Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri mengajarkan-gender-pada-balita. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri mengajarkan-gender-pada-balita. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

#Sassythursday: Catcalling



Iya, ini terinspirasi oleh post mas Arman Dhani di bawah soal pengalaman paling merendahkan yang dialami wanita di jalan. Membacanya saya sedih, duka sekali.



Hampir 5 tahun di Jakarta, saya tidak naik kereta, naik angkot pernah beberapa kali, naik Kopaja gres 2 kali. Iya sih naik TransJakarta dulu tapi bukan rutinitas (sesekali saja alasannya ialah kost deket kantor). Jarang sekali jalan sendirian, niscaya bersama sobat alasannya ialah saya penakut.

Baca punya Nahla:

Mungkin terakhir saya di-suit-suiti orang itu dikala Sekolah Menengan Atas alasannya ialah Sekolah Menengan Atas saya akrab pasar, catcalling jadi menyerupai sudah biasa. Malah terparah dikala ada exhibisionis pamer kemaluan di depan siswi-siswi yang lewat. Saya tidak di sana tapi teman-teman saya ketakutan sekali, mereka melapor pada guru.

Saya juga pernah mau pergi les berdua dengan sobat saya, wanita juga. Turun dari angkot, saya dan sobat saya masih harus berjalan sekitar 500 meter menuju tempat les. Padahal jalan ramai, tiba-tiba kami "dikepung" oleh mungkin sekitar 10 - 15 anak Sekolah Menengan Atas lain. Kami tidak kenal mereka, mereka bukan siswa tempat les kami.

Semua laki-laki. Mereka tidak menyentuh namun mereka berjalan bersama kami dan tertawa-tawa mengintimidasi. Mengobrol seolah kami tidak ada di tengah-tengah mereka.

Mereka benar-benar ada di sekeliling, jalan cepat pun tidak sanggup alasannya ialah beberapa orang sengaja berjalan lambat sangat akrab di depan kami. Pasrah, mau berlari pun sudah lemas duluan. Saya dan sobat saya saling menggandeng tangan kuat-kuat alasannya ialah sungguh takut sekali. Takut salah satu di antara kami ditarik pergi. 😣

Tapi menjelang tempat les yang sangat sangat ramai dan banyak orang yang kami kenal, mereka perlahan menjauh. Sampai jadinya tau-tau kami berjalan berdua lagi. Teman saya sudah hampir menangis, saya pun shock berat alasannya ialah tidak sanggup mencerna tadi itu maksudnya apa. Kenapa kami diperlakukan menyerupai itu?

Bertahun-tahun kemudian saya gres sadar bahwa oh mungkin mereka hanya iseng. Melihat dua wanita berjalan kemudian ingin menunjukkan power, ingin mengintimidasi. Entah apa yang didapat dengan melaksanakan hal tersebut. Bangga mungkin? Senang? 😕

Makara yah, pengalaman saya direndahkan di jalan sudah usang terjadinya. Karena kebetulan tempat rumah saya kini Islami sekali. Ada yang nongkrong di warung tapi berbaju koko dan sarung, sekadar mampir pulang salat di mesjid. Panitia 17 Agustusan pun dress code-nya tetap baju koko. Makara jikalau jalan sendirian, tidak ada yang catcalling juga.

Saya juga bertanya pada JG dan berdiskusi soal point of view beliau soal catcalling ini. Pertanyaan saya yang paling utama "kenapa harus suit-suitin cewek sih?". Kata JG "nggak tau ya, saya nggak pernah suit-suitin cewek di jalan tapi mungkin alasannya ialah mereka menganggap cewek yang lewat itu cantik."

Kemudian saya sebel banget alasannya ialah masa alasannya ialah elok doang sih! Dan JG tetep beropini "serius deh, jikalau nggak dianggap elok nggak akan dipanggil-panggil kok."

Duh tapi alasan "cantik" itu sungguh sangat sialan sekali alasannya ialah elok kan duduk perkara selera. Kalau itu alasannya pantas saja apapun bajunya, terbuka atau tidak, disuit-suitin mah tetep ya kan? Pantes jilbab sudah lebar, baju sudah longgar pun tetap disuit-suitin "assalamualaikum bu haji". 😠

Ada juga yang beralasan "ceweknya yang minta disuit-suitin" what! Itu serendah-rendahnya pria banget, beranggapan mereka sedemikian gampang tergodanya hanya alasannya ialah itu cewek dianggap cantik? Dan mereka berharap itu cewek gembira gitu disuit-suitin? Rendah sekali harga perempuan!

