Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri tips-menangani-anak-tantrum-di-tempat. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri tips-menangani-anak-tantrum-di-tempat. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

Mendefinisikan Nakal


Bulan kemudian saya belanja bulanan di Bandung. Pringles lagi diskon buy 1 get 1 free. Ini pertama kali Bebe makan cemilan model begini, biasanya beliau makan mentok biskuit doang. Coklat dan permen belum pernah makan. Excited dong Bebe.

JG antri di kasir, saya ambillah itu Pringles dan ajak Bebe duduk di dingklik depan supermarketnya. Di dingklik itu ada anak umur 4 tahunan bangun di kursi, bersama wanita setengah baya yang saya duga neneknya. Ternyata benar,

*Ah elah mau bilang anak umur 4 tahun duduk sama neneknya aja ribet lol*

Karena Bebe excited ingin makan, Bebe kalem. Dia elok sekali. Nggak lari-lari atau apa. Si nenek itu ngeliatin kami terus hingga kesannya nyeletuk.

"Berapa tahun ini neng? Meni (kok) santai gitu, ini mah nakal," katanya sambil menunjuk sang cucu.

NAKAL. INI MAH NAKAL. SI CUCU DIBILANG NAKAL.

T________T

na.kal
[a] (1) suka berbuat kurang baik (tidak menurut, mengganggu, dsb, terutama bagi anak-anak) (2) jelek kelakuan (lacur dsb) - source kbbi

Saya jawab, "Dua tahun setengah bu, badung kenapa emangnya?"

"Ya ini naik-naik kursi, jika di rumah duh nggak mau diem. Blablabla," si ibu full curhat mode-nya diaktifkan.

Yang ada di otak saya cuma satu. Anak naik kursi dibilang nakal. Anak lari-larian dibilang nakal. Kok duka sekali.

T________T

Apa definisi nakal?

Dulu, ibarat yang saya ceritakan di postingan Karma Anak Laki-laki ini definisi badung saya memang ibarat itu. Tapi kan itu waktu saya kecil, sehabis punya anak sendiri, ya berubah lah. Kok tega banget bilang anak sendiri nakal?

Kalau menjudge anak sendiri nakal, apalagi masih balita, apa yang sudah kita lakukan sebagai orangtua? Karena berdasarkan saya, badung pada balita itu problem contoh pikir sebagai orangtua.

Nakal itu judge yang parah sih berdasarkan saya. Karena anak balita bukan tidak mau berdasarkan tapi memang tidak mengerti bahwa ia HARUS menurut. Maka ia harus diberi pengertian, bukan dilabeli nakal. Karena melabeli badung pada balita itu nggak ada gunanya.

Oh wait, kayanya memberi label badung pada semua orang itu nggak ada gunanya. Cewek badung dan pemuda badung aja definisinya nggak sama. Hih.

(Baca: Bebe Umur 2 Tahun itu Bikin Pusing!)

Karena si anak dilabeli badung kemudian apa? Lalu kita stres sebab merasa punya anak nakal. Padahal yang pertama kali bilang si anak badung itu siapa? Kita sendiri.

Bebe jauh dari kalem. Tapi jika beliau naik kursi ya dijaga aja biar tidak jatuh. Kalau memang ancaman yang diberi tahu jika itu bahaya, nanti Bebe jatuh. Kalau marah? Diamkan. Kalau kita kalah sebab beliau marah? Kita yang gagal.

Iya kita yang gagal. Kita memberi kesempatan pada si anak untuk menunjukkan bahwa kita lemah dan kurang tegas. Padahal balita butuh sosok yang tegas, sosok yang beliau percaya. Dengan tegas beliau nggak akan benci sama kita kok. Kalau udah terlanjur gagal? Masih ada kesempatan.

Besok lagi juga anak akan melaksanakan hal yang kita rasa salah kok, dijamin. Makara orangtua kan proses seumur hidup, nggak mungkin mulus terus. Sesekali gagal tapi tolonglah jadikan pelajaran. *ngomong sama diri sendiri*. Bukannya jadi menyalahkan si anak dengan bilang "ini anak nakal".

