Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri mendefinisikan-nakal. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri mendefinisikan-nakal. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Mendefinisikan Nakal


Bulan kemudian saya belanja bulanan di Bandung. Pringles lagi diskon buy 1 get 1 free. Ini pertama kali Bebe makan cemilan model begini, biasanya beliau makan mentok biskuit doang. Coklat dan permen belum pernah makan. Excited dong Bebe.

JG antri di kasir, saya ambillah itu Pringles dan ajak Bebe duduk di dingklik depan supermarketnya. Di dingklik itu ada anak umur 4 tahunan bangun di kursi, bersama wanita setengah baya yang saya duga neneknya. Ternyata benar,

*Ah elah mau bilang anak umur 4 tahun duduk sama neneknya aja ribet lol*

Karena Bebe excited ingin makan, Bebe kalem. Dia elok sekali. Nggak lari-lari atau apa. Si nenek itu ngeliatin kami terus hingga kesannya nyeletuk.

"Berapa tahun ini neng? Meni (kok) santai gitu, ini mah nakal," katanya sambil menunjuk sang cucu.

NAKAL. INI MAH NAKAL. SI CUCU DIBILANG NAKAL.

T________T

na.kal
[a] (1) suka berbuat kurang baik (tidak menurut, mengganggu, dsb, terutama bagi anak-anak) (2) jelek kelakuan (lacur dsb) - source kbbi

Saya jawab, "Dua tahun setengah bu, badung kenapa emangnya?"

"Ya ini naik-naik kursi, jika di rumah duh nggak mau diem. Blablabla," si ibu full curhat mode-nya diaktifkan.

Yang ada di otak saya cuma satu. Anak naik kursi dibilang nakal. Anak lari-larian dibilang nakal. Kok duka sekali.

T________T

Apa definisi nakal?

Dulu, ibarat yang saya ceritakan di postingan Karma Anak Laki-laki ini definisi badung saya memang ibarat itu. Tapi kan itu waktu saya kecil, sehabis punya anak sendiri, ya berubah lah. Kok tega banget bilang anak sendiri nakal?

Kalau menjudge anak sendiri nakal, apalagi masih balita, apa yang sudah kita lakukan sebagai orangtua? Karena berdasarkan saya, badung pada balita itu problem contoh pikir sebagai orangtua.

Nakal itu judge yang parah sih berdasarkan saya. Karena anak balita bukan tidak mau berdasarkan tapi memang tidak mengerti bahwa ia HARUS menurut. Maka ia harus diberi pengertian, bukan dilabeli nakal. Karena melabeli badung pada balita itu nggak ada gunanya.

Oh wait, kayanya memberi label badung pada semua orang itu nggak ada gunanya. Cewek badung dan pemuda badung aja definisinya nggak sama. Hih.

(Baca: Bebe Umur 2 Tahun itu Bikin Pusing!)

Karena si anak dilabeli badung kemudian apa? Lalu kita stres sebab merasa punya anak nakal. Padahal yang pertama kali bilang si anak badung itu siapa? Kita sendiri.

Bebe jauh dari kalem. Tapi jika beliau naik kursi ya dijaga aja biar tidak jatuh. Kalau memang ancaman yang diberi tahu jika itu bahaya, nanti Bebe jatuh. Kalau marah? Diamkan. Kalau kita kalah sebab beliau marah? Kita yang gagal.

Iya kita yang gagal. Kita memberi kesempatan pada si anak untuk menunjukkan bahwa kita lemah dan kurang tegas. Padahal balita butuh sosok yang tegas, sosok yang beliau percaya. Dengan tegas beliau nggak akan benci sama kita kok. Kalau udah terlanjur gagal? Masih ada kesempatan.

Besok lagi juga anak akan melaksanakan hal yang kita rasa salah kok, dijamin. Makara orangtua kan proses seumur hidup, nggak mungkin mulus terus. Sesekali gagal tapi tolonglah jadikan pelajaran. *ngomong sama diri sendiri*. Bukannya jadi menyalahkan si anak dengan bilang "ini anak nakal".

Lebih parahnya lagi membandingkan dengan anak orang lain. Bebe dianggap santai sebab duduk, si cucu dianggap badung sebab bangun di kursi. Kenapa beliau sungguh yakin jika Bebe tidak pernah naik kursi? Dijadikan perbandingan itu menyakitkan, saya eksklusif kebayang ibu si anak.

Ibu si anak mungkin hidupnya tertekan sebab ibunya sendiri mengkritik cucunya sebagai cucu yang nakal. Sedih. :(

(Baca: Tips Menangani Anak Tantrum di Tempat Umum)

Kalau anak sudah usia SD atau Sekolah Menengah Pertama sih berdasarkan saya sebab definisi "nakal" nya sudah dapat dalam level mengganggu ketertiban umum. Pernah saya lagi makan indomie di warung deket kostan dulu, dan tiba-tiba anak empat anak SD pake seragam pramuka mengobrol di depan warung, mereka membuka tas, DAN MEMINDAHKAN CELURIT. Dari tas si anak satu ke tas anak lain.

