Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri selingkuh. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri selingkuh. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Selingkuh

Ah, bahasan ini. Butuh waktu sebulan lebih buat saya untuk maju mundur mau menulis ini. Pertama sebab malas niscaya jadi panjaaaanggg (DAN BENAR ADANYA). Kedua sebab bahasannya sensitif. Ya, sebab alasan kedua mari goresan pena saya ini dibaca pelan-pelan. Oiya, menduakan di sini konteksnya menduakan ketika sudah menikah ya. :)


Di abad digital ini semua orang dapat dengan simpel bereaksi. Kalau dulu ada orang selingkuh, yang tau paling banter tetangga di rumah dan keluarga. Sekarang jadi ditambah juga followers social media, plus followers akun gosip yang makin merambah rakyat jelata.

Iya rakyat jelata. Dulu kan mau masuk infotainment itu susah, harus jadi bintang dulu di TV. Harus mati-matian nganter temen audisi terus main FTV. Lha kini bukan siapa-siapa aja dapat masuk infotainment Instagram. Yang penting kasusnya dianggap layak jadi cacian massa. Duh.

Pertanyaan saya yang utama, kenapa topik menduakan banyak banget yang pengen komentari? Kalau artis menduakan kan alesannya "publik layak tahu yang sebenarnya" kalau orang biasa selingkuh? Kenapa orang rame-rame komentar? Sampai jadi artikel khusus di portal community anak muda? Kenal juga nggak. temen juga bukan, sodara apa lagi. Jelas bukan.

Lalu kenapa ya?

Yang miris, yang lebih banyak dicaci yaitu pihak wanita yang jadi selingkuhan. Mereka ramai-ramai disebut pelakor, perebut laki orang. Sungguh urusan menikah ini, hingga pengkhianatan pun masih sangat patriarki.

Iya, pelakor itu istilah patriarki. Menempatkan pria sebagai poros dan yang salah niscaya pihak perempuan. Yang merebut si perempuan, pria jadi korban, jadi objek yang direbut. Mirisnya, hujatan pelakor itu diucapkan serta jadi materi hinaan sesama perempuan.

(Baca wacana Pelakor di sini!)

Kakak ipar teman saya selingkuh, ada foto beliau sama wanita di dalam selimut berdua. Pembelaannya? "Ya namanya cowok, kaya kucing dikasih ikan mah diambil lah" Rendah banget ya, hingga mau dibandingkan sama kucing. Yang disalahkan oleh orangtua si pemuda siapa? Tetap si wanita lain sebab sudah memberi ikan. Ckckck.

Kaprikornus kalau bukan pelakor yang salah, yang menduakan itu salah siapa? Jawabannya: BUKAN URUSAN KITA.

Ya bukan urusan kita sama sekali. Urusan rumah tangga yang patut kita urus yaitu rumah tangga kita sendiri. Bukan rumah tangga orang lain.

Menikah untuk siapa? Untuk diri sendiri atau untuk memuaskan ego orang-orang di sekitar yang selalu seakan memaksa untuk buru-buru menikah?

(Baca: Menikah untuk Siapa?)

*

Coba lihat sekitar, seberapa banyak anggota keluarga yang menduakan atau diselingkuhi? Lihat di bulat lebih luas, seberapa banyak teman kita yang menduakan atau diselingkuhi? Seberapa banyak di lingkungan rumah? Di lingkungan kantor? BANYAK.

BANYAK SEKALI.

Berbeda contohnya dengan kasus orang bunuh diri live di Facebook gitu. Belum tentu 3 bulan sekali ada yang melakukannya. Kaprikornus masuk akal banget kalau memang jadi topik di mana-mana, di segala social media. Kalau menduakan kan topik bahasan sehari-hari banget. Adaaa aja isu menduakan mampir ke kuping. Temen kantor, sahabat, keluarga, artis. Dan topiknya selalu sama, ada yang berkhianat. Mengkhianati pernikahan.

Ah, jadi bicara pernikahan.

*seruput kopi* *padahal nggak ngopi* *biar dramatis aja*

Kaprikornus ya, ijab kabul itu sakral. Disakralkan. Harus disakralkan supaya tidak disalahgunakan. Kalau tidak sakral nanti seenak udel ganti pasangan tiap 6 bulan sekali kan repot. Pdkt sama keluarga aja berapa bulan, nyiapin resepsi nikah aja dapat setahun.

Nah tapi mungkin ya, mungkin nih ya orang-orang yang menduakan ini memang tidak menganggap ijab kabul sebagai sesuatu yang sakral. Seperti kata mbak Roslina Verauli yang pernah saya kutip:

"pasti ada duduk kasus dulu yang mengakibatkan selingkuh, bukan menduakan kemudian jadi masalah."

Coba diresapi kalimatnya.

Masalahnya dapat macem-macem. Ada yang menganggap istrinya di rumah terlalu ceriwis dan ngatur-ngatur kemudian beliau cari wanita yang dapat diatur. Ada yang menganggap istrinya terlalu superior, terlalu pintar, kemudian beliau cari wanita yang tidak terlalu akil supaya dapat lebih superior. Ya macem-macem lah.

Tapi kan ada yang keluarganya sempurna, tapi tetep selingkuh!

Ya ada. Alasannya dapat dua. Pertama, ya tepat kan nurut ngana. Siapa tau istrinya nggak pernah dapat diajak diskusi politik terus suami cari wanita yang dapat diajak diskusi politik. Atau sebaliknya, suami nggak pernah mau dengerin keinginan istri, si istri merasa diabaikan kemudian istri cari perhatian yang lain. Kan dapat banget.

Ya atau apalah, mungkin tepat di mata orang lain, tapi salah satu tetep ada hole yang nggak dapat diisi sama pasangannya. Hole, bolong, alasan klasik.

Alasan kedua. Alasan paling masuk logika berdasarkan saya sih: monogami bukan untuk semua orang.

Monogami (Yunani: monos yang berarti satu atau sendiri, dan gamos yang berarti pernikahan) yaitu kondisi hanya mempunyai satu pasangan pada pernikahan.

Iya tidak semua orang dapat dengan satu pasangan menikah saja seumur hidup. Seperti juga poligami tidak untuk semua orang. Saya tidak mau poligami tapi saya yakin memang ada pasangan-pasangan yang memang senang berpoligami. Seperti juga ada pasangan-pasangan yang memang senang bermonogami.

Masalah muncul ketika penganut monogami ternyata menikah dengan orang yang tidak sadar kalau beliau bahu-membahu tidak mampu monogami.

NAH.

Kaprikornus ada duduk kasus juga di situ. Selain urusan hole, ada juga poin bahwa ada orang-orang yang memang tidak cukup dengan satu pasangan saja. BEGICU.

Ruwet jadinya, gengs. Yang poligami juga nggak dapat bilang "mending poligami daripada selingkuh". Nggak begitu juga sebab nyatanya, udah istri udah 4 aja ada yang tetep punya simpenan. Sementara istri satu dan menduakan juga mungkin memang bukan niat pengen sah istri banyak. Ada yang emang pengen main-main aja jadi nggak mau poligami. Manusia kan beda-beda, bos.

Poligami tetep menduakan ada, monogami nggak mau nikahin selingkuhan padahal dikasih izin istri pertama juga ada. Lha dongeng anak selingkuhan diurus sama istri pertama aja banyak kok ya kan. Kaprikornus gimana dong, ini sungguh sangat complicated. Plus berteriak-teriak jauhi dan musuhi pelakor itu nggak menuntaskan masalah.

Atau bilang pelakor emang harus diberantas. Weh, suami menduakan sama pemuda juga banyak dongeng ah. Saya nggak baiklah banget jadinya kalau hanya menyalahkan pihak perempuan. Apalagi banyak yang kenyataannya pihak perempuannya (si selingkuhan) pun dibohongi. Ngakunya udah mau cerai lah sama istri pertama, ngakunya lebih cinta lah sama si selingkuhan.

Kalau kata 9gag, bulldog kawin sama shitzu. BULLSHIT.

Apalagi kadang kecocokan juga dapat dengan simpel ditemukan. Ya pas nikah mah cocok-cocok aja sama pasangan yang ini. Lama kelamaan kok nggak cocok? Kok nemu orang lain malah cocok sama yang lain ini?

Maka itulah topik kita selanjutnya yaitu kesetiaan dan komitmen.
Menikah itu memaksa kesetiaan dan kesetiaan itu bukan untuk semua orang. Sanggupkah untuk tidak menyakiti hati pasangan dengan cara apapun? Karena jatuh cinta kan tidak pandang status menikah atau nggak. Banyak yang mengaku jatuh cinta lagi padahal sayang sama pasangan di rumah nggak berubah. Sanggupkah berkomitmen pada SATU kesetiaan seumur hidup? -- Pernikahan dan Kesetiaan

*

Apa arti setia? Apa arti selingkuh?

Kita sepakati sama-sama dulu ya kalau menduakan itu melanggar akad untuk hanya bersama satu pasangan. Ini mah udah niscaya lah, ada akad ijab kabul yang dilanggar. Kecuali pas nikah emang bentuknya open marriage gitu, atau nikah sebab bisnis, nikah sebab politik, beda urusan ya.

Masalahnya ada di definisi setia dan selingkuh. Tiap orang punya definisi beda-beda, bahkan suami istri aja dapat punya definisi beda-beda. Makanya suka ada istri yang ngamuk sebab baca chat cewek padahal suaminya nggak ngapa-ngapain. Karena cemburuan? Ya, tapi juga sebab berbeda mendefinisikan selingkuh.

Kaprikornus definisi menduakan misalnya:

Bagi si A yaitu "chat sama cewek di luar urusan kerjaan"

Tapi bagi si B yaitu "jalan berdua tanpa bilang, jalan berdua tapi bilang itu nggak selingkuh"

Atau bagi si C yaitu "have sex sama cewek lain, kalau cuma chat mesra atau pegangan tangan mah biar lah, beliau orangnya emang touchy-feely"

Ini melahirkan macam-macam tujuan selingkuh. Ada yang pengen aja nyoba pasangan lain, ada yang emang bosen aja sama istri/suaminya, ada yang cari adrenalin, ada yang khilaf, macem-macem lah.

Karena macem-macem, jadinya hasil karenanya juga beda-beda. Ada yang bebal, abis ketauan selingkuh, ngaku khilaf, minta maaf, kemudian menduakan lagi. Ada yang ngaku salah, minta maaf, kemudian ninggalin istrinya sebab merasa bersalah. Ada yang ngaku salah kemudian ninggalin istrinya DAN ninggalin selingkuhannya. Ada yang ngaku salah kemudian nggak ulang lagi, selamanya kembali berkomitmen dengan satu pasangan.

Makanya dari awal saya bilang ini menduakan sehabis menikah. Karena banyak kok yang pas pacaran pacarnya banyak, pas nikah adem ayem aja nggak kepikiran punya banyak lagi.

Nggak dapat juga judge bilang "Kurang nakal sih waktu muda, jadi pas udah nikah nakal deh". Yaelah, yang dari muda hingga bau tanah baik juga ada. Yang waktu muda nakal terus pas udah nikah tetep menduakan juga banyak. Yang menduakan mulu waktu muda, hingga nikah, terus tobat juga ada.

Who are we to judge?


Tapi pada dasarnya apapun definisi selingkuh, pada dasarnya menduakan dapat terjadi sebab tidak ada penghargaan terhadap komitmen. Tidak ada penghargaan pada pasangan. :)

*

Simpulan karenanya berdasarkan saya adalah, monogami tidak untuk semua orang tapi menduakan itu mengkhianati komitmen. YA INI MAH UDAH TAU KELES, SIS.

Buat saya, yang perlu dilakukan yaitu lower your expectation of marriage. Rendahkan ekspektasi kalian pada pernikahan. It's better to be surprised than to be disappointed.

Kasarnya, kasarnya banget nih: percaya lah pada pasangan kita tapi siapkan yang terburuk, jangan terlalu yakin 100% pasangan kita nggak akan selingkuh. Karena beliau sendiri sebenernya nggak dapat jamin. Namanya jatuh cinta, khilaf, atau kalau kata JG, syahwat kadang mendahului otak.

Iya, kalian nggak salah baca. Nggak tau lagi gimana bikin kalimat yang lebih yummy dibaca sebab kalian tau saya nggak suka basa-basi tapi ya, itu intinya.

Nikahnya dibawa santai ajaaa, jangan sedikit-sedikit berantem. Jangan mengubah hidup pasangan meski udah nikah. Biarkan beliau tetep ngerjain hobinya, biarkan beliau tetep ngejar cita-citanya, jadi nggak ada beban "nikah kok hidup saya jadi gini". Cari tahu passion pasangan terus dukung! Passion bikin bahagia! Meskipun niscaya ada yang berubah sih, tapi kan disesuaikan, makanya komunikasi itu penting.

(Baca: Mengurangi Berantem-berantem Setelah Nikah)

Kaprikornus kalau hingga terjadi, kita mungkin akan lebih simpel memaafkan sebab sudah menyiapkan. Karena selalu ada alasan. Khilaf juga boleh kan namanya manusia, asal bukan khilaf terus berulang-ulang aja.

