Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri mengapa-resign. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri mengapa-resign. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Mengapa Resign

Lima tahun kerja di daerah yang sekarang, ternyata bikin kaget banyak banget orang waktu mereka tahu saya memutuskan resign.


Yang kaget pertama tentu pak Bos. Beliau ngomel seketika terus saya nangis di daerah lol. Hari pertama bilang mau resign, saya nggak boleh keluar dari ruangannya sebelum saya bilang “oke nggak jadi resign” gitu masa. Ya gimana mau nggak jadi sih orang udah tanda tangan kontrak di daerah baru.

Endebrei endebrei misah-misuh melarang, dijanjikan honor sama lalala, kudengarkan sambil sesenggukan dan ngumpel-ngumpel tisu di tangan, bolak-balik lap air mata. Akhirnya keluar ruangan dengan satu line “ok saya pikir-pikir dulu”.

YA KEMUDIAN 2 HARI GALAU. Kasian pak bos, kasian temen-temen, kasian ini dan itu. Untungnya geng sih support-support aja.

“Lo harus keukeuh lah, tegesin aja. Lagian pindahnya juga ke daerah yang lo banget, kenapa juga harus kerja di sini terus” ujar Jessicha yang dekat dipanggil machiko usai sebuah sesi makan siang ketika kami tinggal berdua di pantry.

IYA SIH. Kenapa coba saya jadi galau. Padahal harapan resign ini sudah digodok dan mendidih semenjak tahun lalu.

*

Throwback ke tahun 2013

Umur saya 24 tahun, sedang persiapan lamaran. Kerja jadi reporter yang kerjanya sehepi itu. Hepi banget hingga kaya nggak kerja. Nulis gosip udah lancar di luar kepala, jam 3 sore udah melipir makan Indomie tapi pulang kantor nggak mungkin jam 6. Kepagian bosss, masih rame kantornya hahaha.

Sampai suatu hari, 2 tahun sehabis jadi reporter, ditawarin kerjaan gres di media yang terang naik kelas wowwwww excited parah. Bos saya dulu (hai mas Han!) juga nggak mellow dan yang ikutan pukpuk “gue bangga” gitu hahahaha gue juga besar hati kok lol.

Dari sebelumnya satu gosip dapat saya selesaikan dalam 10 menit (nulis hingga publish), naik kelas ke kantor gres yang editornya banyak. Satu editor orang Indonesia, lanjut ke copyeditor bule-bule (HALAH), balik lagi ke editor bahasa Indonesia, gres dapat publish. Panjang perjalanan itu satu berita.

Apa saya nulis? ENGGAK LOL.

Dua tahun pertama saya manage satu situs K-Pop dengan 10 orang tim yang nulis gosip tiap hari, 3 di antaranya tinggal di Korea. Semuanya baik-baik aja hingga administrasi memutuskan ditutup dengan banyak sekali alasan. Semua tim saya di-cut dengan saya entah kenapa dipertahankan.

Ternyata bos pada masa itu maunya saya yang pegang akun socmed. Jadilah saya social media & community coordinator. Iya coordinator, saya belum remaja untuk dapet title manager. Maklum bukan startup ya yang kayanya simpel dapat kasih title manager lol.

Dipikir-pikir mengapalah saya yang pegang akun socmed, pengetahuan digital marketing saya 0 banget, tapi ya udahlah toh hidup tiap hari juga di socmed kan, saya berguru pelan-pelan. Ngunjungin satu-satu kantor socmed dan berguru ini itu banyak sekali.

SAMPAI LANCAR. Dilanjutkan dengan keluhan "kok hidup gini-gini aja sih?" #millennialsproblem

via GIPHY

*

“Hah kok resign? Dipikir betah di sini?” -- dikatakan oleh orang-orang kantor yang nggak deket-deket amat.

Saya awal-awal dapet pertanyaan itu beneran pengen banget nanya “emang gue keliatan kaya orang yang akan kerja di sini selamanya ya?"

