Ibu Yang Belum Sayang Anak
(Ini versi lebih detail dan lebih lezat dibaca dari Instagram Story ya. Saya lama-lama kesel sama Instagram Story sebab nggak dapat disearch dan dibaca ulang. Kaprikornus mau dipost di blog juga.)
Let me tell you a story.
Waktu otw nonton Crazy Rich Asian di Kemang Village (yoi udah usang ya hahahahaha), saya nebeng kendaraan beroda empat @andaws dan di satu topik, kami bahas soal orang-orang yang nggak pribadi sayang sama anaknya.
Andaws dongeng soal satu temennya yang nggak sayang sama anaknya hingga umur sekian bulan terus nanya: lo gitu juga nggak sih?
IYA DONG. MALAH SAMPAI SETAHUN. *LHO KOK BANGGA*
But yes, I did. And I really want all of you to know that it’s totally normal.
Saya ialah ibu yang nggak ngerasain sama sekali momen magical apalagi terharu waktu melahirkan. Boro-boro meneteskan air mata sambil IMD, sesudah Bebe lahir dan saya dibersihin, yang saya pikirin cuma satu: NGANTUK BANGET PENGEN TIDUR.
Ya maklum kontraksi 12 jam hingga induksi kan capek banget ya. Mana saya kurang darah jadi sambil transfusi dan lengan kaya nggak berfungsi saking pegelnya. Pindah kamar dari ruang bersalin, saya nggak nanya mana bayinya sama sekali dan pribadi tidur nyenyak hingga malem.
Sampai malemnya Bebe dibawa di ruangan saya (kami room in tapi Bebe kurang gula darah jadi gres dapat ketemu malem), saya cuekin ia sama sekali loh. Sampai JG bilang “coba nenenin nggak?” saya yang beneran mikir “harus kini banget ya?”
Wow setidak peduli itu boro-boro pumping dan sudah mulai stok ASIP menyerupai orang-orang.
Saya gres mulai sayang dan merasa wah punya anak itu lucu ya … sesudah sekitar satu tahun.
Kaprikornus selama satu tahun itu saya ngurus anak sebab kewajiban dan tanggung jawab aja. I had baby blues and sleep-deprived because Bebe was a difficult baby with colic. Dan itu traumatis sih buat saya. Sangat sangat traumatis dan membekas hingga sekarang.
Sampai sekarang, setiap liat orang hamil atau liat bayi, saya selalu mikirin betapa stresnya punya bayi. Kaprikornus nggak pernah punya perasaan "ya ampun bayi gemes banget jadi pengen punya bayi lagi". Nggak pernah sama sekali. Setrauma itu. :(
*
Selama satu tahun itu, Bebe nggak punya baju pergi sama sekali. Dia bahkan nggak punya sepatu hingga umurnya setahun. Kaprikornus ya cuma pake kaos kaki ke mana-mana.
Saya cuma beliin piyama lusinan, ke mall pun ia pake piyama. Dulu saya mikir itu sebab ya nyaman aja sih bayi pake piyama, tapi bila dipikir sekarang, saya pelit banget untuk beliin baju sebab saya nggak seexcited itu punya bayi.
Betul banget saya ngerasa bayi paling nyaman memang pake piyama dan saya beneran risih sama bayi yang dipakein baju kaya orang dewasa. Tapi di sisi lain, pelitnya saya akan urusan belanja baju bayi juga didukung dengan saya yang nggak sayang-sayang amat sama Bebe hahaha. Nangkep nggak sih?
Kalau sayang banget mungkin beli piyamanya yang mahal dan proper hahahaha nggak beli piyama lusinan dan bodo amat sama warna dan modelnya gitu.
Kaprikornus saya nggak pernah relate sama meme-meme atau jokes yang menyebut sesudah punya anak semua belanjaan buat anak. Nope. Yang belanja tetep saya, waktu itu Bebe (hampir) nggak pernah saya beliin apa-apa.