Makara harus bagaimana? Apa wanita harus menutup diri hingga wajah? NO! Laki-laki yang harus diajari menghargai perempuan.

Mungkin ini jadi terdengar klise alasannya ialah aneka macam yang bilang demikian kan, tapi memang benar! Kita terlalu sibuk meminta anak wanita kita menjaga diri hingga lupa bahwa anak pria kita harus diajari untuk menjaga perempuan. Untuk menghargainya, untuk tidak pernah merendahkannya.

Saya sendiri merasa demikian, mungkin alasannya ialah stigma yang terlalu berpengaruh menempel saya sering sekali berpikir "kayanya jikalau anak gue cewek, gue sanggup jantungan, untung anak gue laki." Karena saya berpikir jalanan sungguh tidak kondusif untuk perempuan.

Padahal punya anak laki-laki, peer besarnya ialah bagaimana beliau sanggup mengerti kiprahnya sebagai pria dan ini harus ditanamkan semenjak kecil. Bahwa tidak main garang dengan ibu, tapi boleh dengan appa. (main garang = gulat atau tindih-tindihan).

(Baca: Mengajarkan Gender pada Balita)

Yang paling penting juga adalah, bagaimana nanti Bebe harus melihat wanita equally. Dia dihentikan melihat wanita sebagai kaum kelas dua yang kerjanya hanya masak di rumah. Dia harus sanggup masak, harus sanggup melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dulu selalu disebut sebagai "pekerjaan perempuan".

Cara terbaiknya ialah dengan memberi contoh. Sampai kini Bebe mengasosiasikan masak dan ke pasar itu ialah kiprah appa, bukan ibu. Dia tau ibu sanggup masak alasannya ialah sering main masak-masakan sama saya tapi jikalau ada orang masak beliau selalu bilang "masak menyerupai appa". Itu teladan yang paling kecil sekali.

Berikut-berikutnya ya saya selalu menekankan hal-hal apa yang dihentikan dilakukan pada perempuan. Selalu saya tes dengan nama teman-temannya di daycare, apakah si A perempuan? Apakah si B laki-laki? Dia mulai sanggup membedakan bahwa teman-temannya yang pria lebih suka lari-lari sementara temannya yang wanita lebih suka memeluk boneka. Hal-hal menyerupai itu.

Mengapa dari usia sekecil ini? Karena saya takut terlambat. Berita anak SD sudah mengerti memperkosa menyerupai itu sama sekali tidak masuk pada budi saya, tapi itu terang jadi alarm bahwa tidak perlu menunggu usia tertentu untuk mengajari anak pria menghargai anak perempuan.

(Baca: How are we gonna raise our kids?)

Kembali ke catcalling, sungguh saya tidak melihat solusi instan dan urusan ini. Pendidikan harus merata, pengangguran harus diberantas jadi tidak banyak yang nongkrong tidak terang di pinggir jalan. Pendekatan agama juga seharusnya sanggup menjaga.

Katanya sanggup dilaporkan ke polisi, oh tentu lapor saja sih bisa. Ditindaklanjuti tidak? Belum tentu, lha wong kecopetan atau kemalingan di tempat kos aja entah tidak lanjutnya bagaimana. Apalagi catcalling, dianggap serendah-rendahnya harassment. But still, it's a harassment.

Kita harus bagaimana? Ada yang punya ide? Atau ada yang mau bercerita pengalaman catcalling juga? Komen di bawah yaaa.

-ast-

BTW Nahla lagi ikut competition. Dia bikin video soal bagaimana hidupnya harus sanggup di-switch jadi 6 peran. NONTON YA! Makasih banget jikalau sekalian mau like, komen, dan share!

Detail ►

Sex Education Untuk Balita

Kemarin saya buka question box di IG dan banyak yang request topik sex education untuk balita. Surprise alasannya yakni mikir “oh iya ya emang nggak pernah nulis soal ini di blog”.