Jujurlah, kalian yang kerja di media kaya saya, emang ada di antara kalian yang berpikir akan kerja di satu daerah SELAMANYA?

Dibilang betah ya betah BANGET lah. BANGET BANGET BANGET. Kalau nggak betah mah saya udah resign lah. Masa nggak betah tapi 5 tahun dan tidak pernah mengeluh, saya kan bukan tulang punggung keluarga. Mau nggak kerja juga bisa-bisa aja.

Kecuali kalau kalian PNS atau kerja di BUMN gres saya ngerti lah kalau kalian mikir akan kerja di daerah itu selamanya. Tapi kalau di daerah kerja dinamis kaya media, agency, gitu emang beneran ada yang mikir akan kerja di satu daerah selamanya?

Yakin kalian bukan yang punya kantor? HAHAHAHA.

Akhirnya saya jawab cantik sekali “iya lahhh udah 5 tahun di sini, gue kan mau liat dunia lain.”

:)

“Kok resign sih? Kok tega?” -- dikatakan oleh rekan seperjuangan lol maap gengs

IYA SIH RASANYA GUE KOK TEGA YAAAA. Tapi memang siapa yang menjamin KALIAN TIDAK AKAN RESIGN DULUAN? Belum ada anjuran yang sreg di hati aja kan? NGAKU! XD

Ini kan duduk kasus waktu aja siapa yang resign duluan. Yang resign lebih dulu akan dibilang kok tega. Yang nggak resign suatu hari juga akan resign atau pensiun.

Saya langsung sih memang belum memutuskan akan kerja di satu daerah selamanya, biarlah komitmen selamanya hanya untuk janji nikah (HALAH 2.0). Bukan alasannya yakni nggak betah atau apa, lebih ke cari pengalaman baru, cari teman baru, cari networking baru, cari tantangan baru, cari suasana baru. Masa seumur hidup taunya kerja gitu aja, kolaborasi dia-dia aja.

“Mungkin keliatannya nggak jelas, ngapain sih kok pindah ke publication yang lebih kecil. Tapi saya masih muda, umurku belum 30, saya masih ingin coba banyak hal, masih ingin kerja dengan banyak orang baru.”

Itu sepotong kata-kata saya ke pak bos via chat yang panjangnya dapat dibentuk satu blogpost alasannya yakni saya takut mewek lagi kalau ketemu ia dan memberi klarifikasi lol.

via GIPHY

Meski nggak niat kerja di satu daerah selamanya, bukan berarti saya juga jadi tipikal millennials yang 6 bulan sekali pindah kerja loh ya. Nggak lah, males. Buat yang ngejar honor tinggi mungkin iyalah, 6 bulan itu udah mulai cari kerja baru, 1 tahun pindah kerja, 1 tahun naik jabatan, 2 tahun honor uda berkali lipat.

Tapi saya nggak lah. Saya butuh daerah yang stabil alasannya yakni yaaa, udah nikah dan punya anak, yang terpenting yakni stabilitas nasional. Lima tahun cukuplah ya. Makanya saya pilih-pilih daerah kerja banget alasannya yakni mikir akan kerja di sana selama minimal 5 tahun!

Iya jadi bukan alasannya yakni ada yang nawarin gajinya tinggi, terus saya pindah. Nggak begitu sama sekali. Dari pertengahan tahun kemudian waktu saya sadar saya udah mau 5 tahun di Palmerah, saya udah mulai screening kira-kira kalau pindah ke mana ya? Yang saya yakin, saya udah nggak mau ngerjain digital marketing dan pengen balik nulis di redaksi. PENGEN BANGET KERJA NULIS LAGIII.

"Ya kan lo nulis juga di blog, dapet duit juga dari blog, kenapa harus resign coba," ya kenapa sih emangnya kalau pengen kerja nulis dan di blog nulis juga. Emang sesuka itu kok sama nulis hahahaha.