ANAK SD. MEMINDAHKAN CELURIT. Si ibu warung eksklusif melempar belum dewasa itu dengan kursi plastik dan mengusirnya. Mereka diancam biar tidak main lagi ke kawasan situ. Mereka kabur terbirit-birit.

Oke jika level ibarat itu gres dapat dibilang badung sih. Meskipun tetep pertanyaannya mendasarnya "orangtuanya ke mana? kenapa dapat mereka begitu?" Kadang orang harus dibekali otak dulu sebelum memutuskan untuk punya anak.

Ya tetep, problemnya di orangtua.

Apa definisi badung buat kalian?

Tolong jangan bilang badung pada balita ya sebab kasihan. :(((((

-ast-

Detail ►

Stop Menyuruh Anak Untuk Diam


Kemarin sore sebelum masuk tol Pasteur, saya dan JG belok dulu ke Borma Gunung Batu untuk ... jajan hahaha. Di situ banyak jajanan dan enak-enak, alasannya ialah kami belum makan dan takut menuju Jakarta macet, hasilnya beli mie kocok dulu.

Tempatnya model pujasera kecil gitu jadi kami duduk satu meja dengan satu pasangan lain. Si ayah gendong anaknya umur 9 bulanan pake carrier ngadep depan. Mereka makan dengan satu wanita lain yang tampak menyerupai temannya si ayah atau si ibu.

Nah si bayi wanita ini lucu, moodnya bagus, beliau hepi dan ketawa-tawa sendiri. Tangannya gerak-gerak terus sambil blabbering. Tiba-tiba ...

"SSTTT! BERISIK!" kata si sahabat pada si bayi, nyuruh si bayi diam. Bayinya lalu diam, kedip-kedip doang.

Saya dan JG eksklusif berpandangan dan berkomunikasi lewat pandangan mata *alah*. Kasian banget masa bayi disuruh diam.

Dan jikalau itu Bebe yang disuruh diam, saya akan semprot balik itu orang "MENDING MBAKNYA AJA YANG DIEM!" sebel huhu. Karena nggak ada yang merasa terganggu juga kecuali si mbak nggak terang itu. Lha kondisinya aja emang rame banget kok.

(Baca: Mendefinisikan Nakal)

Iya dan ini bukan pertama kali kan saya dan kalian liat yang begini. Saya sering banget denger ibu-ibu model begini, anaknya disuruh diam, disuruh jangan berisik, disuruh berhenti ngomong, atau yang paling parah bilang gini ke anaknya "kenapa nanya-nanya terus sih pusing!" HUHUHUHU

Buibu, jikalau anak kalian nggak nanya ke kalian maka mereka harus nanya ke siapa?

T_________T

Dan konteks menyuruh anak untuk membisu juga bukan hanya ketika anaknya lagi ngobrol, tapi ketika anak lagi lari-larian atau lagi main.

Saya ngerasain sendiri alasannya ialah Bebe itu cukup outgoing dibanding anak seumurannya. Dia persis banget saya dan JG yang sungguh ekstrovert. Dia tipe yang jikalau banyak orang maka beliau akan caper dan lari-lari tanpa capek.

Kemarin dua ahad berturut-turut ada lamaran keluarga, dan Bebe berjam-jam lari-lari. Skip tidur siang, overstimulate banget hingga malemnya masih energik dan jadi nggak bisa tidur.

Ciri orang ekstrovert banget kan, jikalau abis ketemu orang banyak malah jadi makin semangat dan bukannya capek ingin menyendiri kaya orang introvert. Dan yah, semua orang komennya "ya ampun nggak ada capeknya!" atau "itu lari-lari terus kok nggak tidur siang?" ya gimana. Kita membicarakan anak umur 3 tahun loh.

Tidak ada yang salah dengan bayi dan balita terus-terusan ngomong atau lari-larian. Asal tau waktu dan daerah aja kan. Dan itu bisa banget dikondisikan, bilang semenjak jauh-jauh hari jikalau nanti ketika ada program A, harus begini ya, dihentikan begini dan begini.

(Baca: Pesan Parenting yang Menohok Diri Sendiri)

Kalau tetep berisik dan lari-larian? Ya bawa keluar daerah acara, bukannya disuruh diam.

Lagian yang harus sadar lokasi itu orangtuanya lah terang bukan anaknya. Anak-anak mana ngerti ini lagi program serius maka beliau harus diam? Atau beliau bahwasanya mengerti tapi beliau bosan dan solusinya bukan dibentak. Harus dibilangin terus-terusan, dibilangin baik-baik, jangan disuruh diam.

Sekali disuruh diam, takutnya beliau jadi ragu-ragu untuk kembali bicara. Padahal bisa berbicara itu penting. Bisa bikin anak lebih percaya diri, tidak simpel dibully alasannya ialah beliau juga punya suara.

Dan bicara itu penting! Sekadar mendengarkan kisah beliau perihal kucing di daycare yang bahkan sudah diulang 100x itu tidak apa-apa. Karena anak HARUS bicara. Dia HARUS bisa mengungkapkan apa yang sedang dirasakan. Jangan batasi suaranya semenjak bayi. Apalah arti hidup jikalau tidak bisa bersuara.

