Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri tentang-hidup-kembali. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri tentang-hidup-kembali. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

Kepercayaan Diri Dan Remah-Remah Dunia


Yang kenal baik sama saya niscaya tau persis kalau saya orangnya pede banget sedunia. Jarang banget ngerasa rendah diri. JARANG loh ya catet, bukannya nggak pernah.

Kalau di circle blogger, dulu saya suka sebel sama yang bilang "da saya mah apa atuh cuma remah-remah blablabla" alias merendahkan diri dan nunjukkin ketidakpercayaan dirinya. Dulu saya sebel alasannya yakni come on kalau terus menganggap diri remah, kapan mau majunya? Kapan bisa jadi main course-nya? -_____-

Atau ada tipe orang yang lebih baik sesat di jalan alasannya yakni aib bertanya. WHY? Itu selalu saya pertanyakan. Kenapa mesti aib sih? Kenapa nggak punya doktrin diri untuk sekadar nanya sesuatu yang kita nggak tau jawabannya?

Tapi kemudian saya juga ternyata bisa ada di posisi mereka. Ada di posisi di mana saya "kok gue gini doang sih? Kok orang bisa kaya gitu sih?" Dan momen itu bukan momen penyemangat melainkan momen "ah sh*t lah gue nggak bakal bisa kaya dia".

Dan itu menyebalkan.

T_______T

Ini diperparah alasannya yakni saya orangnya kompetitif banget. Misal saya bisa kesel kagum kalau liat orang seumuran saya yang kerja di New York Times. Ya padahal emang orang Amerika, lahir hingga kuliah di Amerika, ya masuk akal atuh kan kerja di New York Times masa mau kerja di media lokal Indonesia ya nggak?

Dan alhasil saya sadar kalau duduk kasus merasa remah ini yakni duduk kasus inferiority. Di masalah saya, semakin sering bertemu atau berinteraksi dengan orang yang saya anggap hebat, maka saya merasa semakin inferior. Dan saya sadar ini tidak baik
Inferiority complex: an unrealistic feeling of general inadequacy caused by actual or supposed inferiority in one sphere, sometimes marked by aggressive behavior in compensation.

Inferiority menyerupai ini mengakibatkan perasaan "if only" alias "coba kalau". Coba kalau ngotot dulu kuliah di Amerika, mungkin kini udah jadi editor di New York Times. "Coba kalau" semacam ini bikin stres dan nggak menuntaskan masalah!

Karena anutan berikutnya yakni "ya nggak bisa kuliah di Amerika juga sih orang kurang pinter begini". Kemudian jadi merutuki diri kok kurang pinter sih, apa saya kurang berguru pas sekolah, perasaan udah berguru terus tapi kok nggak mampu sih kuliah di Amerika. Blablabla. Padahal ngomel itu nggak mengubah hidup.

Sebenernya kalau lagi waras sih saya sadar benar kenapa harus "coba kalau" toh kini hidup saya juga nggak susah. Setelah itu saya mau tidak mau harus compare dengan orang lain yang kehidupannya di bawah saya. Dari situ biasanya saya merasa lebih baik alasannya yakni masih banyak orang yang secara level pendidikan setara dengan saya, tapi kehidupannya nggak menyerupai kehidupan saya.

👉  Baca juga: Kecantikan dan Perempuan Kedua

Juga yang harus diingat dan saya pikirin banget: kalau terus menerus mengejar standar orang lain, kapan puasnya?

Si A keren banget sih kerja di Google --> apakah jikalau saya kerja di Google saya akan puas? Atau tetap merasa inferior dengan orang-orang yang kerja di Apple?

Si B kok bisa sih nulis di Huffington Post! --> apakah jikalau goresan pena saya dimuat di Huffington Post, saya akan berhenti merasa inferior pada si B?

Belum tentu kan! Inferiority hanya menciptakan kita ingin jadi orang lain!

Which is fine sih ya di level tertentu, terutama di level bikin semangat melaksanakan segala sesuatu. Tapi kalau udah bikin sedih, bikin murung, bikin kepikiran, mungkin saatnya cari pinjaman profesional atau minimal cari orang yang bisa diajak bicara dan mengembalikan doktrin diri.

Perlu diteliti juga apakah "if only" nya masuk akal? Yang udah gawat itu yang begini "coba kalau dulu nikahnya sama anaknya si A, niscaya bisa maternity photoshoot tiap ahad pake fotografer profesional" atau "coba kalau tinggian dikit udah jadi model niscaya ah elah". Itu "if only" yang nggak bisa diterima! Hentikan kini juga! Jangan terus dipikirin!

Caranya mungkin bisa dengan cari tahu kita jago di bidang apa terus pelajari hal itu hingga jago banget dan bikin kita bangga. Kalau udah gembira sama diri sendiri, niscaya inferioritynya berkurang deh. Pasti lebih percaya diri dan nggak lagi menganggap diri sendiri sebagai remahan di dunia.

Tapi ini cuma berlaku untuk orang-orang ambisius ya. Kan banyak juga tuh orang yang lempeng-lempeng aja, nggak ngerasa inferior dan juga nggak ngerasa harus melaksanakan sesuatu yang lebih hahaha. Nggak apa-apa, santai, yang penting bahagia. Kalian tetap bukan remah kok. 😂

Dan kecuali kalau urusannya uang. Karena kalau udah urusan uang mah udah di luar kehendak banget lah. Masa mau inferior sama keluarga Trump alasannya yakni mereka lebih kaya. Urusan uang dari turunan keluarga mah lekatnya sama syukur aja, bukan yang lain. :)

👉 Baca: Tentang Berpikir Positif)

Nah kalau saya kan suka ngerasa inferior sama orang pintar, kalau JG selalu merasa inferior dengan orang yang gajinya lebih gede. Inferior alasannya yakni merasa kurang skill hahahaha. Nggak sekali dua kali nelepon saya siang-siang cuma mau bilang.

"Sayang si A gajinya xx puluh juta masa. Kok saya gini-gini aja ya?"

Jawabannya bisa dua:

1. Udah rezekinya 💅

2. Kita nggak tahu kerja keras beliau kaya apa. Jujur apa nggak ya urusan dia, tapi pada dasarnya kita nggak tau effort apa yang beliau keluarin demi kerjaan dengan honor gede. Kalau ternyata zero effort? Kembali ke poin nomor satu lol. 🙌

Dan saya juga jadi terbiasa melihat "alasan" di balik sesuatu. Misal temen-temen yang liburan terus ternyata keluarganya kaya, yang nggak kaya ternyata hidupnya ekonomis banget. Atau temen-temen yang gajinya gede ternyata kerjanya stand by 24 jam. Yang mana kalau kita lakukan mah nggak mungkin alasannya yakni males banget astaga hahaha

Atau harus ekonomis seirit apapun, tak bisa juga kan. Makara ya, kuncinya (kayanya) jalani hidup dengan gembira. Lakukan hal-hal yang bikin bahagia. Sadari bahwa kebahagiaan tidak hanya diukur dari kapasitas otak atau jumlah uang di tabungan.