"Tar kalau kerja nulis juga jadi bosen loh. Ngeblog seru alasannya yakni hobi, kalau hobinya jadi kewajiban nanti jadi nggak seru lagi," kalau ngeblog nggak seru lagi ya udah sihhh. Kan saya masih punya hobi lain yaitu menggambar hahahahha. Nggak pusing amat, dapat diatur eymmm.

Pas banget ditawari kirim CV ke 2 tempat, keduanya jadi redaksi, dan memutuskan ambil anjuran kedua. Tempat pertama prosesnya sedikit lambat dan dalam perjalanannya saya tau kalau kerjanya sibuk banget hahahah. Susah euy kalau waktunya nggak fleksibel ya buibu. Bulan ini aja izin ke RS dua kali gara-gara Bebe sakit. Pakabar sih kalau kantornya nggak bolehin izin dan harus cuti terus-terusan huhu tak sanggup.

Makara untunglah ditawarin posisi di daerah kedua. Gaji daerah kedua sedikit lebih rendah tapi saya bersyukur dijodohkan dengan kantor yang ini alasannya yakni udah sering kerja bareng dan ya so far so good lah.

Begitu gengs. Segini udah panjang belum? Pengen lebih elaborate bab "hidup kok gini-gini aja" tapi lain waktu yaaa. Capek banget nih gres akibat pindahan dan besok kerja hari pertama. Yang masih ingin tau saya pindah ke mana, pantengin IG story ya! Besok saya stories deh pas nyampe kantor lol *SUNGGUH BERNIAT*

See you tomorrow!

-ast-

Detail ►

Adieu, 2018


Postingan pertama saya di 2018 berjudul "2018" WOW SUNGGUH OUT OF THE BOX BUKAN? -______-

And wow, now it's December 20 already. WOW! (JUST STOP SAYING WOW!)

Akhirnya Gambar Digital!

Selain gambar, hal besar yang terjadi tahun ini yakni resign dari The Jakarta Post. Kaya kurang jika bilang ini hal besar alasannya yakni ini HUGE. Ya lima tahun bolak-balik ke gedung yang sama hingga punya stall toilet favorit dan hafal detail bocel dinding di mana, gemeter banget sih harus memberanikan diri untuk bilang resign.

Ada takutnya tapi 80% excited alasannya yakni saya tau juga Mommies Daily kantornya se-friendly JP. JP friendly banget dengan bos yang super baik banget. Nggak pernah ributin cuti, nggak pernah masalahin apapun sepanjang kerjaan kita beres dan kita nggak punya duduk kasus sama orang lain. Kalau nggak baik gitu nggak bakal tahan 5 tahun nggak sih ahahahahaha.

Terus kenapa resign? BACAAAA: Mengapa Resign

Mengikuti kepindahan kantor, rumah juga pindah. Akhirnya nyoba tinggal di apartemen. Betah nggak betah dan kini sih tetapkan tetep lebih suka landed house KECUALI jika nanti kebeli apartemen beneran, bukan subsidi hahaha. Karena duduk kasus saya sih bukan ingin menjejak tanah alasannya yakni toh saya juga jarang ke luar rumah. Tapi alasannya yakni berisik banget.

Berisik lah bentuknya kaya perkampungan gitu kan. Plus tengah malem bahkan dini hari harus terbiasa denger bunyi lift "TING!" Menandakan ada orang gres pulang. Living in a tiny apartment with thousands of neighbours is a whole new experience. Namanya "orang daerah" tinggal di Jakarta yesss? Nggak punya landed house di tengah kota HAHAHA.

Baca pengalamannya di sini: Pengalaman Tinggal di Apartemen

Tahun ini juga buku kami terbit YASSSS. Buku ini ngerjainnya sih perfeksionis ya tapi urusan marketingnya kurang ambisius sih jadi ya entahlah males aja promonya hahahaha. Nggak bikin launching fancy, mau bikin book talk juga males ihhh, ya pada dasarnya bikin buku perihal parenting: achievement unlocked. UDAH GITU DOANG LOL.

