geli dan udik buat kita.

JG selalu punya image jika beliau di bawah tekanan istrinya. IYA, GUE. Ya gimana, honor semua gue yang pegang, mau beli apa-apa harus acc dulu Menteri Keuangan. IYA, GUE.

Tapi kalian nggak tau aja sebenernya apa yang beliau mau juga gue kasih-kasih aja. Mau beli mainan apa juga boleh, mendadak mau beli ini itu juga beli-beli aja. Sebenernya ya bebas-bebas wae (kecuali tato -______-), cuma memang harus tanya gue dulu mahahahahah.

Kenapa coba? Karena sebelum ketemu gue hidupnya berantakan. HAHAHAHAHA. Nggak awut-awutan level mabok-mabokan lol tapi uang-uang entah kemana. Gaji padahal berkali lipat dari kini tapi nggak pernah punya tabungan, sementara cicilan rumah udah jalan dan tiap bulan selalu punya utang kartu kredit!

Pacaran sama gue, utang kartu kredit lunas semua, uang teratur, cicilan kebayar, masih dapat jajan. Makanya hingga sekarang, gue yang pegang uang.

Itulah gengs, selalu ada alasannya ialah di balik suami-suami yang tampak takut istri. 

Meskipun gue yakin ada juga sih yang takut beneran lol. Antara takut atau males aja lantaran jika dikonfrontir nanti istrinya ngomel panjang lebar berhari-hari dan malah jadi nggak hepi. Kaprikornus ya sudah diam. Diam bukan berarti takut, cuma nggak mau jadi duduk kasus aja.

*JG kau nggak begini kan, hah?*

Itu poin pertama. Yang kedua yang nggak gue banget ialah pamer kemesraan berlebihan dan too much info dengan screencap percakapan WhatsApp atau pembicaraan mereka. Mungkin om MT hanyalah Anya di masa depan wtf.

Ini udah pernah gue bahas di #SassyThursday yang PDA yay or nah. Gue sih ayo-ayo aja ciuman di mall lol tapi nggak upload chat mesra juga keles. Karena jarang chat mesra seringnya chat bego tidak penting muahahahhahaha. Nggak lah, hal-hal yang eksklusif ya sudahlah untuk pribadi.

Orang bilang beliau trying too hard kan untuk nunjukkin jika beliau nggak kenapa-napa sama istrinya. Tapi jika beliau nggak begitu orang juga akan mikir jika "ciee om MT berantem ya sama istrinya". Gimana dong serba salah.

Dan meskipun beliau tampak vulgar dan mengatakan semuanya. Banyak juga yang kita nggak tahu kan. Dia pilih apa yang akan beliau bagikan dan beliau menentukan itu.

Kaya orang bilang ke gue: "kok hidup lo semua ditulis banget sih? Gue sih orangnya menghargai privasi banget makanya gue nggak blogging"

Wahahahaha sebenernya gue juga begitu kok. Gue dan JG justru private banget, nikah aja males bilang-bilang. Lahiran aja nggak bikin status telah lahir blablabla. Nama lengkap Bebe aja hingga kini nggak pernah dipublish di internet apalagi dibikin hashtag.

Lagi makan di mana nggak pernah upload foto, lebaran pun nggak upload foto keluarga. Ada hal-hal yang mau gue share dan ada hal-hal yang mau gue simpan sendiri.

Gue nggak duduk kasus sama sekali sama kalian yang senang upload segala pelik kehidupan, ya gimana gue juga ngefans sama banyak banget anak blogger hingga tau nama lengkap dan Chinese namenya *melirik Dashiel dan Fighter Tiah* lol. Biasa aja liatnya nggak jadi sebel atau apa, tapi jika ada orang bilang gue orangnya share too much, ih berarti nggak merhatiin amat. Hahaha.

Kaprikornus yah intinya, apa yang kita liat di internet dan simpulkan sendiri itu hanya asumsi, dan perkiraan itu berbahaya lantaran leading ke fitnah.

Sekian dan terima transferan ke akun Jenius gue ya $annisast.

*ini nggak sponsored post cuma nebeng nitip link sponsored post lol*

-ast-

Detail ►

Karena Menikah Bukan #Lifegoals

Tidak menikah dan bercerai yaitu pilihan. Jangan menghakimi orang yang tidak menikah, juga orang yang menentukan berpisah dengan suami atau istrinya. Karena menikah bukanlah #lifegoals.


Saat remaja, yang ada di bayangan saya soal konsep menikah hanya seputar pesta pernikahan. Ingin menikah di hutan, ingin wedding dress selutut menyerupai yang digunakan Han Ji Eun di serial Full House, ingin pake Dr Martens untuk menikah. Tidak pernah khawatir soal kehidupan ijab kabul itu sendiri.

Beranjak kuliah dan dewasa, saya mulai bertanya-tanya apakah menikah sama dengan senang selamanya? Bagaimana kalau saya ingin sendirian sementara harus satu rumah terus dengan suami?


Itu twit saya tahun 2010. Itu yaitu titik di mana saya mulai sadar kalau menikah harus dengan orang sempurna atau lebih baik tidak menikah sama sekali! Saya mulai sadar kalau tidak menikah dan bercerai yaitu pilihan. Saya berguru tidak menghakimi orang yang tidak menikah dan juga tidak memandang sebelah mata orang yang menentukan berpisah dengan suami atau istrinya.

Menikah, tidak menikah, tetap menikah, dan berhenti menikah itu sebenar-benarnya pilihan.

Dan sebalnya, urusan menikah ini lebih rempong untuk perempuan. Masih banyak wanita yang ditanya kapan nikah padahal usia gres 20 tahun. Umur 25 jadi deadline menikah, laki-laki masih mending, deadlinenya biasanya di umur 30. Pertanyaan "kapan nikah?" jadi pertanyaan wajib untuk semua orang, padahal siapa bilang semua orang HARUS dan MAU menikah?

Kamu menentukan untuk menikah sekarang, kau menentukan untuk menikah nanti. Kamu menentukan untuk menikah dengan dia, kau menentukan untuk tidak menikah dengan ia dan menunggu laki-laki yang kau anggap lebih baik. Kamu kesudahannya menentukan untuk tidak menikah. Semua ihwal pilihan.

Maka saya agak kecewa dengan goresan pena yang mengutip buku Henry Manampiring (dikenal sebagai @newsplatter di Twitter) berjudul Tips Dapat Jodoh dari Henry Manampiring untuk Perempuan Pintar yang Sulit Dapat Pasangan.

Perempuan yang dimaksud di artikel itu yaitu para wanita alfa atau alpha female, wanita yang secara natural biasanya bakir dan berjiwa pemimpin.

Artikelnya panjang, saya tidak tahu apakah bukunya memang berisi kalimat-kalimat di bawah ini atau ini penafsiran dari penulis artikel. Mind you, goresan pena saya ini juga akan panjang.

Artikelnya kurang lebih berisi bahwa alpha female biasanya terlalu berpengaruh dan kurang peka sehingga sulit menikah. Masalahnya ada kalimat-kalimat yang menyiratkan seolah tujuan hidup semua orang yaitu menikah, seolah kalau kau wanita bakir dan tidak menikah maka kau harus berubah! (kalimat dari artikel orisinil saya tulis miring).

Ketika kau berhasil menawarkan sisi aktual dari kerja kerasmu, percayalah bahwa lelaki niscaya akan tertarik.

Perempuan bakir dan mahir katanya sering 'ditakuti' oleh laki-laki sehingga sulit mendapat pasangan.

Dan meminta para wanita ini untuk “menurunkan” kriteria laki-laki idaman supaya cepat sanggup pasangan. Juga ihwal laki-laki yang terintimidasi alasannya kelebihan-kelebihan yang dimiliki sang alpha female. Aku kok sedih. Kenapa semua dilakukan demi laki-laki? T______T

Jangan terlalu pemilih. Sebagai wanita yang hebat, masuk akal bila kau mempunyai kriteria yang tinggi. Tapi, bukan berarti kau berkeras untuk mendapat sang alpha male semoga kau dan ia tampak serasi.

Kalimat ini serupa pembenaran atas kalimat orang “makanya jadi wanita jangan pinter-pinter amat nanti susah sanggup laki”. Hih!

Seperti yang jutaan orang lainnya juga mengamini, menikah sama sekali bukan prestasi. Kalian hanya kebetulan bertemu satu orang yang bersedia saling merecoki satu sama lain seumur hidup, menyamakan prinsip hidup, dan tinggal bersama. Makara alasannya kau menikah bukan berarti kau lebih superior dari orang yang belum menikah.

(Baca: Jangan Dulu Menikah Kalau ...)

Karena banyak loh yang pengen buru-buru lulus kuliah biar sanggup nikah, like hellow? Lulus kuliah biar sanggup punya ilmu yang berkhasiat buat orang lain aja gimana?

Percaya nggak sih, menikah itu cuma persoalan timing. Kalau hidup kau standar begini nih ya, kau pacaran dari SMA, kemudian putus. Kamu pacaran ketika kuliah kemudian putus juga. Kamu pacaran ketika kerja kemudian putus dengan alasan “belum siap nikah” atau ia menduakan sama bosnya, endebrei endebrei.

Kemudian kau punya pacar lagi di umur deadline menikah. Keluarga kau yang sebelumnya tidak peduli jadi mulai peduli ia kerja di mana, gajinya berapa, latar belakang keluarganya bagaimana. Kamu jadi pribadi merasa ia “the right one” padahal cuma alasannya “oh kini waktunya gue nikah deh, sepakat deh nikah sama dia”.

LAH IYA KAN PACARANNYA SAMA DIA.

Bisa juga kau jadi merasa “oh kini waktunya gue nikah ya, tapi duh nggak deh nikah sama dia, putus deh”. Diputusin alasannya kau merasa sudah waktunya kau menikah dan kau nggak mau buang-buang waktu sama dia. See, it’s all about timing!

Kembali ke urusan alpha female yang bikin takut laki-laki.

Saya tidak sepakat dengan artikel itu yang bilang cari jodoh lebih susah untuk wanita kuat. Bok, cari jodoh mah emang susah. Nggak peduli itu wanita karakternya apa.

Alpha female ini biasanya masih kuliah (lagi), punya bisnis yang sedang berkembang atau sedang di puncak karier ketika usia menikah maka mereka menunda menikah alasannya sedang semangat sekolah atau semangat bekerja. Apa itu salah? Ya nggaklah, itu kan pilihan.

Mereka ini banyak kok, saya ulang ya BANYAK yang kesudahannya menikah di usia 30 sekian. Sekolah sudah selesai, karier sudah mantap. Makara nggak valid sama sekali kalau bilang alpha female susah menikah.

Banyak juga yang menikah sambil tetap kuliah dan berkarier. Banyak wanita yang saya kenal menentukan menikah sambil kuliah dan berkarier alasannya kenapa tidak? Orang-orang ini yang sanggup kerja di siang hari, kuliah ketika weekend, SAMBIL HAMIL. Sering kan denger wanita mahir menyerupai ini?

Tapi memang banyak juga yang menentukan tidak menikah DULU alasannya ingin fokus di hal lain. Banyak juga yang menentukan TIDAK menikah alasannya memang tidak mau seumur hidup harus berdiskusi dengan orang lain soal pilihan-pilihan hidup.

Makanya saya geleng-geleng kepala dengan artikel itu alasannya kenapa ada kesimpulan kalau para alpha female ini harus menawarkan sisi aktual dari kerja keras AGAR LELAKI TERTARIK? Kenapa juga harus menurunkan kriteria laki-laki idaman SUPAYA CEPAT MENIKAH? Kenapa semua jadi dilakukan demi laki-laki?

Kalau kau alpha female dan ingin menikah, saya sepakat dengan bab memperluas bulat pertemanan dan introspeksi diri. Karena mau kau alpha female atau bukan, memperluas networking dan memperbaiki diri mah nggak ada salahnya. Walaupun juga, kau bukan sedang cari jodoh.

Iya betul, alasannya alpha female sulit menikah hanyalah stereotype. Ketika wanita bakir sulit menikah maka orang usil akan berkomentar “kepinteran sih makanya susah nikah”. Tapi ketika ini wanita nggak pinter-pinter amat, kariernya nggak bagus-bagus amat belum menikah juga, komentarnya ganti “makanya jangan pilih-pilih amat lah, jadinya susah nikah kan”.

Dan komentar menyerupai ini kan terjadi pada semua orang, cuma modelnya saja yang berubah. Kalau menikah pun nanti akan dikejar “ayo cepet punya anak keburu bau tanah loh” udah punya anak satu disuruh punya anak kedua. Udah punya anak kedua masih direcoki “dih anaknya dititipin pembantu kok nggak malu”. Udalah.