Mungkin loh ya. Makanya saya nggak berani judge ibu-ibu yang bertahan meski suaminya menduakan berkali-kali. Mungkin mereka tahu persis masalahnya di mana jadi memaklumi. Sakit hati mungkin iya, tapi maklum makanya bertahan.

Tapi kalau alesan bertahan sebab ekonomi kasian sih huhu. Makanya wanita harus berdaya! Harus punya penghasilan sendiri!

Atau bertahan sebab anak. Pertanyaan saya selalu "apakah lebih baik membesarkan anak di ijab kabul yang tidak sehat? Atau lebih baik membesarkan anak tanpa ayah/ibu tapi lingkungannya sehat?" Saya belum punya jawabannya.

Abis ini saya siap dibully "kok bikin menduakan seolah masuk akal sih!" Nggak masuk akal tapi sangat sering terjadi toh? Abis gimana, memang nggak ada benang merah atau sesuatu yang dapat bilang "jika A maka beliau selingkuh, atau kalau B maka beliau tidak akan selingkuh". Kaprikornus tips biar pasangan nggak menduakan juga susah dibuat.

*

Saya terlalu banyak dengar dongeng langsung, semua rujukan yang saya sebut di sini positif adanya. Saya kenal pelaku menduakan yang memang suka main cewek, yang baik-baik aja di rumah, yang sudah poligami tetap selingkuh, hingga ibu-ibu yang bahkan saya nggak liat kekurangan suaminya.

Well, ternyata kekurangan suaminya di ranjang sih jadi harus gimana coba. Diomongin diapain juga suaminya nggak dapat berubah jadi orang lain.

Dan patut diingat, ada juga yang menduakan tapi itu bikin beliau lebih bahagia. Dia menduakan dan menemukan kebahagiaan lain, sehingga beliau dapat selalu happy di rumah. Justru sebab punya simpenan beliau dapat jadi lebih sayang sama keluarga. Kaprikornus nggak selalu kalau orang menduakan terus jadi nggak perhatian sama pasangannya.

Model yang terakhir begini biasanya deg-degan takut kaya tupai. Karena terlalu lama, nyaman, dan senang punya simpenan, takut karenanya jatuh jua alias ketauan sama pasangannya. LOL. Ini kisah positif juga gengs, diceritakan eksklusif oleh pihak pertama. Beserta rujukan tupai-tupainya. :)))))


Orang tidak berubah sebab pernikahan, orang berubah sebab dirinya sendiri. *tetep*

Juga rendahkan ekspektasi pada segala hal. Sejak awal nikah, jangan ngarep dikasih bunga, dikasih surprise tiap ulang tahun, atau hal-hal semacam itu. Kalau butuh didengarkan maka bicara, maka request, "DENGERIN AKU DONG" gitu. Pengen apa, butuh apa, bilang.

Kaprikornus ketika ada orang lain yang ngasih perhatian, nggak simpel leleh sebab komunikasi kita dengan pasangan lancar. Ketika ada yang flirting, pasangan suami istri yang komunikasinya lancar kemungkinan besar malah lapor sama pasangannya.

Kalau malah berantem, ya berarti punya duduk kasus kepercayaan. Kalau malah jadi banyakan berantemnya dibanding nggak berantemnya? Ya berarti mungkin memang nggak cocok?

T_____T

Susah ya nikah?

Kalau kata mbak Vera (again mbak Vera, doi dapat difollow loh di Instagram @verauli.id):

Cinta butuh dipelihara supaya terpelihara.

Iya ijab kabul butuh dipelihara, butuh usaha, berusaha selalu kasih yang terbaik, kasih waktu, kasih perhatian, dan sebagainya. Pernikahan kan bukan Tesla, jadi nggak dapat autopilot. Pernikahan harus diusahakan berdua, jadilah pilot dan co-pilot. *maafkan analogi yang sungguh tekno*

Tapi yah, ini cuma dari saya yang kebetulan terpapar aneka macam curhat soal selingkuh. Maaf sekali kalau ada yang menyakiti dan maaf kalau banyak yang bikin kaget.

Sekian dan terima kasih.

-ast-

Saya tidak baiklah pelakor yang harus menjaga diri. Yang dihentikan meladeni suami orang lain. Kenapa? Baca di sini; wacana Pelakor.

PS: Karena menulis ini saya jadi tahu ada istilah pebinor. Perebut bini orang. Ya, at least kini seimbang. Meski sekali lagi: urusan kita apa hingga harus melabeli orang dengan pelakor atau pebinor?

Detail ►

Pelakor

Postingan ini sambungan dari postingan sebelumnya: Selingkuh. Silakan mau baca dulu yang ini, atau baca dulu yang sebelumnya, sama saja. :)


Di postingan sebelumnya itu saya menulis sedikit soal pelakor. Betapa istilah pelakor ialah istilah yang sungguh patriarki. Menyalahkan wanita atas sesuatu yang bukan salah ia sepenuhnya. Hey, it takes two to tango!

Dan goresan pena saya sebelumnya netral, bisa istri atau suami yang selingkuh. Kali ini sudut pandang saya dari pihak perempuan.

Di bawah ini kutipan dari goresan pena saya sebelumnya:
Iya, pelakor itu istilah patriarki. Menempatkan laki-laki sebagai poros dan yang salah niscaya pihak perempuan. Yang merebut si perempuan, laki-laki jadi korban, jadi objek yang direbut. Mirisnya, hujatan pelakor itu diucapkan serta jadi materi hinaan sesama perempuan. Kalau dalam kekerabatan menduakan saja yang dicaci wanita oleh wanita lain, bagaimana laki-laki mau dan BISA menghargai perempuan?

Pelakor. Istilah yang selain patriarki, juga sangat negatif. Makanya jadi rawan bully. Yang menduakan berdua, yang dibully perempuannya. Suami-suaminya justru lebih sedikit dicaci. Sedih deh. Rata-rata komentarnya ibarat di bawah ini:

"Sebagai sesama wanita masa nggak tenggang rasa sih? Kok ngerebut suami orang? Kok mau-maunya jadi simpenan lelaki beristri? Perempuan macam apa!"

Yah, padahal kan bisa dengan gampang dijawab dengan:

"Itu suami situ kok nggak tenggang rasa sih sama istrinya? Kok sempet-sempetnya merebut hati wanita lain? Mau-maunya punya simpenan padahal beristri! Suami macam apa!"

Iya dong, tenggang rasa itu seharusnya pada orang terdekat dulu. Pertanyakan dulu tenggang rasa suami pada istri sebelum kita mempertanyakan tenggang rasa wanita lain pada kita. Kenapa coba wanita lain harus kasihan sama kita, suaminya aja nggak kasihan sama istrinya sendiri. :(

Dan banyak lho wanita yang tidak mau didekati lelaki beristri, apalagi jadi selingkuhan atau simpanan. Kalau begini kan semakin terang kesalahan ada di siapa. Mengapa suami-suami ini masih mengejar wanita yang bahkan tidak mau jadi simpanan? Yang sadar benar bahwa wanita itu tidak mau jadi yang kedua? Adrenalin?

Banyak juga dongeng istri kedua yang nggak tau bila selama ini laki-laki yang berjanji akan menikahi ia ternyata sudah punya istri. Atau yang ngakunya sudah pisah ranjang dan siap cerai, padahal ternyata masih serumah sama istrinya dan istrinya nggak tahu apa-apa. Ada apa dengan cowok-cowok semacam ini ya.

T_____T

Tapi bahkan ceritanya sudah ibarat itu pun yang disalahkan tetap hanya si perempuan. Salah alasannya ialah mengacaukan rumah tangga orang. Padahal menduakan kan nggak mungkin sendirian, mbaksis. Kalau sendirian namanya masturbasi.

(Baca: Menikah untuk Menyenangkan Siapa?)

Ada juga yang mengakui bila suaminya jatuh cinta pada wanita lain. Yang salah siapa? Tetap pihak perempuan.

"Suami saya jatuh cinta pada kamu, kau kok meladeni?! Kamu kan tau ia punya istri!"

Jatuh cinta pada siapa itu tidak diatur oleh undang-undang. Kita tidak tahu akan jatuh cinta pada siapa. Dan bila suami bisa jatuh cinta pada orang lain, orang ketiga ini juga BISA jatuh cinta pada suami orang lain. Pertanyaan jatuh cinta itu bisa dengan gampang dijawab:

"Yah tante, sayanya juga jatuh cinta. Emang suami situ doang yang bisa jatuh cinta?"


Meski demikian ya memang ada juga wanita yang sadar benar didekati laki-laki yang sudah menikah namun tidak menolak. Selain jatuh cinta, mungkin punya dilema ekonomi?

Karena pihak ketiga ini juga motifnya banyak. Banyak yang bukan sekadar jatuh cinta atau cari tantangan. Yang hingga dinikahi atau disimpan biasanya malah alasannya ialah faktor ekonomi. Banyak banget kan denger dongeng suami-suami yang ternyata punya simpanan di kampung? Atau bila memang tinggal di kota, para simpanan ini biasanya rela jadi simpanan alasannya ialah gaya hidup kan?

Butuh sugar daddy untuk mempertahankan gaya hidup, butuh sugar daddy untuk bayar kuliah, butuh sugar daddy supaya masa depan terjamin. Bukan dongeng baru.

Itu bila di kota, bila istri kedua di kampung? Dikirimi uang tiap bulan juga udah senang ya kayanya. Yang penting bisa makan, yang penting anak bisa sekolah, dan yang terpenting, nggak dapet label perawan renta di kampung. Yang penting punya suami!

Dan ya, salahkan para suami yang begitu bakir mengatur uang sehingga bisa membayar gaya hidup sang simpanan, sehingga bisa jadi sugar daddy. Sehingga bisa membagi waktu dengan istri di kampung. :(

*

Kenapa sih suami selingkuh? Adakah yang salah dalam rumah tangga?

Pasti ada. Gara-gara LDR doang bisa jadi dilema kan. Bisa juga kaya yang saya bilang kemarin, suami nggak sanggup monogami. Istrinya baik, penyayang, istri idaman banget tapi ya memang dasarnya aja si suami emang nggak sanggup sama satu perempuan. Kan tetep zonk.

Suami nggak sanggup monogami itu dilema rumah tangga banget loh.

Kalau memang istrinya nyebelin? Ya bilang dong sama istrinya, daripada di depan selalu manis tapi di belakang punya simpanan. Sebagai istri juga harus mau mendengarkan keluhan suami soal dirinya, jangan baper duluan.

Jangan dikritik suami kemudian drama dan merasa bantuan terhadap keluarga jadi nggak dihargai. Suami kritik kita kurang perhatian, terus drama nangis-nangis "aku tuh yang ngurus belum dewasa kita loh!" Ya kan nggak berhubungan. Ngurus anak berdua, ngasih perhatian ke satu sama lain juga harus berdua. Intinya sering-sering ngobrol lah. Daripada cari temen ngobrol lain? ;)

Suami-suami juga harus membebaskan istrinya untuk tetep mengerjakan passion, jangan cuma disuruh ngurus rumah tangga doang. Ini mah istrinya dikekang, segala dilarang, suatu hari menduakan atau poligami dengan alasan "istri nggak bisa diajak ngobrol serius selain urusan rumah tangga". YA NURUT NGANA. Yang larang siapa, yang salah tetap istri.

(Baca: Menikah dalam Satu Kata)

Tapi ya harus diakui juga memang ada istri-istri yang menguji kesabaran. Buat suami-suami dengan istri yang memang menyebalkan, solusinya cuma dua. Sabar seumur hidup atau ceraikan! Jangan malah menduakan kemudian membela diri dengan kekurangan istri. Itu jahat, itu menyakitkan.

Istri-istri juga. Kalau suami ada kurang itu ya dibicarakan lah. Kita nggak sempurna, ia juga. Kalau memang capek alasannya ialah suami nggak pernah bantu ngurus rumah ya bilang baik-baik, bukannya malah semua dikerjain sendiri tapi sambil ngedumel. Capek. Plus nggak sehat. Stres sendiri kan jadinya.

Dan hiks beneran lho saya murung sama perempuan-perempuan yang berteriak menyalahkan orang ketiga. Maaf sekali tapi bagi saya itu ialah bab dari denial, dari ketidakmampuan untuk mendapatkan kekurangan diri dan kekurangan suami. Dari ketidakmampuan mendapatkan ada kesalahan dari kekerabatan suami istri.

Kalau memang merasa punya dilema dalam rumah tangga, cari dukungan profesional. Banyak kan konsultan pernikahan. Kalian butuh orang ketiga untuk menengahi. Kalau salah satu tidak mau? Yakin masih niat mempertahankan pernikahan?

Komitmen itu harus direncanakan, bukan cuma dibutuhkan akan tetap terjaga. Rencanakan bahwa kita harus jaga ya komitmen ini. Bawa topik menduakan sebagai sesuatu yang biasa. Yang bisa dibicarakan kapan pun dengan suami.

*

Satu lagi soal bully pelakor: jangan memaksakan standar ideal kita pada orang lain.