Itung-itung nambah pengalaman nerbitin buku aja alasannya yakni jika anda bukan Dewi Lestari atau Tere Liye kan nggak mungkin kaya raya dari buku ya. Oh bukan, bukan mematahkan semangat loh buat kalian yang mau nulis buku. Harap maklum aja kelas pekerja kaya saya gini kan realistis aja ya pengennya kaya HAHAHA. Berkarya kemudian kaya wtf.

Cerita perihal buku dapat dibaca di sini: DI BALIK LAYAR SUSAHNYA JADI IBU
WAH BENER-BENER NIH. Liatin satu-satu archive blog gres sadar banget jika saya lewatin banyak hal besar banget tahun 2018 ini. Kalau nggak ditulis sih bye aja bakalan lupa. Kenapa sekaget ini alasannya yakni TAHUN INI SEMPET KE RUMAH PAK HABIBIE!

Salah satu highlight tahun ini banget so happy!

Nggak kebayang seumur hidup dapat ketemu Pak Habibie. Untuk ketemu aja nggak kebayang alasannya yakni meski jurnalis, sini kan ogah pegang desk pemerintahan. Lha ini bukan lagi ketemu TAPI TUR KE RUMAHNYA. Bangga sekali sama diri sendiri! Biar aja malu-maluin!

Meskipun itu dalam kondisi batuk alergi parah dan pulangnya lemes banget ke kantor JG kemudian pribadi ke UGD. Tak apa ke UGD yang penting udah ketemu Eyang Habibie luvs!

Kaya apa rumahnya? Masa belum baca? BACA DULU! Cerita dari Rumah Eyang Habibie & Ainun

Then life was getting so much busier.

Karena bertekad tahun ini harus dapat swipe up di IG story (duh receh maap). Ngotot banget alasannya yakni saya tuh sebenernya lebih suka nulis blog, tapi gemes alasannya yakni nggak dapat share di Instagram. Makara mau nggak mau ya harus dapat swipe up kannn.

Akhirnya menjadi ambisius dan sharing di IG story seminggu dapat 2-3 kali. BISA DEH SWIPE UP! Malah kini udah 15k followers ya ampun makasih yaaa kalian semua yang bersabar membaca stories akuuuu!

Karena merasa bisa, kesannya tahun depan maunya 50k followers. Biar apa sih? Ya agar sekali share itu yang baca banyak! Baru sadar selain nulis, passion saya yang lain itu sharing.

Iya seneng banget sharing dalam bentuk apapun. Nulis ayo, jadi speaker ayo, kulwap ayo, apapun lah! Makanya seneng banget jika diajak jadi pembicara atau bikin video. Dan makanya juga ahad kemudian ikut kelas public speaking. Nulis udah (ngerasa) baiklah ya skill ngomong juga harusnya diasah dong agar dapat sharing terus!

Cerita kesibukan final tahun dapat dibaca di sini: I Had The Busiest Week Ever

Terus tahun ini thank God dapat liburan. Liburan nekat sih sebenernya alasannya yakni masih money conscious banget. Masih ati-ati belanjain uang alasannya yakni selain nabung buat sekolah, juga pengen beli HP gres HAHAHAHA.

Cerita liburannya ini lho: Seharian di Legoland Malaysia
Speaking of beli-beli, (jarang banget bahas ginian tapi siapa tau jadi motivasi ya) seneng banget tahun ini dapat beli Macbook Pro cash setelah 3 tahun terakhir nulis di resolusi pengen Macbook Pro hahahaha. Hati rada mencelos jatuh dikit sih pas gesek debit cardnya tapi saya jadi bener-bener produktif banget. Lancar segalanya alasannya yakni laptopnya lancar hahaha.

Sisa-sisa belanja lainnya mari tidak perlu dibahas alasannya yakni saya suka sakit kepala jika mikirin uang ilang jadi barang. Anehnya jika ilangnya alasannya yakni makan suka nggak dipikirin. Kan ada yang orang yang "mending jadi barang lah!" Sori aja sih, saya mending gembel tapi makan enak. Makan yummy bikin bahagia. Huhu.