Padahal banyak banget sih yang dapat diceritain. Terakhir saya bahas soal edukasi seks untuk balita itu gres sekadar mengajarkan perbedaan pria dan perempuan. Dan itu udah tahun 2016 lho, Bebe umurnya masih 2 tahun!

Postingannya dapat dibaca di sini: Mengajarkan Gender pada Balita

Sekarang, 2 tahun kemudian, pembicaraan soal seks kami udah makin advance sih kecuali satu yang Bebe belum tanya dan saya masih deg-degan jawabnya: Gimana caranya sperma ketemu sel telur?

Belum nyampe otak Bebe ke situ dan tiap di buku ada kalimat itu saya skip dulu. Kaprikornus hingga kini beliau masih mikir jikalau bayi itu puff! muncul begitu saja di perut. Saya BELUM ceritakan soal caranya alasannya yakni anak seumuran Bebe masih dongeng segala hal ke temen-temennya di sekolah tanpa filter kan.

BENER-BENER KARENA INI.

Triggernya alasannya yakni sempet ketemu dan ngobrol santai sama psikolog di sebuah event. Dia dongeng ada ibu-ibu di sekolah anaknya (udah kelas 6 SD) yang komplain alasannya yakni anaknya diceritain soal proses pembuahan sama temennya di sekolah. Anak itu ceritain gimana caranya sperma ketemu sel telur dan dapat jadi bayi, which niscaya dong ada kata-kata penis masuk ke vagina.

Si ibu merasa dongeng itu too much buat anaknya, doi panik, dan KOMPLAIN KE SEKOLAH. Terus yang salah alhasil ibu yang jelasin soal proses pembuahan ke anaknya. Iya jadi beliau yang salah, padahal anaknya udah kelas 6 SD juga. Emang masuk akal nggak sih jikalau kelas 6 SD udah mempertanyakan gimana dapat sel telur ketemu sama sperma. Lha si Bebe aja gres 4 tahun udah ingin tau banget soal bayi dalam perut. -______-

Saya sadar saya bener-bener sangat berpotensi jadi ibu si anak yang menceritakan proses pembuahan itu. Akhirnya saya rem dan hindari dulu bab itu mungkin hingga Bebe SD. Atau mungkin hingga beliau dapat “jaga rahasia”. Sampai beliau dapat dibilangin “tapi jangan dongeng ke temenmu ya, agar mereka diceritain ayah ibunya juga”. Sekarang terperinci belum bisa. Sekarang mah apa juga beliau ceritain ke temen sekolah kok.

Sekarang saya mau menjelaskan cara edukasi seks untuk Bebe di umur 4,5 tahun. Saya tahu cara ini mungkin terlalu ekstrem untuk sebagian dari kalian. Tapi saya nggak mau ambil risiko sih. Semakin gede, rencananya sih akan blak-blakan aja soal semuanya. Apapun yang beliau mau tanya, beliau boleh tanya dan saya akan jawab. Memang ini sungguh sebuah tekad.

Mungkin jikalau udah remaja beliau dapat jadi risih, mungkin malu, tapi harus kami duluan yang ngasih tahu beliau sebelum beliau tahu sendiri, tahu dari orang lain atau bahkan coba sendiri. Harus kami yang ngasih tahu beliau soal proses seks, risiko, nilai yang dianut, dan segalanya. Nggak dapat guru, nggak dapat orang lain.

Sudah siap belum ibu-ibuuuu?

(Dulu pernah juga nulis sekilas: Pendidikan Seks untuk Anak)

Rasa aib level 2

Kalau secara teori kan usia balita itu cuma memperkenalkan nama kelamin dengan nama bergotong-royong (penis dan vagina!) dan mengajarkan rasa aib aja. Itu tentu sudah.

Di level 1, rasa aib hanya diajarkan sekadar dihentikan telanjang di luar kamar dan kamar mandi. Ini dapat diajarin dari sebelum 2 tahun banget sih.

Kalau kini di level 2 (HALAH NGARANG LHO INI LEVELNYA) beliau udah otomatis aib sendiri. Bahkan saat sepupu-sepupunya hambar aja buka baju sebelum mandi di luar kamar mandi, Bebe tetep teguh pendirian. Dia cuma buka baju di kamar mandi, pakai handuk keluar kamar, dan hanya mau pakai baju di kamar.