Perempuan, menikah atau tidak menikah. Sedang menikah atau sudah selesai menikah, tidak ada bedanya. Mereka tetap sanggup bekerja dan berkarya, tetap sanggup menciptakan bangga. Yang beda hanya judgment dari masyarakat.

Lagipula, MENIKAH ITU MEMANG HARUS PILIH-PILIH, pemirsa. Menikah dengan orang yang tidak sempurna hanya akan bikin kau stress, percayalah.

(Baca: 30 Hal yang Harus Didiskusikan Sebelum Menikah)

Menikah bukan #lifegoals. Daripada menurunkan kriteria hanya demi status menikah, cintai diri kau sendiri, buat dirimu bahagia, ikut komunitas hal-hal yang kau sukai, keliling dunia, cek bucket list, bungee jumping di Macau tower, diving di bahari terdalam, jadi volunteer orangutan, ciptakan hal baru, kuliah di kampus terbaik di dunia, bekerja lah di perusahaan terbaik dunia.

Jangan mengubah diri dan menjauhkan harapan demi laki-laki. Kalau kau berubah demi laki-laki dan menikahinya, belum tentu kau lebih bahagia. Karena laki-laki yang cocok buat kau yaitu laki-laki supportive yang tidak minder apalagi membatasi. :)

Satu hal lagi, jangan gampang terpengaruh omongan orang lain.

"Turns out, real life is a little bit more complicated than a slogan on a bumper sticker. Real life is messy. We all have limitations. We all make mistakes. Which means―hey, glass half full!―we all have a lot in common. And the more we try to understand one another, the more exceptional each of us will be." -- Judy Hopps, Zootopia Police Department. 
-ast-

PS: untuk pembaca baru. Ya, saya menikah dengan satu anak. :)

Detail ►

Mengurangi Intrik Rumah Tangga


AHEY JUDULNYA LOL

Tahun depan akan jadi tahun ketiga saya dan JG menikah, tahun kelima sama-sama. Gila sih ya ternyata serumah sama orang yang sama bertahun-tahun itu. 😂

Kalau orang liat kami dari luar sih ya semenjak dulu komennya selalu "seru banget sih kalian", "kalian mah jodoh banget udalah", things like that. Dikata kami ketawa-tawa mulu tiap detik, nggak berantem.

YA BERANTEM LAAHHH. Nggak berarti alasannya yakni kami bego-begoan terus jadi bukan manusia. 😂

Kalian kalian yang belum nikah, pas pacaran berantem itu problem yang sungguh cemen kan. Seperti:

"Kamu kemana sih seharian nggak dapat ditelepon?" --> kerja bro kerja.

"Main futsal aja sama temen-temen kamu, saya mah bukan prioritas di hidup kamu" --> padahal udah seminggu bareng-bareng.

"Kamu kok dari tadi nggak dengerin saya ngomong!" --> alasannya yakni cowoknya lagi parkir dan pemuda sampah banget soal multitasking.

"Terserah!" --> artikan sendiri. 90% berujung ceweknya ngambek lol.

(Baca: Cerita JG yang posesif pas pacaran)

Pas udah nikah? Berantem alasannya yakni hal yang LEBIH CEMEN LAGI DONG tentunya. HAHAHAHAHAHA

"Buka pintu dapat pelan nggak sih? Bebe berdiri kan!" --> dengan bunyi yang lebih kenceng dibanding bunyi pintu

"Kaos kaki kenapa awut-awutan gini sih!" --> sendirinya jilbab awut-awutan di mana-mana

"Sayang, kaos kakinya anyir kenapa sih masih dipake juga!" --> katanya sayang tapi marah-marah lol

DAN RATUSAN HAL CEMEN LAINNYA.

Dari urusan pencet odol hingga piring kotor. Peres baju gimana caranya, jemur baju itu begini loh, taro kabel ya digulung. Charger saya jangan dipake saya mau ngecaassss! Celana kau bau! Baju kau kusut ganti dulu lah telat dikit biar! Ya salah sendiri bangunnya siang kok telat pergi nyalahin aku!

WE COMPLAIN AND COMPLAIN AND COMPLAIN UNTIL WE DON'T GIVE A SHIT ANYMORE.

Iya, alasannya yakni berantem itu capek. Teriak itu butuh energi banyak.

Dan apa gunanya teriak jikalau kita toh masih mau ada ia buat dikuwel-kuwel. Buat jadi #instagramhusband. Buat dimintain bawain tas alasannya yakni harus gendong anak. Buat dimintain tolong masakin Indomie. Buat dibawelin setiap saat. Buat dicolek-colekin supaya sebel lol.

Kurang-kurangin berantem sama suami, gaes. Kalau sama pacar mah biarin aja, sekalian ngetes endurance ia lolol.

Makara ya pada dasarnya tiga tahun menikah ini saya mencar ilmu banyak nahan emosi. Indikatornya jikalau mengandung hal-hal di bawah ini, jangan diucapkan apalagi diteriakkan.

1. nggak penting dan nggak berfaedah
2. NGGAK MENGUBAH KEADAAN
3. sekiranya menyakitkan

Makara misal sama-sama berdiri telat. Bisa aja kan dibikin berantem model "kamu sih nggak bangunin aku!" dibalas dengan "ya kau juga nggak denger alarm kamu!" Blablabla. Kalimat itu mengandung ketiga indikator di atas.

Tidak penting dan tidak berfaedah alasannya yakni tidak mengubah keadaan. Tentu menyakitkan alasannya yakni ada satu pihak yang disalahkan padahal bukan salah dia. Mau teriak hingga bego juga tetep telat kan jadi ngapain deh berantem segalaaaa?

Kalau saya dan JG misal berdiri jam 7.

saya: "yah jam 7 nih sayang"

JG: "yah telat deh"

end

Udah telat mobilnya mogok.

JG: "YAAHHH KOK NGGAK NYALA MOBILNYA"

*sensitif alasannya yakni jikalau saya nadanya naik atau terkesan menyalahkan, maka akan terjadi pertengkaran yang tidak perlu dan buang-buang waktu*

saya: "jadi naik grab kita?"

JG: "ok"

end

❤️

Kalau salah satu ada yang salah dan menciptakan yang satunya marah? Yang murka boleh murka tapi yang salah sebisa mungkin TIDAK BOLEH MARAH. Meskipun yang salah kelewatan gitu contohnya ya udalah terima aja.

Karena mau ikut murka juga tidak mempunyai kegunaan gaes. Hanya akan memperbesar kobaran peperangan. Ujungnya tetep yang salah harus minta maaf kan. Di sini ego dipermainkan banget apalagi buat alpha female kaya saya, diomelin dikit berasa harga diri terinjak-injak HUAAAA RASANYA PENGEN IKUT NGAMUK JUGA. 😪

Tapi ya udah kan saya yang salah, sebaiknya yang salah harus lebih tenang, jawab dengan kaleum *meskipun jikalau saya biasanya saya udah nangis lol* Berusaha aja masukkan pikiran positif bahwa he didn't mean it, he's just angry and not showing his true self.

Kalau saya yang murka JG lebih annoying lagi sih. "Iya iya maaf ya geulis bageur aduh jikalau murka tambah manis waawww"

🙅🏻🙅🏻🙅🏻

Makara ya, begitu. Baru berasa banget jikalau lebih toleran berakhir dengan hidup berdua yang lebih damai. Meskipun ya terima aja rumah berantakan, piring kotor numpuk, itu bukan hal yang harus diberantemin. Maklum no mbak no nanny.

"Kamu nggak mau basuh piring? Aku juga nggak" PASS. Besok lagi aja.

"Kamu nggak mau basuh baju? Aku juga. Ayo kita laundry" SOLVED

"Kamu nggak mau masak lagi? Aku juga. Oke kita katering" SOLVED

Gampang kan?

(Baca: Tips Survive Tanpa Mbak dan Nanny untuk Ibu Bekerja)

Dan yes, marah-marah itu lebih mungkin terjadi ketika capek. Salah satu capek atau dua-duanya capek. Makanya jangan banyak komplain jikalau salah satu maunya tiduran terus sambil main hp. Main hp di kasur sama-sama juga termasuk quality time kok, jangan percaya majalah yang bilang quality time cuma pillow talk atau traveling bareng.

Satu lagi, jangan saling menyalahkan jikalau urusan anak alasannya yakni itu menyakitkan. Misal anak jatuh, jangan nyalahin istri lah alasannya yakni istri juga nggak mau itu anak jatuh. Kasihan banget saya sering baca curhat ibu-ibu yang disalahin suami alasannya yakni anaknya kenapa-napa. Nyalahin itu memang simpel mabrooo. Coba aja urus anak sendiri. Urusan anak prestasi bapaknya yang bangga, anak badung ibunya disalahin itu memang masih banyak terjadi. Kalau JG gitu mungkin saya sudah kabur dari rumah huft.

Kalau masalahnya besar? Ini saya nggak berani kasih saran lah, siapa saya ini umur aja belum 30 *heyak bawa-bawa umur*. Cuma ya, apapun itu, air cuek lebih bikin adem daripada air panas. Bicara dengan kepala cuek akan lebih tenang dibanding dengan kepala panas.

*

Intinya jangan simpel kebawa emosi. Karena perkataan menyakitkan dapat dilupakan, tapi bukan berarti tidak dapat diingat kembali.

Have a good day, luv! Yang punya tips mengurangi intrik-intrik rumah tangga boleh juga loh di-share! :D

-ast-

Detail ►

#Sassythursday: Menikah Dalam Satu Kata


Begini, menikah sama sekali bukan hal sederhana. Apalagi harus merangkumnya dalam satu kata.

Tapi bagi saya ada satu kata. Kata ini sungguh selalu menciptakan saya tersenyum dan kadang menarik napas berat. Ya, menikah itu bukan hal yang ringan. Meskipun juga tidak berat.

Baca Menikah dalam Satu Kata berdasarkan Nahla

Saat masih anak-anak, menikah sesederhana punya keluarga. Menikah yaitu tiba ke pesta ijab kabul om dan tante kemudian tak usang mereka punya anak yang jadi sobat bermain kita. Hai para sepupu!

Beranjak remaja, definisi menikah mulai jadi sedikit rumit. Baru kenal dengan jatuh cinta, menikah yaitu hidup berkeluarga dengan orang yang kita pilih. Mulai juga menyadari kalau ada yang berhenti menikah alasannya yaitu banyak hal. Ayahnya jahat kabur dari rumah, ibunya tega sekali mau bercerai padahal tidak bekerja, kasihan anak-anak. Ya, kasihan anak-anak. Anak-anak itu, teman-teman kita dulu.

Dulu. Sekarang tentu tidak, saya tidak pernah mau judge orang menikah, belum menikah, tidak menikah, atau berhenti menikah. Belum punya anak atau tidak mau punya anak. Siapa yang jahat siapa yang salah.

Semua orang punya pilihan sendiri tapi ketika pilihanmu menikah, tak sanggup dihindari ada sebagian hidup yang berubah. Sebagian menjadi lebih kasar alasannya yaitu membangun keluarga butuh semangat luar biasa. Sebagian menjadi lebih malas alasannya yaitu untuk apa lebih semangat kalau leyeh-leyeh pun bahagia? Kalau tanpa bergerak dari kasur pun sarapan sudah siap sedia? *MAKASIH LOH SUAMIKU* lol

(Baca: Menikah Bukan #lifegoals)

Makara di usia saya yang ke-28, sudah tiga tahun menikah, apa satu kata yang sanggup merepresentasikan pernikahan?

KOMPROMI. COMPROMISE. COMPROMETTRE.

Yang terakhir bahasa Prancis. Just because. Google translate kok tenang aja. Artinya sama kok.

*skip*

kom.pro.mi
[n] persetujuan dng jalan tenang atau saling mengurangi tuntutan (tt persengketaan dsb): kedua kelompok yg berselisih itu diusahakan berdamai dng jalan -- source 

Ya apalagi untuk alpha female menyerupai saya, konsep ijab kabul yang sungguh patriarki itu really, super hard. Oke menikah BISA tidak patriarki tapi para suami naturalnya ingin jadi memimpin. Mungkin alasannya yaitu semenjak kecil dibesarkan dengan pria harus berpengaruh (oh well wanita JUGA), pria harus sanggup mengambil keputusan (IYA DAN PEREMPUAN JUGA). Laki-laki harus begini harus begitu yang padahal harus sanggup dilakukan semua manusia. Tidak peduli pria atau perempuan.

Padahal saya sudah menikah dengan JG yang well, cukup feminis untuk ukuran suami Indonesia. Kami tidak menggunakan konsep kiprah istri atau kiprah suami alasannya yaitu menyerupai yang JG bilang sendiri, ia mencari istri bukan mencari pembantu.

Jangan tersinggung dulu, kalau kalian istri-istri yang sukarela melayani suami sih ya ahli lah. Dan suami kalian harus appreciate itu, dengan beliin tas gres tiap bulan contohnya 😂 Ya atau beliin apalah yang kalian suka.