Lebih parahnya lagi membandingkan dengan anak orang lain. Bebe dianggap santai sebab duduk, si cucu dianggap badung sebab bangun di kursi. Kenapa beliau sungguh yakin jika Bebe tidak pernah naik kursi? Dijadikan perbandingan itu menyakitkan, saya eksklusif kebayang ibu si anak.

Ibu si anak mungkin hidupnya tertekan sebab ibunya sendiri mengkritik cucunya sebagai cucu yang nakal. Sedih. :(

(Baca: Tips Menangani Anak Tantrum di Tempat Umum)

Kalau anak sudah usia SD atau Sekolah Menengah Pertama sih berdasarkan saya sebab definisi "nakal" nya sudah dapat dalam level mengganggu ketertiban umum. Pernah saya lagi makan indomie di warung deket kostan dulu, dan tiba-tiba anak empat anak SD pake seragam pramuka mengobrol di depan warung, mereka membuka tas, DAN MEMINDAHKAN CELURIT. Dari tas si anak satu ke tas anak lain.

ANAK SD. MEMINDAHKAN CELURIT. Si ibu warung eksklusif melempar belum dewasa itu dengan kursi plastik dan mengusirnya. Mereka diancam biar tidak main lagi ke kawasan situ. Mereka kabur terbirit-birit.

Oke jika level ibarat itu gres dapat dibilang badung sih. Meskipun tetep pertanyaannya mendasarnya "orangtuanya ke mana? kenapa dapat mereka begitu?" Kadang orang harus dibekali otak dulu sebelum memutuskan untuk punya anak.

Ya tetep, problemnya di orangtua.

Apa definisi badung buat kalian?

Tolong jangan bilang badung pada balita ya sebab kasihan. :(((((

-ast-

Detail ►

Susahnya Jadi Ibu ...


Ih kok ngeluh?

Boleh dong ngeluh, boleh banget semoga waras. Tapi jangan sering-sering yaaa. Jangan hingga mengeluh mendominasi hari. Karena yang boleh mendominasi hari dan menjajah pikiran hanyalah ajaran upload foto apa di Instagram hari ini? BAHAHAHAHAH

Iya ih susah banget loh jadi ibu.

Dan sialnya kesusahan itu gres ketauan pas udah jadi ibu hahaha. Pas belum jadi ibu mah ya ngerasa bisa lah toh jadi ibu itu katanya kodrat. Toh jutaan wanita lain sedunia juga bisa jadi ibu. Kaprikornus kita juga niscaya bisa! 💪

Meskipun pas hamil agak-agak mellow sebab bisa nggak yaaa? Apakah saya bisa mengurus dan mendidik anakku? Ah saya niscaya bisa! Kan bisa belajar!

Kemudian kita pun belajar. Melahap aneka macam teori melahirkan hingga teori ASI, hafal semua! Teori parenting, teori MPASI, teori fase-fase balita. Teori ini teori itu. Seminar ini seminar itu. Talkshow ini talkshow itu. Follow banyak psikolog anak dan dokter di social media.

Males? SAMAAAAA. Saya juga nggak ikut kok seminar-seminar parenting itu bahahahaha saya nggak punya waktu sis. Saya ibu-ibu homeschooling alias berguru sendiri baeee. 😂

Rajin juga tanya-tanya ke temen yang tampak baiklah dan bisa ditanya. Dan yang terpenting, menentukan sobat tidak judgmental! Supaya nggak stres sebab urusan ASI bila temennya geng pengharam susu formula.

Waw jadi ibu ibarat kuliah tak kunjung henti, penuh teori dan praktikum setiap hari. Mana nggak ada ujiannya pula jadi nggak ngerti deh apa kita udah layak jadi ibu?

(Baca: Hal-hal yang Hanya Bisa Dirasakan Ibu Menyusui)

Ah susah emang sih ya.

Anak kan bukan cuma harus dikasih makan, bukan cuma praktis dibeliin mainan semoga tetap anteng. Belum ngajarin sopan santun. Belum ngajarin harus menghormati perbedaan. Belum ngajarin toilet training. Ah peer nya banyak banget!

Belum lagi anak harus dijaga emosinya!

