Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Tampilkan postingan dengan label overthinking. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label overthinking. Tampilkan semua postingan

Menjaga Perasaan (Siapa?)


Akhir-akhir ini beberapa orang di sekitar saya mengeluhkan kenapa kita hidup untuk menyenangkan orang lain. To please the society, to meet everyone's expectations.

Saya sendiri yang sebelumnya mengeluhkan hal yang sama, mulai capek dan alhasil mempertanyakan sebaliknya. Memangnya tidak boleh jika hidup untuk menyenangkan orang lain?

Contoh paling sederhana, dulu waktu awal pacaran sama JG untuk pertama kalinya saya tidak boleh pakai baju yang terbuka. Celana pendek, rok pendek, baju-baju kutung semua tidak boleh dipakai.

Aneh sih alasannya yaitu ia anaknya liberal banget, tapi melarang-larang saya menyerupai itu. Padahal ayah ibunya ia juga nggak problem sama sekali. Makara terang melarang saya bukan alasannya yaitu takut orangtuanya marah, punya pacar kok bajunya seksi. Posesif sama liberal memang nggak akur kayanya.

Padahal saya dulu lagi seneng-senengnya pake rok pendek dan Dr Martens. Tapi apa kemudian saya merasa fake dan menjadi orang lain alasannya yaitu tidak boleh mengekspresikan diri dengan baju yang saya suka? Nggak juga sih.

Ya namanya juga menjaga perasaan orang yang kita sayang. Gitu kan?

Sekarang banyak orang yang jika hidup dengan menjaga perasaan orang lain pribadi merasa fake, pribadi merasa hidup kok penuh kepalsuan. Seolah memang kita hidup hanya untuk diri kita sendiri, padahal sebenernya nggak sepenuhnya gitu juga.

Kita kan nggak hidup sendirian. Beli sayur di pasar aja ngomongnya sopan dan nggak nawar alasannya yaitu kasihan. Waitress di restoran nganterin masakan telat aja nggak kita marahin pribadi padahal pengen banget, alasannya yaitu mikirin perasaan si waitress, gimana jika ia dipecat? Gimana jika ia ternyata single mom yang harus biayain anaknya?

Apa kita jadi fake alasannya yaitu menjaga perasaan si waitress?

(Baca: Masuk Akal itu Akalnya Siapa?)

Terus orang-orang yang suka mengumbar kata kasar, yang ngomong selalu to the point jadi mengagungkan "yang penting gue nggak fake". Ya lo nggak fake alasannya yaitu mungkin nggak ada perasaan orang terdekat lo yang perlu dijaga.

Saya gres menyadari ini, gres mencicipi sendiri. Karena saya merasa jika di blog saya selalu jujur. Saya hampir nggak pernah nulis alasannya yaitu nggak lezat sama orang lain. Saya tulis apa yang mau saya tulis meskipun itu menciptakan saya dimaki-maki. Saya nggak peduli.

Tapi ternyata saya nggak peduli alasannya yaitu orang yang maki-maki yaitu orang yang tidak penting buat hidup saya. Kenapa saya harus menjaga perasaan orang yang tidak penting buat hidup saya? Mbak sayur di pasar masih lebih penting alasannya yaitu jika nggak beli sayur nanti nggak masak nanti nggak makan dong.

Beda lagi saat urusannya keluarga. Saya selalu berusaha tidak melaksanakan sesuatu yang menciptakan ayah dan ibu saya kecewa. Apa saya fake? Mungkin iya, tapi tidak menciptakan orangtua khawatir dan kecewa JUGA menciptakan saya bahagia. Karena jika saya melaksanakan hal yang saya suka tapi menciptakan orangtua kecewa, apa saya akan sebahagia ini? Belum tentu kan.

Kalau kini saya nggak pernah umbar berantem sama JG apa saya jadi fake gitu? Nggak kan? Sebaliknya, nggak pernah umbar foto mesra sama JG apa saya jadi fake juga gitu? Nggak kan?

Kalau nggak umbar berantem:

"Cih fake abis, mana ada pasangan nggak berantem"

Kalau nggak umbar foto bahagia:

"Cih fake abis, katanya senang tapi selfie sendiri terus nggak pernah ajak suaminya"

"Kita hanya menentukan apa yang ingin kita bagikan pada orang lain dan mana yang ingin kita simpan sendiri."

Online dan offline. Maya dan nyata.

Karena saat kita berhenti menjaga perasaan orang lain, kita harus siap hidup tanpa lagi melibatkan perasaan kita sendiri. Kalau masih ingin perasaannya dijaga orang lain, maka harus siap pula menjaga perasaan orang lain.

Mungkin kini yang harus dilakukan bukan lagi mengeluhkan kenapa kita berpura-pura, tetapi jalani hidup apa adanya. Karena justru keluhan-keluhan itu yang mungkin menciptakan kita tidak bahagia.

Jadi, buat kau yang merasa tidak senang alasannya yaitu hidup penuh dengan kepalsuan, tidak ada yang menjamin hidup kau lebih senang kok jika kau lepas dari kepalsuan itu. Apalagi jika kepalsuannya melibatkan orang-orang yang kau sayang.

-ast-

Ini postingan emosional dalam perjuangan menciptakan positif hal-hal yang sedang negatif. Lebih lelah negatif atau lelah berusaha positif?

Detail ►

Karena Rezeki Tidak Selalu Uang

Orang mah nganggep rezeki = uang. Cuman ya rezeki dapat berupa doa, kesempatan, pelajaran hidup. Uang itu bab kecil dari rezeki -- Mevlied Nahla, 21 tahun, tumben-tumbenan wise biasanya mah sinting.