Ini berlaku bagi orang-orang yang di socmed berteriak menyalahkan pelakor. Padahal kenal juga nggak sama pasangan suami istri itu, kenal suaminya nggak, kenal istrinya nggak. Cuma tau dongeng dari Instagram kemudian bully si pelakor. Kebetulan semua yang terlibat sering muncul di TV jadi merasa tahu semua sisi hidup mereka? Padahal nggak ya.

Mereka membully alasannya ialah memaksakan standar ideal soal ijab kabul pada orang lain. Padahal istri yang diselingkuhi belum tentu sakit hati hingga harus dibela sejagat social media lho. IYA BELUM TENTU.

(Baca: Pernikahan dan Kesetiaan)

Tahukah kalian bahwa tidak selamanya menduakan itu menyakiti?

Kebanyakan iya, saya setuju, tapi bila lantas bilang semuanya sih saya nggak setuju. Karena saya tau beberapa orang yang suaminya menduakan terus ya udah tetep senang "biarlah yang penting gue masih dikasih duit tiap bulan" atau "biarlah yang penting sekolah anak aman, gue bisa belanja, gue hepi, ia hepi, anak gue hepi". ADA.

Karena apa? Karena tujuan menikah setiap orang beda-beda. Nggak semua orang nikah alasannya ialah memang cinta.

Kan banyak juga yang nikah alasannya ialah status sosial. Kalau nikah sama si A maka ia akan jadi bisa bergaul dengan level sosial yang mana. Model pemanjat sosial begini nih yang biasanya lempeng aja bila pun pasangannya mau punya simpenan. Lha emang dari awal nggak cinta kan. Sebel doang mungkin levelnya bukan sakit hati.

Atau nikah alasannya ialah bisnis, bila nikah sama si O maka bisnis akan lancar, networking akan bagus. Bisnis lancar. Punya anak yang banyak semoga warisan terjamin aman.

Atau alasannya ialah politik. Kalau nikah maka karier politik lancar. Maka kemudian apa yang jadi dilema bila masing-masing tidak menghargai komitmennya? Apa yang jadi dilema bila kemudian salah satu selingkuh? Yang penting ijab kabul masih berjalan sesuai tujuannya kan?

Yang ribut kalian doang, merekanya bisa aja adem ayem sebenernya.

*

Kaprikornus ya, sebagai wanita bersuami, ayo kita berkomplot dengan suami-suami kita supaya kita tidak termakan untuk selingkuh. Ayo bicara, ayo ngobrol, ayo pillow talk. Bukannya berkomplot dengan perempuan-perempuan tidak dikenal dan berharap mereka tidak menyelingkuhi suami kita. :)

Jangan lupa baca goresan pena sebelumnya ya! Klik: selingkuh. Jangan lupa juga follow Instagram saya di @annisast! (lah kok modus lol)

-ast-

PS: Tulisan ini harus diberi credit pada Nahla alasannya ialah sepertiganya hasil brainstorming berdua lol.

Detail ►

Money Can't Buy Happiness

Whoever said money can't buy happiness didn't know where to shop.

Sering banget dong ya denger quote itu? Apalagi lagi Jakarta Great Sale gini plus abis THR-an. Rasanya bahagiaaaa dapat belanja tanpa takut ganggu cashflow bulanan. Hahaha.


Tapi kemarin saya baca caption Instagram temen Sekolah Menengan Atas JG dan jadi terenyuh. Dari mana jelasinnya ya.

*malah galau sendiri lol*

Oke pertama, “Money Can’t Buy Happiness” biasanya diterjemahkan bebas dengan “orang kaya juga belum tentu senang kok”. At least saya dulu selalu menerjemahkannya menyerupai itu. Dulu sebelum saya overthinking sama segala hal hahaha.

Nah dengan definisi sesempit ini, lahirlah frasa bantahannya ya kan:

Whoever said money can't buy happiness didn't know where to shop.

Terus saya sempat yang … iya juga ya hahahaha. Prinsipnya ya asal ada uang, bayarlah kebahagiaan itu. Cari escape lain yang dapat dibayar dengan uang.

Saya ngikutin beberapa anak orkay di Instagram, salah satu dari mereka pergi-perginya ke daerah yang saya nggak pernah tau sebelumnya hahaha. Karena traveling ke daerah mainstream itu lame untuk orang kebanyakan uang ya nggak?

Tapi semakin saya remaja *sigh* saya merinding sendiri dengan anggapan semua dapat dibeli dengan uang alasannya yakni ya, bener-bener nggak semua hal di dunia ini dapat diganti dengan uang! Oh how I was so naive alasannya yakni menganggap semua dapat dibentuk lebih senang dengan uang!

Suami selingkuh? Ya nggak apa-apa asal dibayarin belanja sepuasnya di Paris. Orangtua cerai? Ya nggak apa-apa asal rekening kondusif jaya nggak perlu kerja seumur hidup dan traveling ke tempat-tempat yang bahkan saya nggak tau ada di dunia ini. Zzz

Dulu saya beneran menganggap itu tidak apa-apa loh, kan uangnya banyak, kan dapat beli semua hal, kan cari suami gres juga simpel alasannya yakni kaya, kan bila nggak elok jadi dapat operasi plastik. Dulu = pas belum nikah dan hidup sesimpel makan tidur kerja doang lol.

PADAHAL NGGAK BEGITU KAN. Ya ada yang dapat begitu tapi mostly nggak begitu kan?

T______T

Akan selalu ada luka yang tidak sembuh meski disiram uang hahahaha. Kesel amat bahasanya.

Makanya banyak orang yang kaya raya tapi ngerasa kosong. Ya gimana, mau ngerjain hobi juga demi apa. Kita kan passionate ngerjain sesuatu alasannya yakni tau rasanya gimana bila passion itu jadi uang. *tetep uang*

Lah bila nggak butuh uang alasannya yakni semenjak lahir udah terperinci punya properti berapa dan nggak pernah tahu jumlah spesifik uang di tabungan saking infinity-nya?

Ya everyone has their own battle, mau kaya atau nggak kaya niscaya ada aja masalahnya. Jadilah saya cenderung mencari ketidaksempurnaan dari teman-teman saya yang uangnya tampak tidak berseri alasannya yakni lahir dari keluarga kaya raya.

Tipe yang tiap weekend minimal ke Bali/Singapura, kendaraan beroda empat ganti tiap 2 tahun, anaknya lahir udah pribadi punya properti buat investasi, endebrei endebrei. Ketika saya menemukan cela, saya pribadi lega. Oke ia kaya tapi ia punya problem A yang untungnya saya tidak punya.

Salah? Ya nggak lah, namanya juga menghibur diri hahahaha.

BY THE WAAAYYY INI DIA INSTAGRAM TEMENNYA JG YANG DI AWAL TADI SAYA MENTION:

♥Tak perlu bertemu perdana menteri untk mencari inspirasi♥ Ini sahabat gres saya.Sy memanggilnya kak Nur,usianya hny berbeda 1 th dg sy.Sjk kecil didiagnosa sbg ABK,bbrp rekan mgkn familiar dg sindrom di wajahnya yg khas,tp itu tdk mnjdknnya hmbtn. Dia tetangga persis sblh rmh sy,bersama ibunya ia mengasuh 5 anak di daycare.Keterbatasan dan kesederhanaan berpikirnya justru membuatnya simpel masuk ke dunia anak2,ia jd tmn main yg seru& menyenangkan untk azzam dan alma. Sejak pertama kali berkenalan.Hmpr tiap sore ia dtg ke rmh untk 'nyamper'sy main..tdk jrg ia membawakan sy masakan kemudian mengajak sy ngobrol.Ngobrol soal apa?soal kehidupan,rmh tangga,politik?tentunya tidak. Tema obrolannya sederhana,disampaikan dg mulut terbata&sering diulang.Tp hal itu justru mmbnt sy bljr bhs melayu dg lbh mudah(bbrp org melayu orisinil bcrnya cepat).Dengannya,sy lbh simpel memahami per arti kata dan tdk perlu aib bertanya&menanggapi krn ia pun memahami kalimat2 sy dg perlahan lahan. Dengannya sy bljr kebahagiaan dg sgt sederhana.Di usia yg sebaya dg sy,ia(krn keterbatasannya)begitu santai menjalani harinya,tnp beban hrs begini begitu atau sibuk mengejar ini dan itu.Spt dlm foto ini..ia tertawa lepas sekali krn puas menyusun teladan dlm permainan geoforme.Ia begitu menikmati dan mengulang ulang reward untk dirinya sendiri.."tengok..hampir sls,tengok..sy pandai..esok sy niscaya bs buat macam ni lagi " Sederhana,tp banyak memberi energi pd jiwa untk menghargai diri sendiri.Bkn sibuk&risau mengejar apa yg tdk kita miliki apalagi mengukur diri dg apa yg mnjd capaian org lain. Sudahkah kita bs melakukannya juga? Byk sekali hal kecil di sekeliling yg bs qt jadikan pelajaran&inspirasi.Tidak perlu perlu bertemu perdana menteri untk mrncari inspirasi..tdk perlu jg pergi ke tmpt baru. Karena kadang,bukan suasana yg harus diganti,tp hati&cara pandang kita yg perlu diperbaiki untk mlht segala sesuatunya dg penuh kesyukuran.. :) Ramadhan Kareem...mari mengisi ramadhan dg penuh rasa syukur ♥♥
A post shared by Sofiana Indraswari (@sofiana_indraswari) on
Dengannya sy bljr kebahagiaan dg sgt sederhana.Di usia yg sebaya dg sy,ia(krn keterbatasannya)begitu santai menjalani harinya,tnp beban hrs begini begitu atau sibuk mengejar ini dan itu.

CRY T__________T

Ini bikin saya mikir, orang makin banyak uang itu masalahnya makin banyak! Makin banyak yang harus dipikirin!

Digetok juga sama Kevin Kwan hahahahaha. Baru setengah nih baca buku Rich People Problems dan yah, meski ketawa-tawa alasannya yakni lawak banget saya rahasia mikirin lol.

Nih ya sebagai kelas menengah, kita nggak perlu mikirin maintenance satpam dan maid 30 orang. Bukan problem uangnya loh ya, tapi dramanya. Lah mbak satu aja di rumah bikin sakit kepala kan bila pacaran terus atau hidupnya jorok? XD

Belum lagi karyawan perusahaan. Lah kita abis melahirkan mau resign aja yang dipikir cuma anak bayi, bila punya 10.000 karyawan? Yang dipikirin 10.000 karyawan dan keluarganya kan. Belum lagi maintenance pesawat jet, urusan minum aja harus impor dari Swiss kan nggak dapat minum air lokal. HAHAHAHAHA.

Ah kan ada orang lain yang mikirin. Yaiya, tapi tanggung jawab ada di siapa?

Belum lagi alasannya yakni standarnya beda kan. Saya makan Genki Sushi aja bahagia, bila orkay harus bawa chef sushi dari Jepang pribadi semoga bahagia. Saya belanja di Jakarta Great Sale aja senang alasannya yakni irit, bila orkay bajunya couture semua kan otomatis lebih ribet.

(SUNGGUH PERBANDINGAN TIDAK SEPADAN YHAA HAHAHAHA)

Karena tidak tahu apa-apa, hidup jadi lebih sederhana. Kalau tahu lebih banyak, maka lebih banyak pula yang mengisi antrian pikiran.

Kaprikornus ya panjang lebar nulis ini cuma mau bilang: uang segini masalahnya segini, uang segunung masalahnya juga jadi segunung.

Kaprikornus mau uang yang mana? Eh salah, mau problem yang mana? ;)

-ast-

Detail ►

The Devil Wears Prada, Now


Dua hari lalu, sedang di rumah mertua dan jadi timbunan tidak mempunyai kegunaan di kasur alasannya ialah Bebe banyak yang jaga, saya nonton The Devil Wears Prada. LAGI. Setelah bertahun-tahun. Dulu ketika kuliah, ini film favorit saya, saya tonton berulang-ulang dan dulu rasanya semua adegan dalam film ini benar.

Dulu rasanya masuk akal. Rasanya memberi saya pelajaran bahwa sahabat dan pacar ialah yang terpenting. Mereka yang paling mengerti kita. Bahwa mengejar passion ialah segalanya.

Semalam nonton lagi dan ehm, ini film ya ... film. Saya nggak lagi relate dengan film ini. Saya sanggup bilang gini alasannya ialah kini saya kerja, punya bos, punya pressure. Dan ini film jadinya ugh dan bikin saya terus-terusan bilang "oh come on! Get real!" 😂

Oke ini pendapat dari sisi saya. Yang surprisingly ceritanya menyerupai sekali dengan hidup saya. Saya menyerupai Andy, PINTAR HAHAHAHAHA FUG, suka menulis semenjak kecil, mendalami dunia jurnalistik. Bedanya Andy terpaksa jadi personal assistant (PA) sementara saya tidak terpaksa.

Karena saya jenuh kuliah jurnalistik dan ingin suasana baru. Padahal ya, dunia media dan menulis ialah passion saya. Tapi ketika itu saya sedang ingin break. Capek sesudah skripsi.