Kaprikornus tolong, stop menyuruh anak untuk diam. :)

-ast-

💛 PS: Saya lagi bikin mini giveaway berhadiah buku stiker loh. Caranya gampang, cuma tinggal komen di blogpost ini doang: 5 Mainan Favorit Bebe. Ikutan yaaa! 💛

Detail ►

Mengajarkan Baik Dan Tidak Baik


Ngajarin values ke anak itu emang susah-susah simpel ya. Sering sekali kan kita liat ibu-ibu yang ngeluh "anakku kenapa ya suka mukul temennya, padahal udah dikasihtahu nggak boleh". I've been there!

Kenapa sih si Bebe suka dorong temennya padahal udah berkali-kali dibilang nggak boleh dorong. Kenapa sih suka gini dan suka gitu padahal udah berkali-kali dibilang nggak boleh gini nggak boleh gitu.

Sebagai ibu-ibu yang masih pakai kata larangan, saya hasilnya "menemukan" cara sendiri semoga si Bebe nggak mengulang apa yang dilarang. Saya dan JG sebenernya jarang sekali larang Bebe, mau ia naik meja, jungkir balik, naro mobil-mobilan di freezer atau apapun, nggak pernah dilarang.

Yang benar-benar dihentikan itu cuma:

1. Bahaya dan membahayakan orang lain (termasuk dorong dan pukul anak lain)
2. Tidak sopan
3. Melanggar peraturan
4. Berhubungan dengan kesehatan

Tipsnya, kami mengkategorikan dunia jadi dua: BAIK dan TIDAK BAIK. Biarlah ia berguru yang abu-abu nanti aja ya jika udah gedean.

(Baca: Mendefinisikan Nakal)

Yang harus diulang terus adalah: Bebe anak baik dan harus selalu jadi anak baik.

Pencuri yang mengambil iPad serta kamera tidak baik, orang tidak pakai helm naik motor itu tidak baik, memukul anak lain tidak baik, mendorong anak lain tidak baik, merokok itu tidak baik, tidak duduk di carseat itu tidak baik, makan permen banyak-banyak itu tidak baik, dan sebagainya dan seterusnya.

Pun dengan versi positif. Anak yang mau minta maaf itu anak baik, anak yang main bersama dan mau menyebarkan anak baik, anak yang bahagia makan sayur dan buah itu anak baik, dan sebagainya dan seterusnya.

Jangan lupa pake gesture jempol dan jempol terbalik. Good dan not good. Makara lebih simpel ngasihtahunya plus simpel juga kasih alasan!

(Baca: 5 Hal yang Tidak Perlu Dikatakan Pada Balita)

Karena namanya balita ya, kita bilang "Be, jangan dorong si A dong ia kan masih kecil". Entah didengerin entah nggak, malah nanya balik "kenapa nggak boleh?"

"Karena mendorong sobat itu tidak baik, kau anak baik kan? Jangan dorong ia lagi ya!" niscaya ia ngangguk.

Dan ya menyerupai biasa, lakukan berulang-ulang hingga ia dapat mengkategorikan sendiri. Karena kategorinya cuma dua, ia niscaya eksklusif ngeh kok. Kaya misal liat coretan vandal di dinding, ia dapat komen "ibu, itu orang coret-coret di dinding, not good!" Begitu.

Oiya kemarin juga ditanya ini di Instagram:


Nah jika anak udah ngerti baik dan tidak baik, ini lebih mudah. Anak baik tidak menganggu temannya, anak yang menciptakan anak lain menangis itu anak tidak baik. Gitu aja kok. Makanya tiap Bebe minta maaf sebab ia misal mukul gitu, saya nggak puji sebab ia minta maaf tapi diingatkan jika ia tetap tidak baik sebab sudah memukul.

"Ibu maafkan tapi memukul itu tetap tidak baik. Harus jadi anak baik kan?"

Ini gampaaaanggg sekali penerapannya dan ya, buat Bebe sih ini berhasil banget. Makara tumben nih pendek tulisannya hahahaha. Jangan lupa komen dan share ya! (ala YouTubers lol)

-ast-

Detail ►

Ibu Bekerja, Demi Apa?


Beberapa hari yang kemudian saya jemput Bebe dan tiba-tiba inget sindiran utama bagi ibu bekerja “ibu tuh harusnya di rumah aja sebab ibu madrasah utama untuk anak-anaknya”.

Kenapa inget? Karena saya liat miss-miss di daycare dan gres kepikiran jikalau mereka JUGA ibu bekerja. Dulu ibu saya pernah nyeletuk sih pas tau ada mbak daycare cuti melahirkan. Ibu saya bilang “ironis ya kerja di daycare, anaknya ditinggal di rumah untuk ngurus anak orang”.