Seneng banget juga tahun ini dapat ulang tahun me time di Bali (karena sambil liputaaannn). Ulang tahun sambil liat sunrise sendirian dan bersyukur dapat ada di sini sekarang. Bersyukur untuk segalanya, untuk hidup yang lebih nyaman, untuk keluarga yang sempurna, untuk pikiran yang sedang baik-baik saja.

So 2018, I bid you adieu.

-ast-

Detail ►

When It's Only Jg & Ast #155 - #157


HALOOOOO!

Kalau kalian fans saya (HALAH MAAP HALU, OKE RALAT), bila kalian follow dan rajin baca postingan saya di sini dan di social media niscaya udah tau dong bila saya pindah ke Mommies Daily. KLIK DULU LAH BACA-BACA APA KEK GITU. *maksa*

Nah menyerupai yang sudah terduga dan sudah kuperkirakan sebelumnya, saya jadi males amat nulis blog HAHAHAHAHA. Karena ya dulu nulis blog untuk mengakomodir hobi nulis yang tidak dapat lagi dilakukan di kantor. Di kantor sebelumnya, posisi terakhir saya social media & community manager yang mana ya nggak nulis sama sekali, kerjaannya lebih ke digital marketing dan analisis gitu.

Terus saya tak tahan dan bertekad kantor selanjutnya harus balik ke redaksi kan alasannya pada dasarnya ya seneng aja bikin konten tanpa perlu mikirin amat harus berapa yang baca lol. Ya udah jadi posisi kini ialah Senior Editor yang mana masih nulis-nulis dan liputan-liputan lah paling seminggu sekali. Senang yaaa!

Hidup emang butuh refreshing eym, sebelumnya yang dibahas politik terus, kini tiba-tiba nulis parenting dan beauty kan apa namanya bila bukan refreshing?

(Baca dulu lah kisah resign di sini: Mengapa Resign)

Jadilah selama 5 tahun di sana saya rajinnnnnn banget super nulis blog. Sekarang kerjanya udah nulis mah boro-boro inget punya blog hahahahaha. Intinya apa? Intinya males nulis blog tapi kasian amat bila nggak di-update jadi ayo update kisah receh masa kini. Meskipun cuma 3 kisah alasannya yaaa ... males nulis. *tetep*

#155

Ada kucing melahirkan di atap garasi. Ternyata dari atap garasi ke para (rongga di antara langit-langit dan genteng atau biasa disebut para oleh orang Sunda) itu ada lubang kecil! Masuk deh mereka lari-larian di atas langit-langit ruang tamu dan kamar. Kan ganggu ya. Saya kesel banget alasannya takut kucing. Tapi JG kalem aja alasannya katanya nanti bila udah gede juga pergi sendiri.

Saya: "Itu kucing kapan pergi?"

JG: "Udah pergi tau"

Saya: "Apaan belum!"

JG: "Udah pergi tapi balik lagi"

Saya: "Kenapa balik lagi segala?"

JG: "Ya alasannya mereka mudik kan mereka punya hometown, rumah ini"

T__________T

*

#156

Percakapan sebelum tidur.

JG: "Be, bila kau nanti tinggi, kau harus main basket ya!"

Saya: "Apaan ih kok ngeharus-harusin anak"

JG: "Ya terserah Bebe sih tapi masa kaki tinggi main kelereng?"

OKEFAIN

*

#157

Keshallowan di pagi hari. Selayaknya kehaluan lainnya yang pernah saya ceritakan di sini: Halu-Halu Orangtua Baru

Saya: "Sayang, Bebe kok terlalu lucu ya? Jangan-jangan beliau bukan anak kita? Ketuker kali di rumah sakit? Masa anak kau selucu ini sih?"

JG tersinggung: "HEH, AKU LIAT SENDIRI YA DIA KELUAR DARI SITU (menunjuk vagina) TERUS AKU LIAT SENDIRI JUGA DIA DIMASUKIN DI BOX AKUARIUM. BENER KOK YANG INI ANAKNYA"

Saya: "Yakin? Kan harus ngeprint dulu namanya buat gelang? Berarti ada momen bayi-bayi ini sempet nggak pake gelang dulu dong?"