Iya, pekerjaan pertama saya ialah PA seorang bos Korea. Di perusahaan Korea. It was hard alasannya ialah bos Korea saya berganti setiap tiga bulan. Tiga bulan pertama, bos saya namanya Mr Goo. Orangnya baik sekali, layaknya ayah-ayah baik di drama Korea. Sering membawakan saya makanan, super lah!

Tiga bulan kedua? Namanya Mr Kim. Dia ialah tipikal bapak-bapak di drama Korea yang kerja hingga malam, mabok hingga pagi, dan pergi kerja dengan baju yang sama dengan kemarin. Bau soju. Marah-marah, maki-maki, banting barang.

Sialnya, ia marah-marah alasannya ialah ia perfeksionis. Karena kami kurang cekatan. Persis Miranda. Meski ya permintaannya masuk nalar lah, jikalau Miranda kan nggak masuk akal. *IYA IYA NAMANYA JUGA FILM SIS*

Ya setelahnya, menyerupai juga Andy, saya resign dulu tanpa punya pekerjaan pengganti. Yang terang saya resign alasannya ialah saya merasa saya tidak jadi diri saya. Saya tidak mau jadi PA. Saya ingin mengejar passion. Tidak hingga 3 bulan menganggur, saya hasilnya bekerja di media. Seperti harapan saya, dan harapan Andy.

Yang ingin saya bahas ialah bagaimana orang-orang di sekitar Andy bereaksi atas pilihan Andy. Andy yang ambisius, ambisius banget hingga pindah ke luar kota demi mengejar cita-cita.

Andy & Nate



Saya sebel sama Nate alasannya ialah ia nyindirin baju stylish Andy mulu. Karena katanya ia nggak mau Andy jadi orang lain. IMO, cewek lo pake baju yang lebih baiklah ya why not lah asal ia masih sayang. Asal nggak ngutang, asal masih bayar listrik 😩. Mau cewek lo pake baju apa kek itu URUSAN DIA.

Kalau salah satu bilang "kamu berubah" cuma gara-gara urusan baju, ya artinya yang satu nggak sanggup menyesuaikan. Karena insan itu SELALU berubah. Tanpa pekerjaan gres pun sanggup berubah. Kalau kalian sama-sama mendukung, kalian akan berubah bersama, mengikuti keadaan bersama.

(Baca: Tips Ngurangin Berantem sama Suami/Pacar)

Kerjaan itu nomor 1!

Ketika lo kerja, kerjaan ialah prioritas nomor 1! Teman ialah segalanya hanya berlaku pada ketika lo sekolah dan kuliah di mana lo sanggup mangkir untuk belain temen. Udah kerja mah jikalau mau ada waktu buat teman-teman ya cutilah! Keluarga aja nomor 2 kok, kerjaan niscaya nomor 1. Apalagi cuma pacar dan teman.

Di film ini seolah itu semua salah. 😪 Padahal belain kerjaan itu BENAR alasannya ialah emang temen lo mau ikut bayar cicilan atau tagihan jikalau lo dipecat? 😩


Tinggalkanlah teman-teman yang tidak mendukung pekerjaan dan bertemanlah dengan sahabat kantor 😪 Ada alasan kenapa sahabat kita semakin sedikit semakin kita dewasa.

Masa demi ultah pacar harus nggak selesaikan kerjaan kantor? Terus pacarnya kecewa? Padahal pacarnya tahu persis Andy itu ambisius. Maunya ia belain birthday dinner terus Andy dapet problem gitu besoknya? Aneh abis.

Kayanya jikalau saya ada meeting penting terus saya harus skip dan bilang ke bos "sori mas pacarku ultah". Kayanya bos saya akan bilang "ngana yang punya kantor?" JAHAHAHAHHAHA. Makanya saya pengen toyor Nate pas ia ngambek, pengen bilang "Mau lo apa?! Solusi bro, solusi!" LOL

Oke Nate menganggap Andy "menggadaikan" idealisme dan maunya Andy kerja di daerah yang ia suka. Anggap Andy jadi wartawan, emang jadi otomatis bakal punya banyak waktu buat ia gitu? Boro-boro birthday dinner, ketemu aja mungkin sulit HAHAHAHA.

Kalau orang terdekat (teman dan pacar) ga suka pekerjaan kamu, yang patut ditanyakan ada dua. Pertama, apa mereka benar? Kedua, apa justru mereka bukan orang yang sempurna buat kau dan kau gres dibukakan mata?

Karena sebel juga sama Lilly yang komplain Andy berubah. Andy yang sudah dikenalnya selama 16 tahun berubah. YAIYALAH BERUBAH WHAT DO YOU EXPECT?

Andy fresh graduate gitu ya anggap umur 22-23, 16 tahun yang kemudian berarti umur 6-7? Seberapa banyak dari kalian yang masih bersahabat dengan sahabat kalian dari umur 6, masih sangat akrab, dan berharap mereka nggak berubah? 🤔🤔🤔

Kalau ada yang punya, sahabat semenjak Taman Kanak-kanak yang hingga ikut campur ke urusan lo mending putus sama ia atau nggak, kemungkinan nih ya, kalian nggak career oriented lol. Orang-orang yang career oriented sahabatnya sedikit. *NGACA* 😂

Abis gimana, nikahan sahabat bareng sama wawancara Lee Min Ho? Siapa yang akan kalian pilih? LEE MIN HO LAH. Dan sahabat beneran nyuruh saya wawancara Lee Min Ho dibanding dateng ke nikahan dia. 😂

Buat saya, seharusnya Lilly akan selalu dukung segala keputusan Andy. Apapun yang bikin ia hepi, mau kolaborasi monster kek, mau putusin pacar, mau selingkuh. Nasihatin aja tapi jangan ikut judge lah. Nangis-nangis juga baliknya curhat sama ia kan? Kalau sahabat aja judge harus lari ke mana lagi kita?

Dan terakhir soal kerjaan ...

Berbahagia lah sanggup kerja di daerah yang to die for. Miranda emang lebay, tapi dalam dunia konkret juga selalu ada bos yang ia gres suruh sesuatu hari ini tapi maunya selesai KEMARIN. 😂😂😂

Bos-bos model gini tapi biasanya yang seru, daerah kita berguru banyak soal segala hal. Hari gini pacenya harus kenceng lah jikalau slow nanti ketinggalan.

Dan kamu, apalagi kau dan kau yang belum berkeluarga, selalu punya pilihan untuk resign. Kalau nggak punya pilihan? Kamu akan menemukan cara untuk survive. WE SURVIVE. YOU'LL SURVIVE.

(Baca: 
Survive di Jakarta)

TAPI YAH 

Saya tetep enjoy sih nonton filmnya HAHAHAHAHAHA. Tetap senang melihat baju Andy berganti-ganti. Tetep hepi nontonnya alasannya ialah nostalgic, cuma ya, nggak relate lagi. Makara malah ngetawain diri sendiri waktu muda kenapa naif amat lolol.


BTW SAYA LAGI LIBURAN NIHHHH SAMPAI TAHUN BARU. Maap maap update blog terhambat banget yaaaa. Kembali normal sesudah 3 Januari. See you! :)

-ast-

Detail ►

Tentang Kebebasan Memilih

Pas banget ya nulis ini lagi Pilkada. Tapi saya nggak akan ngomongin soal Pilkada. Saya mau ngomongin hal yang lebih luas lagi dan membutuhkan hati yang jauh lebih lapang lagi.


Yaitu perihal "kebebasan memilih".

Cuma dua kata ya, banyak disepelekan pula. Padahal kayanya susaaaahhhh sekali diterapkan untuk semua lini kehidupan. Kebebasan ini bukan cuma soal agama atau politik tapi untuk segala hal. Dari agama, pekerjaan, keputusan menikah, keputusan punya anak, dan banyak lagi.

Saya belajar, terus mengingatkan diri sendiri untuk tidak bilang “ini lho yang paling baik”. Ya saya share banyak soal parenting, tapi saya nggak pernah lho memaksakan kalian untuk ikut apa yang saya lakukan. Kalau ada yang message dan bilang nggak sanggup atau susah jalanin tipsnya, saya selalu bilang "iya kan pilihan".

Karena ya emang pilihan sih. Saya nggak maksa, kalian nggak perlu merasa terpaksa juga. Sharing saya itu tujuannya cuma untuk memperkenalkan pendapat gres yang mungkin udah pernah kalian denger, mungkin juga belum pernah. Pada akhirnya, penerapannya ya kembali ke kalian juga.

Yang jelas, saya selalu netral. Atau minimal saya sudah sangat berusaha netral. Kalau ikutin blog ini dari dulu mungkin kerasa ya, dalam beberapa hal saya sangat sangat netral menyerupai goresan pena soal selingkuh dan pelakor. Tapi dalam hal lain saya sanggup emosi dan melepeh orang lain hanya alasannya saya kesal pada orang yang "harus-harusin orang lain". Harusnya begini lho, harusnya kan begitu. Siapa sih yang bilang harus?

Seperti soal ASI. Saya pro ASI, saya menyusui hingga anak saya 3 tahun. Tapi saya nggak pernah mengharuskan orang lain untuk menyerupai itu juga. Memberi ASI itu PILIHAN apalagi untuk ibu bekerja ya. Pilihan jungkir balik pumping siang malam atau ya kasih susu formula aja demi kewarasan ibu. Buat saya, mending ibu waras yang senang mengurus anak dengan susu formula daripada ibu yang stres dan nggak happy alasannya ngorbanin segalanya demi ASI.

Kalau ngasih ASI bikin kau senang meski nggak tidur, ya go ahead. Tapi bila jam tidur terganggu alasannya pumping bikin kau senggol bacok dan jadi depresi ya nggak usah. Kalau kau stres alasannya ASI nggak keluar, ya usahakan dulu lah ke konselor atau minum suplemen. Tapi bila ke konselor bikin tambah stres, ya udahlah nggak ada yang jamin anak ASI juga akan selamanya sehat dan akan lebih sukses dibanding anak sufor kok. Yakin aja sama pilihan kalian.

Buat saya, segalanya sesederhana itu. Sesederhana tidak menyakiti orang lain atas pilihan yang mereka ambil. We're not in their shoes, who are we to judge?

Pun soal menikah dan punya anak. Menikah, belum menikah, tidak menikah, menikah dan nggak mau punya anak, menikah dengan satu anak, menikah dengan banyak anak. Mau bertahan di janji nikah yang toxic atau cerai aja. Nggak apa-apa banget. Bebas-bebas aja asal ya bertanggung jawab dengan pilihannya dan nggak merugikan orang lain.

(Lebih lengkap soal pilihan menikah pernah saya tulis di sini: Menikah itu Bukan Life Goals)

Tapi ya namanya manusia, emang niscaya ada aja kok mempertanyakan keputusan orang lain. Kalau itu terjadi, bahas sama orang terdekat aja, ngobrol sama sahabat atau suami. BUKAN confront eksklusif ke orangnya. Apalagi bila nggak seakrab itu sama orangnya. Duh, takut cuma bikin sakit hati.

Intinya plis, jangan jadi bigot. Bigot bukan cuma soal agama. Bigot sanggup dari sesederhana bilang “kamu nggak nikah-nikah emang nggak kesepian?" atau "lho punya anak kok cuma satu, kenapa nggak mau nambah lagi?" atau "ih anaknya kok pake dot?" ke orang yang nggak kau kenal-kenal banget.

Atau justru kalian menentukan untuk jadi bigot? HHHH. Kok nggak boleh jadi bigot? Ya alasannya kalian nggak menghargai pilihan orang lain.

Jangan menilai hidup orang dari standar adab yang kita punya. Jangan memaksa hidup orang atas apa yang kita percaya. Semua orang kan punya sudut pandang yang beda soal hidup, kenapa harus dipaksa sama?

Semua dongeng punya banyak sisi, semua problem juga punya banyak sudut pandang, hanya alasannya kita merasa benar, bukan berarti orang lain salah. Hanya alasannya kita percaya hitam, sisi lain nggak berarti melulu putih. Dunia nggak sesaklek itu.

And for you, don't let the society dictate what you do. Don't let them define you. You have your own life, you are enough. 

-ast-

Detail ►

Sebuah Kisah, Patah Hati (Setelah Menikah)


Kutipan di foto itu jadi caption Instagram saya beberapa waktu kemudian usai seorang teman meraung-raung dan berkali bicara “ingin mati”.

Iya, berulang kali bilang ingin mati alasannya ialah sedang patah hati.

Kalau pertama kali berkenalan dengan yang namanya jatuh cinta ketika remaja, kita niscaya sudah terbiasa dengan senyum tak henti, perasaan sudah menyerupai animo semi, berbunga-bunga. Hidup rasanya kondusif sekali. :)

Sampai kemudian harus patah hati.

Menangis sesenggukan di kamar dengan tisu berserakan di lantai ala serial Hollywood. Duduk di bawah shower menyala pakai piyama. Tak tahu lagi harus bagaimana. Tak tahu lagi harus menangis di mana. Terlalu rapuh. Merana dan sengsara. Cuma ingin dia.

Rasanya benar-benar ingin mati.