Tapi dulu saya nggak mikirin amat dan kalimat itu lewat gitu aja. Sampai kemarin baca lagi topik ibu bekerja dan saya jadi mikirin wacana konsep ibu bekerja yang sering dinyinyirin itu, mereka menyamaratakan semua ibu bekerja dengan wanita kantoran doang.

Iya disindirin level “alah sok-sokan kerja buat anak, yang ada juga buat ibunya beli tas mahal”.

Pernah mikirin nggak jikalau mbak kalian di rumah (yang udah punya anak) juga ibu bekerja? Ibu-ibu yang jualan di pasar juga ibu bekerja? Ayo coba mereka-mereka itu disindir juga, “ibu, jangan jadi pembantu di rumah saya, kembali rumah aja sebab ibu itu madrasah utama bagi anak-anak.”

Mbak di pasar langganan saya kerja, 7x24 jam. Kerjanya malem jadi hidupnya terbalik, siang tidur malem jualan. Nggak pernah makan di restoran apalagi jalan ke mall. Dia harus kerja semoga anaknya 2 di kampung dapat sekolah.

Atau mbak pulang balik di rumah saya di Bandung. Suaminya nggak pulang-pulang sebab ikut jadi pedoman apalah pokoknya dakwah lebih utama dari keluarga. Ya beliau harus kerja, jikalau nggak ngehidupin anaknya gimana?

Kalau mereka tau ibu bekerja disindirin dan dibilang "rezeki keluarga tetap 100% meski istri nggak kerja" mungkin mereka akan bilang “aduh jikalau saya nggak kerja ya kami nggak hidup". T_______T

(Baca: Orangtua "Durhaka" pada Anak?)

Lagian jikalau pun ada ibu bekerja yang kerja bukan demi anak tapi demi beli tas mahal EMANG KENAPA HAHAHAHAHAHA. Sungguhlah kan yang penting anaknya tetap terjamin ya hidupnya. Kenapa duit orang aja hingga diurusin lol.

Alesannya “kasian anaknya” OH IYA BAIQUE IBU-IBU SUPER YANG DIJAMIN MENGHASILKAN ANAK SUPER KARENA KALIAN DI RUMAH BERSAMA ANAK 24 JAM.

*MULAI TERPANCING EMOSI*

*TARIK NAPAS*

*HEMPASKAN*

via GIPHY

Lagian konsep ibu bekerja kan udah ada dari zaman dahulu kala ya. Emang kalian nggak punya temen yang baik-baik aja meskipun ibunya kerja gitu? Saya mah banyak. Banyak ibu-ibu temen saya yang dulu kerja dan kini temen sayanya baik-baik aja. Kenapa kini sesudah punya anak begitu yakin jikalau anak dari ibu bekerja akan kurang segala-galanya?

Kaprikornus ya jikalau udah punya anak, istri bekerja itu janji masing-masing pasangan aja sih. KALAU MASIH PUNYA PASANGAN.

Ini nih yang paling berpotensi nyakitin. Kalian teriak-teriak “ibu harus di rumah, tega banget ninggalin anak blablabla” pernah kepikiran nggak single mom hidupnya gimana?

Suaminya meninggal atau sebab suatu kondisi jadi bercerai sehingga mereka HARUS bekerja? Udah harus mati-matian ngehidupin keluarga eh disindirin nggak jadi madrasah utama buat anak?

WHY OH WHY.

Ibu kerja tidak apa-apa, ibu tidak kerja ya tidak apa-apa, ibu berhenti kerja sebab ingin punya lebih banyak waktu sama anak-anak, ya nggak apa-apa juga. Pilihan kalian. Kenapa juga saya harus maksa-maksa kalian kerja? Seperti kenapa juga kalian harus maksa-maksa semua ibu untuk berhenti kerja sebab kasian anaknya? Anak yang ditinggal aja nggak kenapa-napa kok lol. Suami aja nggak kenapa-napa.

Karena ya berdasarkan saya yang penting kualitasnya kan, daripada seharian di rumah sama anak terus cuma main HP diselingi uring-uringan atau keluhan berbalut “aduh tulus ikhlas, sabar sabar yang penting sama anak 24 jam” ya mending kaya saya aja cuma ketemu pagi dan malem tapi baik Bebe dan saya nggak pegang HP sama sekali dan fokus ngobrol berdua. Tanpa uring-uringan atau keluhan.

Meskipun ya boleh-boleh aja sih jikalau mau ngeluh. Cuma jangan sering-sering aja sih soalnya capek.

via GIPHY

Nggak ada yang jamin anak dari ibu bekerja akan kenapa-napa. Nggak ada yang jamin juga anak dari ibu rumah tangga akan lebih super dari anak ibu bekerja. Super dalam arti lebih bersahabat dengan keluarga, lebih pintar, lebih ini dan itu. Ada yang dapat jamin nggak hayo?

Suami juga nggak ngasih saya untuk nggak kerja sebab takut saya jadi tumpul sementara kami connected lewat diskusi segala rupa. Dari urusan finansial, hingga politik dan aturan internasional. Bukan berarti saya bilang semua ibu rumah tangga tumpul loh ya, ini masalahnya di saya dan suami aja. Kami selalu butuh sharing dengan orang lain, butuh diskusi dengan orang sampaumur dengan contoh pikir yang setara, endebrei endebrei.