JG: "GELANGNYA NGGAK DIPRINTTTTT. NAMA BEBE DITULIS TANGAAANNNNN"

TERNYATA DI-PRINT!

HAHAHAHA. Tapi ternyata yang di-print nama saya doang sih lol (kayanya sih nggak yakin juga). Kita percayakan saja pada JG yang melihat Bebe keluar sendiri ya! XD

-ast-

Detail ►

Tentang Skill, Hobi, Dan Uang

Sejak mulai upload hasil gambar di Instagram, bukan sekali dua kali saya ditanya rate untuk ilustrasi. Selalu saya jawab tidak terima order gambar alasannya … beberapa alasan yang males aja bila harus dijelasin eksklusif ke orangnya hahahaha.



Ada yang minta tolong desain souvenir anak ultah, ada yang pengen dibikinin logo, ada yang mau dibikinin konten aja buat IG. So far gres pernah ngerjain buat satu orang, temen SMA-nya JG.

Pertama, alasannya tau beliau nggak bakalan ngasih brief repot. Kedua, anaknya lucu bangetnya jadi gambarnya gampang. Tinggal dibikin cute, udah niscaya ibarat HAHAHA.

desain souvenir ultah buat temen Sekolah Menengan Atas JG

Tapi bila harus ngerjain buat orang lain, apalagi direquest ini dan itu. SAYA MALES.

Sejujurnya awal berguru gambar saya mikir juga lho. Wow sanggup jadi sumber pemasukan gres ya. Karena waktu itu nggak tau rate ilustrator itu berapa sih. Baru waktu nulis buku “Susahnya Kaprikornus Ibu” saya gres tau bila rate gambaran itu semurah itu!

Padahal kami pake Frans yang udah punya ciri khas, gambarnya udah cukup “mateng” lah berdasarkan saya. Saya udah follow beliau sebelum nulis buku. Begitu tau harga yang ditawarin sama penerbit dan Frans oke-oke aja, saya dan Gesi beneran shock.

Saya nggak sanggup bilang nominalnya, tapi beliau ngerjain gambaran SATU BUKU FULL itu hampir setara dengan rate satu foto saya di feed Instagram.

T_____T

Ngobrol sama Nahla yang udah duluan nyoba ambil job ilustrasi, kata Nahla ya memang begitu. Kecuali kita udah ngetop banget. Daannn, jumlah followers juga sanggup jadi salah satu indikator nentuin harga. BISA JADI LHO YA BUKAN PASTI. Iyalah kecuali emang karyanya Istimewa nyerempet jenius gitu.

Ya di mana-mana begitu ya, jadi blogger, jadi MUA, jadi ilustrator, makin banyak followers Instagram, BISA JADI salah satu faktor untuk naikin harga.

Karena jatohnya bukan cuma skill doang tapi skill plus promosi kan. Skill boleh oke, harga sekian. Tapi ada orang yang skillnya kurang dikit dari beliau tapi followers Instagram 50ribu, harga sanggup jadi 2 kali lipat alasannya niscaya ikutan dipromoin di IG kan.

IG IS LYFE.

Belum lagi ilustrator itu banyaaakkk banget. Banyak yang udah sebagus itu lukisannya dan terima order gambar satu kepala cuma Rp 50ribu aja. Kaprikornus standarnya emang awut-awutan banget. Kaya JG kemarin cerita, bos di kantor resign, dikasih souvenir kolase foto ukuran A1 (4 kali A3), udah pake frame cuma Rp 250ribu aja harganya. Mikirin effort yang dihargai Rp 250ribu itu. T______T

Buat orang yang memang kerjanya full time di situ mungkin ya harga segitu oke-oke aja. Tapi buat saya, yang masih kerja full time dan bergaji, dengan skill yang cuma segini, dengan waktu yang terbuang, dengan mengukur asumsi berapa saya mau dibayar dan berapa orang lain mau bayar untuk gambar saya, ambil job gambar itu nggak worth it. There I said it.