Topik cemen gengs, topik cemen akhir brush Real Technique lagi diskon terus saya sama Nahla ingin beli tapi belum gajian. Kemudian kami menyesali hidup dan rezeki. Bokek memang menciptakan orang lebih bijaksana.

Ngepas banget sama momen saya kalah kuis beruang padahal udah niat banget sekreatif absurd dan yang menang ... emmm, maap yah tapi nggak tau deh jurinya nilainya gimana soalnya yang dinilai katanya kreativitas kan. Saya nggak liat kreatifnya di mana sih lol. MAAP LOH YAAHHH. Bukan salah yang menang tapi salah yang pilih lol. Yang cantik banyak loh tapi yang itu aduh.

Btw respek banget sama yang menang. Dia bilang sedang minta kejelasan sama pihak merk alasannya banyak diprotes takutnya salah sistem. Duh kok ada orang baik sekali saya respect super.

*abis ini pada ngomongin saya baper lolol* *silakan lohhh* XD

(Baca: Tapi Masuk Akal Itu ... Akalnya Siapa?)

Iya, pada dasarnya saya kaya mayan tertohok gitu sama quote Nahla di atas. Abis ini brutal sih di waktu yang sama, Real Technique diskon tapi bokek, kalah kuis, kemudian Coldplay konser. Berakhir pada pertanyaan kok hidup gue gini amat? *HEAKK LEBAY*

Padahal mah ya mau kurang bersyukur apa, kemarin pas diskon 11.11 itu dapet pospak murah banget, terus sempet-sempetnya beli sponge Masami Shouko cuma 60ribu aja. Make up di rumah masih numpuk yang belum kebuka, belum lagi skin care yang masih antri. Ehm. Kenapa yah ujung-ujungnya skinker. 😑

Tapi masih aja berasa kurang uang. Kalau uang ada kan gue dapat beli Real Techniques meskipun nggak diskon! Bisa beli Macbook Gold sendiri nggak perlu heboh ikut kuis. Bisa ke Singapur sekeluarga besar jadi dapat bawa Bebe dititip ke ibu saya pas saya nonton konser. Kaprikornus ninggalin Bebenya beberapa jam doang, nggak perlu ia ditinggal di Indonesia.

Padahal nggak perlu gitu-gitu amat juga kali ya. Seperti kata Nahla, rezeki dapat berupa doa. MMMM, permisi ini sih agak kurang paham ya, gimana ya rezeki doa itu? Ya udah harap maklum yang ngomong Nahla hahaha.

SKIP. NEXT.

(Baca: Mempertanyakan Rezeki)

Rezeki berupa kesempatan. Ini kok iya banget. Kami kemudian membicarakan bahwa jika nggak ada Bebe, blog ini niscaya nggak akan sehidup ini. Ya gimana, 80% isinya Bebe kan. Perjalanan hidup saya, JG, dan Bebe. Kalau berdua JG doang ini blog nanti jadi blog komedi ah elah. Kurang hits dong ya, blog parenting kan lebih edukatif gitu kesannya.

Coba berapa banyak kesempatan yang tiba alasannya saya punya blog. Kaprikornus pembicara, jadi juri, jadi ngetop alasannya postingan viral hahahaha. Semua alasannya kisah bersama Bebe. Hampir semua postingan viral saya seputar curhat orangtua baru.

Rezeki berupa pelajaran hidup. ADUH INI IYAAAA.

Bebe mengajarkan saya banyak hal. Bahwa hidup itu untuk bersenang-senang. Bahwa banyak hal yang tidak usah dibentuk sedih. Kaya pas kendaraan beroda empat mogok di depan daycare, Bebe malah happy luar biasa alasannya ia dapat lari-larian di trotoar. Kemudian main bubbles sambil teriak-teriak. Duduk di bagasi belakang kendaraan beroda empat yang dibuka.

Dia super senang alasannya dapat full main sama saya dan JG sambil nunggu montir otak-atik aki kendaraan beroda empat yang ternyata abis masa berlaku macam paket internet. Sementara jika pulang di rumah juga mentok saya main hp, ia main sendiri. Hahaha. Gagal amat jadi orangtua sis.

Di pinggir jalan, ia senang alasannya dapat pegang daun. Bisa liat tikus lari ke got, dapat loncat-loncat. Sebelum saya di-judge saya jelaskan dulu jika trotoarnya luas ya bukan trotoar sempit. Dan daycare ini area perumahan jadi bukan jalan raya yang super rame. Ada kendaraan beroda empat motor lewat tapi nggak sering. Ya pada dasarnya Bebe senang ... alasannya kendaraan beroda empat mogok.

Ajaib nggak sih anak kecil itu?

Rezeki banget nggak sih dibikin senang sama anak kecil padahal harusnya manyun alasannya kendaraan beroda empat mogok?

Bebe juga mengajarkan jika keluarga ialah segalanya. Dia selalu rela tunggu JG hingga malem di daycare daripada pulang berdua sama saya pake Grab. Tapi kadang sayanya ngantuk dan capek jadi ingin buru-buru pulang dan males tunggu JG. Kalau disuruh pilih pulang pake Grab atau sama appa niscaya Bebe pilih sama appa, meskipun artinya kami menunggu di luar daycare kepanasan.

Kaprikornus yah, kali ini Nahla bener banget. Rezeki tidak selalu dalam bentuk uang.

Tapi jika kata Gesi (di kesempatan berbeda) "tapi kan kita masih pengen kalung unicorn sis? Pengen shopping agar nggak stres? Tetep butuh uang lah!"