Rasa aib ini emang harus dibiasain dari kecil banget sih. Mengasah wacana privasi dan private parts juga jadi lebih gampang.

Tentang private parts

Speaking of privacy and private parts … ini yang paling bikin deg-degan sih alasannya yakni banyak info pedofil. T_______T Saya brainwash banget jikalau yang boleh pegang penis dan pantat Bebe cuma ibu, appa, miss di sekolah, dan nini (kalau di Bandung mandi seringnya sama nini soalnya).

Ini diulang-ulang banget setiap kali inget. Saya juga tanamkan jikalau private parts itu bukan cuma penis dan pantat. Kalau tidak suka pipinya dicolek orang nggak dikenal juga beliau boleh marah.

Iyalah boleh marah. Aneh deh kenapa nyolek pipi anak kecil orang lain itu dianggap masuk akal ya?

Lha kita emang suka tiba-tiba pipinya dicolek strangers? Kan nggak! Kalau kita nggak suka ya jangan lakuin itu juga ke anak kecil alasannya yakni ya LO SIAPA JUGA COLEK-COLEK. IH.

Mandi bareng

Saya mandi bareng banget sama Bebe dari beliau bayi alasannya yakni seru aja. Selain itu efektif juga jikalau emang di rumah cuma berdua sama Bebe. Tapi masuk 3 tahun, saya stop mandi bareng.

Selama 3 tahun itu kami mencar ilmu banyak hal banget wacana anatomi tubuh. Tentang wanita tidak punya penis dan punyanya vagina. Laki-laki tidak punya payudara dan wanita punya.

Awalnya berhenti mandi bareng agar Bebe nggak liat nenen sih. Kasian kan abis weaning, masih harus liat nenen hahahaha. Lama-lama sekalian aja saya bilang alasannya yakni sudah besar jadi tidak mandi bareng ibu lagi. Kebetulan momennya pas dengan “kedewasaan” Bebe: weaning, masuk sekolah, berhenti screen time di weekdays, stop mandi bareng.

(Baca proses weaning Bebe: Menyapih Diri Sendiri)

Tapi sama JG sih masih banget hingga kini beliau mandi bareng. Lama-lama kebentuk sendiri juga soal ini. Di mall udah jarang mau ikut ibu ke toilet wanita jikalau nggak terpaksa. Dia protes “aku laki-laki, saya nggak mau ke kawasan perempuan”. Fine! *loh kok ngegas*

Jelaskan semuanya dengan JELAS dan BENAR

Dimulai dari awal banget yaitu penis dan vagina diakhiri dengan ... JANGAN NGELES!

Sama saya sih Bebe bahas apapun alasannya yakni saya nggak pernah awkward. JG tuh masih suka awkward hahahaha. Kalau beliau nanya ke JG dan JG jawabnya bingung, ya saya yang jawab aja sih. Bukannya TIDAK dijawab.

Intinya kami nggak mau bikin pembahasan soal kelamin yakni sesuatu yang tabu. Jelasin bayi lahir alasannya yakni baca buku soal bayi. Ya tunjukkin aja.

“Ini vagina saya kan ya (tunjuk vagina di luar celana). Rahimku di sini (tunjuk posisi rahim), kepala kau ada di bawah sini ya udah terus kau keluar deh dari vaginanya.”

Sesuai ekspektasi beliau nanya “tapi kepala bayi kan besar, vagina kan kecil?”

Saya kasih lihat aja video gentle birth atau water birth sambil dijelasin jikalau rahim dan vagina itu lentur dan kepala bayi belum keras kaya kepala kamu, bisa-bisa aja keluar dari vagina. Jelasin juga ada yang anaknya lahir lewat operasi juga, nggak semua anak keluar dari vagina.

Kenapa videonya harus water birth atau gentle birth, alasannya yakni ibu-ibu yang gentle birth kan kalem-kalem amat ya. Nggak jerit-jerit, jadi nggak mengerikan sama sekali.