Kan banyak juga ya ibu rumah tangga yang emang tetep dapat diajak diskusi soal kondisi dunia atau justru kalian termasuk pasangan yang emang nggak suka aja diskusi topik lain kecuali soal bawah umur dan keluarga.

(Baca: Parenting Tidak Butuh Teori?)

Kaprikornus iya, memang ada ibu bekerja demi uang. Mbak di rumah, ibu penjual sayur di pasar, ibu penjual serabi di pinggir jalan, single mom yang ngehidupin keluarga. Mereka kerja sebab benar-benar butuh uang.

Ada juga ibu bekerja demi tabungan. Iya sih penghasilan suami cukup banget, tapi hasilnya yang tertabung sedikit. Kalau istri ikut kerja, yang tertabung jadi lebih banyak. Buat apa? Buat masuk SD sis, 70juta aja loh uang pangkalnya kemarin saya survey. *cuci muka semoga nggak stres*

Alah, percuma sekolahnya mahal tapi orangtua kurang perhatian. Ah masaaaa. BANYAK kok yang sekolahnya mahal DAN orangtuanya perhatian. Gimana orangtuanya aja. Ada juga yang sekolahnya gratis, anaknya tuker celurit sama temen sekolahnya padahal masih SD. #truestory Pernah saya ceritakan di sini: Mendefinisikan Nakal.

Dan ya, ada juga ibu bekerja yang kerja demi kewarasan sehingga otaknya 100% pas ketemu anak. Apakah saya akan dapat waras dan menanamkan semua nilai yang saya mau jikalau saya 24 jam sama anak? Nggak lah.

Diam di rumah itu bukan untuk semua orang, jadi ibu bekerja juga bukan untuk semua orang.

Kaprikornus meski disisipi "nggak maksud banyak cincong loh ini tapi ibu itu ya sebaiknya di rumah" ITU TETEP NYINDIR SIS. GITU AJA SIH MAKASIH HAVE A NICE WEEKEND LUV!

PS: Kalau ada yang masih keukeuh ibu harus di rumah, ditanya aja dengan manis: mau ke obgyn laki-laki? :)

-ast-

Detail ►

Selingkuh

Ah, bahasan ini. Butuh waktu sebulan lebih buat saya untuk maju mundur mau menulis ini. Pertama sebab malas niscaya jadi panjaaaanggg (DAN BENAR ADANYA). Kedua sebab bahasannya sensitif. Ya, sebab alasan kedua mari goresan pena saya ini dibaca pelan-pelan. Oiya, menduakan di sini konteksnya menduakan ketika sudah menikah ya. :)


Di abad digital ini semua orang dapat dengan simpel bereaksi. Kalau dulu ada orang selingkuh, yang tau paling banter tetangga di rumah dan keluarga. Sekarang jadi ditambah juga followers social media, plus followers akun gosip yang makin merambah rakyat jelata.

Iya rakyat jelata. Dulu kan mau masuk infotainment itu susah, harus jadi bintang dulu di TV. Harus mati-matian nganter temen audisi terus main FTV. Lha kini bukan siapa-siapa aja dapat masuk infotainment Instagram. Yang penting kasusnya dianggap layak jadi cacian massa. Duh.

Pertanyaan saya yang utama, kenapa topik menduakan banyak banget yang pengen komentari? Kalau artis menduakan kan alesannya "publik layak tahu yang sebenarnya" kalau orang biasa selingkuh? Kenapa orang rame-rame komentar? Sampai jadi artikel khusus di portal community anak muda? Kenal juga nggak. temen juga bukan, sodara apa lagi. Jelas bukan.

Lalu kenapa ya?

Yang miris, yang lebih banyak dicaci yaitu pihak wanita yang jadi selingkuhan. Mereka ramai-ramai disebut pelakor, perebut laki orang. Sungguh urusan menikah ini, hingga pengkhianatan pun masih sangat patriarki.

Iya, pelakor itu istilah patriarki. Menempatkan pria sebagai poros dan yang salah niscaya pihak perempuan. Yang merebut si perempuan, pria jadi korban, jadi objek yang direbut. Mirisnya, hujatan pelakor itu diucapkan serta jadi materi hinaan sesama perempuan.

(Baca wacana Pelakor di sini!)

Kakak ipar teman saya selingkuh, ada foto beliau sama wanita di dalam selimut berdua. Pembelaannya? "Ya namanya cowok, kaya kucing dikasih ikan mah diambil lah" Rendah banget ya, hingga mau dibandingkan sama kucing. Yang disalahkan oleh orangtua si pemuda siapa? Tetap si wanita lain sebab sudah memberi ikan. Ckckck.

Kaprikornus kalau bukan pelakor yang salah, yang menduakan itu salah siapa? Jawabannya: BUKAN URUSAN KITA.

Ya bukan urusan kita sama sekali. Urusan rumah tangga yang patut kita urus yaitu rumah tangga kita sendiri. Bukan rumah tangga orang lain.