And one thing: stop the 'if only'! *ngomong sama diri sendiri*

Ngerasa inferior atau punya teman yang punya duduk kasus inferior? Share dan tag temennya ya! XD

-ast-

Detail ►

Meng-Undo Kehidupan


Coba pikirkan baik-baik dalam sehari kerja, berapa kali teken Ctrl + Z? Saya sering banget gengs. Apalagi nulis blog gini, baca hapus baca hapus hahaha demi kesempurnaan yang sempurna. *APAHHH* *APAH COBA JELASKAN MAKSUDNYAH*

Terus saya jadi mikir, betapa enaknya hidup di kala digital gini. Semua bisa dicoba dulu dan dengan gampangnya bisa di-undo seketika.

Waktu saya ngerjain skripsi, saya stres setengah mati lantaran ngerasa salah terus dan jadi buang-buang kertas tiap kali revisi. Entah berapa kilo kertas kebuang. Ayah hingga beliin printer laser lantaran jikalau pake printer biasa boros banget tintanya!

Tapi terus saya nanya ayah dan ibu, waktu ngerjain skripsi gimana? Ya gimana lagi, pake mesin tik lah omg. Katanya pas ngetik didobel, ada kertas belakang yang udah digaris-garisin pake spidol semoga keliatan di titik mana harus mulai dan berhenti ngetik, juga untuk tau di mana tengahnya kertas untuk naro judul. Dengan kata lain, itulah align yang bisa kita set pribadi dalam beberapa klik di Ms Word atau Google Docs.

OH WOW.

Nah terus saya jadi mikir (ya biasalah orang kebanyakan mikir), apakah fasilitas Ctrl + Z ini bikin hidup kita jadi kurang mikir? Kaprikornus kurang perhitungan? Kaprikornus menggampangkan banyak hal? Kaprikornus kurang terencana?

(Saya pernah nulis dikala saya ingin kembali menghargai proses: Tentang Hidup Kembali


Mungkin nggak semua orang ya tapi saya sih cukup ngerasain itu. Mau posting apa, mikir bentar ah udalah upload aja dulu toh bisa dihapus. Nulis blog aja yang udah proof read beberapa kali suka tetep lolos typo. Apakah saya kurang serius proof read lantaran merasa toh bisa diedit juga?

Apakah jadi bikin kita kurang menghargai proses?

Mau beli baju cincai lah beli aja dulu toh bisa tuker atau refund (makanya beli baju di e-commerce gengs), mau beli barang mahal macam kamera ya udalah beli dulu aja toh jikalau nggak suka tar tinggal jual di marketplace simpel paling harga turun dikit tapi kan udah coba punya dan pake.

Lha zaman dulu? Baju aja harus menjahitnya sendiri lol, susah undo-nya. Mau beli-beli barang mahal jikalau nggak suka harus jual lagi di mana? Jual barang bekas di mana sih dulu? Di Babe ya? Sama di Old & New. Anak Bandung tahun 2000-an banget hahahahaha.

Intinya dulu ngapa-ngapain lebih susah di-undo, jadi niscaya kita lebih menghargai prosesnya. Itu harus diakui. Lagian mau ngaku ginian aja masa susah hahaha.

Terus fasilitas komunikasi juga bikin males mikir banget. Janjian aja pake “liat nanti deh makan di mana” atau ala Cinta di AADC “nanti sorean deh dikabarin lagi ea”. Yang penting tempatnya udah pasti, maka daerah ketemu persisnya dipikirin nanti aja last minute. Weh jikalau zaman dulu bisa-bisa nggak jadi ketemu ya?

Duh saya nggak mampu ngebayanginnya. Ngabarin ke orang via surat bahwa akan hingga di bandara hari apa jam sekian dan minta jemput di titik mana. Kalau pesawatnya delay? Kalau tiba-tiba ada apa hingga nggak jadi berangkat? Aku butuh kepastian mas, tolong.

Jadinya dengan segala fasilitas digital ini kenapa kita jadi cenderung males mikir?

Paling simpel liat efeknya dari urusan hoax. Seberapa sering orang dengan simpel sebarin hoax terus dengan gampangnya juga sebarin undangan maaf lantaran yang tadi hoax.

Padahal MIKIR dulu gitu ya ampun. Pikirin dulu apa ini bener nggak ya? Masuk logika nggak ya? Kroscek deh googling dulu.

Oh listrik naik ya? Emang kenapa sih naik? Oh ternyata bukan naik tapi subsidi untuk keluarga bisa dicabut. BACA, CARI TAU, BELAJAR. Nggak percaya sama media mainstream? Lebih percaya sama media entah di mana kantornya entah siapa pemimpin redaksinya? Ok silakan. Nggak temenan ya kita. ;)

Kemalasan mikir ini jadi bikin chaos banget. Semua teriak-teriak berisik padahal yang tau terang masalah cuma dikit. Ditanya kronologi aja nggak ngerti, yang penting bikin status dulu, jikalau ternyata salah yang tinggal dihapus atau diedit. Kenapa sih yaaa. Lelah juga ya lama-lama dengan orang-orang males mikir ini.

Dulu orang yang punya opini dan dibaca massa cuma itu penulis kolom opini di koran dan orang-orang yang diundang TV. Mereka terang backgroundnya, lah sekarang? Orang nggak terang background-nya apa aja bisa ikut ngomong soal politik, soal kesehatan, soal ekonomi. Ngana siapaaa?

Berani ngomong lantaran jikalau salah tinggal hapus kan? Ini sebabnya banyak orang yang bacot di dunia maya tapi nggak mau ketemu di dunia nyata. Karena jikalau ketemu langsung, omongan nggak bisa di-undo, jadi lebih baik diam.

ARGH.

(Baca: Tentang Kejujuran)

Hidup cuma sekali loh gengs. Yang kita lakukan kini ini mungkin bisa di-undo tapi waktu nggak akan pernah bisa diulang.

Ingatlah jikalau komunikasi bersifat irreversible (tidak bisa dikembalikan ibarat semula). Oke konten bisa kita ralat, status bisa kita edit, tapi secara teori komunikasi yang sudah berjalan tetap ada efeknya, baik positif maupun negatif.

Kaprikornus jikalau sekali kita share gosip hoax, gosip itu bisa kita hapus, bisa kita hilangkan dari muka bumi. Tapi untuk orang-orang yang sudah baca, kita akan tetap diingat sebagai orang yang pernah share hoax. Makanya hindari share sesuatu jikalau kita nggak tau persis, hindari social media dikala murka lantaran kita nggak tau apa yang bisa kita tulis dan kemudian tidak bisa di-undo di benak orang lain.