Manusia itu mamalia

Ini proses menormalkan proses kelahiran sih. Child birth sering dianggap mengerikan alasannya yakni melibatkan darah kan. Bebe kebetulan udah tau mamalia dan jenis-jenis hewan, saya tinggal bilang aja insan itu mamalia. Manusia melahirkan dan menyusui menyerupai mamalia lainnya.

Kemudian weekend itu kami binge watching semua mamalia melahirkan. Sebut aja binatang apa, kami udah lihat hampir semua binatang mamalia melahirkan. Demi menormalkan proses kelahiran!

Sampai kini Bebe menganggap melahirkan itu hal normal aja. Nggak tabu, nggak malu-malu, nggak aneh. Tetep pake tambahan yang dapat melahirkan itu orang besar ya!

Beri batasan

Batasan ini gres saya kenalkan sehabis pembicaraan dengan psikolog itu. Langsung “dheg” gimana jikalau di sekolah Bebe dongeng soal bayi keluar dari vagina ke temennya dan ibu temennya freak out. HUAAA PANIK.

Sekarang Bebe diwanti-wanti hanya boleh bicara soal penis dan vagina di rumah dan di sekolah. Jangan teriak di mall gitu. Alasannya adalah, ngeliatin penis kan aib maka diteriakin juga malu. Ngeliatin penis ke ibu kan nggak malu, diomongin ke ibu juga nggak malu.

FYUH.

Kalau kalian yang justru panik atau risih liat vagina orang lain sih gimana yaaaa. Bingung juga. Balik lagi saya nggak liat itu secara seksual sih, murni edukasi aja. Saya sama sekali nggak terganggu liat ibu-ibu telanjang, topless, water birth dengan vagina divideoin.

Sama menyerupai saya nggak terganggu liat lumba-lumba atau panda melahirkan. Terserah lah jikalau abis ini malah salah fokus dan bilang: insan kok disamakan dengan binatang. TERSERAH. Bodo amat.

Saya sendiri ya nggak bakalan lah bikin video water birth fokus ke vagina kemudian di-upload gitu. Tapi saya nggak pernah memaksakan standar saya untuk orang lain. Malu dan tabu kan berdasarkan kita. Kalau berdasarkan orang lain nggak malu, nggak apa-apa banget. Malah banyak yang menganggap video semacam itu empowering woman. Woman can do anything!

Kalau kalian ngerasa ini terlalu ekstrem dan tetep nggak mau liatin proses lahiran alasannya yakni menawarkan kelamin orang lain, kayanya kalian harus tanya pemuka agama deh sebaiknya gimana jelasinnya. Kalau saya sih nggak mau pake kata-kata “nanti jikalau udah gede juga kau tau” alasannya yakni wow terlalu berisiko.

Prinsipnya jikalau beliau udah nggak penasaran, beliau nggak akan cari tahu sendiri diam-diam. Kalau soal seks yang dianggap tabu dari yang tertabu aja udah terbuka, semoga hal lain juga beliau mau selalu cerita.

Dan kami, orangtuanya harus jadi orang pertama yang beliau tanya untuk apapun. APAPUN. Bahwa ia akan selalu diterima di rumah, apapun kondisinya. Bahwa ia akan selalu anak kami, apapun alasannya. *mulai mellow* T_______T

Gitu sih. Kalian gimana ngajarin soal seks ke anak?

-ast-

Detail ►

Hal-Hal Yang Berubah Sesudah Pilkada Dki


Halo! Lama nggak nulis #SassyThursday dan sekalinya nulis topiknya pribadi yaaa gitulah. Jarang-jarang gue nulis politik di blog kan, tapi kali ini pengen aja nulis. Mungkin sanggup kasih pandangan lain, mungkin juga nggak. :)

Baca punya Nahla:

Oke jadi pasca urusan pilkada dan demo-demo itu, yang berubah bukan cuma gubernur Jakarta tapi juga BANYAK hal lainnya. Betapa efeknya besar banget dan membukakan mata

Apalagi pasca gubernur gres tiba-tiba bahas pribumi, sengaja atau tidak sengaja cuma makin menguatkan bahwa di posisi ini loh kita. Sementara banyak yang memperjuangkan kesetaraaan manusia, ini malah ras aja diungkit-ungkit terus. :(

Sedih sih tapi ya, duka aja dibilang kafir kali deh gue, terserahlah. Ini ia hal-hal yang gue rasakan sendiri berubah sesudah demo dan pilkada:

Orang jadi berani menawarkan diri bahwa ia paling "beragama"

Tidak apa-apa share soal agama di media sosial, yang jadi duduk kasus ialah dikala orang MEMAKSAKAN agama dan kepercayaan pada orang lain. Paksaan itu apapun bentuknya, ialah kondisi yang tidak nyaman.