Uhwaw, menjaga emosi anak sambil menjaga emosi diri sendiri itu lebih berat dari maraton 40KM. Mending maraton bisa latihan dulu, bisa alesan beli sepatu lari gres semoga samaan sama Jennifer Bachdim, lah menjaga mood anak setiap hari?

Jungkir balik sis, nggak bisa pake alesan belanja pula *LHA*. Anaknya literally jungkir balik lari-lari sana-sini padahal disuruh pake baju doang abis mandi, ibunya jungkir balik dalam pikiran. Butuh yoga emang nih ya, yoga pikiran semoga nggak jungkir balik terus. 😂

Yang harus dijaga emosi anak DAN emosi ibu kan sebenarnya. Karena anak tantrum leading ke ibu tantrum juga. Anak marah, ibunya ikut marah. Muter-muter. Padahal yang satu umur 3 tahun, yang satu umur 30 tahun. Ckckck. Emosi tidak mengenal usia.

Kalau udah tantrum, yang umur 3 tahun bisa happy seketika kaya nggak ada apa-apa. Lha yang umur 30 tahun? Abis tantrum guilty banget sebab kok ya nyari lawan berantem harus banget anak umur 3 tahun? Anak sendiri pula. 😂

(Baca: Tips Menangani Anak Tantrum di Tempat Umum)

Susah lah emang.

Apalagi ngomongin guilty pleasure ibu-ibu sedunia: gadget. Wow wow. Bahkan yang ngasih screen time nggak lebih dari 3-4 jam sehari aja masih ngerasa guilty banget. Kok bisa orang lain anaknya nggak kena gadget sama sekali? KOK GUE NGGAK BISA?!

Ah saya nggak bisa sebab saya takut nggak waras. Kalau nggak dikasih gadget maka nggak bisa makan. Anak kalian bisa baca buku atau mewarnai? BERSYUKURLAH. Oh bisa sebab dibiasakan? Ah saya juga udah coba, nggak terbiasa-terbiasa tuh anaknya. Sayanya nggak bisa makan iya.

Padahal makan kan kebutuhan hidup paling hakiki ya nggak? HQQ bila kata anak gawl zaman sekarang.

Nyesel nggak ya di masa depan sebab ngasih anak gadget? Kayanya nggak ya. Kalau pun di masa depan beliau jadi kecanduan, ya terima aja. I PLEAD GUILTY. 🙇🏻‍♀️ Salahku 100% sebab mau hidup hening dikit pas beliau balita. Terima ajyaaahh. Nasib gengs.

Ckckck. Susah kan bener?

Pas anaknya bayi resah minta ampun urusan ASI. Apa ASI saya cukup? Kenapa ASI saya nggak ada? Atau malah kenapa ASI saya banyak banget hingga bayi dapetnya foremilk doang? Kenapa tetek nanah mau meledak tapi dipompa cuma dapet 20 ml? Kenapa breastpump mahal? Kapan saya bisa pake bra biasa lagi dan bukannya bra nenek-nenek?

Anak umur 2 bulan mulai resah sebab mau masuk kerja. Nangis-nangis ke suami pengen resign aja. Keputusan yang untungnya tidak diambil dan cukup ditertawakan sekarang. Karena bila resign, ai nggak bakal waras gaes.

Kantor yaitu sebenar-benarnya lari dari kenyataan ada anak bayi ngotot pengen beli Robocar Poli 250ribuan tapi 3 jam lalu dibuang sebab ingin Hot Wheels 30ribuan. #truestory 💆🏻

Apalagi bila anaknya 2 atau 3 tahun yaaa. Duile urusan pake celana posenya gimana aja problem banget. Terserah Bebe ajalah. Ibu ngikut Bebe aja, tapi masalahnya bila Bebe pose nungging gitu pake celananya gimana, Be?

Terus masih aja harus berdiskusi hal-hal kurang penting bagi ibu tapi mungkin penting bagi Bebe. Seperti ibu maunya mandi dulu, Bebe maunya minum susu dulu. Ya terserah Bebe aja, ngikut Bebe aja deh ibu mah.