IYA JUGA.

Kaprikornus pada dasarnya berbahagia lah dengan apa yang kita punya. Bukan uang yang jadi ukuran alasannya toh kita tidak kekurangan?

Berbahagia lah alasannya meski nggak dapat beli brush Real Technique, bulan ini dapat beli sepeda dan boncengan jadi Bebe bahagia. Berbahagia lah alasannya masih dapat shopping dan makan lezat tiap bulan. Berbahagia lah alasannya masih dapat katering lezat buat makan malem jadi nggak perlu masak. Berbahagia lah alasannya punya teman-teman yang dapat sinting dan wise pada waktunya.

Berbahagia lah alasannya punya suami yang selalu dukung istrinya untuk bahagia. Hahahaha.

Demikian dan terima pekerjaan perhiasan untuk beli MacBook Rose Gold lol iyalah jika beli sendiri mah maunya yang rose gold bukan yang gold hahaha.

LET'S WORK EVEN HARDEEERRRR!

-ast-

Detail ►

Tentang Drama Kehidupan

Kenapa ya saya anaknya suka overthinking sama segala sesuatu. Apalagi untuk urusan hierarki antara status sosial, jabatan di kantor, sama tugas di rumah. Saya suka kepikiran banget!


Misal gini, ada cleaning service di kantor yang pendieeemmm banget. Pendiem terus sopan banget gitu, jikalau jalan selalu nunduk. Ya saya maklum mungkin beliau merasa bukan siapa-siapa, level terendah di kantor lah kasarnya. Kaprikornus beliau nunduk entah alasannya memang minder atau memang merasa harus sopan.

Suatu hari saya ajak ngobrol, dengan malu-malu dan tetap nunduk (mungkin menjaga pandangan yhaaa) beliau jawab anaknya dua. Satu udah kelas 5 apa 6 SD gitu, satu lagi masih umur 2 tahun. Dan saya pribadi tettoottt! kepikiran banget.

Kepikiran banget alasannya berarti meski di kantor beliau nunduk dan minder gitu, beliau di rumah yaitu kepala keluarga dengan anak yang mau remaja. Apa beliau di rumah tegas sama istrinya? Apa beliau di rumah galak sama anaknya? Apa beliau di rumah juga pendiem?

AKU ... KEPO.

T________T

Inget juga kemarin makan di Shaburi terus mbak waitressnya nyapa Bebe dan tiba-tiba dongeng jikalau anaknya beliau juga umur 2 tahun dan suka Cars kaya sepatu Bebe. Dia dongeng dengan sangat excited dan saya mendadak mellow alasannya dengan demikian beliau yaitu ibu bekerja. Mungkin di sela-sela kerjaan dulu beliau harus pumping juga sama kaya saya. Mungkin juga beliau sama sedang mikirin ulang tahun anaknya mau dibikin kaya apa. Ah. :((((

(Baca: Orang-orang yang Bertahan Hidup)

Kaprikornus inget juga dongeng JG yang masa kecilnya dilalui dengan tinggal di gang sempit. Tetangga-tetangganya itu semua orang susah lah kasarnya. Mereka suka otoriter sama istri, teorinya JG alasannya mereka kerjanya rendahan banget, mereka jadi nggak punya bunyi di kawasan kerja. Satu-satunya "kuasa" mereka ya sama istri, jadilah istrinya diperlakukan seenaknya.

Hiks.

Mau murung juga nggak perlu murung ya ini, namanya juga hidup. Tapi gimana ya, saya kepikiran betapa satu insan itu punya tugas yang beda-beda banget di banyak sekali lini kehidupan. Saya gres ngerti lagunya Nike Ardilla jikalau dunia ini panggung sandiwara.

Di kantor beliau yaitu cleaning service yang minder, di rumah beliau ayah yang tegas tapi sayang keluarga, di lingkungan rumah ternyata beliau Pak RW dan terbiasa mimpin rapat RT, dan seterusnya.

Nggak usah susah-susah deh, waktu masih sekolah aja kerasa kan bedanya. Kita di sekolah sebagai ketua kelas tentu beda dengan kita di rumah yang anak bungsu. Kita di kampus yang serampangan dianggap anak bodoh, ternyata di rumah yaitu kakak sulung tulang punggung keluarga.

Kepikiran jikalau insan bahwasanya memang hidup dengan beberapa topeng, mau pakai yang mana, mau lepas yang mana. Mau jadi saya yang mana.

Dan social media juga panggung lain lagi.

Di socmed beliau ibu-ibu berisik garda depan pembela kebenaran, di rumah ternyata boro-boro berisik, ditanya pendapat sama suaminya aja nggak pernah. Di socmed beliau ibu-ibu inspiratif banyak acara positif bersama keluarga, di rumah beliau ternyata depresi alasannya problem dengan mertua.

Makanya jangan gundah sama orang-orang yang di socmed ributnya ya ampuuunnn. Pas ketemu tenang krik krik. Atau sebaliknya, di socmed sepertinya hidup seru dan bahagia, pas ketemu kok ya orangnya banyak ngeluh. Ya maklum, itu topeng satunya lagi kan, topeng social media.

Lalu apa harus jadi orang yang sama di semua panggung supaya dibilang apa adanya?

(Baca: Menjaga Perasaan Siapa Agar Tidak Dibilang Fake?)

Ya nggak juga sih. Nggak apa-apa kok punya banyak peran, punya banyak topeng. Saya nyaman berisik di socmed dan JUGA di dunia nyata. Saya nyaman bercerita pada kalian di blog ini menyerupai saya bercerita pada JG. Kalau kalian merasa tidak nyaman ya tidak apa-apa. Tidak berarti kalian palsu, kalian hanya sedang pakai topeng yang lain.