Kata orang, cara terbaik untuk menyembuhkan patah hati ialah menemukan hati yang baru. Untuk kemudian jatuh cinta lagi, semoga hati yang sempat hancur di bawah serakan tisu dan rintikan shower itu terasa tergenggam kembali. Untuk kemudian dapat berdenyut lagi dan melupakan si pematah hati.

Jatuh cinta lagi memang cara paling simpel untuk menyembuhkan patah hati. Ironis? Tidak, toh untuk patah hati juga kita harus jatuh cinta dulu kan?

Maka masa-masa sebelum menikah pun dilalui dengan pengulangan momen-momen itu. Jatuh cinta, patah hati, jatuh cinta pada orang gres lagi, patah hati lagi, jatuh cinta lagi, hingga jadinya kita tetapkan untuk berhenti.

Kaprikornus ketika jatuh cinta terakhir kalinya hingga ingin menikah, sebagian besar di antara kita mungkin pribadi merasa kondusif selamanya.

YASSS, AKU TIDAK AKAN PATAH HATI LAGI! Ini kan jatuh cinta terakhirku, mari menua bersama!

Tapi hidup tidak dibentuk sebegitu mudah, darling. Menikah tidak sesederhana jatuh cinta, ke KUA, dan tinggal bersama menata rumah hingga tua. Pernah terpikir kah kalian bagaimana kacaunya patah hati sesudah menikah?

Iya, yang complicated dari dongeng teman saya ini ialah beliau sudah menikah. Orang yang membuatnya patah hati juga sudah menikah.

Rumit sekali. Karena jalan keluarnya tidak semudah ketika kita remaja. Tidak semudah, cari saja orang gres untuk jatuh cinta lagi.

Istri di rumah bagaimana? Bisakah jatuh cinta pada istri yang sama lagi sesudah jatuh cinta pada orang lain? Sayang dapat masih sama, tapi jatuh cinta lagi?

Sebut saja teman pria saya ini dengan X. Iya beliau laki-laki. Istrinya tanpa cela. Model-model istri yang foto Instagramnya bikin iri alam semesta. Ingat, foto Instagram tak menjamin hidup bahagia. Mungkin ia juga tak pernah sangka suaminya ternyata dapat jatuh cinta lagi. Untungnya ia tak tahu, setidaknya hingga hari ini.

Kemudian mari kita sebut wanita yang terjatuhi cinta (ah, mereka sama-sama jatuh cinta) ini dengan Y. Y juga punya suami yang sempurna. Pengertian luar biasa. Fun fact: dibanding istri X, Y ini biasa-biasa saja. Ya, bagus tapi Instagramnya tak bikin iri alam semesta.

GET IT?

Keduanya sejatuh cinta itu. Jalan atau makan bersama berdua? Tidak, jika pun iya tak pernah berdua. Berhubungan tubuh yang bikin deg-degan alasannya ialah dengan orang baru? Tentu terpikir berkali-kali. Tapi tak hingga hati.

Our chemistry is not in a sexual way, katanya. Cinta bukan melulu perihal raga, cinta dapat hadir dan menyenangkan bahkan tanpa hubungan badan. Kalau tanpa seks saja mereka sudah sejatuh cinta itu, kita dapat apa?

Sesayang itu. :(

Perjalanan cinta mereka hanya alasannya ialah chat yang terlalu nyambung. Chat biasa yang jadi kebiasaan menyenangkan dan pribadi berubah jadi sinyal-sinyal kangen ketika sehari tak ada.

“Gue gres tau, ternyata bisa-bisa aja ya sayang sama dua orang di ketika yang bersamaan.”

YA BISA. But well, we learn something new everyday, don’t we?

Jatuh cinta tidak kenal status pernikahan. Jatuh cinta ya jatuh cinta. Mau sebaik apapun menjaga, namanya cinta kadang tiba di waktu yang sungguh tidak terduga.

Apa mereka salah? Ya mereka mengaku salah meski siapa saya hingga harus menyalahkan orang jatuh cinta? Apa menyalahkan dapat menciptakan keadaan jadi tenang? Tidak. Kaprikornus biarkan saja. Jatuh cinta ialah hak mereka, jika jadinya patah hati ya sudah dapat apa kita selain menemani?

Berteriak salah pada orang jatuh cinta, seolah kita tak pernah jatuh cinta. Hati tak pernah salah, jatuh cinta bukan masalah, hanya waktu yang kadang begitu kurang bimbing memecah belah.

Kenapa harus bertemu? Kenapa harus merindu?

Apa mereka menyesal? Yah, yang terang mereka jadinya berkali-kali berusaha berhenti, menyerah, berpisah. Nomor WhatsApp dihapus, Instagram diblock, tak perlu lagi bertemu muka, segala cara dilakukan semoga dapat lupa.

Ternyata toh tetap tidak segampang itu.

“Gue sayang istri, sama sekali nggak pengen pisah sama dia. Nggak pernah kepikiran sedikit pun cerai sama beliau alasannya ialah gue juga nggak pernah kepikiran sekali pun nikah sama Y. Tapi kenapa ya nggak dapat lupain dia?”

Orang jatuh cinta tidak punya penalaran katanya, tapi untungnya Tuhan masih menyisakan mereka sedikit logika. Kaprikornus sesudah berkali pisah dan kembali, bermeter-meter argumen, berhari-hari teriakan, dan berderai-derai air mata, mereka tetapkan benar-benar berpisah.

Stop hubungan ini alasannya ialah mau dibawa ke mana? Untuk apa dilanjutkan? Hanya untuk ketahuan? Hanya untuk menciptakan hidup berantakan?

Bicara pisahnya gampang, kenyataan menghadapi hari-hari sesudah perpisahan itu yang luar biasa sulit. Patah hati alasannya ialah pacar menduakan itu satu hal, patah hati pada selingkuhan alasannya ialah mengingat kebaikan istri itu hal lain.

Mereka saling menyalahkan. Menyalahkan satu sama lain, menyalahkan diri sendiri alasannya ialah membuka hati. Meski rasanya tentu, pasti, tak sengaja.

X makin tak karuan alasannya ialah Y pun sama kacaunya. Berkali menelepon hanya untuk memaki, tak mampu menata lagi hati. Katanya tak tahu lagi definisi kerja dan hidup tenang, di rumah hanya menangis semalaman. Tentu pelan-pelan, semoga tak ketahuan. :(


Sampai dua bulan kemudian, hari ini. Belum ada kemajuan. Masih tercerai berai, dengan luka besar yang masih menganga.

Patah hati, hingga mau mati.

Seperti dipaksa berpisah entah oleh siapa dan dengan alasan apa. Seperti diminta patah hati tanpa tahu harus jatuh cinta pada siapa lagi. Seperti harus sakit sendiri alasannya ialah sungguhlah tak dapat dongeng rasa ini pada istri.

Saya hanya dapat bilang: sabar. Sabar, semua orang pernah patah hati hingga mau mati. Waktu menyembuhkan, tidak sekarang, tidak besok, mungkin bulan depan, mungkin tahun depan, mungkin 10 tahun lagi.

Selama kau masih mau bersama istri dan anakmu, maka kau harus bertahan. Jangan mati.

Jangan mati dan jangan hingga ketahuan.

Ada yang punya obat sembuhkan patah hati sesudah menikah?

PS: Seperti fiksi? Nope, ini kisah nyata. Dicurhatin mulu soal ini pas lagi PMS kan jadinya ikutan ambyar. T______T

-ast-

Baca goresan pena terkait perihal Selingkuh dan Pelakor.

Detail ►

Ibu Yang Belum Sayang Anak

(Ini versi lebih detail dan lebih lezat dibaca dari Instagram Story ya. Saya lama-lama kesel sama Instagram Story sebab nggak dapat disearch dan dibaca ulang. Kaprikornus mau dipost di blog juga.)



Let me tell you a story.

Waktu otw nonton Crazy Rich Asian di Kemang Village (yoi udah usang ya hahahahaha), saya nebeng kendaraan beroda empat @andaws dan di satu topik, kami bahas soal orang-orang yang nggak pribadi sayang sama anaknya.

Andaws dongeng soal satu temennya yang nggak sayang sama anaknya hingga umur sekian bulan terus nanya: lo gitu juga nggak sih?

IYA DONG. MALAH SAMPAI SETAHUN. *LHO KOK BANGGA*

But yes, I did. And I really want all of you to know that it’s totally normal.

Saya ialah ibu yang nggak ngerasain sama sekali momen magical apalagi terharu waktu melahirkan. Boro-boro meneteskan air mata sambil IMD, sesudah Bebe lahir dan saya dibersihin, yang saya pikirin cuma satu: NGANTUK BANGET PENGEN TIDUR.

Ya maklum kontraksi 12 jam hingga induksi kan capek banget ya. Mana saya kurang darah jadi sambil transfusi dan lengan kaya nggak berfungsi saking pegelnya. Pindah kamar dari ruang bersalin, saya nggak nanya mana bayinya sama sekali dan pribadi tidur nyenyak hingga malem.

Sampai malemnya Bebe dibawa di ruangan saya (kami room in tapi Bebe kurang gula darah jadi gres dapat ketemu malem), saya cuekin ia sama sekali loh. Sampai JG bilang “coba nenenin nggak?” saya yang beneran mikir “harus kini banget ya?”

Wow setidak peduli itu boro-boro pumping dan sudah mulai stok ASIP menyerupai orang-orang.

Saya gres mulai sayang dan merasa wah punya anak itu lucu ya … sesudah sekitar satu tahun.

Kaprikornus selama satu tahun itu saya ngurus anak sebab kewajiban dan tanggung jawab aja. I had baby blues and sleep-deprived because Bebe was a difficult baby with colic. Dan itu traumatis sih buat saya. Sangat sangat traumatis dan membekas hingga sekarang.

Sampai sekarang, setiap liat orang hamil atau liat bayi, saya selalu mikirin betapa stresnya punya bayi. Kaprikornus nggak pernah punya perasaan "ya ampun bayi gemes banget jadi pengen punya bayi lagi". Nggak pernah sama sekali. Setrauma itu. :(

*

Selama satu tahun itu, Bebe nggak punya baju pergi sama sekali. Dia bahkan nggak punya sepatu hingga umurnya setahun. Kaprikornus ya cuma pake kaos kaki ke mana-mana.

Saya cuma beliin piyama lusinan, ke mall pun ia pake piyama. Dulu saya mikir itu sebab ya nyaman aja sih bayi pake piyama, tapi bila dipikir sekarang, saya pelit banget untuk beliin baju sebab saya nggak seexcited itu punya bayi.

Betul banget saya ngerasa bayi paling nyaman memang pake piyama dan saya beneran risih sama bayi yang dipakein baju kaya orang dewasa. Tapi di sisi lain, pelitnya saya akan urusan belanja baju bayi juga didukung dengan saya yang nggak sayang-sayang amat sama Bebe hahaha. Nangkep nggak sih?

Kalau sayang banget mungkin beli piyamanya yang mahal dan proper hahahaha nggak beli piyama lusinan dan bodo amat sama warna dan modelnya gitu.

Kaprikornus saya nggak pernah relate sama meme-meme atau jokes yang menyebut sesudah punya anak semua belanjaan buat anak. Nope. Yang belanja tetep saya, waktu itu Bebe (hampir) nggak pernah saya beliin apa-apa.

(Baca: Bebe dijudge orang di mall sebab pake piyama)

Ada fase denial cukup usang bila saya punya anak dan ya harus sayang sama anak ini, tapi gimana caranya? Bingung sendiri. Saya mulai nggak denial lagi dan beneran menganggap wah ini anakku dan saya sayang sekali sama dia, waktu Bebe umur 2 tahun.

Karena di umur 2 tahun itu segalanya udah lebih mudah. Dulu saya nganggep ia sebagai beban. Beban sekali, saya nggak tidur, siang harus kerja, saya ambisius sama hasil pumping, hidup jauh dari ortu dan mertua tanpa nanny dan ART.

Saya nggak punya kehidupan, nggak punya me time selain di kantor. Dua tahun, saya cuma keluar rumah sendiri 1 kali untuk outing kantor. Nggak nonton bioskop, nggak pernah pergi sama temen. Selalu sama Bebe. Untuk memastikan ia dapat nenen aja sih. Ambisius kan anaknya.

Iya ambisus soal ASI sebenernya sih. Urusan ASI dan pumping itu bukan soal Bebe. ITU SEMUA TENTANG SAYA. Tentang saya yang ambisius banget sama hasil pumping hingga bikin KPI untuk diri sendiri.

Iya semua pencapaian hingga dibikin sistem pumping itu UNTUK DIRIKU SENDIRI. Untuk pujian saya sendiri bila saya dapat lho begini dan begitu. saya selalu punya sasaran untuk apapun dan bila tercapai ya saya senang.

(Baca: Manajemen ASI Perah Tanpa Kejar Tayang)

Kalau kenal saya banget niscaya ngerti sih.

Bayar daycare mahal-mahal demi anak? Nggak, demi ketenangan saya sendiri. Saya yang keliling hingga 7 daycare sebab saya seambi itu. Toilet nggak sreg aja saya ogah, missnya saya nggak suka ya saya nggak mau. Repot emang jadi orang perfeksionis.