Dan ya, ayo mulai menghargai proses. Iya semua lebih simpel di-undo tapi kadang ada hal-hal yang memang butuh kesempurnaan. Feed Instagram contohnya, sebel kan jikalau harus ngehapus foto yang nggak sesuai di feed tapi yang like udah banyak? LOL Untung bisa archive kini yaa.

Stop sebarkan sesuatu yang dimulai dengan kata "Sebarkan!" apalagi dengan komplemen "selamatkan orang yang anda cintai!" duh. STOP YA, PLEASE. Googling dulu lah minimal, Google pinter kok, keywordnya nggak usah persis juga ngerti dia. Jangan hingga kita jadi pecahan insan males mikir. Huhu.

Ayo mulai kroscek untuk segala sesuatu, selalu lah berpikir skeptis. Lihat dari semua sisi. Lihat dari sisi yang berseberangan dengan kita. Lihat ke sisi positif jangan selalu berpikir negatif. Lihat ke bawah jangan melulu lihat ke atas. (monolog)

*

Yaaa meskipun hidup dengan aliran matang, perhitungan sempurna, menyusahkan segala hal, dan well-planned nggak jamin kalian jadi sukses juga sih. HAHAHAHAHA. Tergantung definisi suksesnya juga yaaa.

Sukses dengan proses jujur atau nggak jujur hayo? Ah jadi panjang.

Udah ah gitu aja. Selamat kerja bagi yang masih kerja!

-ast-

*Terinspirasi nulis ini lantaran lagi bikin presentasi dan Ctrl + Z mulu ARGH KAPAN KELARNYA KALAU GUE UNDO-UNDO TERUS. KEBURU LEBARAN. BYE.

Detail ►

Tips Menulis Blog Yang Menarik (2)



Ini yaitu penggalan dua dari tips menulis blog yang menarik. Bagian satunya dapat dibaca di sini ya:

Tips Menulis Blog yang Menarik (1)

Oke di penggalan kedua ini akan masuk ke pemilihan topik. Milih topik ini emang ribet sih sebab yaaa topik sih banyak tapi yang mana yang cocok sama pembaca kita dan diri kita sendiri ya kan?

⭐ Tentang topik ...

Coba kenali diri sendiri, apakah ada fatwa kita yang Istimewa dan tidak biasa? Hal-hal tidak biasa ini biasanya disukai orang sebab bikin kaget hahahaha.

Kalau nggak kepikiran ummmm, ya jangan nulis opini sih. Karena ya untuk apa nulis opini jikalau opini itu yaitu opini yang umum?

Misal saya nulis perihal menduakan dan pelakor, itu rame sebab sementara semesta menghujat, saya cenderung "membela" pelakor. Kalau kalian ikut menghujat juga terus nulis sih ya kesudahannya tulisannya biasa aja, nggak spesial.

Tapi ya jangan cuma anti mainstream, harus punya argumen berpengaruh juga. Kalau nulis di luar kebiasaan orang banyak terus argumennya nggak berpengaruh sih ya siap-siap aja dibully. :)

Kaprikornus berdasarkan saya sih yaaa, jikalau kalian emang nggak punya cukup argumen, tulis yang ringan-ringan ajalah. Topik atau dongeng sehari-hari, tips seputar rumah, atau perihal tragedi hari itu juga oke. Atau berguru nulis komedi aja! Baca di blognya Raditya Dika dulu banget beliau suka share cara nulis komedi.

Karena kadang dongeng yang biasa aja dapat jadi menarik dan lucu jikalau kita dapat nulisnya. :)

Yang terpenting, tulislah sesuatu yang kita suka! Lebih simpel nulisnya!

⭐ Minta tolong baca dulu ke orang

Saya biasanya kasih dulu ke orang jikalau tulisannya kontroversial. Misal yang ini AGAMA DAN MANUSIA, emang sih nggak viral kaya yang lain hingga ratusan ribu views, tapi tembus belasan ribu lah viewsnya. Dan nggak ada yang bantah argumen, sebab mau bantah apa. Yang saya tulis emang bener kok.

Tapi tau bener apa nggak itu harus dinilai orang lain dulu. Tulisan itu saya kasih dulu ke JG, Gesi, Mba Windi, dan Nahla. Begitu mereka ok, gres saya publish. Kalau mereka belum sreg, saya edit dulu sana-sini sebab jikalau orang terdekat saya yang satu pikiran aja nggak sreg, apalagi orang lain?

Untuk topik kontroversial, pencarian plot hole sama orang terdekat itu penting hahaha. Tapi jikalau nulisnya lucu-lucuan kaya goresan pena si neng ini TENTANG HIDUP SEMPURNA ARTIS INSTAGRAM (A.K.A SI NENG A) saya nggak kasih ke orang dulu sebab takut ternoda kemurnian lucunya hahaha.

Sumpah gue kenapa jadi orang pede amat hahahahah

⭐ Endapkan

Ya, mengendapkan goresan pena itu penting. Kalau nggak penting-penting amat nggak perlu diendapkan lama-lama sih. Nulis malem, baca lagi pagi. Tapi kembali lagi, jikalau nulis yang kontroversial kaya SELINGKUH itu saya nulisnya seminggu lebih. Endapkan, edit, endapkan, edit, tiap hari aja begitu.

⭐ Keep it short

Ini nih, saya sering ngomelin mba Windi gara-gara nulisnya panjang banget astagaaa. Ngasih rujukan masalah aja dapat 5 dongeng sendiri, padahal mah 2 dongeng aja orang udah nangkep kok intinya.

Saya selalu edit banyak. Ketika proofread atau sesudah diendapkan, aneka macam yang saya hapus biar tidak bertele-tele. Yang penting pembaca nangkep intinya. Soalnya makin panjang nanti orang makin males bacanya. Scroll aja terus tapi inti problem nggak kesebut terus.

⭐ Latihan!

Iya beberapa waktu kemudian saya baca goresan pena orang perihal pengalaman beliau berguru nulis. Dia nggak punya background nulis apapun, cuma mendisiplinkan diri tiap malem nulis 400 kata jikalau nggak salah. EMPAT TAHUN SETIAP HARI TANPA PUTUS DIA NULIS.

Empat tahun kemudian beliau jadi kontributor tetap di beberapa publication dan punya kantor yang jual jasa nulis gitu buat CEO dan ghost writer. Dia bilang kalian nggak akan tahu apa itu disiplin hingga kalian mati-matian ngelakuin hal yang sama demi latihan untuk jadi lebih baik. Dan percaya nggak beliau latihan nulis di mana? Di Quora aja loh. Padahal kesannya Quora kawasan jawabin pertanyaan aja kan, tapi jadi kawasan latihan nulis buat dia. So inspiring!

Ya jikalau soal latihan ini saya nggak akan bantah sih sebab saya sendiri nulis udah usang banget! Kalau untuk dibaca publik, saya nulis semenjak Sekolah Menengah Pertama dan nggak putus hingga hari ini. Saya nulis untuk majalah dinding sekolah pas Sekolah Menengah Pertama dan SMA, saya kuliah jurnalistik, saya berkali-kali nulis resensi buku buat koran pas saya kuliah, saya jadi reporter, saya nulis buat publication lain, saya nulis buku, saya nulis blog. Sebagian besar hidup saya, saya habiskan nulis.