Yang jelas, harus diingat bahwa ini yaitu topeng peran, bukan topeng kebohongan. Kalian yang berisik di socmed tapi pendiam di dunia nyata, nggak berarti kalian bohong kan?

Cuma inget-inget aja jikalau lagi pengen ngomong bernafsu sama orang. Waitress itu mungkin teraniaya di rumah, satpam itu juga mungkin ayah-ayah yang lagi gundah bayar sekolah anak, kakak angkot yang nyebelin itu mungkin sebatang kara. Yah, entah ini harus dipikirin apa nggak sih ya.

Ya gitulah. Auk nulis apa sih ini. Bye!

-ast-

Detail ►

Money Can't Buy Happiness

Whoever said money can't buy happiness didn't know where to shop.

Sering banget dong ya denger quote itu? Apalagi lagi Jakarta Great Sale gini plus abis THR-an. Rasanya bahagiaaaa dapat belanja tanpa takut ganggu cashflow bulanan. Hahaha.


Tapi kemarin saya baca caption Instagram temen Sekolah Menengan Atas JG dan jadi terenyuh. Dari mana jelasinnya ya.

*malah galau sendiri lol*

Oke pertama, “Money Can’t Buy Happiness” biasanya diterjemahkan bebas dengan “orang kaya juga belum tentu senang kok”. At least saya dulu selalu menerjemahkannya menyerupai itu. Dulu sebelum saya overthinking sama segala hal hahaha.

Nah dengan definisi sesempit ini, lahirlah frasa bantahannya ya kan:

Whoever said money can't buy happiness didn't know where to shop.

Terus saya sempat yang … iya juga ya hahahaha. Prinsipnya ya asal ada uang, bayarlah kebahagiaan itu. Cari escape lain yang dapat dibayar dengan uang.

Saya ngikutin beberapa anak orkay di Instagram, salah satu dari mereka pergi-perginya ke daerah yang saya nggak pernah tau sebelumnya hahaha. Karena traveling ke daerah mainstream itu lame untuk orang kebanyakan uang ya nggak?

Tapi semakin saya remaja *sigh* saya merinding sendiri dengan anggapan semua dapat dibeli dengan uang alasannya yakni ya, bener-bener nggak semua hal di dunia ini dapat diganti dengan uang! Oh how I was so naive alasannya yakni menganggap semua dapat dibentuk lebih senang dengan uang!

Suami selingkuh? Ya nggak apa-apa asal dibayarin belanja sepuasnya di Paris. Orangtua cerai? Ya nggak apa-apa asal rekening kondusif jaya nggak perlu kerja seumur hidup dan traveling ke tempat-tempat yang bahkan saya nggak tau ada di dunia ini. Zzz

Dulu saya beneran menganggap itu tidak apa-apa loh, kan uangnya banyak, kan dapat beli semua hal, kan cari suami gres juga simpel alasannya yakni kaya, kan bila nggak elok jadi dapat operasi plastik. Dulu = pas belum nikah dan hidup sesimpel makan tidur kerja doang lol.

PADAHAL NGGAK BEGITU KAN. Ya ada yang dapat begitu tapi mostly nggak begitu kan?

T______T

Akan selalu ada luka yang tidak sembuh meski disiram uang hahahaha. Kesel amat bahasanya.

Makanya banyak orang yang kaya raya tapi ngerasa kosong. Ya gimana, mau ngerjain hobi juga demi apa. Kita kan passionate ngerjain sesuatu alasannya yakni tau rasanya gimana bila passion itu jadi uang. *tetep uang*

Lah bila nggak butuh uang alasannya yakni semenjak lahir udah terperinci punya properti berapa dan nggak pernah tahu jumlah spesifik uang di tabungan saking infinity-nya?

Ya everyone has their own battle, mau kaya atau nggak kaya niscaya ada aja masalahnya. Jadilah saya cenderung mencari ketidaksempurnaan dari teman-teman saya yang uangnya tampak tidak berseri alasannya yakni lahir dari keluarga kaya raya.

Tipe yang tiap weekend minimal ke Bali/Singapura, kendaraan beroda empat ganti tiap 2 tahun, anaknya lahir udah pribadi punya properti buat investasi, endebrei endebrei. Ketika saya menemukan cela, saya pribadi lega. Oke ia kaya tapi ia punya problem A yang untungnya saya tidak punya.

Salah? Ya nggak lah, namanya juga menghibur diri hahahaha.

BY THE WAAAYYY INI DIA INSTAGRAM TEMENNYA JG YANG DI AWAL TADI SAYA MENTION:

♥Tak perlu bertemu perdana menteri untk mencari inspirasi♥ Ini sahabat gres saya.Sy memanggilnya kak Nur,usianya hny berbeda 1 th dg sy.Sjk kecil didiagnosa sbg ABK,bbrp rekan mgkn familiar dg sindrom di wajahnya yg khas,tp itu tdk mnjdknnya hmbtn. Dia tetangga persis sblh rmh sy,bersama ibunya ia mengasuh 5 anak di daycare.Keterbatasan dan kesederhanaan berpikirnya justru membuatnya simpel masuk ke dunia anak2,ia jd tmn main yg seru& menyenangkan untk azzam dan alma. Sejak pertama kali berkenalan.Hmpr tiap sore ia dtg ke rmh untk 'nyamper'sy main..tdk jrg ia membawakan sy masakan kemudian mengajak sy ngobrol.Ngobrol soal apa?soal kehidupan,rmh tangga,politik?tentunya tidak. Tema obrolannya sederhana,disampaikan dg mulut terbata&sering diulang.Tp hal itu justru mmbnt sy bljr bhs melayu dg lbh mudah(bbrp org melayu orisinil bcrnya cepat).Dengannya,sy lbh simpel memahami per arti kata dan tdk perlu aib bertanya&menanggapi krn ia pun memahami kalimat2 sy dg perlahan lahan. Dengannya sy bljr kebahagiaan dg sgt sederhana.Di usia yg sebaya dg sy,ia(krn keterbatasannya)begitu santai menjalani harinya,tnp beban hrs begini begitu atau sibuk mengejar ini dan itu.Spt dlm foto ini..ia tertawa lepas sekali krn puas menyusun teladan dlm permainan geoforme.Ia begitu menikmati dan mengulang ulang reward untk dirinya sendiri.."tengok..hampir sls,tengok..sy pandai..esok sy niscaya bs buat macam ni lagi " Sederhana,tp banyak memberi energi pd jiwa untk menghargai diri sendiri.Bkn sibuk&risau mengejar apa yg tdk kita miliki apalagi mengukur diri dg apa yg mnjd capaian org lain. Sudahkah kita bs melakukannya juga? Byk sekali hal kecil di sekeliling yg bs qt jadikan pelajaran&inspirasi.Tidak perlu perlu bertemu perdana menteri untk mrncari inspirasi..tdk perlu jg pergi ke tmpt baru. Karena kadang,bukan suasana yg harus diganti,tp hati&cara pandang kita yg perlu diperbaiki untk mlht segala sesuatunya dg penuh kesyukuran.. :) Ramadhan Kareem...mari mengisi ramadhan dg penuh rasa syukur ♥♥
A post shared by Sofiana Indraswari (@sofiana_indraswari) on
Dengannya sy bljr kebahagiaan dg sgt sederhana.Di usia yg sebaya dg sy,ia(krn keterbatasannya)begitu santai menjalani harinya,tnp beban hrs begini begitu atau sibuk mengejar ini dan itu.

CRY T__________T

Ini bikin saya mikir, orang makin banyak uang itu masalahnya makin banyak! Makin banyak yang harus dipikirin!

Digetok juga sama Kevin Kwan hahahahaha. Baru setengah nih baca buku Rich People Problems dan yah, meski ketawa-tawa alasannya yakni lawak banget saya rahasia mikirin lol.

Nih ya sebagai kelas menengah, kita nggak perlu mikirin maintenance satpam dan maid 30 orang. Bukan problem uangnya loh ya, tapi dramanya. Lah mbak satu aja di rumah bikin sakit kepala kan bila pacaran terus atau hidupnya jorok? XD

Belum lagi karyawan perusahaan. Lah kita abis melahirkan mau resign aja yang dipikir cuma anak bayi, bila punya 10.000 karyawan? Yang dipikirin 10.000 karyawan dan keluarganya kan. Belum lagi maintenance pesawat jet, urusan minum aja harus impor dari Swiss kan nggak dapat minum air lokal. HAHAHAHAHA.

Ah kan ada orang lain yang mikirin. Yaiya, tapi tanggung jawab ada di siapa?

Belum lagi alasannya yakni standarnya beda kan. Saya makan Genki Sushi aja bahagia, bila orkay harus bawa chef sushi dari Jepang pribadi semoga bahagia. Saya belanja di Jakarta Great Sale aja senang alasannya yakni irit, bila orkay bajunya couture semua kan otomatis lebih ribet.

(SUNGGUH PERBANDINGAN TIDAK SEPADAN YHAA HAHAHAHA)

Karena tidak tahu apa-apa, hidup jadi lebih sederhana. Kalau tahu lebih banyak, maka lebih banyak pula yang mengisi antrian pikiran.

Kaprikornus ya panjang lebar nulis ini cuma mau bilang: uang segini masalahnya segini, uang segunung masalahnya juga jadi segunung.

Kaprikornus mau uang yang mana? Eh salah, mau problem yang mana? ;)

-ast-

Detail ►

Sendirian Dalam Pikiran

Postingan ini dalam rangka melanjutkan series overthinking. Sebenernya blog ini penuh postingan overthinking alasannya ya emang anaknya jikalau mikir suka hingga diresapi gitu hingga gundah sendiri HAHA. Tapi gres kepikiran ngasih label gres "overthinking" di blog akhir-akhir ini jadi ya udalah. Yang penting kan menatap masa depan ya bukan terpaku pada masa lalu. *naon


Semua gara-gara postingan pembahasan liburan. Karena sesudah posting itu, saya dan JG jadi mikir "wah liburan ternyata bukan untuk kita ya, keluar uangnya banyak banget". Gitu.

Saya jadi sibuk sama pikiran-pikiran di otak yang bilang:

"Wah susah ya jadi aku, liburan aja mikir"
"Kalau jadi si A (seorang crazy rich asian) lezat deh liburan nggak perlu mikir"
"Enak banget jadi si B ya dapat liburan terus-terusan padahal ia nggak kerja"

TERUS SAYA NGIKIK SEKETIKA. Beneran ketawa sendiri di ojek hahaha.

Karena ya saya mikir gitu kan di dalam pikiran saya SENDIRI kan. Keyword: sendiri. Orang lain nggak dapat denger pikiran itu. Orang lain nggak dapat tahu pikiran dan perasaan saya. Bahkan kini ketika saya ungkapin pake goresan pena aja, pikiran saya ketika itu tetep nggak dapat 100% tertuangkan dalam kata-kata.