Konteks "pembantu" di sini yaitu suami-suami yang mau enaknya aja. Misal istrinya kerja, istrinya juga yang harus mengerjakan pekerjaan rumah, diizinkan pake pembantu tapi istrinya yang disuruh bayar honor alasannya yaitu pekerjaan rumah kan pekerjaan istri! Udah gitu anak mulai usia sekolah istrinya juga yang harus antar jemput. Suami-suami keterlaluan menyerupai ini loh yang kami maksud dengan "hanya ingin dilayani".

Tapi tetap saja, sudah menikah dengan orang yang saya pilih sendiri pun tetap ada hal-hal yang menciptakan saya merenung dan berpikir "kenapa menikah sesulit ini? kenapa dulu gue pengen banget nikah sih?" 😂

Apalagi saya bekerja. Alpha female senang bekerja dan menikah itu nggak sanggup diwakilkan dengan kata selain kata kompromi. Paling sederhana, saya dan JG sama-sama harus lembur. Siapa yang harus jemput Bebe? Saya.

Sungguh saya masih ingin kerja juga! Tapi ya, saya menyerah dengan suka rela dan pulang lebih cepat untuk menjemput Bebe. Kalian sanggup bilang "iyalah lo ibunya!" Lha JG juga bapaknya, apa bedanya?

Dan banyak hal lainnya. Yang masuk akal bahwasanya alasannya yaitu kami dibesarkan dengan cara berbeda, melewati dua puluh sekian tahun dengan cara berbeda, sebelum balasannya bertemu dan tetapkan membuatkan pengalaman bersama. Meski 90% kami melihat duduk masalah dengan cara sama, ada 10% nya yang benar-benar berbeda dan itu sedih.

T________T

Saya dan JG jarang sekali berbeda pendapat. Jaraaaanggg sekali. Kebanyakan dialog kami "iya ya? iya juga, iya sih, iya emang ya" makanya kalau tiba-tiba ada yang beda atau nggak oke tapi prinsipil itu ujungnya hampir niscaya berantem. Kalau nggak prinsipil paling lewat doang kan "nggak ya? berdasarkan kau nggak? okay"

Tapi kalau prinsipil. Sedih.

T________T

Saya berguru untuk membisu dan menerima. Saya berguru untuk tidak membahas hal-hal kurang penting. Saya berguru untuk menyadari sepenuhnya bahwa diri saya bukan lagi milik saya sendiri. Bahwa tidak semua hal sanggup 100% menyerupai yang saya mau. Pun membesarkan Bebe. Bahwa semua harus berawal dengan diskusi.

And trust me adek-adek yang belum menikah, it's harder than you think.

Awal-awal menikah saya masih berprinsip berpengaruh kalau semua duduk masalah ya harus dibicarakan. Lebih baik bertengkar tapi semua unek-unek keluar daripada membisu dan kesal.

Sekarang tidak. Sekarang saya sanggup membisu dan tidak kesal lama-lama. Sungguh pencapaian luar biasa. Karena berantem itu capek luar biasa. Belum lagi mengatur emosi supaya tetap di tone bicara normal dikala bicara dengan Bebe. Wow susah. Maka saya menentukan untuk tidak bertengkar.

Saya menentukan menunggu beberapa hari dan kemudian bilang baik-baik. Itu pun lebih baik via chat. Chat sanggup dibaca berulang, chat sanggup dibaca pelan-pelan. Chat penyelamat hidupku lol. Semoga yang bikin WhatsApp masuk nirwana ya.

Lagi jarang banget sebenernya berantem alasannya yaitu hal besar. Paling sering dan paling kesal itu berantem cuma alasannya yaitu capek. Capek itu sumber amarah luar biasa ya. Padahal cuma ngomong apa gitu yang sebenernya sanggup diketawain, tapi alasannya yaitu lagi capek jadinya tersinggung. Jadinya berantem. Aduh.

Hal-hal besar sih nggak akan saya ceritakan di sini ya, hal kecil aja deh. Misal, JG selalu dengerin lagu kapanpun ia mau, sambil masak atau sambil basuh piring. Saya nggak suka dengerin lagu. Saya dengerin lagu kadang doang kalau lagi kerja alasannya yaitu saya nggak konsen! Apalagi kalau di rumah JG setel lagu, Bebe nonton film. Udah gitu dua-duanya ngajak ngobrol. Bisa dipause dulu nggak sih? Nggak suka banget ngobrol teriak alasannya yaitu suaranya ketutup sama lagu dan film.

Tiga tahun berlalu dan ya udah, nggak sanggup dipause ternyata gaes jadi ya daripada berantem maka saya membisu dan mendapatkan semua playlist dia. Ini hal terkecil dari kompromi alasannya yaitu kalau mau diberantemin sanggup banget. Tapi ah udalah, diem aja. Masa gitu doang berantem? Menjaga emosi itu menjaga kesehatan jiwa banget jadi saya sebisa mungkin nggak emosi sama hal-hal kecil.

Paling susah kalau lagi mens. Huhuhu. Saya benci kalah sama hormon tapi nangis ajalah supaya kalau lagi mens mah. Daripada berantem lebih baik nangis. Itu prinsip hidup HAHAHAHA.

(Baca: Tips Mengurangi Berantem dengan Suami)

Maka menikahlah sesudah melalui proses panjang wawancara! Jangan menikah tanpa kalian tahu bagaimana contoh pikirnya terhadap hal prinsipil. Karena jikalau tidak, kalian akan menghabiskan sisa hidup dengan berusaha mendapatkan perbedaan pendapat. Itu melelahkan dan bikin stres!

Nggak heran banyak istri-istri yang mengeluhkan suaminya di socmed. Kasian, sudah tidak tahu lagi mau dongeng pada siapa jadi bikin status supaya unek-unek sanggup keluar. Sini peluk, huhu.

Banyak juga group Facebook yang berbasis curhat untuk para perempuan. Saya pernah join beberapa hanya alasannya yaitu ingin tahu. Isinya ya gitu, curhat istri-istri suami saya begini suami saya begitu. Kemudian saya left group alasannya yaitu ngapain deh ah.

T________T

Saya percaya menikah dengan orang yang tepat itu less stressful jadi sabar aja yang belum nikah alasannya yaitu merasa belum nemu orangnya. Jangan menikah terburu-buru.

Dan hanya sesudah menikah saya gres sadar bahwa tidak ada ijab kabul yang sempurna. Kalau ada pasangan yang tampak perfect, maka percayalah itu hanya TAMPAK saja. 😂

Apalagi kalau kami dipuji oleh pasangan belum menikah "wah kalian seru banget ya nikah" IYA SERU BANGEEETT. HAHAHAHAHAH. Pasti berujung dengan JG menasihati "udalah jangan nikah buru-buru, pikir-pikir lagi aja" lol sialan.

Kalian tidak mau menikah? Good for you! Nggak apa-apa banget. Nikmati hidup tanpa harus berkompromi. Saya sendiri hingga kini galau kenapa saya mau nikah hahahahahha.

*

Demikian ngalor ngidul hari ini. Dan menyerupai biasa saya mau ikut nanya, apa satu kata yang paling mewakilkan ijab kabul berdasarkan kalian?

Bahagia? OH COME ON, jangan jawaban lame kaya gitu ya. Karena kalau nggak senang pikirkan ulang pernikahannya. Cinta? Yaiyalah kalau nggak cinta saya udah kabur ke ujung dunia sis. Ayo kata yang lain yaaa.

Jawab di kolom komentar atau bikin blogpost dan tag saya ya! :)

-ast-

Detail ►

#Sassythursday: Menikah Untuk Siapa?


Minggu ini banyak bencana ya, #SassyThursday mau pilih nulis apa? Selma-Haqy? Ah basi, kurang unik lol. Banyak lah orang yang ninggalin pacarnya dan nikah sama orang yang lebih baik lol. Meskipun nggak perlu dijelasin juga sih, she's trying too hard untuk menjelaskan dan jadinya lucu. 😂😂😂

Tapi nggak, bukan itu. Kali ini kami akan membahas ijab kabul yang bikin kaget sejuta manusia. Udah bikin kaget, selalu romantis di Instagram, ehhh kemarin gugat cerai. Yes, A dan E.

Maap yah gue sih hampir nggak pernah sebut nama alasannya yaitu nggak lezat aja hahahahaha. Untuk nama silakan loh ke blognya Nahla. Dia judulnya aja pake nama HAHAHAHAHAHA. Sia-sia gue rahasiain. lol


Iya jadi A ini pria tapi feminin dan E ini wanita tapi maskulin. Mereka menikah. Ada yang salah?

Sejak awal ijab kabul mereka jadi sorotan banget alasannya yaitu entah kenapa orang begitu yakin nikahnya settingan doang. Karena mereka judge dari looks dong yah namanya juga manusia.

Gue sendiri nggak mikirin amat 😂 Maksudnya ya sempet oh wow beliau nikah! Karena gue follow Instagram A dari lama, dari Instagramnya diam-diam dan followersnya dikit. Di kesempatan tertentu, beliau kadang pake baju cewek. Dia juga ikut #LoveWins rally. E juga sebaliknya kan, beliau selalu berperilaku menyerupai layaknya laki-laki. Sampai katanya suntik hormon or something agar ada jakunnya?

Tapi ya gue nggak mikirin banget alasannya yaitu apa kita bisa judge mereka dengan itu? Kan nggak. Ketertarikan insan pada insan lainnya, nggak bisa dinilai dari pakaian atau cara beliau bersikap. Lebih jauh, seksualitas itu sangat kompleks, nggak bisa dinilai dengan "jika beliau berjenis kelamin pria dan beliau tidak suka perempuan, maka beliau suka laki-laki" NO, tidak sesimpel itu!

Wah ini bisa jadi panjang, tapi pada dasarnya nggak sesederhana itu. Nggak sesederhana kalau pria maskulin nggak suka perempuan, artinya beliau sukanya sama pria feminin. Nggak, nggak selalu begitu ya. Tapi mari bahas di lain waktu, kini saya mau bahas sisi pernikahannya. Menikah untuk siapa?

Karena kalau menilai dari tingkat rese masyarakat Indonesia, urusan nikah ini jadi urusan bersama banget. Ya masa ada artis umur masih belasan, punya pacar umur belum 20 juga, ditanya infotainment "apa ada rencana menikah?" Astaga, kok heboh?

Belum lagi tetangga "bu, kok si Teteh belum nikah juga?" Tetangga satu RT satu RW nanya semua. Ibunya yang sebelumnya santai jadi mulai kepikiran "iya ya kok anak gue nggak nikah?"


Terus di program keluarga, di nikahan orang, pertanyaan bagi orang-orang yang udah lulus kuliah yaitu "kapan nyusul? kapan nikah?"

WOY!

Bagi orang-orang yang tidak teguh pendirian, lingkungan menyerupai ini akan jadi urgensi sendiri untuk cepat-cepat menikah. "Wah iya ya, kenapa ya gue nggak nikah?"

Padahal nikah itu apa dan bagaimana aja nggak tau. Ini nih yang harus disodori pertanyaan besar, menikah untuk siapa? Untuk diri sendiri atau untuk memuaskan ego orang-orang di sekitar yang selalu seakan memaksa untuk buru-buru menikah?

T________T

Contoh paling sederhana, adik temen JG ngotot ingin resepsi nikah di gedung dan bikin pesta. Padahal orangtuanya bukan yang berkecukupan. Kalau saya jadi kakaknya saya udah larang beliau nikah. Karena beliau hanya ingin pestanya, beliau nggak mengerti apa esensi menikah.

"Kan sekali seumur hidup, boleh dong pengen gede-gedean." Bolehhh, apa juga boleh. Asal nggak memaksakan aja. Memaksa resepsi besar di luar kemampuan itu hanya mengatakan beliau belum cukup remaja untuk menikah.

Nah itu pola betapa lingkungan punya dampak yang besar atas keputusan seseorang menikah. Karena ditanya "kapan nikah?" itu annoying! Bikin pengen nanya balik "kapan mati?" alasannya yaitu kan emang nggak tau. Apalagi nggak punya pacar dan memang merasa belum siap untuk menikah

Tanya kek "kapan punya rumah?" atau "kapan kuliah S3?" apalah. Kenapa harus nanya "kapan nikah?" seberapa besar imbas jawaban itu sama orang yang nanya? Apa mau sumbang uang buat resepsi? Apa mau bayarin biaya melahirkan kalau punya anak? Apa mau bayarin biaya genteng bocor di rumah? Apa mau bayarin psikolog kalau ternyata nikah malah bikin stres? Kalau nggak kenapa harus nanya kapan nikah coba.

(Baca: Ide Basa-basi yang Nggak Akan Bikin Tersinggung. Nggak ada "kapan nikah?"!)