Dan itu kan dapat dianggap sebagai latihan! Terus menerus menulis yaitu latihan yang tak kunjung henti. Dengan latihan juga kita berguru diksi yang banyak sebab pas nulis mau nggak mau mikir dong nggak mau pake diksi yang sama terus. :)

Buat kalian yang punya blog, coba disiplinkan diri untuk nulis secara rutin. Kalau kalian nggak mau meluangkan waktu, nggak berusaha mencoba, ya mungkin nulis emang bukan buat kalian. Nyerah aja nggak apa-apa kok.

*loh kok judes*

*

Oke deh segitu aja. Panjang yaaaa. Semoga berkhasiat ya! Selamat menulis semuanya!

-ast-

Detail ►

Liburan Dadakan Ke Singapura


Sejak tahun lalu, kami berempat (saya, Gesi, Nahla, dan Mba Windi) udah planning untuk liburan bareng. Dulu sih pengennya ke Bangkok, tapi kok ya nggak perjuangan cari tiket atau apa. Ya gitulah perihal doang, namanya juga anak muda. *pret*

Terus awal Oktober kemarin, Gesi tiba-tiba diajak meeting sama Facebook. Katanya akan ada seleksi untuk para community leaders di South East Asia dan bila terpilih akan dibawa ke Singapura tanggal 6-8 November.

Detik itu juga saya sama Mba Windi yang pribadi teriak “IKUTTTT!” Bodo amat Gesi kepilih seleksi apa nggak HAHAHAHA. Kami berdua pribadi search tiket pesawat disertai banyak sekali bahaya ke Gesi “kalau hingga program Facebook nggak jadi, kau harus tetep berangkat sama kita ya!”

>.<

Sementara Nahla masih galau alasannya yakni pertama, paspor ia habis jadi harus perpanjang dan itu harus nyempetin banget 2 hari urus perpanjang paspor. Kedua, H-1 berangkat ia ada konser jadi lagi sibuk nyiapin konser banget. Sampai karenanya Nahla nggak jadi ikut deh. Sedih. T____T Tapi ya maklum lah, namanya juga dadakan ya. Emang kami aja sih yang spontan dan simpel kena peer pressure hahahaha.

Waktu berlalu sambil deg-degan alasannya yakni paspor saya juga habis dan gres kebagian bikin paspor sekitar 10 hari sebelum berangkat. Plus Gesi yang nervous alasannya yakni harus interview dulu sama Facebook untuk memilih ia bisa pergi atau nggak.

Akhirnya sehabis dua kali wawancara sama Facebook Singapore dan HQ, GESI KEPILIH JADI PERWAKILAN INDONESIA WOOOWW SO PROUD! Makara dari Indonesia perwakilannya itu Gesi sama Asma Nadia. Keren ya!

(Baca pengalaman saya bikin paspor via WhatsApp di sini!)

Cuma ternyata eventnya geser jadi 7-9 November, jadi ya udah Gesi pergi duluan tanggal 6 supaya bisa seharian ikut main dulu sebelum padet sama jadwal event besokannya. Satu hal yang bikin super excited yakni pas Gesi bilang bila ia dikasih nginep di Marina Bay Sands (MBS) dengan kamar sendiri dan nggak digabung sama akseptor lain! WOW!

Wow alasannya yakni ngarep bisa nebeng!

Karena selama ini saya ke Singapur itu jarak paling deket ke MBS itu mentok cuma ke Merlion dan sekitarnya aja kan. Sebagai rakyat kelas menengah di negara dunia ketiga, MBS itu hanya terbatas sebagai background foto.

Paling jalan-jalan di mallnya dan foto di sungai-sungaian bawah mall itu. Bolak-balik ke Singapur nggak pernah lah sekali pun kepikiran nginep di MBS! Cek rate aja nggak berani!

Baru tau kemarin ternyata rate semalemnya aja beda dikit sama UMR Kota Bandung … dikali dua. Iya bisa ngehidupin dua keluarga dalam sebulan dong tandanya huhu. Makara selama ini cuma bisa iri dengki sama orang-orang yang foto di Infinity Pool. Aahhh, pokoknya MBS itu keinginan banget lah!

Eh terus ternyata dibolehin sama Facebooknya asal semua biaya lain selain Gesi ditanggung sendiri. YEAY! Akhirnya kami tambah satu extra bed dan sarapan. Udah yakin di sana niscaya kami akan norak banget hahahaha

Saya sebagai anak yang berkala tentu pribadi bikin itinerary 3 hari di Google Sheet dan di-share ke mereka. Cari-cari hotel untuk malam pertama alasannya yakni kan nginep di MBS sesuai jadwal aja tanggal 7-8.

Oke jadi ini summary liburan kami kemarin. Kalau nggak ditulis takut lupa!

Baca kisah Gesi dan Mba Windi:

Day 1: Hello Kitty Orchid Garden, Bugis, Orchard

Flight kami beda kota semua. Saya dari Jakarta, Mba Windi dari Medan, dan Gesi dari Jogja. Gesi dateng duluan, Mba Windi, terus saya terakhir. Di itinerary, dari Changi itu kami makan di Hello Kitty Orchid Garden, taro barang di hotel, jalan ke Haji Lane buat foto-foto, ke Bugis, terus makan malem di Orchard.

EH ALAH DI HELLO KITTY CAFE AJA BETAH BANGET HAHAHAHA. Makara ini tempatnya di Terminal 3 Changi, kami makan, foto-foto dan ngobrol hingga lamaaaaa banget. Kesorean deh nyampe hotelnya zzz. Keburu gelap jadi mau ke Haji Lane juga udah nggak mungkin alasannya yakni niatnya cuma foto. Skip lah karenanya pribadi ke hotel terus ke Bugis.




Di Bugis, Gesi pribadi histeris dan belanja baju. Mba Windi belanja oleh-oleh. Saya nemenin aja sambil foto-foto alasannya yakni apa ya. Nanti saya tulis deh apa yang bikin saya jadi nggak belanja sama sekali di Singapur kemarin. Asli saya cuma beli coklat buah tangan buat di kantor dan dua mobil-mobilan buat Bebe dan JG.

Saya ngeliatin orang kemudian lalang, foto-foto, dan ya nemenin belanja. Abis itu cus ke Orchard dan makan di food courtnya ION mall. Ini andalan banget alasannya yakni tempatnya nyaman, yaeyalah ya food court mall gitu.



Ke Orchard itu rencananya mau ke ION Sky itu yang di lantai 56. Baca-baca blog orang katanya gratis. Nanya sama security katanya udah tutup alasannya yakni kemaleman. Ya udah deh nggak jadi.