Baru sadar banget dan meresapi jikalau semua orang JUGA punya ajaran dan perasaan yang SAMA SEKALI nggak dapat didengar orang lain. Dengan demikian, semua orang balasannya sama aja mau ia kaya atau miskin. Sama-sama sendirian dalam pikiran.

Kaprikornus pikiran "enak ya jadi si A" itu nggak penting sama sekali. Karena ketika kita beneran jadi si A, kita nggak dapat lagi mencicipi "enak" itu alasannya ya kita kan memang si A yang nggak pernah mikir "enak deh jadi saya bukan jadi dia". Orang yang bikin kita iri sama hidupnya itu juga nggak dapat dengerin pikiran kita yang bilang "hidupnya enak".

Pake pola deh:

Misal. Saya beli rumah pake KPR di Bandung pinggiran. Saya membatin "coba saya jadi si A, saya dapat beli rumah cash, di Singapur pula" 


KEMUDIAN ANGGAP SAYA ADALAH SI A. Apakah saya akan jadi mikir: "YEAY LEBIH ENAK JADI A KAN BENER, BELI RUMAH DI SINGAPUR AJA BISA CASH NGGAK PERLU KPR DI PINGGIRAN BANDUNG"


Nggak gitu kan? Ketika saya sebetulnya ialah si A, saya udah nggak dapat lagi mikir "lebih lezat jadi saya dibanding dia" alasannya ya kita sendirian dalam pikiran, nggak punya pembanding lagi. Kita nggak dapat mencicipi juga perasaan "lebih enak" itu.

Intinya "ingin jadi orang lain" itu sebuah pikiran yang sangat sia-sia. Karena ketika jadi orang lain pun kita TETEP NGGAK AKAN PERNAH BISA mencicipi pikiran orang yang lebih atau kurang beruntung daripada kita.

Semua orang punya hal yang dipikirin dan nggak dapat diungkap saking susahnya mengungkapkan pikiran. Atau jikalau mau generalisir, semua PASTI juga punya duduk masalah yang lagi ia pikirin tanpa orang lain tahu persis duduk masalah itu.

(WAH GILA INI NULISNYA KOK SUSAH YA SAMPAI NGULANG-NGULANG GINI. BENERAN SAYA NGGAK BISA JELASINNYA. SEMOGA OMONGAN SAYA MASUK AKAL. Kemarin saya jelasin ke JG dan ia ngerti sih tapi jikalau nulis kok susah huhu)

via GIPHY

*


Ya saya yakin sih konsep “selalu sendirian dalam pikiran” ini niscaya bukan hal baru. Terlalu banyak orang di dunia ini untuk menemukan sesuatu yang sama sekali baru.

Tapi buat saya. paham konsep ini sangat eye-opening. Sekarang saya bahagia bermain-main dengan pikiran dan setiap terbersit konsep ini, saya tersenyum sendiri.

Siapapun saya, seberuntung apapun hidup saya, pikiran akan selalu sendirian. Tidak ada yang pernah benar-benar dapat menemani, memahami, atau menjelaskan apa yang ada di pikiran saya. Bahkan saya sendiri tidak akan pernah dapat memahaminya 100%.

Saya jadi sering mikir soal ini sesudah pertama kalinya seumur hidup, dibius untuk ke dokter gigi (bisa dibaca liputannya di sini). Biusnya sedang, jadi otak saya jalan-jalan mikirin segala macem tapi saya nggak ngerasain tubuh saya.

Sebagai perbandingan, jikalau bius (sedasi) lokal kaya cabut gigi itu biusnya ringan. Otak kalian sadar, kalian sadar kalian punya tangan dan kaki yang dapat digerakkan, cuma bab tertentu nggak berasa kan meski digunting atau diapain pun. Kalau bius total, kalian nggak ngerasain SEMUANYA, nggak ngerasa punya tubuh, nggak ngerasa punya otak, nggak mikir apa-apa.

Nah jikalau sedasi sedang itu, yang saya rasain ialah otak kita jalan, pikiran kita jalan, tapi nggak berasa punya anggota tubuh. Kebayang nggak? Kita sendirian (di dalam pikiran), bebas mau mikirin apa aja, tapi gelap alasannya nggak punya mata. Sibuk, sibuk berpikir tapi nggak dapat bergerak, bahkan nggak kepikiran untuk bergerak alasannya ya rasanya nggak punya tubuh itu sesuatu yang normal aja.

Beda sama mimpi. Kalau mimpi kan kita kaya kita dunia positif aja alasannya kita tetap punya tubuh. Tapi ini nggak. Saat disedasi itu saya terjebak di pikiran saya sendiri, sendirian dengan sesuatu yang bentuknya tidak terdefinisikan. Atau saya terlalu malas untuk mendefinisikan saking abstraknya. And having a constant thought about something without feeling your body was truly hell. 


Saya memikirkan banyak hal sepanjang disedasi itu. Tentang hidup, wacana mati, wacana meninggalkan dan ditinggalkan, wacana sekolah Bebe, wacana JG, banyak sekali. Dan “uniknya” ya, sesudah saya sadar, saya tahu persis yang saya pikirkan TAPI juga sadar jikalau ajaran saya ngablu. Ngaco gitu lho.

Mikir sih mikir tapi bukan mikir jernih. Lebih kaya gila. Saya hingga mikir waw ini lho hidup sebenarnya. Hidup yang kemarin-kemarin punya badan, punya suami, punya anak itu kayanya mimpi doang deh. Kalau kata orang, persis orang yang make magic mushroom dan dapet bad trip. Halusinasi tapi yang saya halusinasikan itu hal positif (bukan horor atau zombie wtf) dan saya ingat hingga kini apa pikiran-pikiran saya ketika itu.