Intinya, gue sih ngeliatnya A dan E mendobrak itu. Ini imajinasi gue aja tapi mungkin mereka capek ditanya-tanya terus. Semacam: woy lo semua mau gue nikah? Nih gue nikah. Puas lo semua?

Gitu.

Terus kenapa cerai?

Untuk mengatakan bahwa memaksa orang menikah padahal orangnya tidak mau itu TIDAK BAIK! Gitu loh. Apalagi alasan cerainya nggak terlalu terperinci kan.

Di imajinasi paling ngaco gue, ini kaya art performance gitu loh. Di mana karya lo menggebrak nilai budpekerti di masyarakat, mengaduk-aduk perasaan orang dengan nunjukkin banyak sekali kemesraan, dan balasannya sad ending gitu untuk nunjukkin bahwa standar budpekerti lo semua nggak berarti apa-apa buat hidup gue. Hidup gue ya hidup gue. Pertunjukkan selesai.

Wow. Antara impresif dan sedih. Impresif alasannya yaitu kalau kini mereka ditanya lagi sama orang ngeyel "kapan nikah?" kan bisa jawab "udah pernah!"

YASSSS!

Sedih alasannya yaitu kenapa orang bisa sebegitu ikut campur sama keputusan hidup orang lain. Biar aja sih mereka mau nikah, mau nggak nikah. Mau cerai, mau nggak cerai. Yang penting senang dan nggak kriminal. Dan nggak narkoba.

Well itu dia. Kaprikornus menikah untuk siapa?

Yuk yang belum nikah pikirin lagi. Apakah kalian menikah untuk performance belaka? Untuk memuaskan ego? Untuk bikin senang orang lain?

Itu aja. Nggak tau lagi mau nulis apa.

See you next week!

-ast-

Detail ►

Mengubah Mimpi

Abis baca postingan mbak Ira soal bagaimana kehidupan sosmed dan urusan belanja, gue juga jadi pengen ikut curhat. Sebabnya apalah lagi jika bukan konser Coldplay yang harus dilewati begitu saja wahahahahahaha.



Ini udah sempet gue ceritain dikit sih di Instagram (klik dan baca captionnya!). Betapa gue duka sih nggak nonton Coldplay, tapi nggak galau banget. Sedih lah alasannya yaitu Coldplay gitu loh! Si Bebe aja namanya dari album Coldplay!

Tapi gue sadar diri dan nggak meratapi hingga cranky alasannya yaitu keputusan tidak nonton itu yaitu keputusan yang gue ambil dengan sangat sadar. Bukan yang pengen terus nggak punya duit atau dihentikan suami hahaha.

Duit ada lah, bisa lah ya nonton konser mah. Cuma kan sayang, sayang aja keluar uang segitu buat nonton konser. Belum tiket pesawat dan hotel kan. Sementara gue masih punya utang KPR, dana pendidikan gres 3/4 jalan, dan dana-dana lainnya sebagai akhir kita menentukan jadi orangtua lol. Harus diakui lah, sehabis punya anak dana-dana itu mendadak jadi diatur ulang dan dipikir ulang kan.

Terus gue antara besar hati sama miris sama diri sendiri alasannya yaitu gue menentukan untuk nggak senang-senang spontan demi diri sendiri. Beda sama beberapa tahun lalu.

Beberapa tahun kemudian gue gajian sendiri ya diabisin sendiri kan. Nonton konser ke Singapur minimal abis lah 4jutaan mah. Tapi gue nggak mikir panjang, masih pake belanja dan beli merchandise pula.

Padahal artisnya juga ke Indonesia dan pas di Indonesia gue nonton lagi konsernya alasannya yaitu harus liputan, artis yang sama. Sebut saja Bigbang lol. Abis liputan hari pertama besoknya gue BELI LAGI tiket untuk nonton konser hari kedua. Kalau dipikir kini mah GUE GILA APA GIMANA. HAHAHAHAHA

Dan gue bukannya kaya loh ya, emang dulu nggak punya tabungan aja. Punya tabungan hanya untuk dibelikan sesuatu, jadi beneran nggak punya duit nganggur banget. Nabung ah beli iPhone, nabung ah nonton konser, nabung ah beli sepatu. Begitu siklusnya. Yang mana lucu-lucu aja sih DAN senang huhuhuhu.

Kalau kini punya duit 4juta nganggur duh mending masuk dana darurat yang juga masih belum tercapai menyerupai juga dana pendidikan HAHAHAHAHA. SD mahal, saya sebal. Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas pun mahal. Apalagi kuliah. Lha daycare aja mahal. T______T

(Baca: Tahap Menyiapkan Dana Pendidikan Anak)

Terakhir gue nonton konser itu konser solo G-Dragon 2012 ya? 2012 apa 2011 sih lupa. Konsernya masih di MEIS Ancol, gue nggak liputan tapi emang sengaja aja mau nonton kesayangan, beli tiket festival. Berapa ya harganya Rp 1,5jutaan lah. Tapi itu gres mau nikah, boro-boro punya anak. Kalau kini gue lebih suka uang-uang itu jadi angka di tabungan. AKU KENAPA. APA AKU DEWASA. MENGAPA AKU DEWASA LOL.

Betapa anak bikin mimpi-mimpi jadi berubah. Segala hal yang dulu bikin gue hepi ternyata nggak lagi bikin gue hepi. Betapa anak bikin keuangan gue lebih tertata. Ya lo bayangin aja dulu gue beli sepatu seharga setengah honor sebulan. Itu gimana caranya coba? Masuk nalar ga?

Masuk nalar dong.

Karena semua orang punya cara membelanjakan uangnya sendiri. Dari dulu gue paling sebel sama yang nyinyirin gue ngabisin duit nonton konser tapi sendirinya spontan jika beli buku. Ada yang senang dengan nonton konser, ada yang senang dengan beli buku. Terserah dong mau dibeliin apa?

Ada yang senang pake sepatu mahal, ada yang senang liat angka di tabungan. Ada yang muda hura-hura, ada yang muda ngirit parahhh. Tau-tau beli rumah cash. Yha. Nggak ada yang salah, nggak ada yang benar.

Yang bisa beli rumah cash boleh besar hati dan merasa sukses. Sebaliknya yang duitnya habis buat nonton konser atau liburan juga nggak usah kecil hati alasannya yaitu kalian melewati pengalaman yang berbeda. Pasti ada pelajaran yang bisa diambil kok gengs dari setiap dongeng masa lalu. Ada dongeng berbeda juga yang bisa diceritain sama anak cucu kalian. Ehm.

(Baca: bagaimana kehidupan sosmed dan urusan belanja, gue juga jadi pengen ikut curhat. Sebabnya apalah lagi jika bukan konser Coldplay yang harus dilewati begitu saja wahahahahahaha.



Ini udah sempet gue ceritain dikit sih di Instagram (klik dan baca captionnya!). Betapa gue duka sih nggak nonton Coldplay, tapi nggak galau banget. Sedih lah alasannya yaitu Coldplay gitu loh! Si Bebe aja namanya dari album Coldplay!

Tapi gue sadar diri dan nggak meratapi hingga cranky alasannya yaitu keputusan tidak nonton itu yaitu keputusan yang gue ambil dengan sangat sadar. Bukan yang pengen terus nggak punya duit atau dihentikan suami hahaha.

Duit ada lah, bisa lah ya nonton konser mah. Cuma kan sayang, sayang aja keluar uang segitu buat nonton konser. Belum tiket pesawat dan hotel kan. Sementara gue masih punya utang KPR, dana pendidikan gres 3/4 jalan, dan dana-dana lainnya sebagai akhir kita menentukan jadi orangtua lol. Harus diakui lah, sehabis punya anak dana-dana itu mendadak jadi diatur ulang dan dipikir ulang kan.

Terus gue antara besar hati sama miris sama diri sendiri alasannya yaitu gue menentukan untuk nggak senang-senang spontan demi diri sendiri. Beda sama beberapa tahun lalu.

Beberapa tahun kemudian gue gajian sendiri ya diabisin sendiri kan. Nonton konser ke Singapur minimal abis lah 4jutaan mah. Tapi gue nggak mikir panjang, masih pake belanja dan beli merchandise pula.

Padahal artisnya juga ke Indonesia dan pas di Indonesia gue nonton lagi konsernya alasannya yaitu harus liputan, artis yang sama. Sebut saja Bigbang lol. Abis liputan hari pertama besoknya gue BELI LAGI tiket untuk nonton konser hari kedua. Kalau dipikir kini mah GUE GILA APA GIMANA. HAHAHAHAHA

Dan gue bukannya kaya loh ya, emang dulu nggak punya tabungan aja. Punya tabungan hanya untuk dibelikan sesuatu, jadi beneran nggak punya duit nganggur banget. Nabung ah beli iPhone, nabung ah nonton konser, nabung ah beli sepatu. Begitu siklusnya. Yang mana lucu-lucu aja sih DAN senang huhuhuhu.

Kalau kini punya duit 4juta nganggur duh mending masuk dana darurat yang juga masih belum tercapai menyerupai juga dana pendidikan HAHAHAHAHA. SD mahal, saya sebal. Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas pun mahal. Apalagi kuliah. Lha daycare aja mahal. T______T

(Baca: Cita-cita yang Tertunda Karena Anak)

Yang nggak pernah nonton konser niscaya nggak akan tau jika abis nonton konser itu euforianya bisa hingga lamaaaa banget. Minggu pertama masih cari-cari video konser di YouTube, ahad kedua masih senyum-senyum dengerin playlist konser, ahad ketiga mulai panik alasannya yaitu si artis kan tur tuh, lagi agenda di Malaysia weekend ini. Langsung heboh cek tiket dan cari calo HAHAHAHA. Minggu keempat mulai duka dan karenanya beli DVD konsernya lol. Lyfe of a fangirl.

Dan iya, gue pernah beli tiket di calo ... di SINGAPUR. Beli di Carousell Singapur, dulu Carousell Singapur itu macam Kaskus gitu jika di sini. Aplikasinya belum masuk Indonesia kaya kini hahahaha. Duh hidupku penuh nostalgia.

Kaprikornus yah, tetep duka gara-gara nggak nonton Coldplay hahahaha. Tapi menghibur diri alasannya yaitu yakin gue akan sebel sendiri jika spontan nonton terus uang di tabungan ngurang banyak. Dulu Singapur bisa jadi weekend gateaway alasannya yaitu dolar Singapurnya cuma Rp 6000 aja sis. Sekarang Rp 9500 ya ampun stres. Sekarang orientasiku uang, uang yaitu segalanya lolol.

Mimpi gue berubah seiring dengan gaya hidup yang berubah. Mimpi gue bukan lagi untuk diri gue sendiri, tapi juga untuk si Bebe yang gue beliin mainan lebih sering dibanding gue beli lipstik. Mimpi berubah dan itu tidak apa-apa.

Btw buat ciwik-ciwik yang belum nikah. Ayo ditanya dulu calon suaminya, masih boleh nonton konser nggak jika udah nikah. Kalau pun nggak dibolehin damai aja, begitu nikah dan punya anak juga kita sadar diri kok mikir dua kali mau nonton konser hahahaha.

Ya kecuali jika duit lo nggak bergantung sama gaji. Atau minimal rumah dan kendaraan beroda empat udah dibeliin orangtua dan mertua jadi nggak pernah kenal KPR dan KTA. Gaji sisa banyak deh.

Hidup emang gitu gengs. Atur ajalah asal senang ok!

:)

Kalau kamu, apa mimpi yang kau ubah sehabis punya anak?

-ast-

Detail ►

Selingkuh

Ah, bahasan ini. Butuh waktu sebulan lebih buat saya untuk maju mundur mau menulis ini. Pertama sebab malas niscaya jadi panjaaaanggg (DAN BENAR ADANYA). Kedua sebab bahasannya sensitif. Ya, sebab alasan kedua mari goresan pena saya ini dibaca pelan-pelan. Oiya, menduakan di sini konteksnya menduakan ketika sudah menikah ya. :)


Di abad digital ini semua orang dapat dengan simpel bereaksi. Kalau dulu ada orang selingkuh, yang tau paling banter tetangga di rumah dan keluarga. Sekarang jadi ditambah juga followers social media, plus followers akun gosip yang makin merambah rakyat jelata.

Iya rakyat jelata. Dulu kan mau masuk infotainment itu susah, harus jadi bintang dulu di TV. Harus mati-matian nganter temen audisi terus main FTV. Lha kini bukan siapa-siapa aja dapat masuk infotainment Instagram. Yang penting kasusnya dianggap layak jadi cacian massa. Duh.