Menikah untuk siapa? Untuk diri sendiri atau untuk memuaskan ego orang-orang di sekitar yang selalu seakan memaksa untuk buru-buru menikah?

(Baca: Menikah untuk Siapa?)

*

Coba lihat sekitar, seberapa banyak anggota keluarga yang menduakan atau diselingkuhi? Lihat di bulat lebih luas, seberapa banyak teman kita yang menduakan atau diselingkuhi? Seberapa banyak di lingkungan rumah? Di lingkungan kantor? BANYAK.

BANYAK SEKALI.

Berbeda contohnya dengan kasus orang bunuh diri live di Facebook gitu. Belum tentu 3 bulan sekali ada yang melakukannya. Kaprikornus masuk akal banget kalau memang jadi topik di mana-mana, di segala social media. Kalau menduakan kan topik bahasan sehari-hari banget. Adaaa aja isu menduakan mampir ke kuping. Temen kantor, sahabat, keluarga, artis. Dan topiknya selalu sama, ada yang berkhianat. Mengkhianati pernikahan.

Ah, jadi bicara pernikahan.

*seruput kopi* *padahal nggak ngopi* *biar dramatis aja*

Kaprikornus ya, ijab kabul itu sakral. Disakralkan. Harus disakralkan supaya tidak disalahgunakan. Kalau tidak sakral nanti seenak udel ganti pasangan tiap 6 bulan sekali kan repot. Pdkt sama keluarga aja berapa bulan, nyiapin resepsi nikah aja dapat setahun.

Nah tapi mungkin ya, mungkin nih ya orang-orang yang menduakan ini memang tidak menganggap ijab kabul sebagai sesuatu yang sakral. Seperti kata mbak Roslina Verauli yang pernah saya kutip:

"pasti ada duduk kasus dulu yang mengakibatkan selingkuh, bukan menduakan kemudian jadi masalah."

Coba diresapi kalimatnya.

Masalahnya dapat macem-macem. Ada yang menganggap istrinya di rumah terlalu ceriwis dan ngatur-ngatur kemudian beliau cari wanita yang dapat diatur. Ada yang menganggap istrinya terlalu superior, terlalu pintar, kemudian beliau cari wanita yang tidak terlalu akil supaya dapat lebih superior. Ya macem-macem lah.

Tapi kan ada yang keluarganya sempurna, tapi tetep selingkuh!

Ya ada. Alasannya dapat dua. Pertama, ya tepat kan nurut ngana. Siapa tau istrinya nggak pernah dapat diajak diskusi politik terus suami cari wanita yang dapat diajak diskusi politik. Atau sebaliknya, suami nggak pernah mau dengerin keinginan istri, si istri merasa diabaikan kemudian istri cari perhatian yang lain. Kan dapat banget.

Ya atau apalah, mungkin tepat di mata orang lain, tapi salah satu tetep ada hole yang nggak dapat diisi sama pasangannya. Hole, bolong, alasan klasik.

Alasan kedua. Alasan paling masuk logika berdasarkan saya sih: monogami bukan untuk semua orang.

Monogami (Yunani: monos yang berarti satu atau sendiri, dan gamos yang berarti pernikahan) yaitu kondisi hanya mempunyai satu pasangan pada pernikahan.

Iya tidak semua orang dapat dengan satu pasangan menikah saja seumur hidup. Seperti juga poligami tidak untuk semua orang. Saya tidak mau poligami tapi saya yakin memang ada pasangan-pasangan yang memang senang berpoligami. Seperti juga ada pasangan-pasangan yang memang senang bermonogami.

Masalah muncul ketika penganut monogami ternyata menikah dengan orang yang tidak sadar kalau beliau bahu-membahu tidak mampu monogami.

NAH.

Kaprikornus ada duduk kasus juga di situ. Selain urusan hole, ada juga poin bahwa ada orang-orang yang memang tidak cukup dengan satu pasangan saja. BEGICU.

Ruwet jadinya, gengs. Yang poligami juga nggak dapat bilang "mending poligami daripada selingkuh". Nggak begitu juga sebab nyatanya, udah istri udah 4 aja ada yang tetep punya simpenan. Sementara istri satu dan menduakan juga mungkin memang bukan niat pengen sah istri banyak. Ada yang emang pengen main-main aja jadi nggak mau poligami. Manusia kan beda-beda, bos.

Poligami tetep menduakan ada, monogami nggak mau nikahin selingkuhan padahal dikasih izin istri pertama juga ada. Lha dongeng anak selingkuhan diurus sama istri pertama aja banyak kok ya kan. Kaprikornus gimana dong, ini sungguh sangat complicated. Plus berteriak-teriak jauhi dan musuhi pelakor itu nggak menuntaskan masalah.

Atau bilang pelakor emang harus diberantas. Weh, suami menduakan sama pemuda juga banyak dongeng ah. Saya nggak baiklah banget jadinya kalau hanya menyalahkan pihak perempuan. Apalagi banyak yang kenyataannya pihak perempuannya (si selingkuhan) pun dibohongi. Ngakunya udah mau cerai lah sama istri pertama, ngakunya lebih cinta lah sama si selingkuhan.