Akhirnya ya jalan-jalan di sekitar Orchard dan Lucky Plaza aja selayaknya turis Indonesia. Terus balik ke hotel dan ngobrol hingga jam 1 pagi. Serasa sleepover zaman Sekolah Menengan Atas gitu huhu kusenang.

Kami nginepnya di Summerview Hotel Bugis. Enak deh, tempatnya bagus, cuma satu blok dari Bugis Street dan deket banget sama MRT Rochor. Deket banget banget kaya cuma kelewat satu gedung gitu. Makara ia ada di antara MRT Rochor dan Bugis.

Day 2: Marina Bay Sands!

Hari kedua Gesi dikabari akan dijemput supir jam 9.30. Pagi-pagi mandi, dandan bareng-bareng, sarapan, dan tunggu dijemput. Dipikir-pikir ini kayanya pertama kali ke Singapur dan hingga dijemput supir segala hahahaha biasanya MRT ke mana-mana lah.

Mobilnya Innova putih btw. Dan sebagai teman yang tidak tahu diri tentu kami protes:

“KOK MOBILNYA NGGAK ALPHARD SIH GESSSS?!”

HAHAHAHAHAHA. *dijutekin Gesi*

Karena belum waktunya check in, kami berdua dikasih dua temporary keycard buat saluran ke semua area hotel. Sementara Gesi syuting video interview, kami pun main-main ke Sky Observation Deck dan WHOAAA NORAK DEH BODO AMAT. Norak alasannya yakni Merlion bila diliat dari lantai 57 itu cuma segede kecoa doang asli.



Sebenernya Sky Observation Deck ini bisa bayar katanya bila mau masuk SGD 23 atau berapa gitu. Tapi bila free kan hepi ya nggak? Makara ya udah kami foto-foto di sini hingga Gesi selesai. Abis itu makan di food court MBS mall, ke toko mainan, dan cus ke Art Science Museum.

Di Art Science saya beneran yang wow banget! Karena itu sebenernya area festival biasa, dengan partisi hitam, tapi kok ya mesmerizing! Nanti lah ya kisah di blogpost terpisah bila masih mood nulis hahahaha.



Malemnya Gesi ada dinner dan kami pun berpisah *alah*. Saya dan mba Windi kembali ke hotel, istirahat bentar, terus galau makan di mana ya?

Makan di foodcourt mall MBS lagi males. Akhirnya kembali lah ke habitat kaum kelas menengah Endonesia yaitu … BUGIS JUNCTION. HAHAHAHA.

Makan, jalan-jalan, mba Windi sempet beli buah tangan dulu kemudian ke Sevel jajan-jajan dan balik ke hotel untuk taro barang. Baru nyampe kamar eh Gesi udah nelepon, ia udah selesai acaranya. Ya udah cukstaw ke Gardens By The Bay!

Malem elok banget yaaaa! Ya siang juga elok sih, tapi bila malem rasanya kaya di film-film. Lampunya biru berpendar. Bikin ngelamun banget. Tapi alasannya yakni udah kemaleman, dome-domenya udah pada tutup dan beberapa emang tutup alasannya yakni maintenance.



Kami jalan, foto-foto, duduk sambil ngobrol, jalan lagi, foto-foto lagi, duduk lagi, hingga nggak sadar udah jam 11 malem. Sementara besok pagi kami masih punya niat mulia untuk BERENANG DI INFINITY POOL LOL. Makara ya udah jalan pulang deh berikut nyasar. -_________-

Abisan bloon sih emang, mau jalan pulang malah patokannya menuju SuperTree Groove, lah SuperTree itu ada dua yakan. Yang satu deket hotel yang satu menjauh. Terus kami jalan ke yang jauh. T____T Baru sadar pas saya shock KOK SUPERTREE-NYA BEDA! Ya emang bedaaaa. Beda taman sisss.



Padahal MBS hotel setinggi itu tapi terabaikan. Akhirnya ya udah jalan dengan mata siaga berpatokan menuju hotel, alasannya yakni harusnya emang gitu lah kan mau pulang ke hotel zzz.

Nyampe kamar saya udah capek banget. Mandi terus pribadi bobo selimutan. Lupa bumi alam hahahaha. Geci masih sibuk ngepoin sosialita IG Singapur yang jadi topik bahasan sepanjang jalan, Mba Windi? SIBUK BIKIN CAPTION YANG LEBIH PANJANG DARI JALAN KENANGAN.

Day 3: Infinity Pool dan Sarapan di Hotel

Sarapan di MBS ini salah satu sumber kegalauan saya alasannya yakni SGD 45 sis! EMPAT RATUS MAPULUH RIBU BELUM PAJAK. Sarapan setengah juta itu kok ya kaya kemahalan. ☹️

Makara malemnya saya udah ke Sevel, beli oat sama yogurt. Cuma 3,5 dolar lah ya. Tapi terus kepikiran hahaha. Karena ya udah nyampe sini, masa sih nanggung amat sarapan di kamar pake quaker oat. Tapi ya masa juga 500ribu buat sarapan doang kan mending beli sepatu. 😪

(Baca: Problematika Kelas Menengah yang Selalu Harus Memilih Prioritas)

Akhirnya bodo amat lah! Bayar aja! Kalau saya kerja gini-gini aja, seumur hidup jadi kelas menengah, seumur hidup juga saya nggak akan bisa nginep di sini lagi bila bayar sendiri.

Lagian juga saya mikir hotel di Jakarta juga buffetnya harga segitu kok. Makara harusnya ini keitung murah alasannya yakni ini kan di Singapur. Cek hidangan makan malem, harganya sama juga kaya hotel di Jakarta. Pasti worth it.

Pagi berdiri tidur dengan kaki yang berat banget alasannya yakni udah 2 hari full jalan. Cuci muka, gosok gigi, bangunin Geci dan Mba Windi kemudian ganti baju renang! YEAAYY INFINITY POOL WE’RE COMING!



Saya sempet ragu mau nyebur apa nggak ya. Karena waktu itu saya ngerasa akan sakit. Pas berangkat itu saya gres sembuh flu dan belum fit banget. Tapi ya udalah ganti baju renang dulu.

Sampai atas beneran saya kedinginan banget! Bathrobe nggak ngaruh sama sekali hingga saya minta duluan handuk kering untuk bungkus badan. Cuma alasannya yakni bak udah di depan mata, ingin tau banget pengen liat ujungnya kaya apa.

Akhirnya saya jebur, gantian foto-foto, terus pribadi naik lagi. Minta handuk gres lagi supaya anget dan nunggu Gesi sama Mba Windi selesai foto. Kepala saya udah mulai pusing.

Nyampe kamar pribadi mandi air panas dan ganti baju. Dandan dikit terus cus sarapan.

DAN SARAPANNYA ENAAKKK. Kepala pribadi nggak pusing lagi hahahaha. Ya lezat hotel sih. Terakhir saya makan buffet di hotel itu di Raffles Hotel Jakarta, bulan pahala kemarin. Ya mirip-mirip lah rasanya.