NGERTI KAN KENAPA CAPEK BANGET JADINYA.

Secapek itu hingga bila nulis di blog saya selalu menghibur diri dengan bilang “it’s gonna be worth it” atau “asal ia sehat deh whatever”. Karena bila ia sakit saya yang repot dan saya akan tambah capek.

via GIPHY

Sekarang? Sekarang di umur 4,5 tahun ini saya senaaaanggg sekali punya Bebe. Sesenang itu hingga aktivitas favorit saya ialah ngobrol sama Bebe hahaha.

Di kendaraan beroda empat pegangan tangan, kapan pun selalu pelukan dan ciuman, kami mengembangkan dongeng hingga tidurnya malem terus saking sebelum tidur terlalu banyak yang harus diceritain. Dia dongeng semuanya sama saya dan saya pun selalu ditagih dongeng sama ia ngapain aja di kantor.

Dia selalu dongeng hari ini murung kenapa, tadi kenapa nangis, dongeng kenapa ia bahagia sekali, dan dapat puluhan kali sehari bilang “aku sayang Ibu”.

(Efek dari praktik pandangan gres di blogpost ini lho “Because I Love You”)

Sekarang ia nggak minta mainan aja saya paksa-paksa beliin hahaha. Bodo amat ia tidur atau bilang nggak mau, bila saya suka ya beliin aja. Sepatunya udah satu laci sendiri. Bajunya lebih banyak dari baju kami berdua.

Sayang nggak dapat dan nggak perlu diukur pake uang tapi ternyata bila sayang bawaannya emang pengen beliin ini dan itu terus. Ini faktual dan nggak terbantahkan.

Waktu yang saya luangkan buat Bebe pun jadi less stressful. Semakin ia besar, semakin saya tau bila saya melaksanakan semua ini demi dia, finally.

JG: “Baru kali ini saya ngerasa sayang sama orang hingga rela ngelakuin aja buat dia. Semua uang saya buat ia juga saya rela.”

Saya: “DIH EMANG NGGAK MAU LAKUIN APA AJA BUAT AKU? Kayanya kau juga kasih semua uang kau buat aku”

JG: “NGGAK AH”

DIHHHHH. Rese amat manusia.

*

Lalu inti dan pesan moralnya apa?

Perempuan itu BISA lho nggak sayang sama anaknya bila punya banyak problem lain dalam hidup.

Perempuan itu BISA capek ngurus anak dan mengaku capek itu TIDAK APA-APA.

Perempuan itu BISA stress berat punya anak dan tidak mau punya anak lagi atau menentukan tidak punya anak sama sekali juga TIDAK APA-APA.

Menjadi ibu itu pilihan sebab tanggung jawab yang kita bawa itu seumur hidup. Hidup berubah selamanya sesudah punya anak dan nggak akan kembali lagi.

Jangan punya anak untuk mengikat suami selingkuh, jangan punya anak demi menyenangkan hati orang lain.

Demikian supaya tercerahkan!

-ast-

Detail ►

#Sassythursday: Kenapa Tidak Lambe Turah?




BAHAHAHAHAHAH BAHASAN PENTING ABAD INI. Oke jadi gue sama Nahla emang di satu sisi suka banyak sama gitu tapi di sisi lain beda banget juga. Kaya kesukaan ia sama anime, i have no idea. Dan yang terbeda, soal ia dan lambe turah lolol.

Baca punya Nahla:

Iya gue nggak follow lambe turah dan satu pun akun gosip di Instagram. Tadinya gue biasa aja, hingga Gesi nulis soal lambe turah dan gue merhatiin trit ia di Facebook KEB. Deym, gue doang yang nggak follow ternyata HAHAHAHAHAHA.

Nahla follow banget!

Dia bahkan ngasih gue beberapa akun untuk difollow kaya lambe turah dan jeng kelin apa gitu lupa. Terus sepakat gue coba follow. Kemudian ... gue unfollow lol. Simply alasannya yakni FOTO YANG DIUPLOAD ELEK. Gue kan anaknya visual banget, gue mau feed Instagram indah dan bukannya screencap-screencap begitu. *remeh*

Ini bukan humble brag (kaya yang dibilang mbak Jihan lol). Gue nggak merasa lebih apa gitu alasannya yakni ga follow lambe turah. Apalagi konteksnya Gesi adalah, ia habis waktu di lambe turah hingga tidak ada waktu baca berita. Iya gue baca gosip (ya gimana kerja di kantor gosip lol) tapi gue tetep follow kok artis-artis di IG, yang fotonya anggun aja hahahahaha.

Kenapa sih nggak follow? Kan seruuuu!

Oke pertama. Karena gue lelah sama gosip artis lokal. I mean it. Gue dulu di kantor usang emang pegang KPop, tapi sebulan sekali selama seminggu penuh, gue harus piket pagi atau piket malam dan piket weekend. Dan itu gue ngerjain semua gosip entertainment termasuk gosip artis lokal. Semingguan (kalau piket pagi-malem) dan dua hari penuh (kalau piket weekend). 

Gue pernah ada di dapur infotainment and judge me, it was SUPER fun. Tanya gosip artis lokal, Korea, dan Hollywood tahun 2011-2013 gue hafal semua. Gue tau detailnya mana yang beneran mana yang nggak, mana yang settingan mana yang beneran.

Sampai balasannya pindah kantor dan waawww ternyata hidup hening ya tanpa tau si anu mau cerai kek, mau ganti pacar sebulan 3x kek, mau bawain suami orang makan siang kek. Turns out it's none of my business at all 😂😂😂. *telat sadar* lol
*Intermezzo, makanya pas kemarin Sandra Dewi nikah dan belum dewasa kantor heboh ngomongin, komen gue adalah: oh dulu pacarnya bukan itu 😂. Pengetahuan artis lokal gue berhenti di 2013.*

Gue masih mau kok denger jikalau orang pada kisah si anu lagi begini loh. Oyaaa? Gimana gimana? Dengarkan ceritanya terus paling baca-baca dikit terus udah. Bukan kebutuhan hari-hari lol. Apalagi hingga harus merusak timeline IG HAHAHAHA.

Makara kan ini duduk perkara preferensi ya. Apa yang mau gue baca dan apa yang nggak mau gue baca. Begitu pula dengan kalian.

Dan lagi, gue nggak punya tv di rumah jadi kadang suka nggak tau nama artisnya. Nggak nonton sinetron pun, tau Prilly aja dikasih tahu Nahla dan shock abis pas tau followersnya jutaan di IG.

Jangan khawatir, gue juga bukannya baca gosip terus kok. Tau sendiri gue bacanya BuzzFeed HAHAHAHAHA. Dan gue ngikutin banget gosip YouTubers dan blogger. YouTubers lokal sih teuteup taunya dari Nahla jikalau YouTubers internasyenel kam memang masuk portal gosip ya. Kalau gosip blogger (terutama blogger Spore dan Malaysia) gue kadang hingga kepo ke mana-mana, ke gurugossiper hingga emak bapaknya adiknya segala gue follow deh hahahaha. See, cuma beda orang yang dibahas aja kok.
Satu alasan lagi selain kelelahan pernah kerja jadi wartawan entertainment, gue menjaga hati. Ahem.

Taulah ya, yang di-upload di IG dan di dunia konkret kadang beda. Di IG mesra banget sama istri, padahal kata akun gosip mereka selingkuh.

Pertanyaan gue: kenapa atuh nggak percaya aja sama apa yang mereka tampilkan di IG eksklusif mereka?

Karena gue pun merasa demikian, gue ingin dipercaya orang atas apa yang gue upload di socmed. Gue kaya nggak mau juga ada orang ngorek-ngorek hidup gue, hal-hal yang seharusnya tidak dibagi lalu malah jadi pembicaraan orang. Kasian gitu rasanya.

Tapi kan mereka public figure! Hidup mereka milik publik!

Alah itu mah ala-ala aja semoga ada alesan untuk ngorek dapur orang ya nggak? Dan nggak naif lah, itu kan urusan rumah tangga orang huhu. Aku siap jadi seleb jadi saya juga tidak mau rumah tanggaku diurek-urek orang huft. 😪

Makanya perhatiin deh di #SassyThursday, gue nggak pernah sebut nama orang. Gue kaya mikirin gitu jikalau nanti anaknya googling gitu terus baca opini gue dan opini gue sampah padahal gue cuma tau sepotong-sepotong dari akun gosip gimana. Terus mereka sedih. Makara gue nggak sebut nama semoga nggak dapat di-search. Iya, gue sepemikir itu lol.

Apalagi yaaa.

Inget loh, Lambe Turah ini nggak verifikasi beritanya jadi tolonglah jangan percaya 100%. Menurut gue loh ya ini. Ya udah gitu aja.

-ast-

Detail ►

Rumitnya Menikah

Saya tidak bicara dari sudut pandang agama ya. Kalau mau dilihat dengan sudut pandang agama apapun silakan, tapi mungkin tidak akan sesuai. :)


Di usia saya sekarang, lingkungan pertemanan saya rata-rata sudah menikah dengan dua anak. Usianya memang sudah masuk untuk punya dua anak. Usia ideal bagi society, belum tentu ideal bagi diri sendiri sebab toh pada kenyataannya jumlah anak tidak berbanding lurus dengan kebahagiaan rumah tangga.

Ada yang terus menerus bertengkar sebab suami menduakan berkali-kali tapi tetap hamil lagi, made up sex that only made the baby but not the family. Bayinya jadi tapi kekerabatan suami istri tetap berantakan. Anak kedua pula. Istrinya nggak kerja pun.

Ada pula yang memaksa menikah padahal tidak satu prinsip dengan calon suami, dengan alasan berharap suami sanggup membawa ke kehidupan yang lebih baik. Tapi ternyata tidak. Bagaimana sanggup kalau definisi "hidup lebih baik"-nya pun berbeda? Hidup bersama orang yang tidak satu value itu melelahkan. Mau bercerai kok ya suami terlalu sempurna? Punya alasan apa?

Ada yang suaminya mendadak mengubah janji sesudah menikah. Bayangan menikah menyenangkan jadi sebaliknya. Me time jalan-jalan dengan sahabat sesudah semingguan mengurus dua anak tidak diberi izin. Padahal sebelum menikah sudah ditanya bolehkah ini dan itu, jawabannya selalu boleh.

Bahkan hal "sesederhana" melarang istri bekerja saja sanggup jadi urusan panjang kalau istrinya memang tipe yang senang bekerja dan tidak sanggup hanya membisu di rumah. Belum lagi urusan mertua, urusan sekolah anak, urusan suami yang tidak mau bantu pekerjaan rumah tangga, suami yang tidak mau dititipi anak, dan buanyak lagi.

(Baca: Beda Prinsip Lebih Baik Tidak Makara Nikah Loh!)

Kalau mendengar cerita-cerita ketidakbahagiaan dalam janji nikah saya selalu merasa bersalah sebab masih suka ngeluh hahaha. Meski satu prinsip pada segala hal, ya kami juga punya duduk perkara kecil yang padahal sanggup diabaikan. Padahal dibandingkan duduk perkara orang lain sih duh remeh banget. Untuk hal-hal lain yang besar dan melelahkan, so far kami selalu satu suara.

Menghadapi Bebe, maka kami vs Bebe, menghadapi mertua dan keluarga saya maka kami vs mertua dan keluarga. Itu yang menciptakan kehidupan janji nikah saya rasanya tidak serumit orang-orang. Orang-orang yang seumuran saya loh ya, yang gres menikah 5 tahunan.

Karena banyak ya ternyata yang suami selalu membela ibunya dibanding istri. Pokoknya istri harus nurut ibu aja mau ibunya logis apa nggak. "Kamu nurut lah sama ibu aku!" Wow wow. Kenapa nggak kita diskusikan dulu berdua kemudian ambil keputusan BERDUA dan jelaskan ke mertua hasil keputusan BERDUA itu? Kan kau nikahnya sama saya bukan sama ibu kamu?

T________T

Padahal mertua nyuruhnya itu punya anak lagi meski anak pertama masih kecil, semoga capek sekalian katanya. Istri nurut ajalaahhh. Duh sakit kepala mikirinnya. Punya anak ya, mau kini mau nanti ya sama-sama capek. Kan terserah yang mau ngelahirin dong kapan mau beranak lagi. Kalau suami dan ibunya berkomplot nyuruh punya anak sementara yang hamil masih keberatan masa dipaksa? Emang wanita hidup cuma buat jadi medium beranak doang?

T________T

DAN INI TRUE STORY. Semua pola di atas tadi dongeng beneran. Dari orang yang nikah gres 3-5 tahun! Nikah gres 3-5 tahun aja repotnya udah kaya gini wow. Kalau kata Nahla, bayangkan harus hidup kaya gitu 50 tahun lagi.

Karena sering denger curhat model menyerupai ini, maka kini kalau ada orang bilang duh pengen buru-buru nikah, saya dan JG niscaya kompak bilang "Yakinnn? Duh pikir-pikir dulu lah". Dan kami serius soal itu. Kami tidak mau kalian jadi orang berikutnya yang curhat sebab "nikah kok gini amat ya". Hiks.