Kalau kata 9gag, bulldog kawin sama shitzu. BULLSHIT.

Apalagi kadang kecocokan juga dapat dengan simpel ditemukan. Ya pas nikah mah cocok-cocok aja sama pasangan yang ini. Lama kelamaan kok nggak cocok? Kok nemu orang lain malah cocok sama yang lain ini?

Maka itulah topik kita selanjutnya yaitu kesetiaan dan komitmen.
Menikah itu memaksa kesetiaan dan kesetiaan itu bukan untuk semua orang. Sanggupkah untuk tidak menyakiti hati pasangan dengan cara apapun? Karena jatuh cinta kan tidak pandang status menikah atau nggak. Banyak yang mengaku jatuh cinta lagi padahal sayang sama pasangan di rumah nggak berubah. Sanggupkah berkomitmen pada SATU kesetiaan seumur hidup? -- Pernikahan dan Kesetiaan

*

Apa arti setia? Apa arti selingkuh?

Kita sepakati sama-sama dulu ya kalau menduakan itu melanggar akad untuk hanya bersama satu pasangan. Ini mah udah niscaya lah, ada akad ijab kabul yang dilanggar. Kecuali pas nikah emang bentuknya open marriage gitu, atau nikah sebab bisnis, nikah sebab politik, beda urusan ya.

Masalahnya ada di definisi setia dan selingkuh. Tiap orang punya definisi beda-beda, bahkan suami istri aja dapat punya definisi beda-beda. Makanya suka ada istri yang ngamuk sebab baca chat cewek padahal suaminya nggak ngapa-ngapain. Karena cemburuan? Ya, tapi juga sebab berbeda mendefinisikan selingkuh.

Kaprikornus definisi menduakan misalnya:

Bagi si A yaitu "chat sama cewek di luar urusan kerjaan"

Tapi bagi si B yaitu "jalan berdua tanpa bilang, jalan berdua tapi bilang itu nggak selingkuh"

Atau bagi si C yaitu "have sex sama cewek lain, kalau cuma chat mesra atau pegangan tangan mah biar lah, beliau orangnya emang touchy-feely"

Ini melahirkan macam-macam tujuan selingkuh. Ada yang pengen aja nyoba pasangan lain, ada yang emang bosen aja sama istri/suaminya, ada yang cari adrenalin, ada yang khilaf, macem-macem lah.

Karena macem-macem, jadinya hasil karenanya juga beda-beda. Ada yang bebal, abis ketauan selingkuh, ngaku khilaf, minta maaf, kemudian menduakan lagi. Ada yang ngaku salah, minta maaf, kemudian ninggalin istrinya sebab merasa bersalah. Ada yang ngaku salah kemudian ninggalin istrinya DAN ninggalin selingkuhannya. Ada yang ngaku salah kemudian nggak ulang lagi, selamanya kembali berkomitmen dengan satu pasangan.

Makanya dari awal saya bilang ini menduakan sehabis menikah. Karena banyak kok yang pas pacaran pacarnya banyak, pas nikah adem ayem aja nggak kepikiran punya banyak lagi.

Nggak dapat juga judge bilang "Kurang nakal sih waktu muda, jadi pas udah nikah nakal deh". Yaelah, yang dari muda hingga bau tanah baik juga ada. Yang waktu muda nakal terus pas udah nikah tetep menduakan juga banyak. Yang menduakan mulu waktu muda, hingga nikah, terus tobat juga ada.

Who are we to judge?


Tapi pada dasarnya apapun definisi selingkuh, pada dasarnya menduakan dapat terjadi sebab tidak ada penghargaan terhadap komitmen. Tidak ada penghargaan pada pasangan. :)

*

Simpulan karenanya berdasarkan saya adalah, monogami tidak untuk semua orang tapi menduakan itu mengkhianati komitmen. YA INI MAH UDAH TAU KELES, SIS.

Buat saya, yang perlu dilakukan yaitu lower your expectation of marriage. Rendahkan ekspektasi kalian pada pernikahan. It's better to be surprised than to be disappointed.

Kasarnya, kasarnya banget nih: percaya lah pada pasangan kita tapi siapkan yang terburuk, jangan terlalu yakin 100% pasangan kita nggak akan selingkuh. Karena beliau sendiri sebenernya nggak dapat jamin. Namanya jatuh cinta, khilaf, atau kalau kata JG, syahwat kadang mendahului otak.

Iya, kalian nggak salah baca. Nggak tau lagi gimana bikin kalimat yang lebih yummy dibaca sebab kalian tau saya nggak suka basa-basi tapi ya, itu intinya.

Nikahnya dibawa santai ajaaa, jangan sedikit-sedikit berantem. Jangan mengubah hidup pasangan meski udah nikah. Biarkan beliau tetep ngerjain hobinya, biarkan beliau tetep ngejar cita-citanya, jadi nggak ada beban "nikah kok hidup saya jadi gini". Cari tahu passion pasangan terus dukung! Passion bikin bahagia! Meskipun niscaya ada yang berubah sih, tapi kan disesuaikan, makanya komunikasi itu penting.