Sekitar 2 jam disedasi dan sibuk dengan pikiran sendiri, malah bikin saya jadi semakin menghargai ajaran saya sendiri. Bukannya malah jadi takut, kini saya menikmati setiap momen saya berpikir sendirian.

Karena ternyata tubuh menciptakan pikiran terdistraksi. Ketika kita fokus sama pikiran tanpa mikirin badan, rasanya hening sekali. I feel enough and content.

Soalnya saya nggak masuk banget malah di level muak saking diri sendiri aja sering nulis soal ini sama nasihat:

"Makanya banyak bersyukur"

"Jangan bandingin hidup sama hidup orang lain terus"

"Hidup tuh sekali-sekali jangan lihat ke atas terus"


via GIPHY

Enek lho disuruh bersyukur terus kaya kalian tau aja level bersyukur saya. Tapi begitu ngerti konsep insan nggak dapat ngerasain pikiran orang lain gres saya merasa cukup. Dan nggak enek lagi.

KOK BISA YA. AUK AMAT BINGUNG.

Beruntung saya paham konsep ini sebelum ke Bali alasannya balasannya di sana saya bener-bener nggak peduli untuk foto demi Instagram. Saya perhatikan hal-hal kecil menyerupai banyak sekali bunga, noda di batu, bentuk tangga, banyak sekali ukiran, dan saya foto sekenanya saja. Nggak memperhatikan estetika, fotonya lurus apa nggak, apalagi pilih foto untuk diunggah. Saya memperhatikan hal-hal kecil dan memotretnya untuk mengingat apa saja hal kecil yang saya lihat waktu itu. Hal kecil yang bikin saya tergelitik.

Dan ini nggak perlu me time hingga jauh ke Bali segala. Di ojek atau di taksi online, jangan buka HP, liat ke jendela dan mulailah berpikir. Mulailah menikmati pemandangan hingga detail terkecil, jangan lupa selipkan pikiran jikalau hanya kita yang dapat berpikir menyerupai ini. Tidak akan ada orang lain lagi yang bisa. Punya pikiran dan dapat sendirian itu sebuah privilege.

Tak perlu pikirkan orang lain sepatunya lebih mahal, tak perlu pikirkan orang lain liburannya sering amat, tak perlu pikirkan orang lain kok mobilnya bagus-bagus. Fokus pada hal-hal kecil yang kita lihat. Kegiatan ini lebih erat disebut dengan ngelamun lol.

*panjang-panjang berusaha mendefinisikan tapi ujungnya cuma pengen nyuruh ngelamun*

Tapi saya nggak suka dibilang ngelamun alasannya istilahnya itu underrated seolah sebuah pekerjaan yang amat sangat nggak penting. Jadinya daripada unfaedah ngelamun, selama ini kita jadi menyibukkan diri Insta Story atau scroll timeline Twitter. Padahal hidup udah sedemikian sibuk, ternyata yang saya butuhkan kini hanyalah tidak melaksanakan apapun. Doing nothing and let my mind wander.

Ini kayanya level selanjutnya dari "not giving a f*ck" atau mari kita bilang sebagai "absolutely not giving a f*ck". Karena sesungguhnya saya ini orangnya udah cukup nggak pedulian. Nggak baper sama komentar orang, nggak peduli sama banyak hal, jarang banget sakit hati sama omongan orang. Tapi ya masih ada sisi "kok ia dapat gitu ya kok saya nggak bisa" PASTI ADALAH. Manusiawi kan.

*

Bagaimana soal bertukar pikiran?

Selama ini saya pikir saya sering bertukar pikiran. Saya bertukar pikiran dengan JG wacana banyak sekali hal, saya menuangkan pikiran lewat blog. Tapi sesudah beberapa ketika menikmati kesendirian dalam pikiran, saya jadi ngeh jikalau selama ini yang kita lakukan ialah BERUSAHA menuangkan pikiran lewat kata-kata.

Kadang tersampaikan. Sering juga tidak. Seharusnya selalu jujur tapi kadang tak sengaja sulit terungkap semua. Yang terperinci tidak sama persis. Hal-hal yang kita pikirkan belum tentu 100% tertuang dalam kata atau tulisan.

Pun ketika kita bilang “dia yang paling ngerti saya banget” atau “nyambung banget ngobrolnya sama dia” itu artinya ia yang paling ngerti hasil pikiran ini bekerja lewat kata.

AH UDALAH. MAKIN DITULIS MAKIN PUSING. LAGIAN KEPANJANGAN.

Antara pusing nulisnya dan mulai masuk pemikiran: apa gue absurd ya? Hahahaha.

-ast-


Detail ►

Makanan, Manusia, Dan Uangku

Kemarin waktu di ojek otw pulang kantor saya mikirin banget pengen makan malem apa. Terus kesel sendiri alasannya ihhh bosen sama masakan di apartemen!



Padahal apartemen kami itu apartemen rakyat yang APA JUGA ADA. “APA JUGA ADA” ini yaitu nilai jual yang selalu dibanggakan semua orang yang tinggal di sini. Selalu “nggak ada yang nggak ada di sini, mau APA JUGA ADA”.

Apa juga ada ini rangenya dari aneka macam jenis insan hingga ya masakan yang menciptakan manusia-manusia ini hidup. *HALAH

Iya sebut aja satu masakan lokal top of mind kalian. Makanan Indonesia? Lengkap malah warung makan aja aneka macam kawasan ada. Makanan Korea? Ada. Makanan Jepang? Ada. Jajanan semacam cilok? Pempek? Siomay? Cincai!