Pusing ya? Iya nikah itu pusing banget, complicated.

Dan ya, orang-orang menikah ini selalu bicara janji nikah seolah menikah ialah sesuatu yang paling menyenangkan di dunia! Well, no, except you find the perfect one.

Katanya "nikah aja nggak apa-apa, iya sih pusing, tapi enaknya juga banyak" YA ITU KAN ELO. Saya sih nggak berani menyarankan orang menikah hanya sebab janji nikah saya baik-baik saja. Ya saya baik-baik aja, orang lain? Kan belum tentu.

(Baca: Selingkuh dan Pelakor)

Banyak yang baik-baik saja tapi banyak juga yang berusaha terlihat baik-baik saja. Banyak yang tampak mesra di social media padahal menangis setiap malam. Banyak yang di luar sama-sama terus, di rumah mah ya masing-masing aja kaya nggak kenal. BANYAK. Banyak yang menikah socially bukan personally.

Karena semenjak awal, banyak yang pernikahannya itu soal "social acceptance". Ya dalam tanda kutip. Menikah sebab tertekan lingkungan, menikah sebab memang merasa sudah usianya harus menikah, menikah sebab keluarga meminta menikah, menikah sebab ya mau ngapain lagi bro, semua temen udah nikah. Ya nggak tau, ngapain kek, keliling dunia mungkin?

Makanya memilih tujuan menikah itu penting dibicarakan semenjak awal. Oiya kita mau nikah, apa tujuannya?

Misal tujuan menikahnya ialah "melanjutkan keturunan" maka sesudah menikah sasaran berikutnya ialah punya anak dong? Terus ternyata nggak dikasih anak. Jadinya logis kan kalau salah satu minta cerai sebab nggak sanggup punya anak? Atau misal kalau istrinya yang ternyata punya duduk perkara kesehatan, jadi logis dong kalau suami minta poligami? Ya sebab memang tujuan awalnya kan melanjutkan keturunan.

Saran saya sih cari yang tujuannya hidup bersama selamanya deh. Nonton film Test Pack sama calon pasangan, tanya pendapatnya kalau itu terjadi sama kalian. Bukan promosi, tapi film itu ngasih citra banget pasangan yang ideal berdasarkan saya. Menurut saya loh yaaa. :)

Tapi hening dulu, ada kok pasangan yang bener-bener bahagia. Kategori ini pun masih terbagi dua. Hahaha.

Pertama, yang satu prinsip hidup karenanya santai sama segala sesuatu. Perfect match made in heaven. Berantem cuma urusan siapa yang mandi duluan lol. Satu visi misi, nggak saling menuntut suami harusnya gini, istri harusnya gitu!

Kedua, salah satu sebenernya sebel tapi ya udah terima ajalah daripada pusing. Telen aja udah, eh sori, tulus aja udah. Namanya juga nikah ya kan, harus saling ikhlas, harus toleran namanya juga dua kepala jadi satu. :)

(Baca: Mengurangi Intrik Rumah Tangga)

Masalahnya, tulus itu nggak gampang. Nggak semua orang punya stok tulus luber-luber. Ada yang di depan suami dan keluarga tepat banget sebagai istri dan ibu. Tapi di social media ya ampuuunnn, 180 derajat. Terlihat sekali beliau butuh sahabat untuk bicara, butuh sahabat untuk berdiskusi. Nyamber sana-sini, komen sana-sini. Kan kasian jadinya.

Atau yang lebih sanggup menahan diri biasanya hanya curhat pada sahabat. Keluhan-keluhan yang tidak pernah terbayang sebab di luaran sana mereka ialah pasangan tepat yang bikin iri semua orang. Sahabat-sahabatnya ini yang jadi ikut duka huhu kasihan tapi nggak sanggup bantu banyak juga. :(

Inti dari semua ini adalah. Pikir yang banyak sebelum nikah! Tanya pertanyaan-pertanyaan ini ke calon pasangan! Dan wanita harus mandiri, tidak mandiri, tidak mau punya penghasilan tidak apa-apa tapi siapkan storage untuk tulus yang banyak yaaa. :)

Kalau sesudah ini kalian jadi ragu menikah, manis dong. Keraguan akan jadi kehati-hatian, dan menikah ialah keputusan yang harus diambil dengan hati-hati. Percayalah bahwa dengan ragu dan hati-hati, kalian akan menemukan seseorang yang sanggup membuatkan prinsip hidup selamanya. Menjalani hidup tanpa jadi orang lain, tanpa harus selalu bersembunyi di balik kata ikhlas.

Karena sesungguhnya, keikhlasan tidak dibutuhkan lagi di sebuah kekerabatan yang membuatkan prinsip hidup yang sama. Your life would be so much easier. Toleransi niscaya ada, tapi sungguh di hal-hal yang sangat kecil hingga tidak pantas disematkan sebagai sebuah keikhlasan. :)

Untuk kalian yang belum menikah, merasa menikah terlambat, tidak menikah, atau sudah berhenti menikah, hal apapun wacana janji nikah tidak mengurangi sedikit pun dari harga kalian di dunia ini. You're all worth it.

Selamat hari Senin! Baca goresan pena wacana janji nikah lainnya di sini ya! Tentang Nikah

-ast-

Untuk kesayangan aku, @jago_gerlong. Terima kasih untuk jadi kau yang menyerupai aku. Untuk diskusi duduk perkara yang tidak pernah panjang, untuk pertengkaran yang tidak pernah bermalam, untuk jadi tanggapan atas semua kebimbangan. I love you 💛 (TOLONG INI DISCREENCAP DAN BELIIN AKU IPHONE 7 DONG! HAHAHA)

Detail ►

Tips Menulis Blog Yang Menarik (2)



Ini yaitu penggalan dua dari tips menulis blog yang menarik. Bagian satunya dapat dibaca di sini ya:

Tips Menulis Blog yang Menarik (1)

Oke di penggalan kedua ini akan masuk ke pemilihan topik. Milih topik ini emang ribet sih sebab yaaa topik sih banyak tapi yang mana yang cocok sama pembaca kita dan diri kita sendiri ya kan?

⭐ Tentang topik ...

Coba kenali diri sendiri, apakah ada fatwa kita yang Istimewa dan tidak biasa? Hal-hal tidak biasa ini biasanya disukai orang sebab bikin kaget hahahaha.

Kalau nggak kepikiran ummmm, ya jangan nulis opini sih. Karena ya untuk apa nulis opini jikalau opini itu yaitu opini yang umum?

Misal saya nulis perihal menduakan dan pelakor, itu rame sebab sementara semesta menghujat, saya cenderung "membela" pelakor. Kalau kalian ikut menghujat juga terus nulis sih ya kesudahannya tulisannya biasa aja, nggak spesial.

Tapi ya jangan cuma anti mainstream, harus punya argumen berpengaruh juga. Kalau nulis di luar kebiasaan orang banyak terus argumennya nggak berpengaruh sih ya siap-siap aja dibully. :)

Kaprikornus berdasarkan saya sih yaaa, jikalau kalian emang nggak punya cukup argumen, tulis yang ringan-ringan ajalah. Topik atau dongeng sehari-hari, tips seputar rumah, atau perihal tragedi hari itu juga oke. Atau berguru nulis komedi aja! Baca di blognya Raditya Dika dulu banget beliau suka share cara nulis komedi.

Karena kadang dongeng yang biasa aja dapat jadi menarik dan lucu jikalau kita dapat nulisnya. :)

Yang terpenting, tulislah sesuatu yang kita suka! Lebih simpel nulisnya!

⭐ Minta tolong baca dulu ke orang

Saya biasanya kasih dulu ke orang jikalau tulisannya kontroversial. Misal yang ini AGAMA DAN MANUSIA, emang sih nggak viral kaya yang lain hingga ratusan ribu views, tapi tembus belasan ribu lah viewsnya. Dan nggak ada yang bantah argumen, sebab mau bantah apa. Yang saya tulis emang bener kok.

Tapi tau bener apa nggak itu harus dinilai orang lain dulu. Tulisan itu saya kasih dulu ke JG, Gesi, Mba Windi, dan Nahla. Begitu mereka ok, gres saya publish. Kalau mereka belum sreg, saya edit dulu sana-sini sebab jikalau orang terdekat saya yang satu pikiran aja nggak sreg, apalagi orang lain?

Untuk topik kontroversial, pencarian plot hole sama orang terdekat itu penting hahaha. Tapi jikalau nulisnya lucu-lucuan kaya goresan pena si neng ini TENTANG HIDUP SEMPURNA ARTIS INSTAGRAM (A.K.A SI NENG A) saya nggak kasih ke orang dulu sebab takut ternoda kemurnian lucunya hahaha.

Sumpah gue kenapa jadi orang pede amat hahahahah

⭐ Endapkan

Ya, mengendapkan goresan pena itu penting. Kalau nggak penting-penting amat nggak perlu diendapkan lama-lama sih. Nulis malem, baca lagi pagi. Tapi kembali lagi, jikalau nulis yang kontroversial kaya SELINGKUH itu saya nulisnya seminggu lebih. Endapkan, edit, endapkan, edit, tiap hari aja begitu.

⭐ Keep it short

Ini nih, saya sering ngomelin mba Windi gara-gara nulisnya panjang banget astagaaa. Ngasih rujukan masalah aja dapat 5 dongeng sendiri, padahal mah 2 dongeng aja orang udah nangkep kok intinya.

Saya selalu edit banyak. Ketika proofread atau sesudah diendapkan, aneka macam yang saya hapus biar tidak bertele-tele. Yang penting pembaca nangkep intinya. Soalnya makin panjang nanti orang makin males bacanya. Scroll aja terus tapi inti problem nggak kesebut terus.

⭐ Latihan!

Iya beberapa waktu kemudian saya baca goresan pena orang perihal pengalaman beliau berguru nulis. Dia nggak punya background nulis apapun, cuma mendisiplinkan diri tiap malem nulis 400 kata jikalau nggak salah. EMPAT TAHUN SETIAP HARI TANPA PUTUS DIA NULIS.

Empat tahun kemudian beliau jadi kontributor tetap di beberapa publication dan punya kantor yang jual jasa nulis gitu buat CEO dan ghost writer. Dia bilang kalian nggak akan tahu apa itu disiplin hingga kalian mati-matian ngelakuin hal yang sama demi latihan untuk jadi lebih baik. Dan percaya nggak beliau latihan nulis di mana? Di Quora aja loh. Padahal kesannya Quora kawasan jawabin pertanyaan aja kan, tapi jadi kawasan latihan nulis buat dia. So inspiring!

Ya jikalau soal latihan ini saya nggak akan bantah sih sebab saya sendiri nulis udah usang banget! Kalau untuk dibaca publik, saya nulis semenjak Sekolah Menengah Pertama dan nggak putus hingga hari ini. Saya nulis untuk majalah dinding sekolah pas Sekolah Menengah Pertama dan SMA, saya kuliah jurnalistik, saya berkali-kali nulis resensi buku buat koran pas saya kuliah, saya jadi reporter, saya nulis buat publication lain, saya nulis buku, saya nulis blog. Sebagian besar hidup saya, saya habiskan nulis.

Dan itu kan dapat dianggap sebagai latihan! Terus menerus menulis yaitu latihan yang tak kunjung henti. Dengan latihan juga kita berguru diksi yang banyak sebab pas nulis mau nggak mau mikir dong nggak mau pake diksi yang sama terus. :)

Buat kalian yang punya blog, coba disiplinkan diri untuk nulis secara rutin. Kalau kalian nggak mau meluangkan waktu, nggak berusaha mencoba, ya mungkin nulis emang bukan buat kalian. Nyerah aja nggak apa-apa kok.

*loh kok judes*

*

Oke deh segitu aja. Panjang yaaaa. Semoga berkhasiat ya! Selamat menulis semuanya!

-ast-

Detail ►

Mengajarkan Bahasa Inggris Pada Balita, Perlukah?

[SPONSORED POST]


Di blogpost saya ahad lalu, saya sudah sedikit bercerita perihal 2-3 ahad belakangan ini saya sedang mencoba mengajarkan bahasa Inggris pada Bebe.

Eh malah tiba-tiba diundang EF dan MommiesDaily ke talkshow "Multilingual at Early Age, Why Not?" dan saya terharu saking pas banget momennya hahahaha. Iya beneran, pas mulai bilingual sama Bebe kemarin itu saya nggak tau akan diundang ke event ini. :')

Talk show ini digelar di EF fx Sudirman 22 Februari lalu, dipandu oleh Donna Agnesia dan menghadirkan psikolog Roslina Verauli (panggil saja mbak Vera) dan Meta Fadjria, pengajar di EF Indonesia yang sudah berpengalaman menjadi guru bahasa Inggris anak selama 18 tahun.

Saya bagi jadi beberapa part ya! Baca hingga simpulan lantaran membukakan mata dan banyak fakta-fakta yang saya gres tahu perihal pentingkah mengajarkan lebih dari satu bahasa pada balita.

Yuk!