Pertanyaan saya yang utama, kenapa topik menduakan banyak banget yang pengen komentari? Kalau artis menduakan kan alesannya "publik layak tahu yang sebenarnya" kalau orang biasa selingkuh? Kenapa orang rame-rame komentar? Sampai jadi artikel khusus di portal community anak muda? Kenal juga nggak. temen juga bukan, sodara apa lagi. Jelas bukan.

Lalu kenapa ya?

Yang miris, yang lebih banyak dicaci yaitu pihak wanita yang jadi selingkuhan. Mereka ramai-ramai disebut pelakor, perebut laki orang. Sungguh urusan menikah ini, hingga pengkhianatan pun masih sangat patriarki.

Iya, pelakor itu istilah patriarki. Menempatkan pria sebagai poros dan yang salah niscaya pihak perempuan. Yang merebut si perempuan, pria jadi korban, jadi objek yang direbut. Mirisnya, hujatan pelakor itu diucapkan serta jadi materi hinaan sesama perempuan.

(Baca wacana Pelakor di sini!)

Kakak ipar teman saya selingkuh, ada foto beliau sama wanita di dalam selimut berdua. Pembelaannya? "Ya namanya cowok, kaya kucing dikasih ikan mah diambil lah" Rendah banget ya, hingga mau dibandingkan sama kucing. Yang disalahkan oleh orangtua si pemuda siapa? Tetap si wanita lain sebab sudah memberi ikan. Ckckck.

Kaprikornus kalau bukan pelakor yang salah, yang menduakan itu salah siapa? Jawabannya: BUKAN URUSAN KITA.

Ya bukan urusan kita sama sekali. Urusan rumah tangga yang patut kita urus yaitu rumah tangga kita sendiri. Bukan rumah tangga orang lain.

Menikah untuk siapa? Untuk diri sendiri atau untuk memuaskan ego orang-orang di sekitar yang selalu seakan memaksa untuk buru-buru menikah?

(Baca: Menikah untuk Siapa?)

*

Coba lihat sekitar, seberapa banyak anggota keluarga yang menduakan atau diselingkuhi? Lihat di bulat lebih luas, seberapa banyak teman kita yang menduakan atau diselingkuhi? Seberapa banyak di lingkungan rumah? Di lingkungan kantor? BANYAK.

BANYAK SEKALI.

Berbeda contohnya dengan kasus orang bunuh diri live di Facebook gitu. Belum tentu 3 bulan sekali ada yang melakukannya. Kaprikornus masuk akal banget kalau memang jadi topik di mana-mana, di segala social media. Kalau menduakan kan topik bahasan sehari-hari banget. Adaaa aja isu menduakan mampir ke kuping. Temen kantor, sahabat, keluarga, artis. Dan topiknya selalu sama, ada yang berkhianat. Mengkhianati pernikahan.

Ah, jadi bicara pernikahan.

*seruput kopi* *padahal nggak ngopi* *biar dramatis aja*

Kaprikornus ya, ijab kabul itu sakral. Disakralkan. Harus disakralkan supaya tidak disalahgunakan. Kalau tidak sakral nanti seenak udel ganti pasangan tiap 6 bulan sekali kan repot. Pdkt sama keluarga aja berapa bulan, nyiapin resepsi nikah aja dapat setahun.

Nah tapi mungkin ya, mungkin nih ya orang-orang yang menduakan ini memang tidak menganggap ijab kabul sebagai sesuatu yang sakral. Seperti kata mbak Roslina Verauli yang pernah saya kutip:

"pasti ada duduk kasus dulu yang mengakibatkan selingkuh, bukan menduakan kemudian jadi masalah."

Coba diresapi kalimatnya.

Masalahnya dapat macem-macem. Ada yang menganggap istrinya di rumah terlalu ceriwis dan ngatur-ngatur kemudian beliau cari wanita yang dapat diatur. Ada yang menganggap istrinya terlalu superior, terlalu pintar, kemudian beliau cari wanita yang tidak terlalu akil supaya dapat lebih superior. Ya macem-macem lah.

Tapi kan ada yang keluarganya sempurna, tapi tetep selingkuh!

Ya ada. Alasannya dapat dua. Pertama, ya tepat kan nurut ngana. Siapa tau istrinya nggak pernah dapat diajak diskusi politik terus suami cari wanita yang dapat diajak diskusi politik. Atau sebaliknya, suami nggak pernah mau dengerin keinginan istri, si istri merasa diabaikan kemudian istri cari perhatian yang lain. Kan dapat banget.

Ya atau apalah, mungkin tepat di mata orang lain, tapi salah satu tetep ada hole yang nggak dapat diisi sama pasangannya. Hole, bolong, alasan klasik.

Alasan kedua. Alasan paling masuk logika berdasarkan saya sih: monogami bukan untuk semua orang.

Monogami (Yunani: monos yang berarti satu atau sendiri, dan gamos yang berarti pernikahan) yaitu kondisi hanya mempunyai satu pasangan pada pernikahan.

Iya tidak semua orang dapat dengan satu pasangan menikah saja seumur hidup. Seperti juga poligami tidak untuk semua orang. Saya tidak mau poligami tapi saya yakin memang ada pasangan-pasangan yang memang senang berpoligami. Seperti juga ada pasangan-pasangan yang memang senang bermonogami.

Masalah muncul ketika penganut monogami ternyata menikah dengan orang yang tidak sadar kalau beliau bahu-membahu tidak mampu monogami.

NAH.

Kaprikornus ada duduk kasus juga di situ. Selain urusan hole, ada juga poin bahwa ada orang-orang yang memang tidak cukup dengan satu pasangan saja. BEGICU.

Ruwet jadinya, gengs. Yang poligami juga nggak dapat bilang "mending poligami daripada selingkuh". Nggak begitu juga sebab nyatanya, udah istri udah 4 aja ada yang tetep punya simpenan. Sementara istri satu dan menduakan juga mungkin memang bukan niat pengen sah istri banyak. Ada yang emang pengen main-main aja jadi nggak mau poligami. Manusia kan beda-beda, bos.

Poligami tetep menduakan ada, monogami nggak mau nikahin selingkuhan padahal dikasih izin istri pertama juga ada. Lha dongeng anak selingkuhan diurus sama istri pertama aja banyak kok ya kan. Kaprikornus gimana dong, ini sungguh sangat complicated. Plus berteriak-teriak jauhi dan musuhi pelakor itu nggak menuntaskan masalah.

Atau bilang pelakor emang harus diberantas. Weh, suami menduakan sama pemuda juga banyak dongeng ah. Saya nggak baiklah banget jadinya kalau hanya menyalahkan pihak perempuan. Apalagi banyak yang kenyataannya pihak perempuannya (si selingkuhan) pun dibohongi. Ngakunya udah mau cerai lah sama istri pertama, ngakunya lebih cinta lah sama si selingkuhan.

Kalau kata 9gag, bulldog kawin sama shitzu. BULLSHIT.

Apalagi kadang kecocokan juga dapat dengan simpel ditemukan. Ya pas nikah mah cocok-cocok aja sama pasangan yang ini. Lama kelamaan kok nggak cocok? Kok nemu orang lain malah cocok sama yang lain ini?

Maka itulah topik kita selanjutnya yaitu kesetiaan dan komitmen.
Menikah itu memaksa kesetiaan dan kesetiaan itu bukan untuk semua orang. Sanggupkah untuk tidak menyakiti hati pasangan dengan cara apapun? Karena jatuh cinta kan tidak pandang status menikah atau nggak. Banyak yang mengaku jatuh cinta lagi padahal sayang sama pasangan di rumah nggak berubah. Sanggupkah berkomitmen pada SATU kesetiaan seumur hidup? -- Pernikahan dan Kesetiaan

*

Apa arti setia? Apa arti selingkuh?

Kita sepakati sama-sama dulu ya kalau menduakan itu melanggar akad untuk hanya bersama satu pasangan. Ini mah udah niscaya lah, ada akad ijab kabul yang dilanggar. Kecuali pas nikah emang bentuknya open marriage gitu, atau nikah sebab bisnis, nikah sebab politik, beda urusan ya.

Masalahnya ada di definisi setia dan selingkuh. Tiap orang punya definisi beda-beda, bahkan suami istri aja dapat punya definisi beda-beda. Makanya suka ada istri yang ngamuk sebab baca chat cewek padahal suaminya nggak ngapa-ngapain. Karena cemburuan? Ya, tapi juga sebab berbeda mendefinisikan selingkuh.

Kaprikornus definisi menduakan misalnya:

Bagi si A yaitu "chat sama cewek di luar urusan kerjaan"

Tapi bagi si B yaitu "jalan berdua tanpa bilang, jalan berdua tapi bilang itu nggak selingkuh"

Atau bagi si C yaitu "have sex sama cewek lain, kalau cuma chat mesra atau pegangan tangan mah biar lah, beliau orangnya emang touchy-feely"

Ini melahirkan macam-macam tujuan selingkuh. Ada yang pengen aja nyoba pasangan lain, ada yang emang bosen aja sama istri/suaminya, ada yang cari adrenalin, ada yang khilaf, macem-macem lah.

Karena macem-macem, jadinya hasil karenanya juga beda-beda. Ada yang bebal, abis ketauan selingkuh, ngaku khilaf, minta maaf, kemudian menduakan lagi. Ada yang ngaku salah, minta maaf, kemudian ninggalin istrinya sebab merasa bersalah. Ada yang ngaku salah kemudian ninggalin istrinya DAN ninggalin selingkuhannya. Ada yang ngaku salah kemudian nggak ulang lagi, selamanya kembali berkomitmen dengan satu pasangan.

Makanya dari awal saya bilang ini menduakan sehabis menikah. Karena banyak kok yang pas pacaran pacarnya banyak, pas nikah adem ayem aja nggak kepikiran punya banyak lagi.

Nggak dapat juga judge bilang "Kurang nakal sih waktu muda, jadi pas udah nikah nakal deh". Yaelah, yang dari muda hingga bau tanah baik juga ada. Yang waktu muda nakal terus pas udah nikah tetep menduakan juga banyak. Yang menduakan mulu waktu muda, hingga nikah, terus tobat juga ada.

Who are we to judge?


Tapi pada dasarnya apapun definisi selingkuh, pada dasarnya menduakan dapat terjadi sebab tidak ada penghargaan terhadap komitmen. Tidak ada penghargaan pada pasangan. :)

*

Simpulan karenanya berdasarkan saya adalah, monogami tidak untuk semua orang tapi menduakan itu mengkhianati komitmen. YA INI MAH UDAH TAU KELES, SIS.

Buat saya, yang perlu dilakukan yaitu lower your expectation of marriage. Rendahkan ekspektasi kalian pada pernikahan. It's better to be surprised than to be disappointed.

Kasarnya, kasarnya banget nih: percaya lah pada pasangan kita tapi siapkan yang terburuk, jangan terlalu yakin 100% pasangan kita nggak akan selingkuh. Karena beliau sendiri sebenernya nggak dapat jamin. Namanya jatuh cinta, khilaf, atau kalau kata JG, syahwat kadang mendahului otak.

Iya, kalian nggak salah baca. Nggak tau lagi gimana bikin kalimat yang lebih yummy dibaca sebab kalian tau saya nggak suka basa-basi tapi ya, itu intinya.

Nikahnya dibawa santai ajaaa, jangan sedikit-sedikit berantem. Jangan mengubah hidup pasangan meski udah nikah. Biarkan beliau tetep ngerjain hobinya, biarkan beliau tetep ngejar cita-citanya, jadi nggak ada beban "nikah kok hidup saya jadi gini". Cari tahu passion pasangan terus dukung! Passion bikin bahagia! Meskipun niscaya ada yang berubah sih, tapi kan disesuaikan, makanya komunikasi itu penting.

(Baca: Mengurangi Berantem-berantem Setelah Nikah)

Kaprikornus kalau hingga terjadi, kita mungkin akan lebih simpel memaafkan sebab sudah menyiapkan. Karena selalu ada alasan. Khilaf juga boleh kan namanya manusia, asal bukan khilaf terus berulang-ulang aja.

Mungkin loh ya. Makanya saya nggak berani judge ibu-ibu yang bertahan meski suaminya menduakan berkali-kali. Mungkin mereka tahu persis masalahnya di mana jadi memaklumi. Sakit hati mungkin iya, tapi maklum makanya bertahan.

Tapi kalau alesan bertahan sebab ekonomi kasian sih huhu. Makanya wanita harus berdaya! Harus punya penghasilan sendiri!

Atau bertahan sebab anak. Pertanyaan saya selalu "apakah lebih baik membesarkan anak di ijab kabul yang tidak sehat? Atau lebih baik membesarkan anak tanpa ayah/ibu tapi lingkungannya sehat?" Saya belum punya jawabannya.