Karena ogah rugi jadinya kami lamaaa banget di sini. Padahal tadinya mau mampir ke Gardens By The Bay lagi. Penasaran sama domenya.

Karena kelamaan, karenanya balik ke kamar pribadi ambil koper terus check out deh. Naik MRT ke Changi dan menghabiskan 2 jam berikutnya menguasai bangku pijit hahahahaha.

*

Overall saya happy banget kemarin bisa liburan! Tahun ini absurd f*cked up banget, kemalingan dua kali rasanya sial banget hingga saya ngerasa nggak layak lagi dapet sesuatu yang menyenangkan. Saya hingga mikir “alah ini paling paspor nggak jadi jadi nggak bisa berangkat” T_______T

Ternyata jadi berangkat, terharu banget. Special shoutout to our husbands! Untuk mas Teguh dan JG yang bahkan nggak mempertanyakan mau apa ke Singapur, bila Gesi mah udah terang kan ya. You guys deserve a gold medal as the best husbands in the world HAHAHAHA

“Eh Gesi diundang Facebook ke Singapur, saya ikut ya”

“Ok”

“Tiga hari doang kok”

“Lah sebentar banget, nggak seminggu aja?”

SEMINGGU AKU MELLOW NINGGALIN BEBE.

Tentang ini layak jadi satu blogpost alasannya yakni banyak yang kepo bener “eh terus JG gimana di rumah sama Bebe?” ya nggak gimana-gimana sih lol.

See you next holidaayyyyy!

-ast-

PS: ini fotonya miring-miring gini ya males edit amat bila di laptop hahahaha bila di instagram kan foto miring lurusinnya simpel lol

Detail ►

Akhir-Akhir Ini



Minggu ini capek banget. Mungkin karena bulan puasa ya, tubuh nggak terlalu fit sebab kurang tidur tapi pas banget selesai bulan dan di kantor banyak kerjaan ngerjain laporan ini itu. Yang terjadi ya kaya biasa, blog kececeran plus sakit tenggorokan hahaha.

Padahal udah bikin rencana post sebulan lho! Cuma ya tetep acak-acakan jadwalnya sebab ternyata dikala kerjaan sehari-hari lo nulis dan lo harus nulis buat blog juga rasanya ... pusing harus nulis yang mana duluan lol.

Plus alhamdulillah banget bulan ini lagi banyak banget job di blog jadi ya harus maksain ngerjain kan. Nah Tuhan Maha Adil ya, sebab saya sempet ngerasa murung hanya akan dapet THR pro-rate tahun ini (ya maklum gres pindah kerja) eh ternyata job di blog bila dijumlahin angkanya jauh melebihi THR yang harusnya saya dapet dari kantor lama. Kaprikornus ya, rezeki tidak akan tertukar, cuma harus kerja ekstra aja.


Dan gres sadar, kembali ke redaksi itu ternyata SESIBUK itu ya hahahaha. Antara sibuk sebab di redaksi dan sibuk sebab saya "turun jabatan" sih kayanya. Dulu udah di level strategis, mikirinnya taktik doang, yang sanksi ya team. Kalau ada komplain atau ada keluhan gres pasang badan. Sekarang balik jadi eksekutor hahaha.

Tapi ini yang saya mau sih. Masih harus banyak banget berguru apalagi di perusahaan kecil. Beda banget sebab sebelum-sebelumnya saya selalu kerja di perusahaan yang established kan. Kaprikornus berguru banyak how to run a business gitu. Semoga suatu hari dapat punya perusahaan sendiri ya. Nanti suatu hari dikala sudah mampu mikirin harus ngegaji orang dan bukannya enak-enak menghitung hari hingga ke hari gajian hahaha. Aamiin.

Terus saya juga lagi semangat menggambar lagi. Udah ada beberapa DM masuk nanya rate gambar, belum berani saya jawab sebab takut keteteran. Tapi jadi kebayang banget serunya jadi content creator ya, seharian di rumah nulis, gambar, bikin video. Masalahnya gajinya manaaaa. Seru sih seru tapi di posisi saya sekarang, gajinya masih akan belum sama kaya bila kerja sih pasti.

Nantilah ya, suatu hari. Kata JG "kalau dapat kerja plus sampingan nulis dan gambar kenapa harus keluar kerja?" Iya sih. Kerja sama orang emang pas banget buat esktrovert-ekstrovert haus dialog dengan orang lain. Sisanya sampingan aja hahaha.

Tuh kan, yang dipikirin uang dan kerjaan terus ya.

Kaprikornus inget kata JG:

"Aku kangen zaman Soeharto, bener dulu mah saya nggak perlu mikirin uang, saya dapat main doang tiap hari ..."

IYA KARENA KITA MASIH SEKOLAH HAHAHAHAHA NGAPAIN MIKIRIN UANG. :)))))

Nanti niscaya ada yang komen, mikirin uang mah nggak ada abisnya. Iya tau banget tapi jadi orang remaja itu nggak sepenuhnya mikirin uang kok. Dalam sehari aja banyak banget yang dipikirin.

Mikir malem ini mau buka puasa apa? Apa harus masak dulu atau cus aja makan di luar? Mikir bagi waktu apa ngerjain laporan dulu atau nulis blogpost? Mikir kok ya internet banking error mulu mau bayar tagihan cc jadi susah.

Mikir ini kayanya rumah butuh karpet baru, beli di mana ya kok bingung? Oiya laptop juga butuh sleeve nih kasian amat nggak dipakein sleeve? Eh si Bebe sepatu udah kekecilan tapi belum nemu sepatu yang sreg juga deh kasian. Mikir nyuci nggak ya hari ini yang udah dicuci aja belum sempet dilipet. DAN SEGAMBRENG PEMIKIRAN LAIN DALAM SATU WAKTU.

Apakah itu risiko lulus kuliah dan bekerja?

Kayanya terakhir pas kuliah kekhawatiran gue cuma nggak lulus sempurna waktu jadi nggak dapat cum laude dan nggak diumumin pas wisuda hahahaha #attentionwhore lol.

Waktu kecil kita pengen banget jadi orang remaja dan dapat ambil keputusan sendiri. Udah gede dan dapat ambil keputusan sendiri kok ya pusing sendiri hahahaha.

Tapi di luar segala kelelahan sebab tanggung jawab sebagai orang dewasa. SAYA LAGI HAPPY BANGET LHO. Karena buku risikonya terbit HAHAHAHAHAHA. Udah ada di Gramedia per tanggal 28 kemarin ya gengs.

Udah ah saya mau leyeh-leyeh dulu. Bye.

Baca postingan soal kehidupan lain di sini ya: Tentang Hidup

-ast-

Detail ►

Tentang Kebebasan Memilih

Pas banget ya nulis ini lagi Pilkada. Tapi saya nggak akan ngomongin soal Pilkada. Saya mau ngomongin hal yang lebih luas lagi dan membutuhkan hati yang jauh lebih lapang lagi.