Bilingual dan speech delay


Iya ini sering banget jadi topik jikalau lagi ngomongin bilingual: bilingual sebabkan speech delay atau terlambat berbicara. Bahkan saya sendiri kemarin nulis gitu hahahaha deym. Maklum belum tau yaaa.

Nah, dari talk show ini saya jadi yakin jikalau bilingual atau bahkan multilingual itu nggak ada hubungannya sama speech delay atau terlambat bicara.

"Tapi ada anak temen gue bilingual dan beliau speech delay," sering dong denger kaya gitu?

Ya saya aja sering banget. Padahal berdasarkan psikolog Roslina Verauli (panggil saja mbak Vera) itu nggak ada hubungannya. Anak yang memang ada talenta speech delay, monolingual (satu bahasa) aja beliau niscaya gagal. Apalagi dua atau lebih. Nangkep nggak?

Intinya gini, misal ada anak yang berpotensi speech delay. Diajarin satu bahasa aja udah nggak bisa sebenernya. Dengan satu bahasa aja udah niscaya speech delay. Eh malah diajarin dua bahasa sekaligus. Begituloh gengs, jadi nggak ada hubungannya yaaa! Iyaaaa!

As concerns children, many worries and misconceptions are also widespread. The first is that bilingualism will delay language acquisition in young children. This was a popular myth in the first part of the last century, but there is no research evidence to that effect. Their rate of language acquisition is the same as that of their monolingual counterparts.-- Francois Grosjean, PhD

Dari umur berapa anak sebaiknya diajari beberapa bahasa?

Dari bayi!

Tau nggak sih jikalau tangisan bayi di setiap negara itu berbeda? Tangisan yaitu bahasa pre-verbal dan sudah menyesuaikan dengan bunyi dan bahasa orangtuanya. Kaprikornus nangis anak Indonesia sama anak Amerika gitu beda! Canggih ya!

Peak time *halah* anak dalam berguru berbahasa yaitu dari 0 hingga 6 tahun. Lewat 6 tahun, berguru bahasa gres tidak akan secepat saat usia di bawah 6 tahun.

Baru hingga sini saya pribadi jadi lebih semangat ngajarin Bebe bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Mumpung gres 2,5 tahun yakan. Eh langsung dikritik sama mbaknya di daycare.

"Ah bu, Salo sih bahasanya udah bisa dua, Indonesia sama Sunda. Kalau dibilang 'ibak yuk' (mandi yuk) ngerti dia," kata mbak daycare yang kebetulan orang Sunda juga.

😂😂😂

Dan kemudian saya gembira HAHAHAHAHAHAHA. Soalnya alhasil Bebe bisa tiga bahasa! Trilingual, how cool is that! Ya zaman kini gituloh, bawah umur kecil di mall ngomong bahasa Indonesia aja nggak bisa, saking Inggris terus. Akan super cool jikalau Bebe bisa bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Sunda!

Yosh! 

Kenapa anak harus berguru lebih dari satu bahasa?

Kalau saya sih lantaran ngerasain sendiri orang yang bisa bahasa abnormal itu lebih punya banyak kesempatan dibanding orang yang hanya bisa satu bahasa. Minimal bisa jadi translator atau kerja di embassy negara yang bersangkutan lah.

Terus iyaaa, saya kompetitif. Dalam artian saya ngeri sendiri melihat bawah umur lain udah pada bisa bahasa Inggris dari bayi. Salut banget sama ibu-ibu yang udah konsisten pake bahasa Inggris dari anaknya lahir. Apalagi yang konsisten ibunya bahasa Inggris dan bapaknya bahasa Indonesia. Soalnya ribeeettt!

Dulu juga pas hamil saya niatnya gitu, tapi pas lahir haaa bubar semua. Duh ngurus anak aja udah ribet apalagi harus memikirkan berkomunikasi pake dua bahasa. Saya masih waras hingga kini aja udah bersyukur lol. 


Nah jikalau berdasarkan Mbak Vera, ini kelebihan anak yang bisa lebih dari satu bahasa:

- Kognitif: anak bilingual IQ-nya lebih tinggi. Lebih baik dalam tes atensi, daypikir analitikal, pembentukan konsep, kemampuan verbal, dan fleksibilitas berpikir.

- Sosiokultural: anak bilingual lebih handal dalam kesadaran metalinguistik (seperti mendeteksi kesalahan dalam grammar, memahami arti dan hukum dalam percakapan untuk berespon sopan/relevan/informatif). Memiliki kemampuan komunikasi yang lebih baik.

- Personal: kemampuan bersaing dan memperoleh pekerjaan yang lebih baik

Ya kan. Yang kepingan personal mungkin spesifik jikalau menguasai bahasa abnormal ya. Kalau bahasa kawasan apa bisa disamakan juga?

Bukan merendahkan bahasa kawasan tapi seberapa kuat sih kemampuan berbahasa kawasan dengan kemampuan bersaing untuk menerima pekerjaan yang lebih baik?

Kayanya nggak terlalu ngaruh ya. CMIIW. Tapi mungkin juga lantaran bahasa kawasan itu kurang Istimewa jikalau masih di negara aslinya. 

Tentang Language Mixing

"Ih tapi anak bilingual suka galau bahasa tau, ngomongnya jadi campur-campur Inggris Indonesia digabung."

Sering juga dong denger kaya gitu? Kaprikornus anak kecil bilang "ibu saya mau yang green!" atau "mommy i want eat nasi" itu namanya language mixing and it's a good thing! Karena itu berarti proses berguru berjalan lancar. Bukan malah berarti anak galau bahasa.

Iya, berdasarkan Mbak Vera, language mixing yaitu salah satu tanda anak sudah menguasai kedua bahasa. Cuma aja beliau masih galau atau lupa kata itu dalam bahasa satunya apa, jadi beliau sebut yang duluan keinget.

Here is also the fear that children raised bilingual will always mix their languages. In fact, they adapt to the situation they are in. When they interact in monolingual situations (e.g. with Grandma who doesn't speak their other language), they will respond monolingually; if they are with other bilinguals, then they may well code-switch. -- Francois Grosjean, PhD
Nah semakin dewasa, nanti juga semakin bisa memisahkan bahasa ini. Contohnya kita aja deh, jikalau ada yang nanya "how are you?" niscaya otomatis kita jawab pake bahasa Inggris. Atau ada yang nanya pakai bahasa Sunda gitu, kita otomatis jawab pake bahasa Sunda kan. Karena kita menguasai semua bahasa itu, jadi kita udah nggak kesulitan lagi switch ke bahasa lain, tergantung pada lawan bicara.

Bolehkah berguru bahasa abnormal lewat YouTube?

Atau ya lewat gadget/TV lah menyerupai film atau lainnya?

Buibu, jawaban dari pertanyaan itu akan menciptakan kita merasa gagal sebagai orangtua HAHAHAAHHAHAHA.

Menurut Mbak Vera, anak sebaiknya tidak dikasih gadget hingga usianya ... 30 bulan atau 2 tahun 6 bulan. Supaya anak tetap bersahabat dengan ibunya dan tidak kecanduan.

*ayo nangis dan pelukan sama-sama lol*

Intinya gadget bukannya tidak boleh, tapi sebisa mungkin ditunda dan dibatasi. Maksimal 2 jam sehari! Syukurlah, Bebe sehari kayanya nggak pernah sih lebih dari 3 jam. Aku nggak gagal-gagal amat lol.

Belajar bahasa dari gadget juga boleh tapi sebaiknya didampingi. Kaprikornus tetap ada kedekatan anak dan orangtuanya. Lebih anggun lagi membaca buku bahasa Inggris dibanding nonton pakai gadget. YAIYALAAHHH.

Karena bahasa itu sikap sosial. Dibutuhkan interaksi anak dengan insan hidup lain di sekitarnya. 

"Ah anak saya bahasa Inggris nya sepakat kok padahal cuma nonton Disney Channel doang."

Iya iyaaa. Percaya kok hahahaha. Ya namanya juga pilihan kan buibu, mau ngajarin pake media apa. Nggak ada yang paling benar atau paling salah ok!


Tapi soal gadget ini ada omongan Mbak Vera yang nyangkut banget sama saya hingga kepikiran. Kurang lebih gini:

"Anak kecanduan gadget itu bukan inti masalah, tapi jawaban dari suatu masalah. Orangtua niscaya punya masalah, anaknya melarikan diri dengan gadget. Sama dengan selingkuh, ada problem dulu yang menjadikan selingkuh, bukan menduakan kemudian jadi masalah."

WOW. Bener juga. Masalahnya ada di orangtua yang males nemenin anak maka anak dikasih gadget dan kemudian beliau kecanduan. Gitu kan? 

Apa cara paling efektif untuk mengajari anak bahasa asing?

Saya baca di mana gitu lupa, untuk bahasa kedua, anak bisa dipapar selama 30% sehari. Kaprikornus dari seharian, 70% bahasa pertama yang sudah beliau kuasai, 30% bahasa kedua.

Kalau berdasarkan mbak Vera, ini tips mengajarkan bahasa abnormal pada balita:

- Bantu anak mendengar sebanyak banyaknya
- Belajar diksi lewat nyanyian. Kaprikornus dikasihtahu, artinya apa.
- Kalau anak salah jangan dimarahi. Misal beliau salah jawab, tapi udah bener bahasa kedua, itu anggun lantaran artinya beliau mencoba.

Gimana jikalau pengen banget berguru bahasa Inggris tapi orangtuanya nggak bisa mengajari? Ya itu tandanya butuh dukungan orang lain. EF English First ternyata punya lho aktivitas untuk balita. Saya gres tau banget lantaran dipikir untuk anak sekolah dan profesional aja.

EF punya aktivitas Small Stars untuk anak berusia 3 hingga 6 tahun. Programnya memakai metode EFEKTA System dengan tahapan Learn, Try, Apply, dan Certify.


Lengkapnya bisa dilihat di sini ya: Small Stars EF. Klik!

Tapi tetep lho, meski pendidikan bahasa Inggris di-outsource-kan pada EF, tugas orangtua tetap yang utama. Karena berdasarkan mbak Meta yang sudah jadi pengajar EF usang sekali, anak akan lebih berhasil berguru dengan dukungan penuh dari orangtua.

Kalau Bebe gimana?

Nah saya sendiri sengaja mengajarkan satu bahasa dulu (Bahasa Indonesia) ke Bebe hingga beliau benar-benar lancar. Sekarang nyesel nggak nyesel sih.

Nyesel lantaran kaya dari nol lagi ngajarin Bebe ngomong bahasa Inggris. Nggak nyesel lantaran jikalau hingga Bebe speech delay, saya juga niscaya nyalahin diri sendiri kenapa bilingual segala. Iya meskipun nggak ada hubungannya, tapi kan paling praktis nyalahin diri sendiri huhu.

Awalnya beliau murka lho, lantaran merasa saya bicara sesuatu yang nggak beliau ngerti. Saya pakai metode dua bahasa, jadi saya sebut bahasa Indonesia kemudian bahasa Inggrisnya.

Kaprikornus ngomong apapun, ngomongnya dua kali "Xylo, lapar? Xylo, are you hungry?" atau "Nggak boleh gitu ya! No you can't do that ok!"

Sama ya baca buku sih. Buku-buku bahasa Inggris yang dulu dibacakan pakai bahasa Indonesia mengarang bebas, kini dibacakan bahasa Inggrisnya. Nonton juga masih kok, tapi agak nggak yakin beliau nangkep sih. Hahaha.

Minggu pertama beliau marah-marah. Minggu kedua mulai memperhatikan. Minggu ketiga udah blabbering! Dia udah ngeh beberapa kata meskipun ngomongnya masih malu. Warna dan hewan sederhana juga udah mulai hafal huhu maaf ya muji anak sendiri terus. #shamelessmom

Kalau JG kuat banget ngomong Inggris doang meski Bebe hah hoh. Saya nggak tega jadi aja masih campur. Tapi mulai blabbering aja udah bahagia. Ya kaya bayi aja kan pertama kali berguru ngomong juga blabbering dulu.

Kaprikornus misal kemarin, JG sama Bebe di ruang tamu terus JG bilang ke Bebe "kasih ibu dan bilang 'ibu this is for you'." Terus Bebe ke kamar dan beliau mengucapkan kata-kata entah apa "dbhzjsjsbsjznsk" HAHAHAHAHAHA. Mungkin di otaknya bener "this is for you" lol.

Rencananya nanti preschool nya gres akan bahasa Inggris atau nanti jikalau anaknya nggak mau preschool ya mungkin akan ke EF aja supaya suasananya nggak terlalu "sekolahan". Tapi long way to go hingga Bebe ke usia itu jadi kini masih akan diusahakan oleh saya dan JG dulu.

*

Kaprikornus ya begitulah. Semoga membantu ya. Ayo ajarkan anak bahasa kedua! Bahasa Korea juga boleh semoga bisa bantu ngobrol sama oppa. 😂

See you!

-ast-

Source for the Francois Grosjean, PhD quotes: http://www.francoisgrosjean.ch/bilingualism_is_not_en.html
Kids images:Designed by Freepik

Detail ►