Abis ini saya siap dibully "kok bikin menduakan seolah masuk akal sih!" Nggak masuk akal tapi sangat sering terjadi toh? Abis gimana, memang nggak ada benang merah atau sesuatu yang dapat bilang "jika A maka beliau selingkuh, atau kalau B maka beliau tidak akan selingkuh". Kaprikornus tips biar pasangan nggak menduakan juga susah dibuat.

*

Saya terlalu banyak dengar dongeng langsung, semua rujukan yang saya sebut di sini positif adanya. Saya kenal pelaku menduakan yang memang suka main cewek, yang baik-baik aja di rumah, yang sudah poligami tetap selingkuh, hingga ibu-ibu yang bahkan saya nggak liat kekurangan suaminya.

Well, ternyata kekurangan suaminya di ranjang sih jadi harus gimana coba. Diomongin diapain juga suaminya nggak dapat berubah jadi orang lain.

Dan patut diingat, ada juga yang menduakan tapi itu bikin beliau lebih bahagia. Dia menduakan dan menemukan kebahagiaan lain, sehingga beliau dapat selalu happy di rumah. Justru sebab punya simpenan beliau dapat jadi lebih sayang sama keluarga. Kaprikornus nggak selalu kalau orang menduakan terus jadi nggak perhatian sama pasangannya.

Model yang terakhir begini biasanya deg-degan takut kaya tupai. Karena terlalu lama, nyaman, dan senang punya simpenan, takut karenanya jatuh jua alias ketauan sama pasangannya. LOL. Ini kisah positif juga gengs, diceritakan eksklusif oleh pihak pertama. Beserta rujukan tupai-tupainya. :)))))


Orang tidak berubah sebab pernikahan, orang berubah sebab dirinya sendiri. *tetep*

Juga rendahkan ekspektasi pada segala hal. Sejak awal nikah, jangan ngarep dikasih bunga, dikasih surprise tiap ulang tahun, atau hal-hal semacam itu. Kalau butuh didengarkan maka bicara, maka request, "DENGERIN AKU DONG" gitu. Pengen apa, butuh apa, bilang.

Kaprikornus ketika ada orang lain yang ngasih perhatian, nggak simpel leleh sebab komunikasi kita dengan pasangan lancar. Ketika ada yang flirting, pasangan suami istri yang komunikasinya lancar kemungkinan besar malah lapor sama pasangannya.

Kalau malah berantem, ya berarti punya duduk kasus kepercayaan. Kalau malah jadi banyakan berantemnya dibanding nggak berantemnya? Ya berarti mungkin memang nggak cocok?

T_____T

Susah ya nikah?

Kalau kata mbak Vera (again mbak Vera, doi dapat difollow loh di Instagram @verauli.id):

Cinta butuh dipelihara supaya terpelihara.

Iya ijab kabul butuh dipelihara, butuh usaha, berusaha selalu kasih yang terbaik, kasih waktu, kasih perhatian, dan sebagainya. Pernikahan kan bukan Tesla, jadi nggak dapat autopilot. Pernikahan harus diusahakan berdua, jadilah pilot dan co-pilot. *maafkan analogi yang sungguh tekno*

Tapi yah, ini cuma dari saya yang kebetulan terpapar aneka macam curhat soal selingkuh. Maaf sekali kalau ada yang menyakiti dan maaf kalau banyak yang bikin kaget.

Sekian dan terima kasih.

-ast-

Saya tidak baiklah pelakor yang harus menjaga diri. Yang dihentikan meladeni suami orang lain. Kenapa? Baca di sini; wacana Pelakor.

PS: Karena menulis ini saya jadi tahu ada istilah pebinor. Perebut bini orang. Ya, at least kini seimbang. Meski sekali lagi: urusan kita apa hingga harus melabeli orang dengan pelakor atau pebinor?

Detail ►

Pelakor

Postingan ini sambungan dari postingan sebelumnya: Selingkuh. Silakan mau baca dulu yang ini, atau baca dulu yang sebelumnya, sama saja. :)


Di postingan sebelumnya itu saya menulis sedikit soal pelakor. Betapa istilah pelakor ialah istilah yang sungguh patriarki. Menyalahkan wanita atas sesuatu yang bukan salah ia sepenuhnya. Hey, it takes two to tango!

Dan goresan pena saya sebelumnya netral, bisa istri atau suami yang selingkuh. Kali ini sudut pandang saya dari pihak perempuan.

Di bawah ini kutipan dari goresan pena saya sebelumnya:
Iya, pelakor itu istilah patriarki. Menempatkan laki-laki sebagai poros dan yang salah niscaya pihak perempuan. Yang merebut si perempuan, laki-laki jadi korban, jadi objek yang direbut. Mirisnya, hujatan pelakor itu diucapkan serta jadi materi hinaan sesama perempuan. Kalau dalam kekerabatan menduakan saja yang dicaci wanita oleh wanita lain, bagaimana laki-laki mau dan BISA menghargai perempuan?

Pelakor. Istilah yang selain patriarki, juga sangat negatif. Makanya jadi rawan bully. Yang menduakan berdua, yang dibully perempuannya. Suami-suaminya justru lebih sedikit dicaci. Sedih deh. Rata-rata komentarnya ibarat di bawah ini:

"Sebagai sesama wanita masa nggak tenggang rasa sih? Kok ngerebut suami orang? Kok mau-maunya jadi simpenan lelaki beristri? Perempuan macam apa!"

Yah, padahal kan bisa dengan gampang dijawab dengan:

"Itu suami situ kok nggak tenggang rasa sih sama istrinya? Kok sempet-sempetnya merebut hati wanita lain? Mau-maunya punya simpenan padahal beristri! Suami macam apa!"

Iya dong, tenggang rasa itu seharusnya pada orang terdekat dulu. Pertanyakan dulu tenggang rasa suami pada istri sebelum kita mempertanyakan tenggang rasa wanita lain pada kita. Kenapa coba wanita lain harus kasihan sama kita, suaminya aja nggak kasihan sama istrinya sendiri. :(

Dan banyak lho wanita yang tidak mau didekati lelaki beristri, apalagi jadi selingkuhan atau simpanan. Kalau begini kan semakin terang kesalahan ada di siapa. Mengapa suami-suami ini masih mengejar wanita yang bahkan tidak mau jadi simpanan? Yang sadar benar bahwa wanita itu tidak mau jadi yang kedua? Adrenalin?

Banyak juga dongeng istri kedua yang nggak tau bila selama ini laki-laki yang berjanji akan menikahi ia ternyata sudah punya istri. Atau yang ngakunya sudah pisah ranjang dan siap cerai, padahal ternyata masih serumah sama istrinya dan istrinya nggak tahu apa-apa. Ada apa dengan cowok-cowok semacam ini ya.

T_____T

Tapi bahkan ceritanya sudah ibarat itu pun yang disalahkan tetap hanya si perempuan. Salah alasannya ialah mengacaukan rumah tangga orang. Padahal menduakan kan nggak mungkin sendirian, mbaksis. Kalau sendirian namanya masturbasi.

(Baca: Menikah untuk Menyenangkan Siapa?)

Ada juga yang mengakui bila suaminya jatuh cinta pada wanita lain. Yang salah siapa? Tetap pihak perempuan.

"Suami saya jatuh cinta pada kamu, kau kok meladeni?! Kamu kan tau ia punya istri!"

Jatuh cinta pada siapa itu tidak diatur oleh undang-undang. Kita tidak tahu akan jatuh cinta pada siapa. Dan bila suami bisa jatuh cinta pada orang lain, orang ketiga ini juga BISA jatuh cinta pada suami orang lain. Pertanyaan jatuh cinta itu bisa dengan gampang dijawab:

"Yah tante, sayanya juga jatuh cinta. Emang suami situ doang yang bisa jatuh cinta?"


Meski demikian ya memang ada juga wanita yang sadar benar didekati laki-laki yang sudah menikah namun tidak menolak. Selain jatuh cinta, mungkin punya dilema ekonomi?

Karena pihak ketiga ini juga motifnya banyak. Banyak yang bukan sekadar jatuh cinta atau cari tantangan. Yang hingga dinikahi atau disimpan biasanya malah alasannya ialah faktor ekonomi. Banyak banget kan denger dongeng suami-suami yang ternyata punya simpanan di kampung? Atau bila memang tinggal di kota, para simpanan ini biasanya rela jadi simpanan alasannya ialah gaya hidup kan?

Butuh sugar daddy untuk mempertahankan gaya hidup, butuh sugar daddy untuk bayar kuliah, butuh sugar daddy supaya masa depan terjamin. Bukan dongeng baru.

Itu bila di kota, bila istri kedua di kampung? Dikirimi uang tiap bulan juga udah senang ya kayanya. Yang penting bisa makan, yang penting anak bisa sekolah, dan yang terpenting, nggak dapet label perawan renta di kampung. Yang penting punya suami!

Dan ya, salahkan para suami yang begitu bakir mengatur uang sehingga bisa membayar gaya hidup sang simpanan, sehingga bisa jadi sugar daddy. Sehingga bisa membagi waktu dengan istri di kampung. :(

*

Kenapa sih suami selingkuh? Adakah yang salah dalam rumah tangga?

Pasti ada. Gara-gara LDR doang bisa jadi dilema kan. Bisa juga kaya yang saya bilang kemarin, suami nggak sanggup monogami. Istrinya baik, penyayang, istri idaman banget tapi ya memang dasarnya aja si suami emang nggak sanggup sama satu perempuan. Kan tetep zonk.

Suami nggak sanggup monogami itu dilema rumah tangga banget loh.

Kalau memang istrinya nyebelin? Ya bilang dong sama istrinya, daripada di depan selalu manis tapi di belakang punya simpanan. Sebagai istri juga harus mau mendengarkan keluhan suami soal dirinya, jangan baper duluan.

Jangan dikritik suami kemudian drama dan merasa bantuan terhadap keluarga jadi nggak dihargai. Suami kritik kita kurang perhatian, terus drama nangis-nangis "aku tuh yang ngurus belum dewasa kita loh!" Ya kan nggak berhubungan. Ngurus anak berdua, ngasih perhatian ke satu sama lain juga harus berdua. Intinya sering-sering ngobrol lah. Daripada cari temen ngobrol lain? ;)

Suami-suami juga harus membebaskan istrinya untuk tetep mengerjakan passion, jangan cuma disuruh ngurus rumah tangga doang. Ini mah istrinya dikekang, segala dilarang, suatu hari menduakan atau poligami dengan alasan "istri nggak bisa diajak ngobrol serius selain urusan rumah tangga". YA NURUT NGANA. Yang larang siapa, yang salah tetap istri.

(Baca: Menikah dalam Satu Kata)

Tapi ya harus diakui juga memang ada istri-istri yang menguji kesabaran. Buat suami-suami dengan istri yang memang menyebalkan, solusinya cuma dua. Sabar seumur hidup atau ceraikan! Jangan malah menduakan kemudian membela diri dengan kekurangan istri. Itu jahat, itu menyakitkan.

Istri-istri juga. Kalau suami ada kurang itu ya dibicarakan lah. Kita nggak sempurna, ia juga. Kalau memang capek alasannya ialah suami nggak pernah bantu ngurus rumah ya bilang baik-baik, bukannya malah semua dikerjain sendiri tapi sambil ngedumel. Capek. Plus nggak sehat. Stres sendiri kan jadinya.

Dan hiks beneran lho saya murung sama perempuan-perempuan yang berteriak menyalahkan orang ketiga. Maaf sekali tapi bagi saya itu ialah bab dari denial, dari ketidakmampuan untuk mendapatkan kekurangan diri dan kekurangan suami. Dari ketidakmampuan mendapatkan ada kesalahan dari kekerabatan suami istri.

Kalau memang merasa punya dilema dalam rumah tangga, cari dukungan profesional. Banyak kan konsultan pernikahan. Kalian butuh orang ketiga untuk menengahi. Kalau salah satu tidak mau? Yakin masih niat mempertahankan pernikahan?

Komitmen itu harus direncanakan, bukan cuma dibutuhkan akan tetap terjaga. Rencanakan bahwa kita harus jaga ya komitmen ini. Bawa topik menduakan sebagai sesuatu yang biasa. Yang bisa dibicarakan kapan pun dengan suami.

*

Satu lagi soal bully pelakor: jangan memaksakan standar ideal kita pada orang lain.

Ini berlaku bagi orang-orang yang di socmed berteriak menyalahkan pelakor. Padahal kenal juga nggak sama pasangan suami istri itu, kenal suaminya nggak, kenal istrinya nggak. Cuma tau dongeng dari Instagram kemudian bully si pelakor. Kebetulan semua yang terlibat sering muncul di TV jadi merasa tahu semua sisi hidup mereka? Padahal nggak ya.

Mereka membully alasannya ialah memaksakan standar ideal soal ijab kabul pada orang lain. Padahal istri yang diselingkuhi belum tentu sakit hati hingga harus dibela sejagat social media lho. IYA BELUM TENTU.