(Baca: Bebe dijudge orang di mall sebab pake piyama)
Ada fase denial cukup usang bila saya punya anak dan ya harus sayang sama anak ini, tapi gimana caranya? Bingung sendiri. Saya mulai nggak denial lagi dan beneran menganggap wah ini anakku dan saya sayang sekali sama dia, waktu Bebe umur 2 tahun.
Karena di umur 2 tahun itu segalanya udah lebih mudah. Dulu saya nganggep ia sebagai beban. Beban sekali, saya nggak tidur, siang harus kerja, saya ambisius sama hasil pumping, hidup jauh dari ortu dan mertua tanpa nanny dan ART.
Saya nggak punya kehidupan, nggak punya me time selain di kantor. Dua tahun, saya cuma keluar rumah sendiri 1 kali untuk outing kantor. Nggak nonton bioskop, nggak pernah pergi sama temen. Selalu sama Bebe. Untuk memastikan ia dapat nenen aja sih. Ambisius kan anaknya.
Iya ambisus soal ASI sebenernya sih. Urusan ASI dan pumping itu bukan soal Bebe. ITU SEMUA TENTANG SAYA. Tentang saya yang ambisius banget sama hasil pumping hingga bikin KPI untuk diri sendiri.
Iya semua pencapaian hingga dibikin sistem pumping itu UNTUK DIRIKU SENDIRI. Untuk pujian saya sendiri bila saya dapat lho begini dan begitu. saya selalu punya sasaran untuk apapun dan bila tercapai ya saya senang.
(Baca: Manajemen ASI Perah Tanpa Kejar Tayang)
Kalau kenal saya banget niscaya ngerti sih.
Bayar daycare mahal-mahal demi anak? Nggak, demi ketenangan saya sendiri. Saya yang keliling hingga 7 daycare sebab saya seambi itu. Toilet nggak sreg aja saya ogah, missnya saya nggak suka ya saya nggak mau. Repot emang jadi orang perfeksionis.
NGERTI KAN KENAPA CAPEK BANGET JADINYA.
Secapek itu hingga bila nulis di blog saya selalu menghibur diri dengan bilang “it’s gonna be worth it” atau “asal ia sehat deh whatever”. Karena bila ia sakit saya yang repot dan saya akan tambah capek.
via GIPHY
Sekarang? Sekarang di umur 4,5 tahun ini saya senaaaanggg sekali punya Bebe. Sesenang itu hingga aktivitas favorit saya ialah ngobrol sama Bebe hahaha.
Di kendaraan beroda empat pegangan tangan, kapan pun selalu pelukan dan ciuman, kami mengembangkan dongeng hingga tidurnya malem terus saking sebelum tidur terlalu banyak yang harus diceritain. Dia dongeng semuanya sama saya dan saya pun selalu ditagih dongeng sama ia ngapain aja di kantor.
Dia selalu dongeng hari ini murung kenapa, tadi kenapa nangis, dongeng kenapa ia bahagia sekali, dan dapat puluhan kali sehari bilang “aku sayang Ibu”.
(Efek dari praktik pandangan gres di blogpost ini lho “Because I Love You”)
Sekarang ia nggak minta mainan aja saya paksa-paksa beliin hahaha. Bodo amat ia tidur atau bilang nggak mau, bila saya suka ya beliin aja. Sepatunya udah satu laci sendiri. Bajunya lebih banyak dari baju kami berdua.
Sayang nggak dapat dan nggak perlu diukur pake uang tapi ternyata bila sayang bawaannya emang pengen beliin ini dan itu terus. Ini faktual dan nggak terbantahkan.
Waktu yang saya luangkan buat Bebe pun jadi less stressful. Semakin ia besar, semakin saya tau bila saya melaksanakan semua ini demi dia, finally.
JG: “Baru kali ini saya ngerasa sayang sama orang hingga rela ngelakuin aja buat dia. Semua uang saya buat ia juga saya rela.”