Tapi bila sudah jam 11 malam dan ibu maunya Bebe bobo sementara Bebe maunya nonton PJ Masks terus ya ibu marah. Bebe nangis. Biar aja Bebe nangis sebab nggak semua yang Bebe mau bisa ibu kasih. Nangis hingga ketiduran ya plis, jadi nggak perlu ngelonin. 😂


Belum lagi urusan pup aja jadi urusan paling penting sedunia sebab ada anak bayi yang ngintilin mulu. Alesan basuh tangan lah, basuh kaki lah, hingga nggak punya alesan. Pengen sama ibu aja.

Udah gitu ngeluh-ngeluh sebab plis deh saya mau pup dengan tenang! Terus urusan mandi. Nyuruh-nyuruh anak mandi dengan alasan bacin asem. Padahal bacin asem itu dicari-cari dulu dan dicium-cium hingga puas. Hah! Konsisten dong!

Siapa yang di sini pernah pipis sambil nenenin? SAYAAAA! Kalian nggak sendirian gaes. Tenang aja.

Capek ya. HAHAHAHA. Capek-capek sebel pengen ngetawain diri sendiri. Woy kehidupan jadi ibu kok lawak banget. 😂😂😂

*

Tapi ya kok begini amat? Pas tidur malah dicium-ciumin terus. Pas lagi kalem malah dipeluk-pelukin terus hingga beliau sebel. Pas lagi duduk anteng malah jawil-jawil pipi terus gangguin anak. Makin beliau sebel makin seneng kita godain. Kita ibu macam apa!

Di kantor malah telepon suami bahasnya anak juga. Browsing Timehop cuma mau liat foto-foto Bebe waktu bayi. Foto-foto ditata rapi di Google Photos dengan album menurut usia bulan sebab saya nostalgia aja perfeksionis, maunya nostalgia menurut beliau usia berapa bulan.

Dan tiba-tiba anaknya gedean dan anteng sendiri malah jadi kangen, sebel, kenapa sih? Udah nggak butuh ibu ya? #drama

Belum lagi nafsu beli gadget berkurang drastis sebab fokus menabung untuk sekolah.

DUH BUIBUUUU! KITA INI IBU MACAM APA!

Kita ini ibu-ibu normal! Ibu-ibu yang bebas mengeluh sebab mengeluh itu hak segala bangsa! Hahahaha sini pelukan semua! Tenang aja bentar lagi THR-an jadi bisa belanja pelipur lara. 😂😂😂

Share ke temen kalian yang lagi jungkir balik juga ngurus bayi dan balita! LUV!

-ast-

Detail ►

Parenting Tidak Butuh Teori?


Suatu hari JG kisah soal temennya yang marah-marah alasannya merasa diceramahi teman lain soal parenting. Padahal temen yang ini memang kuliah psikologi anak dan berdasarkan saya sih beliau ya layak lah kalau mau share soal teori parenting. Teori kan, bukan praktek hahaha.

Menurut si teman yang marah, parenting itu natural alasannya insan sudah melakukannya semenjak dulu. Nggak perlu lah itu teori-teori, jalani aja sesuai naluri masing-masing.

Wow.

Saya kaget. Saya loh ya. Saya yang nggak pernah dateng ke satu pun seminar parenting atas kesadaran sendiri. Saya yang well, dateng ke seminar parenting alasannya jadi endorser. Saya yang nggak niat sedikit pun montessori di rumah, main edukatif, blablabla. Sebagian besar mainan Bebe yaitu mainan tidak edukatif, konsumtif, korban kapitalisme lah.*sigh*

Tapi saya percaya parenting sanggup 100% natural tapi lebih baik TIDAK. Membesarkan anak BUTUH teori pendukung.

Yaiyalah, kalau nggak pake teori pola realnya yaitu orang renta ngeyel yang keukeuh ngasih anaknya bubur padahal anaknya gres umur 2 bulan. Bengkak lah perut si anak, buburnya nggak sanggup kecerna semua. Operasi deh.

Dan heran aja sih sama orangtua zaman kini yang mengabaikan teori. Teori parenting zaman kini kan aksesnya simpel banget. Nggak kaya zaman orang renta atau nenek kakek kita dulu. Mereka mentok dapet teori parenting dari bidan atau posyandu kan.