Dari yang kaya gitu hingga semacam Shihlin, KFC, Hokben, d’Crepes, Pizza Hut, Dominos, apa juga yaitu sebut aja. Yammie Hotplate yang sudah langka aja ada hahaha.

Mana dari bulan November tahun kemudian itu ada Go-Food Festival di foodcourt. Semua masakan diskon 50%, dari cuanki, kebab, taichan hingga nasi liwet cumi asin nggak ada yang lebih dari 20ribu. Hidupku sesungguhnya terberkati sekali. T_______T

TAPI TETAP SAJA AKU BOSAN. Triggernya adalah, abis operasi amandel, lanjut JG operasi amandel, kami jadi belum ke mall sama sekali. Akhirnya saya pun mencari-cari yang tidak ada di apartemen.

Katanya semua ada? Iya ada sih tapi … kurang. Ada sushi tapi kurang enak, ada ramen tapi bukan ramen yang saya mau, ada semua tapi tetep bukan yang saya pengenin. :)))))

Di jalan itu saya jadi ketawa sendiri alasannya “oh saya manusiawi sekali, insan memang senangnya mencari-cari yang tidak ada padahal semua sesungguhnya sudah ada”.

Mencari-cari … yang tidak ada … KOK JADI DEEP GINI PEMBAHASANNYA?

(Baca postingan usang wacana kami yang tidak terlalu mempermasalahkan uang

Coba pikir baik-baik. Perasaan mencari-cari yang tidak ada ini yang bikin kita semua punya idola. Punya seseorang yang sangat kita kagumi. Karena beliau punya sesuatu yang kita nggak punya.

Mengagumi menteri wanita alasannya wah pinter banget sih beliau (nggak kaya diriku ini). Suka banget sama aliran Michelle Obama alasannya ya she’s perfect! (nggak kaya diriku ini). Mengidolakan artis ganteng alasannya ya gantengan beliau daripada suami lol. Nangkep kan maksudnya?

*halah gifnya sok imut*

Secara natural, insan memang mencari-cari hal yang tidak ada. Hal ini sanggup jadi lekat dengan tidak merasa puas. Dekat sekali dengan tidak merasa cukup. BISA JADI LHO. Bisa juga nggak.

Dan sialnya, tidak merasa puas dan sulit merasa cukup itu GAMPANG. Merasa puas dan merasa cukup itu SUSAH. Inikah yang namanya cobaan hidup? Belum lagi simpel banget judge hidup orang lain cuma dari foto-foto senang nan aesthetic-nya.

Bener deh, semenjak saya banyak share soal hidup dari kesepakatan nikah hingga keuangan di IG story, saya jadi terbukakan bahwa banyak sekali orang yang hidupnya nggak sesuai dengan apa yang ia tampilkan di Instagram.

Di Instagram sih fotonya liburan dengan tas-tas mahal, curhatnya cicilan KPR 80% honor hingga makan aja susah. Di Instagram sih fotonya indah, berdua dengan suami dengan caption romantis “my love”, curhatnya wacana suami yang nggak pernah sanggup diajak komunikasi dan nggak pernah mau dengar pendapat istri. Waw, cinta memang buta. Citra sanggup semudah itu dibentuk di dunia maya.

Namanya manusia, jikalau pun kenyataan uangnya nggak ada, ya halu-halu dikit bisalah di Instagram. Fake it until you make it, kan katanya. Nyari apa sih sebenernya? Nyari yang nggak ada? Kaya saya yang nyarinya siomay Imam Bonjol sementara di apartemen adanya siomay Jakarta yang entahlah, nggak pernah seenak siomay Bandung. T______T

Tapi sejujurnya inti dari hidup saya itu yaitu makanan. Kalau makan enak, mood jadi lebih baik. Dan alasannya bukan orang kaya, bertahan makan selalu lezat ini mengorbankan lifestyle lain kaya mobil, baju, sepatu, tas, makeup. Biar semua dipake hingga butut dan beli pun yang murah, yang penting makannya lezat lol.

Makara inget kata ibu saya dulu:

“Kamu mah hidup untuk makan, bukan makan untuk hidup!” SAKING GUE MAKAN MULU KERJAANNYA. Terus apa-apa suka pengen dihabisin hari itu juga hahahaha semacam nggak sanggup besok lagi jikalau urusan makanan.

Makara inget juga twit tahun 2017 betapa uang cuma jadi tai doang lol maaf garang tapi ini memang kenyataan lol.



Makara pada dasarnya apa, seus? Nggak taulah, saya PMS nih, udah dapet notif mulu di aplikasi HP untuk ngingetin harinya sudah dekat. Kalau PMS gini selalu gini tulisannya kan. Ngalor ngidul mikirin hal-hal yang nggak terang sih tapi jikalau dipikirin kok jadi dalem.

Dari milih masakan aja susah ngerasa cukup, gimana soal pencapaian hidup? Kalau dari hal yang receh aja susah bersyukur, gimana sanggup dipercaya untuk hal yang lebih besar lagi?

Oiya tadi nemu quote ini, rada bikin mikir sih. Mikir ngapain ya untuk mengubah hidup jikalau lagi ngerasa hidup kok gini-gini aja?

“If you want something you’ve never had, you’ve got to do something you’ve never done.”

Kata JG, jikalau gitu beliau pengen nerbangin pesawat aja jadi pilot alasannya belum pernah. Baik.

See you! Doakan saya sanggup makan lezat dan bersyukur selalu ya!

-ast-

Detail ►