(Baca: Mengurangi Berantem-berantem Setelah Nikah)

Kaprikornus kalau hingga terjadi, kita mungkin akan lebih simpel memaafkan sebab sudah menyiapkan. Karena selalu ada alasan. Khilaf juga boleh kan namanya manusia, asal bukan khilaf terus berulang-ulang aja.

Mungkin loh ya. Makanya saya nggak berani judge ibu-ibu yang bertahan meski suaminya menduakan berkali-kali. Mungkin mereka tahu persis masalahnya di mana jadi memaklumi. Sakit hati mungkin iya, tapi maklum makanya bertahan.

Tapi kalau alesan bertahan sebab ekonomi kasian sih huhu. Makanya wanita harus berdaya! Harus punya penghasilan sendiri!

Atau bertahan sebab anak. Pertanyaan saya selalu "apakah lebih baik membesarkan anak di ijab kabul yang tidak sehat? Atau lebih baik membesarkan anak tanpa ayah/ibu tapi lingkungannya sehat?" Saya belum punya jawabannya.

Abis ini saya siap dibully "kok bikin menduakan seolah masuk akal sih!" Nggak masuk akal tapi sangat sering terjadi toh? Abis gimana, memang nggak ada benang merah atau sesuatu yang dapat bilang "jika A maka beliau selingkuh, atau kalau B maka beliau tidak akan selingkuh". Kaprikornus tips biar pasangan nggak menduakan juga susah dibuat.

*

Saya terlalu banyak dengar dongeng langsung, semua rujukan yang saya sebut di sini positif adanya. Saya kenal pelaku menduakan yang memang suka main cewek, yang baik-baik aja di rumah, yang sudah poligami tetap selingkuh, hingga ibu-ibu yang bahkan saya nggak liat kekurangan suaminya.

Well, ternyata kekurangan suaminya di ranjang sih jadi harus gimana coba. Diomongin diapain juga suaminya nggak dapat berubah jadi orang lain.

Dan patut diingat, ada juga yang menduakan tapi itu bikin beliau lebih bahagia. Dia menduakan dan menemukan kebahagiaan lain, sehingga beliau dapat selalu happy di rumah. Justru sebab punya simpenan beliau dapat jadi lebih sayang sama keluarga. Kaprikornus nggak selalu kalau orang menduakan terus jadi nggak perhatian sama pasangannya.

Model yang terakhir begini biasanya deg-degan takut kaya tupai. Karena terlalu lama, nyaman, dan senang punya simpenan, takut karenanya jatuh jua alias ketauan sama pasangannya. LOL. Ini kisah positif juga gengs, diceritakan eksklusif oleh pihak pertama. Beserta rujukan tupai-tupainya. :)))))


Orang tidak berubah sebab pernikahan, orang berubah sebab dirinya sendiri. *tetep*

Juga rendahkan ekspektasi pada segala hal. Sejak awal nikah, jangan ngarep dikasih bunga, dikasih surprise tiap ulang tahun, atau hal-hal semacam itu. Kalau butuh didengarkan maka bicara, maka request, "DENGERIN AKU DONG" gitu. Pengen apa, butuh apa, bilang.

Kaprikornus ketika ada orang lain yang ngasih perhatian, nggak simpel leleh sebab komunikasi kita dengan pasangan lancar. Ketika ada yang flirting, pasangan suami istri yang komunikasinya lancar kemungkinan besar malah lapor sama pasangannya.

Kalau malah berantem, ya berarti punya duduk kasus kepercayaan. Kalau malah jadi banyakan berantemnya dibanding nggak berantemnya? Ya berarti mungkin memang nggak cocok?

T_____T

Susah ya nikah?

Kalau kata mbak Vera (again mbak Vera, doi dapat difollow loh di Instagram @verauli.id):

Cinta butuh dipelihara supaya terpelihara.

Iya ijab kabul butuh dipelihara, butuh usaha, berusaha selalu kasih yang terbaik, kasih waktu, kasih perhatian, dan sebagainya. Pernikahan kan bukan Tesla, jadi nggak dapat autopilot. Pernikahan harus diusahakan berdua, jadilah pilot dan co-pilot. *maafkan analogi yang sungguh tekno*

Tapi yah, ini cuma dari saya yang kebetulan terpapar aneka macam curhat soal selingkuh. Maaf sekali kalau ada yang menyakiti dan maaf kalau banyak yang bikin kaget.

Sekian dan terima kasih.

-ast-

Saya tidak baiklah pelakor yang harus menjaga diri. Yang dihentikan meladeni suami orang lain. Kenapa? Baca di sini; wacana Pelakor.

PS: Karena menulis ini saya jadi tahu ada istilah pebinor. Perebut bini orang. Ya, at least kini seimbang. Meski sekali lagi: urusan kita apa hingga harus melabeli orang dengan pelakor atau pebinor?

Detail ►