(Baca: Pernikahan dan Kesetiaan)

Tahukah kalian bahwa tidak selamanya menduakan itu menyakiti?

Kebanyakan iya, saya setuju, tapi bila lantas bilang semuanya sih saya nggak setuju. Karena saya tau beberapa orang yang suaminya menduakan terus ya udah tetep senang "biarlah yang penting gue masih dikasih duit tiap bulan" atau "biarlah yang penting sekolah anak aman, gue bisa belanja, gue hepi, ia hepi, anak gue hepi". ADA.

Karena apa? Karena tujuan menikah setiap orang beda-beda. Nggak semua orang nikah alasannya ialah memang cinta.

Kan banyak juga yang nikah alasannya ialah status sosial. Kalau nikah sama si A maka ia akan jadi bisa bergaul dengan level sosial yang mana. Model pemanjat sosial begini nih yang biasanya lempeng aja bila pun pasangannya mau punya simpenan. Lha emang dari awal nggak cinta kan. Sebel doang mungkin levelnya bukan sakit hati.

Atau nikah alasannya ialah bisnis, bila nikah sama si O maka bisnis akan lancar, networking akan bagus. Bisnis lancar. Punya anak yang banyak semoga warisan terjamin aman.

Atau alasannya ialah politik. Kalau nikah maka karier politik lancar. Maka kemudian apa yang jadi dilema bila masing-masing tidak menghargai komitmennya? Apa yang jadi dilema bila kemudian salah satu selingkuh? Yang penting ijab kabul masih berjalan sesuai tujuannya kan?

Yang ribut kalian doang, merekanya bisa aja adem ayem sebenernya.

*

Kaprikornus ya, sebagai wanita bersuami, ayo kita berkomplot dengan suami-suami kita supaya kita tidak termakan untuk selingkuh. Ayo bicara, ayo ngobrol, ayo pillow talk. Bukannya berkomplot dengan perempuan-perempuan tidak dikenal dan berharap mereka tidak menyelingkuhi suami kita. :)

Jangan lupa baca goresan pena sebelumnya ya! Klik: selingkuh. Jangan lupa juga follow Instagram saya di @annisast! (lah kok modus lol)

-ast-

PS: Tulisan ini harus diberi credit pada Nahla alasannya ialah sepertiganya hasil brainstorming berdua lol.

Detail ►

Suami Yang Nyebelin

Hai gengs, libur nih ya dan dari kemarin Nahla sibuk banget recording plus saya padet banget di kantor jadi kami nggak bahas #SassyThursday sama sekali! Terus jadi diajakin kolabnya sama #GesiWindiTalk jadi ya udalah saya nebeng aja daripada nggak nulis hahahaahha

Temanya bikin mikir banget: hal-hal yang menyebalkan dari suami. Iya tadi saya melamun dulu mikirin, apa ya?



Punya Mba Windi: Suami Nyebelin


No lah bukan lantaran saya sama JG nggak pernah berantem. We do, we argue, we fight, we yell to each other (ok mine is louder) but at the end of the day we're stuck together, right? HAHAHAHAHAHA

Tapi mungkin lantaran saya orangnya nggak melankolis, jadi saya benci mikirin hal-hal yang bikin saya sebel. Mikirin aja males apalagi disuruh nulis hah. 😶

First of all, jikalau kalian temen-temennya JG, kalian niscaya menganggap ia annoying banget hahahahaha. Annoying gengges gitu gengs. Itu semua disebabkan oleh ia hampir nggak punya rasa malu. 😂

Ya nggak lari di lapangan sambil telanjang juga, tapi seberapa banyak dari kalian yang berani tampil nyanyi di kawinan orang padahal sadar banget bunyi fals? Seberapa banyak dari kalian yang photobomb DENGAN SENGAJA selfie geng cewek-cewek gemes di mall?

Ya jadi misal ada cewek-cewek lagi selfie terus ia bangun aja di sebelah mereka gitu ikutan pose. That kind of prank, that kind of gengges-ness. Kalau kata Nahla, JG kenapa senseless banget sih? 🤔

Atau misal lagi milih telor di supermarket gitu terus ada lagu Shape of You-nya Ed Sheeran (somebody pls block this song why it's on loop EVERYWHERE IN THIS WORLD enough is enough 🤢) dan JG dapat pilih telor sambil joget aja seluruh badan.

Joget megol-megol beneran gitu dan biasanya yang tersinggung pertama ialah Bebe. Dia akan teriak "appa, diam!" atau "appa! jangan joget!" oh men, Bebe dalam waktu bersahabat kayanya akan males ikut-ikut kami ke daerah umum lantaran ayahnya suka malu-maluin. 😓

Lalu apakah saya malu? Apakah saya sebal sama kejadian-kejadian itu? Nggak sih 😂

Dan hingga kini pertanyaan default jikalau ketemu temen-temennya ialah "kok mau sih nikah sama orang model begini?" 🤔

Ya maulah ia kan annoyingnya sama orang lain hahaha. Sama saya nggak begitu cara nyebelinnya. Lagian saya nikah sama JG lantaran JG dapat diajak diskusi hampir segala hal.

Iya dari lipstik, politik hingga urusan dunia kaya Trump atau Duterte. Kemarin mbak @tikabanget hingga shock lantaran pas kenalan JG bilang "lipstiknya bagus banget sih! Apa mereknya?" Mbak Tika galau kenapa ini pemuda ngerti amat lipstik! Hahahaha.

Karena ia se-random itu, orang nyangkanya hidup kami nggak serius banget padahal most of the time diskusi kami ialah masalah-masalah serius. And I love that! Saya bahagia pada orang yang dapat diajak bicara perihal banyak hal.

Makanya hingga kini JG nggak mau saya berhenti kerja lantaran ia takut saya jadi berhenti update sama dunia luar. Ya kini kerja di media, update banget lah ya apa yang terjadi, jadi materi diskusi dan materi ngobrol itu banyak. Nggak melulu problem anak.

Plus ia bertanggungjawab sama semua urusan rumah tangga, saya tinggal leyeh-leyeh doang main sama Bebe. Kebayar dong ya kerandomannya jikalau di daerah umum. 😂




Yang kedua kenapa saya biasa aja sama tingkah asing JG, KARENA AYAH SAYA JUGA BEGITU. OH GOD DADDY HAS A REPUTATION TO SAVE SO I COULDN'T TELL MUCH.

Satu aja dongeng ya. Kaprikornus waktu kecil saya sama adik saya ngiket rambut ayah sama karet jepang kecil warna-warni. Rambut ayah panjangnya sekitar 3 cm. Ngiketnya banyak jadi kaya duri-duri gitu. Seluruh rambutnya kami iket terus kami ketawa-tawa lantaran kocak banget jadinya.

Setelah final apa yang ayah lakukan? Gendong kami berdua keliling RT dengan rambut begitu. HAAAAHHH MALU 😭

Nggak keitung lah seberapa banyak kerandoman si ayah. Dulu suka saya share di Twitter tapi foto-fotonya ilang lantaran yah, foto-foto Twitter zaman pake UberTwitter kan ilang semua ya.

Random lainnya: jikalau ditanya orang nggak dikenal suka ngaku namanya Usman padahal bukan. Orangnya ya percaya lah terus manggil dengan Pak Usman. 😭

Makin renta ayah makin nggak random sih tapi kalian follow @PEMBIMBINGUTAMA nggak sih di Twitter? Nah jikalau kalian suka jokesnya @PEMBIMBINGUTAMA maka kalian akan suka sama ayah saya. HE'S PEMBIMBINGUTAMA IN REAL LIFE. Cek IG nya aja deh @acengabd. Persis banget sama @PEMBIMBINGUTAMA. Lagi ayah saya kan dosen, jadi ia memang pembimbing utama 😂😂😂

OK BACK TO JG.

Ya meski menyenangkan ia juga insan lahhh punya kekurangan. Yang paling nyebelin ialah simpel banget tersinggung yassalaaaammm. Pantes Adit sama JG akur banget ya soalnya sama. 🤔

Gampang tersinggung level gini loh:

Dia: "Kok kau murka sama aku?"

Saya nggak ngerasa murka jadi kesel dibilang marah.

Saya: "apa sih saya nggak marah!"

Dia: "Tuh kan bentak!"

Saya: "Lah ya udah maaf"

Terus ia sebel hingga besok paginya astaga. Lagi mens apa gimana. 😭

Udah sih itu doang HAHAHAHAHA REMEH TAPI PAS KEJADIAN NYEBELIN ABIS.

Saya juga sebel jikalau ia suka cuddling padahal pulang kerja dan belum mandi. Aku merasa kotor. Atau usel-usel pas belum cukuran. EW SEBEL SAMA KUMIS. Pasti saya kabur wek.

Dan satu lagi, ia suka salah naro barang DI KULKAS. Tapi yang ini saya udah nggak pernah ngomong sih, ya udah ajalah biar. Kaprikornus kadang saya nemu piring kotor di kulkas, atau nemu kotak makan kosong. Random.

Dan itu bukan Bebe yang naro tapi JG. Toddlernya ada dua emang di rumah ini. Sama-sama ambekan pula. Yang satu threenager yang satu thirtynager 😶

Tapi yang terpenting, JG selalu ada buat saya. ♥️ Kebanyakan adanya malah hingga jikalau di kantor aja nelepon dapat 15 kali sehari. 😩 Kalau ia sibuk aja nggak nelepon sama sekali, giliran saya sibuk ia nelepon tiap 20 menit 😩

Udah ah capek amat nulis panjang-panjang lagi liburan. Selamat bobok manis semuanyaaaa!

-ast-

Detail ►

Beda Prinsip


Dulu ya waktu masih punya TV di rumah dan suka nonton infotainment, satu hal yang selalu bikin saya mengernyit ialah alasan perceraian para artis yang bisa dirangkum dalam dua kata: BEDA PRINSIP.

Dulu saya selalu menganggap alasan beda prinsip itu sebagai alasan yang mengada-ada dan kurang real. Lagian masa alasannya ialah beda prinsip aja hingga harus cerai sih ih, yang beda agama aja banyak yang pernikahannya langgeng. Padahal apa yang lebih berprinsip dibanding agama coba?

Kemudian saya tumbuh cukup umur dan saat tetapkan menikah, prinsip yang dulu saya anggap sesuatu yang unreal itu ternyata penting banget!

Prinsip atau value lebih yummy jikalau sama memang, kecuali kalian orang yang sangat tenggang rasa, tepo seliro, bisa bertahan dan saling menghargai satu sama lain seumur hidup.

(Baca: 30+ Hal yang Harus Ditanyakan Sebelum Menikah)

Kalau kalian kaya saya yang sebisa mungkin menghindari konflik, nggak sabaran, ingin selalu punya teman untuk diskusi, maka ya mending dari awal nikahin orang yang menghargai values yang sama.

Apa aja values itu? Ya tentukan sendiri. Tentukan apa yang penting buat kalian dan diskusikan dengan pasangan kalian.

Contoh yang sepertinya sederhana padahal tidak sederhana sama sekali: istri boleh kerja nggak sehabis nikah?

Itu kedengerannya kaya persoalan simpel: “suami larang istri boleh aja dong alasannya ialah itu hak suami”.

Alesannya bisa macem-macem ada yang beralasan “Karena sayang, jadi supaya aja suami capek kerja keras cari uang (seolah istri di rumah nggak capek ngurus rumah)” ada yang bilang “istri urus anak aja supaya rumah diurus pembantu”. Banyak.

Padahal nggak sesimpel itu. Urusan melarang bekerja ini ada di area gender equality dan ini cakupan yang sangat luas plus sensitif.

(Baca: Mengurangi Pertengkaran Rumah Tangga)

Makara daripada tanya calon suami dengan “kamu bolehin saya kerja nggak sehabis nikah?” tanya dulu soal “gimana berdasarkan kau soal gender equality?”

Karena balasan dari pertanyaan kedua akan menawarkan akan ibarat apa beliau memperlakukan kalian sehabis nikah. Kalau ditanya pertanyaan pertama terus jawabannya “boleh kok” terus kalian percaya padahal sehabis nikah kesudahannya beliau melarang alasannya ialah “dulu saya bolehin alasannya ialah honor saya kecil, kini honor saya cukup jadi ga usah kerja lagi”.

Coba jikalau tanyanya soal gender equality. Bisa ketaker banget loh beliau pria ibarat apa. Bisa pribadi ketauan apakah beliau menganggap wanita bisa setara secara akademis dan karier atau beliau menganggap wanita sebagai pengurus rumah tangga.

Satu hal, jikalau ternyata balasan beliau ialah wanita harus membisu di rumah dan kalian 100% sepakat dengan itu ya go ahead. Maka prinsip kalian udah sama.

Tapi jikalau kalian percaya wanita dan pria harus setara ya jangan dilanjutin. Mending nggak usah jadi nikah percayalah padakuuu .