Sementara yang terjadi ialah bikin status terus, komen sana-sini, copas terus di group WhatsApp mengajak ini itu alasannya ialah merasa benar. Tandanya kalian memaksa orang lain untuk ikut ambil bagian. Kalau tidak ambil bab maka orang itu kafir dan tidak membela agama. Wow, speechless.

Bertanya apa agama orang lain aja dianggap nggak sopan loh, ini mempertanyakan kepercayaan orang yang seagama. Sangat-sangat tidak sopan. Saking sebelnya, JG hingga nggak mau ngaku cuma supaya orang-orang ini kesel doang dan merasa "menang".

Kaprikornus (oke ini sebenernya agak cringey diceritain tapi biarlah supaya contoh) JG dari kecil rajin solat, dari SD rajin ke pengajian-pengajian (maklum anak Gerlong). Tapi ada orang-orang annoying yang menganggap JG "keliatannya" nggak beragama dan suka iseng aja gitu nanya "tadi jumatan nggak?"

YA NURUT NGANA? Ya udah sama JG dijawab "nggak ah, udah pernah" -_______- Karena itu pertanyaan annoying dan kejauhan gitu loh. Kemudian mereka negur lalala harusnya gini harusnya gitu. Orang-orang judgmental dan merasa paling ngerti agama gini loh yang nyebelin dan bikin nggak nyaman.

:(

Sebaliknya orang-orang jadi berani nunjukkin bila ia nggak beragama

Banyak temen-temen gue yang sebelumnya Islam tapi kemudian jadi "nggak ah, I'm done with religion". BANYAK. Karena mereka nggak kenal-kenal amat sama agama terus tiba-tiba dihadapkan pada Islam yang "begitu". Yang memaksa, yang rasis, yang sama sekali tidak damai. Ilfeel, aib sendiri kemudian bye beneran deh jadinya.

Kaprikornus bila kalian menganggap segala demo dan urusan Pilkada ini mengangkat nama Islam, ya mungkin di satu sisi benar. Tapi kalian juga harus tau bila ada sisi lain yang menganggap sebaliknya. Ya sisi yang kalian bilang kafir sih. 

Dan orang-orang ini jadi tidak mengajarkan agama pada anak-anaknya, atau justru mengajarkan semua agama. Supaya anaknya sanggup milih sendiri dan jadi nggak kaya mereka, harus berpuluh tahun hidup dengan agama turunan orangtua kemudian ilfeel sendiri gara-gara apa? Gara-gara Pilkada. Hiks. Sedih.

(Baca: Balita Ditanya Agamanya Apa: Agama dan Manusia)

Teman-teman minoritas jadi nggak nyaman


Kata Jessicha temen kantor gue "setelah urusan pribumi ini gue makin ngerasa gue Cina sih".

T______T

Ini jahat sih. Orang-orang ini juga dari zaman kakek neneknya udah di sini kali, sama kaya kalian, kenapa dibeda-bedakan sih? Bikin nggak nyaman banget.

Iri alasannya ialah mereka kaya? Karena mereka berkuasa? Ya kalian ke mana aja hingga nggak sanggup kaya dan berkuasa?

Lagian stereotyping banget sih bilang "Cina = kaya". Karena bila ia kaya dan ia keturunan Chinese maka kita bilang “ah pantes kaya, Cina sih”. Tapi bila orang Jawa kaya keluarga Sutowo kaya raya kita nggak bilang apa-apa, nggak bilang "ah pantes kaya, Jawa sih". Padahal mereka KAYA RAYA BANGET LOH. Berkuasa dan kuat juga.

Dan orang itu sanggup jadi kaya alasannya ialah kerja bukan alasannya ialah rasnya apa! Pun demikian dengan Ahok sanggup jadi pemimpin yang disukai banyak orang alasannya ialah ia KERJA.