Yaitu perihal "kebebasan memilih".

Cuma dua kata ya, banyak disepelekan pula. Padahal kayanya susaaaahhhh sekali diterapkan untuk semua lini kehidupan. Kebebasan ini bukan cuma soal agama atau politik tapi untuk segala hal. Dari agama, pekerjaan, keputusan menikah, keputusan punya anak, dan banyak lagi.

Saya belajar, terus mengingatkan diri sendiri untuk tidak bilang “ini lho yang paling baik”. Ya saya share banyak soal parenting, tapi saya nggak pernah lho memaksakan kalian untuk ikut apa yang saya lakukan. Kalau ada yang message dan bilang nggak sanggup atau susah jalanin tipsnya, saya selalu bilang "iya kan pilihan".

Karena ya emang pilihan sih. Saya nggak maksa, kalian nggak perlu merasa terpaksa juga. Sharing saya itu tujuannya cuma untuk memperkenalkan pendapat gres yang mungkin udah pernah kalian denger, mungkin juga belum pernah. Pada akhirnya, penerapannya ya kembali ke kalian juga.

Yang jelas, saya selalu netral. Atau minimal saya sudah sangat berusaha netral. Kalau ikutin blog ini dari dulu mungkin kerasa ya, dalam beberapa hal saya sangat sangat netral menyerupai goresan pena soal selingkuh dan pelakor. Tapi dalam hal lain saya sanggup emosi dan melepeh orang lain hanya alasannya saya kesal pada orang yang "harus-harusin orang lain". Harusnya begini lho, harusnya kan begitu. Siapa sih yang bilang harus?

Seperti soal ASI. Saya pro ASI, saya menyusui hingga anak saya 3 tahun. Tapi saya nggak pernah mengharuskan orang lain untuk menyerupai itu juga. Memberi ASI itu PILIHAN apalagi untuk ibu bekerja ya. Pilihan jungkir balik pumping siang malam atau ya kasih susu formula aja demi kewarasan ibu. Buat saya, mending ibu waras yang senang mengurus anak dengan susu formula daripada ibu yang stres dan nggak happy alasannya ngorbanin segalanya demi ASI.

Kalau ngasih ASI bikin kau senang meski nggak tidur, ya go ahead. Tapi bila jam tidur terganggu alasannya pumping bikin kau senggol bacok dan jadi depresi ya nggak usah. Kalau kau stres alasannya ASI nggak keluar, ya usahakan dulu lah ke konselor atau minum suplemen. Tapi bila ke konselor bikin tambah stres, ya udahlah nggak ada yang jamin anak ASI juga akan selamanya sehat dan akan lebih sukses dibanding anak sufor kok. Yakin aja sama pilihan kalian.

Buat saya, segalanya sesederhana itu. Sesederhana tidak menyakiti orang lain atas pilihan yang mereka ambil. We're not in their shoes, who are we to judge?

Pun soal menikah dan punya anak. Menikah, belum menikah, tidak menikah, menikah dan nggak mau punya anak, menikah dengan satu anak, menikah dengan banyak anak. Mau bertahan di janji nikah yang toxic atau cerai aja. Nggak apa-apa banget. Bebas-bebas aja asal ya bertanggung jawab dengan pilihannya dan nggak merugikan orang lain.

(Lebih lengkap soal pilihan menikah pernah saya tulis di sini: Menikah itu Bukan Life Goals)

Tapi ya namanya manusia, emang niscaya ada aja kok mempertanyakan keputusan orang lain. Kalau itu terjadi, bahas sama orang terdekat aja, ngobrol sama sahabat atau suami. BUKAN confront eksklusif ke orangnya. Apalagi bila nggak seakrab itu sama orangnya. Duh, takut cuma bikin sakit hati.

Intinya plis, jangan jadi bigot. Bigot bukan cuma soal agama. Bigot sanggup dari sesederhana bilang “kamu nggak nikah-nikah emang nggak kesepian?" atau "lho punya anak kok cuma satu, kenapa nggak mau nambah lagi?" atau "ih anaknya kok pake dot?" ke orang yang nggak kau kenal-kenal banget.

Atau justru kalian menentukan untuk jadi bigot? HHHH. Kok nggak boleh jadi bigot? Ya alasannya kalian nggak menghargai pilihan orang lain.

Jangan menilai hidup orang dari standar adab yang kita punya. Jangan memaksa hidup orang atas apa yang kita percaya. Semua orang kan punya sudut pandang yang beda soal hidup, kenapa harus dipaksa sama?

Semua dongeng punya banyak sisi, semua problem juga punya banyak sudut pandang, hanya alasannya kita merasa benar, bukan berarti orang lain salah. Hanya alasannya kita percaya hitam, sisi lain nggak berarti melulu putih. Dunia nggak sesaklek itu.

And for you, don't let the society dictate what you do. Don't let them define you. You have your own life, you are enough. 

-ast-

Detail ►

Ibu Yang Belum Sayang Anak

(Ini versi lebih detail dan lebih lezat dibaca dari Instagram Story ya. Saya lama-lama kesel sama Instagram Story sebab nggak dapat disearch dan dibaca ulang. Kaprikornus mau dipost di blog juga.)



Let me tell you a story.

Waktu otw nonton Crazy Rich Asian di Kemang Village (yoi udah usang ya hahahahaha), saya nebeng kendaraan beroda empat @andaws dan di satu topik, kami bahas soal orang-orang yang nggak pribadi sayang sama anaknya.

Andaws dongeng soal satu temennya yang nggak sayang sama anaknya hingga umur sekian bulan terus nanya: lo gitu juga nggak sih?

IYA DONG. MALAH SAMPAI SETAHUN. *LHO KOK BANGGA*

But yes, I did. And I really want all of you to know that it’s totally normal.

Saya ialah ibu yang nggak ngerasain sama sekali momen magical apalagi terharu waktu melahirkan. Boro-boro meneteskan air mata sambil IMD, sesudah Bebe lahir dan saya dibersihin, yang saya pikirin cuma satu: NGANTUK BANGET PENGEN TIDUR.

Ya maklum kontraksi 12 jam hingga induksi kan capek banget ya. Mana saya kurang darah jadi sambil transfusi dan lengan kaya nggak berfungsi saking pegelnya. Pindah kamar dari ruang bersalin, saya nggak nanya mana bayinya sama sekali dan pribadi tidur nyenyak hingga malem.

Sampai malemnya Bebe dibawa di ruangan saya (kami room in tapi Bebe kurang gula darah jadi gres dapat ketemu malem), saya cuekin ia sama sekali loh. Sampai JG bilang “coba nenenin nggak?” saya yang beneran mikir “harus kini banget ya?”

Wow setidak peduli itu boro-boro pumping dan sudah mulai stok ASIP menyerupai orang-orang.