Kalau kalian menikah nanti kalian sedih. Nanti kalian nggak akan lagi hidup sepenuhnya alasannya ialah selalu ada penyesalan “padahal sebenernya saya pengen xxx”. Hidup dalam penyesalan itu nggak yummy gengs.

(Baca: How are We Gonna Raise Our Kids?)

Dan jikalau udah nikah, persoalan yang kayanya remeh juga bisa jadi besar alasannya ialah ya namanya prinsip ya, susah diubah. Hal yang kayanya nggak mungkin bikin berantem aja bisa banget jadi materi perpecahan.

Kalau saya sendiri memang gres sama JG yang ngerasa klik banget. Soulmate akuhhhh uwuwuwuw gemas. Hahaha.

Selama nikah, gres satu kali berantem alasannya ialah beda prinsip. Masalahnya yaitu … Bebe masuk playgroup tahun ini apa tahun depan? HAHAHAHAHA. Tampak remeh tapi bikin mayan tegang juga sih alasannya ialah sama-sama ngotot (saya lebih ngotot sih 😂).

Abis JG keukeuh amat tahun ini sementara saya ngerasa Bebe masih kecil laahh, belum butuh sekolah. Tapi JG ingin Bebe sekolah supaya cepet bisa bahasa Inggris. Ambisius banget! Makara kesudahannya sehabis merenung usang bersama-sama, diambil jalan tengah yaitu Bebe mencar ilmu bahasa Inggris di rumah lol.

Tapi ya so far so good lah, we share the same values. Dari urusan agama, politik, gender, komitmen, kejujuran, dan banyak lah. Tapi saya mikirnya kami bisa ibarat ini alasannya ialah kami banyak berdiskusi sih sebelum nikah. Ya maklum orangnya nggak bisa nggak ngomong ya hahahaha.

(Baca: Suami yang Nyebelin)

Satu hal, sehabis saya nikah gini gres saya sadar bahwa cerai itu tidak apa-apa! Dalam artian saya tidak akan judge orang bercerai alasannya ialah saya nggak ada di posisi mereka.

Karena insan bisa berubah, insan bisa TIDAK berubah, insan bisa jadi sangat menyebalkan sekaligus menyenangkan, dan sebagainya. Makara cerai alasannya ialah beda prinsip itu sangat bisa terjadi, bukan cuma mengada-ada. Jangan suka judge orang cerai alasannya ialah kita nggak tau ada persoalan sebesar apa di baliknya.

Makara buat kalian yang belum nikah, ayo samakan visi misi, prinsip, value, apapun itu namanya dengan calon suami/istri. Buat kalian yang udah nikah dan ngerasa beda prinsip, banyak-banyak sabar ya. Huhu. Abis gimana dong.

Udah ah kepanjangan, kupusing.

Selamat weekend!

-ast-

Detail ►

Rumitnya Menikah

Saya tidak bicara dari sudut pandang agama ya. Kalau mau dilihat dengan sudut pandang agama apapun silakan, tapi mungkin tidak akan sesuai. :)


Di usia saya sekarang, lingkungan pertemanan saya rata-rata sudah menikah dengan dua anak. Usianya memang sudah masuk untuk punya dua anak. Usia ideal bagi society, belum tentu ideal bagi diri sendiri sebab toh pada kenyataannya jumlah anak tidak berbanding lurus dengan kebahagiaan rumah tangga.

Ada yang terus menerus bertengkar sebab suami menduakan berkali-kali tapi tetap hamil lagi, made up sex that only made the baby but not the family. Bayinya jadi tapi kekerabatan suami istri tetap berantakan. Anak kedua pula. Istrinya nggak kerja pun.

Ada pula yang memaksa menikah padahal tidak satu prinsip dengan calon suami, dengan alasan berharap suami sanggup membawa ke kehidupan yang lebih baik. Tapi ternyata tidak. Bagaimana sanggup kalau definisi "hidup lebih baik"-nya pun berbeda? Hidup bersama orang yang tidak satu value itu melelahkan. Mau bercerai kok ya suami terlalu sempurna? Punya alasan apa?

Ada yang suaminya mendadak mengubah janji sesudah menikah. Bayangan menikah menyenangkan jadi sebaliknya. Me time jalan-jalan dengan sahabat sesudah semingguan mengurus dua anak tidak diberi izin. Padahal sebelum menikah sudah ditanya bolehkah ini dan itu, jawabannya selalu boleh.

Bahkan hal "sesederhana" melarang istri bekerja saja sanggup jadi urusan panjang kalau istrinya memang tipe yang senang bekerja dan tidak sanggup hanya membisu di rumah. Belum lagi urusan mertua, urusan sekolah anak, urusan suami yang tidak mau bantu pekerjaan rumah tangga, suami yang tidak mau dititipi anak, dan buanyak lagi.

(Baca: Beda Prinsip Lebih Baik Tidak Makara Nikah Loh!)

Kalau mendengar cerita-cerita ketidakbahagiaan dalam janji nikah saya selalu merasa bersalah sebab masih suka ngeluh hahaha. Meski satu prinsip pada segala hal, ya kami juga punya duduk perkara kecil yang padahal sanggup diabaikan. Padahal dibandingkan duduk perkara orang lain sih duh remeh banget. Untuk hal-hal lain yang besar dan melelahkan, so far kami selalu satu suara.

Menghadapi Bebe, maka kami vs Bebe, menghadapi mertua dan keluarga saya maka kami vs mertua dan keluarga. Itu yang menciptakan kehidupan janji nikah saya rasanya tidak serumit orang-orang. Orang-orang yang seumuran saya loh ya, yang gres menikah 5 tahunan.

Karena banyak ya ternyata yang suami selalu membela ibunya dibanding istri. Pokoknya istri harus nurut ibu aja mau ibunya logis apa nggak. "Kamu nurut lah sama ibu aku!" Wow wow. Kenapa nggak kita diskusikan dulu berdua kemudian ambil keputusan BERDUA dan jelaskan ke mertua hasil keputusan BERDUA itu? Kan kau nikahnya sama saya bukan sama ibu kamu?

T________T

Padahal mertua nyuruhnya itu punya anak lagi meski anak pertama masih kecil, semoga capek sekalian katanya. Istri nurut ajalaahhh. Duh sakit kepala mikirinnya. Punya anak ya, mau kini mau nanti ya sama-sama capek. Kan terserah yang mau ngelahirin dong kapan mau beranak lagi. Kalau suami dan ibunya berkomplot nyuruh punya anak sementara yang hamil masih keberatan masa dipaksa? Emang wanita hidup cuma buat jadi medium beranak doang?

T________T

DAN INI TRUE STORY. Semua pola di atas tadi dongeng beneran. Dari orang yang nikah gres 3-5 tahun! Nikah gres 3-5 tahun aja repotnya udah kaya gini wow. Kalau kata Nahla, bayangkan harus hidup kaya gitu 50 tahun lagi.

Karena sering denger curhat model menyerupai ini, maka kini kalau ada orang bilang duh pengen buru-buru nikah, saya dan JG niscaya kompak bilang "Yakinnn? Duh pikir-pikir dulu lah". Dan kami serius soal itu. Kami tidak mau kalian jadi orang berikutnya yang curhat sebab "nikah kok gini amat ya". Hiks.

Pusing ya? Iya nikah itu pusing banget, complicated.

Dan ya, orang-orang menikah ini selalu bicara janji nikah seolah menikah ialah sesuatu yang paling menyenangkan di dunia! Well, no, except you find the perfect one.

Katanya "nikah aja nggak apa-apa, iya sih pusing, tapi enaknya juga banyak" YA ITU KAN ELO. Saya sih nggak berani menyarankan orang menikah hanya sebab janji nikah saya baik-baik saja. Ya saya baik-baik aja, orang lain? Kan belum tentu.

(Baca: Selingkuh dan Pelakor)

Banyak yang baik-baik saja tapi banyak juga yang berusaha terlihat baik-baik saja. Banyak yang tampak mesra di social media padahal menangis setiap malam. Banyak yang di luar sama-sama terus, di rumah mah ya masing-masing aja kaya nggak kenal. BANYAK. Banyak yang menikah socially bukan personally.

Karena semenjak awal, banyak yang pernikahannya itu soal "social acceptance". Ya dalam tanda kutip. Menikah sebab tertekan lingkungan, menikah sebab memang merasa sudah usianya harus menikah, menikah sebab keluarga meminta menikah, menikah sebab ya mau ngapain lagi bro, semua temen udah nikah. Ya nggak tau, ngapain kek, keliling dunia mungkin?

Makanya memilih tujuan menikah itu penting dibicarakan semenjak awal. Oiya kita mau nikah, apa tujuannya?

Misal tujuan menikahnya ialah "melanjutkan keturunan" maka sesudah menikah sasaran berikutnya ialah punya anak dong? Terus ternyata nggak dikasih anak. Jadinya logis kan kalau salah satu minta cerai sebab nggak sanggup punya anak? Atau misal kalau istrinya yang ternyata punya duduk perkara kesehatan, jadi logis dong kalau suami minta poligami? Ya sebab memang tujuan awalnya kan melanjutkan keturunan.

Saran saya sih cari yang tujuannya hidup bersama selamanya deh. Nonton film Test Pack sama calon pasangan, tanya pendapatnya kalau itu terjadi sama kalian. Bukan promosi, tapi film itu ngasih citra banget pasangan yang ideal berdasarkan saya. Menurut saya loh yaaa. :)

Tapi hening dulu, ada kok pasangan yang bener-bener bahagia. Kategori ini pun masih terbagi dua. Hahaha.

Pertama, yang satu prinsip hidup karenanya santai sama segala sesuatu. Perfect match made in heaven. Berantem cuma urusan siapa yang mandi duluan lol. Satu visi misi, nggak saling menuntut suami harusnya gini, istri harusnya gitu!

Kedua, salah satu sebenernya sebel tapi ya udah terima ajalah daripada pusing. Telen aja udah, eh sori, tulus aja udah. Namanya juga nikah ya kan, harus saling ikhlas, harus toleran namanya juga dua kepala jadi satu. :)

(Baca: Mengurangi Intrik Rumah Tangga)

Masalahnya, tulus itu nggak gampang. Nggak semua orang punya stok tulus luber-luber. Ada yang di depan suami dan keluarga tepat banget sebagai istri dan ibu. Tapi di social media ya ampuuunnn, 180 derajat. Terlihat sekali beliau butuh sahabat untuk bicara, butuh sahabat untuk berdiskusi. Nyamber sana-sini, komen sana-sini. Kan kasian jadinya.

Atau yang lebih sanggup menahan diri biasanya hanya curhat pada sahabat. Keluhan-keluhan yang tidak pernah terbayang sebab di luaran sana mereka ialah pasangan tepat yang bikin iri semua orang. Sahabat-sahabatnya ini yang jadi ikut duka huhu kasihan tapi nggak sanggup bantu banyak juga. :(

Inti dari semua ini adalah. Pikir yang banyak sebelum nikah! Tanya pertanyaan-pertanyaan ini ke calon pasangan! Dan wanita harus mandiri, tidak mandiri, tidak mau punya penghasilan tidak apa-apa tapi siapkan storage untuk tulus yang banyak yaaa. :)

Kalau sesudah ini kalian jadi ragu menikah, manis dong. Keraguan akan jadi kehati-hatian, dan menikah ialah keputusan yang harus diambil dengan hati-hati. Percayalah bahwa dengan ragu dan hati-hati, kalian akan menemukan seseorang yang sanggup membuatkan prinsip hidup selamanya. Menjalani hidup tanpa jadi orang lain, tanpa harus selalu bersembunyi di balik kata ikhlas.

Karena sesungguhnya, keikhlasan tidak dibutuhkan lagi di sebuah kekerabatan yang membuatkan prinsip hidup yang sama. Your life would be so much easier. Toleransi niscaya ada, tapi sungguh di hal-hal yang sangat kecil hingga tidak pantas disematkan sebagai sebuah keikhlasan. :)

Untuk kalian yang belum menikah, merasa menikah terlambat, tidak menikah, atau sudah berhenti menikah, hal apapun wacana janji nikah tidak mengurangi sedikit pun dari harga kalian di dunia ini. You're all worth it.

Selamat hari Senin! Baca goresan pena wacana janji nikah lainnya di sini ya! Tentang Nikah

-ast-

Untuk kesayangan aku, @jago_gerlong. Terima kasih untuk jadi kau yang menyerupai aku. Untuk diskusi duduk perkara yang tidak pernah panjang, untuk pertengkaran yang tidak pernah bermalam, untuk jadi tanggapan atas semua kebimbangan. I love you 💛 (TOLONG INI DISCREENCAP DAN BELIIN AKU IPHONE 7 DONG! HAHAHA)

Detail ►