*fyuh asing nulisnya capek banget gue*


Banyak yang jadi pengen pindah negara

Pindah ke Eropa gitu yang lebih tenang atau pindah ke mana pun yang orang rasisnya nggak sebanyak di sini dan di Amerika. T_______T Banyak yang jadi nyeletuk "duh rasanya pengen pindah negara aja" saking hopeless-nya sama negara ini.

Gue sama JG pengen banget sih dan hidup dari nol sebagai minoritas dan bukan pribumi. Terutama pengen Bebe sekolah di luar dari kecil aja supaya nggak sekolah di sini. Ingin membesarkan Bebe di lingkungan yang lebih kondusif.

Pengen pindah tapi keinginan yang terbatas keinginan KARENA NGGAK USAHA APA-APA. Nggak perjuangan dan sebenernya takut nggak sanggup survive alasannya ialah niscaya berat banget. Dasar pribumi! Kurang usaha!

Dan ya, yang paling kerasa dari hidup gue sendiri justru ini:

Batal sekolahkan Bebe di sekolah Islam

Sejak Bebe lahir, kami sudah punya incaran sekolah. Kebetulan sekolahnya sekolah Islam, SDIT lah. Sekolahnya bagus, inklusi, kami cocok sekali dengan metode belajarnya. Maka dana pendidikan pun dihitung menurut sekolah ini.

(Baca: Tahap Menyiapkan Dana Pendidikan Anak)

Sampai tahun kemudian pas urusan Pilkada ini lagi panas-panasnya, kami pribadi diskusi dan tetapkan nggak jadi menyekolahkan Bebe ke sekolah Islam. Mulailah lagi pencarian SD Bebe. Kali ini goalsnya jelas, nggak homogen.

Karena sekolah Islam sudah niscaya semua muridnya Islam. Pilkada ini menyadarkan kami bahwa selain agama, penting sekali mengajarkan Bebe bila ia ialah bab dari dunia yang heterogen. Karena tidak semua orang sama dengan kita, dan tidak sama bukan berarti salah.

Malah pas lagi pusing-pusingnya cari sekolah, sempet kepikiran apa sekolahin di sekolah Kristen aja gitu ya supaya ia ngerasain jadi minoritas? Itu sebelum tau bahwa banyak juga ya SD yang nggak tanya agama anak apa. Ada dan itu cukup bikin lega sih.

Karena gue pernah tuh interview orang, ia SD di sekolah Islam populer di Jakarta tapi cuma hingga kelas 3, kelas 4 ia pindah dan hingga kuliah selalu di sekolah Katolik. Dia dipindahkan alasannya ialah ibunya melihat kecenderungan ia jadi judge agama lain sebagai agama yang salah. Ibunya nggak mau dan alhasil sekolahlah ia sebagai murid minoritas hingga ia kuliah. Sampai kini ia muslim, begitu pun dengan ibunya.

Mengingatkan diri untuk selalu mengajari anak wacana perbedaan

Ya, ngajarin Bebe mendapatkan perbedaan dan menghargai pilihan hidup orang lain itu jadi peer paling berat sih.

Gue paling jelasin wacana ukuran manusia, warna kulit, disabilitas, dan tidak ngasih gender pada warna atau mainan. Kaprikornus ya gue selalu bilang sama ia hal-hal yang ia tau aja misal "iya ada anak yang badannya kecil, ada yang badannya besar, tidak apa-apa. Kecil tidak apa-apa, besar juga tidak apa-apa".

Atau dikala ia mau beli buku mewarnai Princess ya gue beliin aja. Toh hingga kini juga warna favorit JG pink. Menyetarakan hal-hal dari yang paling sederhana dengan impian ia sanggup mendapatkan bahwa semua orang tidak sama.

Dan ya, pada dasarnya gue nggak mau ia jadi rasis dan judgmental. Bahwa sesuatu yang kita yakini benar, dihentikan hingga menyakiti orang lain.

*

Oke gitu aja sih. Kalian gimana? Ada imbas apa Pilkada sama kehidupan? Nggak ada banget nih yakin? :)

-ast-

Detail ►