Kemudian saya ganti mindset.

Waktu awal gambar, saya pake gambar untuk melarikan diri dari persoalan anxiety. Saya berguru setiap hari tanpa upload di mana-mana, tanpa peduli omongan orang. Mindset saya ialah gambar sebagai pelarian dari hidup. *halah*

(Baca: Mengapa Menggambar?)

Kemudian ngerasa sanggup nih, berguru gambarnya udah mulai pake mindset jualan “eh nanti bila terima order mau kaya gimana ya?” Mulai nanya-nanya pricelist ilustrator ngetop dan tetep shock alasannya ya saya maunya segitu bayarannya TAPI SAYA SIAPAAAHHHH?! Di bawah itu nggak mau alasannya ah udalah mending bobo siang. Mikirin harus gambar dan diatur orang (lewat brief) aja saya udah stres duluan.

Akhirnya saya sadar dan punya mindset gres yang mencerahkan dan menenangkan. Yaitu: bila punya skill atau hobi itu NGGAK HARUS dijadikan uang lho!

Apa alasannya kita negara berkembang yang rakyatnya banyak yang kekurangan uang apa gimana sih, alasannya sering banget saya dapet DM atau komentar “jual aja, kak” atau “gambarnya dibikin merchandise niscaya laku, kak” atau "sayang banget sih nggak dijual" dan saya jadi MERASA ohiyaya kok saya goblok amat, kenapa punya skill tapi tidak dijadikan uang?

PADAHAL NGGAK SEMUA HAL PERLU DIJADIKAN SUMBER UANG! Ya kecuali kau nggak punya sumber uang sama sekali.

Maksudnya bila kau masih punya kerjaan, punya side job, punya skill gres itu NGGAK HARUS dijadikan lagi sebagai sumber penghasilan. Iya sanggup nambah uang tapi kan nambah uang itu nggak harus selama penghasilan utama masih cukup.

Iya dong, kenapa harus sih? Nggak semua orang harus menghabiskan seluruh waktunya untuk cari uang kan? Yang penting cukup aja. Yang penting nyaman aja.

Sejak mikir gitu saya gambarnya jadi santai banget. Saya nggak mikirin orang lain lagi dan saya sanggup bilang, gambar itu hobi. Untuk sementara, hingga detik ini, saya belum mau menjadikannya sebagai sumber penghasilan lain. :’)

Poinnya apa?

Poinnya saat kau cari hobi gres yang tujuannya memang untuk nambah skill dan menghabiskan waktu luang, jangan dulu mikirin uang. Jangan dulu mikirin monetisasinya gitu lho. Nggak perlu-perlu amat dipikirin. Kecuali memang tujuannya untuk cari uang, ya dipikirin aja itu mah dari awal bakal pake business model kaya apa.

Iya ngerti, kerjaan paling menyenangkan ialah hobi yang dibayar. Tapi nggak ada salahnya juga punya hobi yang tidak dibayar dengan uang, bayarannya hanya kepuasan pribadi. Karena bila tujuannya bukan uang, kita bikinnya akan pake hati banget TANPA mikirin pendapat orang lain. Fulfilling. :)

Kaprikornus buat kalian yang gres mau coba blogging, jahit, gambar, apapun itu, tentukan tujuan dari awal. Kalau memang tujuannya mau monetize, sekalian aja bikin mau diuangkan ibarat apa. Kalau tujuannya mau relaksasi, santai lah, nikmati setiap prosesnya.

Kalau dalam perjalanannya ternyata suka dan MUNGKIN untuk dijadikan sumber keuangan, ya nggak persoalan juga. Jalani aja.

Gitu aja sihhhh. Skill, hobi, dan uang, sanggup jadi saling berafiliasi dan sanggup jadi tidak. Suka-suka aja ok!

Demikian.

-ast-

Detail ►