Padahal teori parenting itu bikin hidup lebih simpel loh, beneran. Bikin hidup lebih hening alasannya teori tumbuh kembang anak itu sudah dipelajari bertahun-tahun. Tinggal pilih teori mana yang cocok untuk diterapkan dalam keluarga.

Contoh anak tantrum. Dulu anak tantrum akan dicap sebagai anak bandel, nggak tau aturan, ibunya nggak sanggup ngajarin, dsb. Ibunya pun akan ikut mendidih saat anak tantrum, karenanya anak dibungkam, diancam atau dipaksa diam. Harga dirinya hancur alasannya mengekspresikan diri dihentikan semenjak kecil.

(Baca: Tips Menangani Anak Tantrum di Tempat Umum)

Nggak heran kan banyak di antara kalian yang terlalu takut bersuara? Terlalu takut punya pendapat, terlalu takut ngeblog, terlalu takut beropini. Tanyakan pada diri kalian sendiri, apakah waktu kecil sering disuruh diam? Terlalu sering dibentak semoga tidak berekspresi? Mungkin jawabannya iya.

Karena tantrum yaitu sarana berekspresi bagi balita, beliau tidak tahu bagaimana caranya murka maka ia tantrum. Teorinya adalah, kita jaga dia, perlihatkan bahwa kita berempati dengan kemarahannya, peluk hingga ia kembali tenang. Sesederhana itu. Tidak perlu ada judge bahwa beliau sulit diatur atau ibunya kurang disiplin, yang perlu kita lakukan hanya menunggu.

Tapi kalau kalian keukeuh, "ya nggak lah, anak gue ya anak gue. Kalau berdasarkan gue beliau nggak tau aturan, maka beliau memang nggak tau aturan."

Sesungguhnya hal tersulit dari orangtua yaitu mendapatkan kekurangan diri sendiri. Menerima bahwa kita tidak selalu benar. Menerima bahwa anak mencar ilmu melalui dunianya, bukan dunia kita. Anak melihat sesuatu dengan pola pikirnya, bukan pola pikir kita. Kita pernah jadi anak, anak tidak pernah jadi kita.

Makanya saya bahagia kalau ada yang chat kemudian berdiskusi wacana anak. Tandanya kalian serius membesarkan anak, tandanya kalian tidak main-main dan ingin memberi yang terbaik untuk anaknya. Meskipun ya sebel sih kalau nanya-nanya padahal udah dikasih linknya dan nggak dibaca dulu. Baca dulu ya, punya anak itu kan pada dasarnya mencar ilmu hal gres setiap hari.

Coba kalau kita pikir ulang. Sebelum lahiran, baca teori wacana melahirkan, wacana ASI, wacana perkembangan janin, dll. Anak lahir mulai baca teori soal pompa ASI, wacana leap atau growth spurt, wacana milestones. Anak mulai makan kita pun mencar ilmu lagi soal MPASI, soal gizi, tiba-tiba masak, tiba-tiba ke pasar, ya kan? Itu semua teori kan?

Terus emang diterapkan semua?

Ya nggak lah, banyak juga teori parenting yang memang nggak saya baiklah atau saya lakukan. Tapi kan kalau nggak baiklah ya gampang, tinggalin aja. Pilih lah teori yang memang sesuai kata hati. Tapi tetep, BELAJAR DULU, cari tau dulu pilihan-pilihannya.

Makanya saya ngerasa beruntung banget punya saluran ke psikolog anak dari daycare Bebe. Kalau nggak begitu, kapan coba sanggup curhat full wacana anak kita sendiri ke psikolog anak, nggak akan pernah sih pastinya. Makanya kalau abis dari psikolog, saya niscaya share hasilnya di sini alasannya saya pengen kalian yang nggak punya saluran ke psikolog sanggup ikut tau juga. Semoga bermanfaat ya. :)

So that's pretty much it. Parenting, dan hal apapun dalam hidup, akan lebih simpel jikalau kita tahu ilmunya. Itu aja sih.

Selamat hari Rabu! :)

-ast-

Detail ►