Saya gres mulai sayang dan merasa wah punya anak itu lucu ya … sesudah sekitar satu tahun.

Kaprikornus selama satu tahun itu saya ngurus anak sebab kewajiban dan tanggung jawab aja. I had baby blues and sleep-deprived because Bebe was a difficult baby with colic. Dan itu traumatis sih buat saya. Sangat sangat traumatis dan membekas hingga sekarang.

Sampai sekarang, setiap liat orang hamil atau liat bayi, saya selalu mikirin betapa stresnya punya bayi. Kaprikornus nggak pernah punya perasaan "ya ampun bayi gemes banget jadi pengen punya bayi lagi". Nggak pernah sama sekali. Setrauma itu. :(

*

Selama satu tahun itu, Bebe nggak punya baju pergi sama sekali. Dia bahkan nggak punya sepatu hingga umurnya setahun. Kaprikornus ya cuma pake kaos kaki ke mana-mana.

Saya cuma beliin piyama lusinan, ke mall pun ia pake piyama. Dulu saya mikir itu sebab ya nyaman aja sih bayi pake piyama, tapi bila dipikir sekarang, saya pelit banget untuk beliin baju sebab saya nggak seexcited itu punya bayi.

Betul banget saya ngerasa bayi paling nyaman memang pake piyama dan saya beneran risih sama bayi yang dipakein baju kaya orang dewasa. Tapi di sisi lain, pelitnya saya akan urusan belanja baju bayi juga didukung dengan saya yang nggak sayang-sayang amat sama Bebe hahaha. Nangkep nggak sih?

Kalau sayang banget mungkin beli piyamanya yang mahal dan proper hahahaha nggak beli piyama lusinan dan bodo amat sama warna dan modelnya gitu.

Kaprikornus saya nggak pernah relate sama meme-meme atau jokes yang menyebut sesudah punya anak semua belanjaan buat anak. Nope. Yang belanja tetep saya, waktu itu Bebe (hampir) nggak pernah saya beliin apa-apa.

(Baca: Bebe dijudge orang di mall sebab pake piyama)

Ada fase denial cukup usang bila saya punya anak dan ya harus sayang sama anak ini, tapi gimana caranya? Bingung sendiri. Saya mulai nggak denial lagi dan beneran menganggap wah ini anakku dan saya sayang sekali sama dia, waktu Bebe umur 2 tahun.

Karena di umur 2 tahun itu segalanya udah lebih mudah. Dulu saya nganggep ia sebagai beban. Beban sekali, saya nggak tidur, siang harus kerja, saya ambisius sama hasil pumping, hidup jauh dari ortu dan mertua tanpa nanny dan ART.

Saya nggak punya kehidupan, nggak punya me time selain di kantor. Dua tahun, saya cuma keluar rumah sendiri 1 kali untuk outing kantor. Nggak nonton bioskop, nggak pernah pergi sama temen. Selalu sama Bebe. Untuk memastikan ia dapat nenen aja sih. Ambisius kan anaknya.

Iya ambisus soal ASI sebenernya sih. Urusan ASI dan pumping itu bukan soal Bebe. ITU SEMUA TENTANG SAYA. Tentang saya yang ambisius banget sama hasil pumping hingga bikin KPI untuk diri sendiri.

Iya semua pencapaian hingga dibikin sistem pumping itu UNTUK DIRIKU SENDIRI. Untuk pujian saya sendiri bila saya dapat lho begini dan begitu. saya selalu punya sasaran untuk apapun dan bila tercapai ya saya senang.

(Baca: Manajemen ASI Perah Tanpa Kejar Tayang)

Kalau kenal saya banget niscaya ngerti sih.

Bayar daycare mahal-mahal demi anak? Nggak, demi ketenangan saya sendiri. Saya yang keliling hingga 7 daycare sebab saya seambi itu. Toilet nggak sreg aja saya ogah, missnya saya nggak suka ya saya nggak mau. Repot emang jadi orang perfeksionis.

NGERTI KAN KENAPA CAPEK BANGET JADINYA.

Secapek itu hingga bila nulis di blog saya selalu menghibur diri dengan bilang “it’s gonna be worth it” atau “asal ia sehat deh whatever”. Karena bila ia sakit saya yang repot dan saya akan tambah capek.

via GIPHY

Sekarang? Sekarang di umur 4,5 tahun ini saya senaaaanggg sekali punya Bebe. Sesenang itu hingga aktivitas favorit saya ialah ngobrol sama Bebe hahaha.

Di kendaraan beroda empat pegangan tangan, kapan pun selalu pelukan dan ciuman, kami mengembangkan dongeng hingga tidurnya malem terus saking sebelum tidur terlalu banyak yang harus diceritain. Dia dongeng semuanya sama saya dan saya pun selalu ditagih dongeng sama ia ngapain aja di kantor.

Dia selalu dongeng hari ini murung kenapa, tadi kenapa nangis, dongeng kenapa ia bahagia sekali, dan dapat puluhan kali sehari bilang “aku sayang Ibu”.

(Efek dari praktik pandangan gres di blogpost ini lho “Because I Love You”)

Sekarang ia nggak minta mainan aja saya paksa-paksa beliin hahaha. Bodo amat ia tidur atau bilang nggak mau, bila saya suka ya beliin aja. Sepatunya udah satu laci sendiri. Bajunya lebih banyak dari baju kami berdua.

Sayang nggak dapat dan nggak perlu diukur pake uang tapi ternyata bila sayang bawaannya emang pengen beliin ini dan itu terus. Ini faktual dan nggak terbantahkan.

Waktu yang saya luangkan buat Bebe pun jadi less stressful. Semakin ia besar, semakin saya tau bila saya melaksanakan semua ini demi dia, finally.

JG: “Baru kali ini saya ngerasa sayang sama orang hingga rela ngelakuin aja buat dia. Semua uang saya buat ia juga saya rela.”

Saya: “DIH EMANG NGGAK MAU LAKUIN APA AJA BUAT AKU? Kayanya kau juga kasih semua uang kau buat aku”

JG: “NGGAK AH”

DIHHHHH. Rese amat manusia.

*

Lalu inti dan pesan moralnya apa?

Perempuan itu BISA lho nggak sayang sama anaknya bila punya banyak problem lain dalam hidup.

Perempuan itu BISA capek ngurus anak dan mengaku capek itu TIDAK APA-APA.

Perempuan itu BISA stress berat punya anak dan tidak mau punya anak lagi atau menentukan tidak punya anak sama sekali juga TIDAK APA-APA.

Menjadi ibu itu pilihan sebab tanggung jawab yang kita bawa itu seumur hidup. Hidup berubah selamanya sesudah punya anak dan nggak akan kembali lagi.

Jangan punya anak untuk mengikat suami selingkuh, jangan punya anak demi menyenangkan hati orang lain.

Demikian supaya tercerahkan!

-ast-

Detail ►