Saya: “DIH EMANG NGGAK MAU LAKUIN APA AJA BUAT AKU? Kayanya kau juga kasih semua uang kau buat aku”
JG: “NGGAK AH”
DIHHHHH. Rese amat manusia.
*
Lalu inti dan pesan moralnya apa?
Perempuan itu BISA lho nggak sayang sama anaknya bila punya banyak problem lain dalam hidup.
Perempuan itu BISA capek ngurus anak dan mengaku capek itu TIDAK APA-APA.
Perempuan itu BISA stress berat punya anak dan tidak mau punya anak lagi atau menentukan tidak punya anak sama sekali juga TIDAK APA-APA.
Menjadi ibu itu pilihan sebab tanggung jawab yang kita bawa itu seumur hidup. Hidup berubah selamanya sesudah punya anak dan nggak akan kembali lagi.
Jangan punya anak untuk mengikat suami selingkuh, jangan punya anak demi menyenangkan hati orang lain.
Demikian supaya tercerahkan!
-ast-
NGERTI KAN KENAPA CAPEK BANGET JADINYA.
Secapek itu hingga bila nulis di blog saya selalu menghibur diri dengan bilang “it’s gonna be worth it” atau “asal ia sehat deh whatever”. Karena bila ia sakit saya yang repot dan saya akan tambah capek.
Sekarang? Sekarang di umur 4,5 tahun ini saya senaaaanggg sekali punya Bebe. Sesenang itu hingga aktivitas favorit saya ialah ngobrol sama Bebe hahaha.
Di kendaraan beroda empat pegangan tangan, kapan pun selalu pelukan dan ciuman, kami mengembangkan dongeng hingga tidurnya malem terus saking sebelum tidur terlalu banyak yang harus diceritain. Dia dongeng semuanya sama saya dan saya pun selalu ditagih dongeng sama ia ngapain aja di kantor.
Dia selalu dongeng hari ini murung kenapa, tadi kenapa nangis, dongeng kenapa ia bahagia sekali, dan dapat puluhan kali sehari bilang “aku sayang Ibu”.
(Efek dari praktik pandangan gres di blogpost ini lho “Because I Love You”)
Sekarang ia nggak minta mainan aja saya paksa-paksa beliin hahaha. Bodo amat ia tidur atau bilang nggak mau, bila saya suka ya beliin aja. Sepatunya udah satu laci sendiri. Bajunya lebih banyak dari baju kami berdua.
Sayang nggak dapat dan nggak perlu diukur pake uang tapi ternyata bila sayang bawaannya emang pengen beliin ini dan itu terus. Ini faktual dan nggak terbantahkan.
Waktu yang saya luangkan buat Bebe pun jadi less stressful. Semakin ia besar, semakin saya tau bila saya melaksanakan semua ini demi dia, finally.
JG: “Baru kali ini saya ngerasa sayang sama orang hingga rela ngelakuin aja buat dia. Semua uang saya buat ia juga saya rela.”
Saya: “DIH EMANG NGGAK MAU LAKUIN APA AJA BUAT AKU? Kayanya kau juga kasih semua uang kau buat aku”
JG: “NGGAK AH”
DIHHHHH. Rese amat manusia.
*
Lalu inti dan pesan moralnya apa?
Perempuan itu BISA lho nggak sayang sama anaknya bila punya banyak problem lain dalam hidup.
Perempuan itu BISA capek ngurus anak dan mengaku capek itu TIDAK APA-APA.
Perempuan itu BISA stress berat punya anak dan tidak mau punya anak lagi atau menentukan tidak punya anak sama sekali juga TIDAK APA-APA.
Menjadi ibu itu pilihan sebab tanggung jawab yang kita bawa itu seumur hidup. Hidup berubah selamanya sesudah punya anak dan nggak akan kembali lagi.
Jangan punya anak untuk mengikat suami selingkuh, jangan punya anak demi menyenangkan hati orang lain.
Demikian supaya tercerahkan!
-ast-
Posting Komentar