Pelakor
Label:
tentang nikah,
Z
Postingan ini sambungan dari postingan sebelumnya: Selingkuh. Silakan mau baca dulu yang ini, atau baca dulu yang sebelumnya, sama saja. :)
Di postingan sebelumnya itu saya menulis sedikit soal pelakor. Betapa istilah pelakor ialah istilah yang sungguh patriarki. Menyalahkan wanita atas sesuatu yang bukan salah ia sepenuhnya. Hey, it takes two to tango!
Dan goresan pena saya sebelumnya netral, bisa istri atau suami yang selingkuh. Kali ini sudut pandang saya dari pihak perempuan.
Di bawah ini kutipan dari goresan pena saya sebelumnya:
Pelakor. Istilah yang selain patriarki, juga sangat negatif. Makanya jadi rawan bully. Yang menduakan berdua, yang dibully perempuannya. Suami-suaminya justru lebih sedikit dicaci. Sedih deh. Rata-rata komentarnya ibarat di bawah ini:
"Sebagai sesama wanita masa nggak tenggang rasa sih? Kok ngerebut suami orang? Kok mau-maunya jadi simpenan lelaki beristri? Perempuan macam apa!"
Yah, padahal kan bisa dengan gampang dijawab dengan:
"Itu suami situ kok nggak tenggang rasa sih sama istrinya? Kok sempet-sempetnya merebut hati wanita lain? Mau-maunya punya simpenan padahal beristri! Suami macam apa!"
Iya dong, tenggang rasa itu seharusnya pada orang terdekat dulu. Pertanyakan dulu tenggang rasa suami pada istri sebelum kita mempertanyakan tenggang rasa wanita lain pada kita. Kenapa coba wanita lain harus kasihan sama kita, suaminya aja nggak kasihan sama istrinya sendiri. :(
Dan banyak lho wanita yang tidak mau didekati lelaki beristri, apalagi jadi selingkuhan atau simpanan. Kalau begini kan semakin terang kesalahan ada di siapa. Mengapa suami-suami ini masih mengejar wanita yang bahkan tidak mau jadi simpanan? Yang sadar benar bahwa wanita itu tidak mau jadi yang kedua? Adrenalin?
Banyak juga dongeng istri kedua yang nggak tau bila selama ini laki-laki yang berjanji akan menikahi ia ternyata sudah punya istri. Atau yang ngakunya sudah pisah ranjang dan siap cerai, padahal ternyata masih serumah sama istrinya dan istrinya nggak tahu apa-apa. Ada apa dengan cowok-cowok semacam ini ya.
T_____T
Tapi bahkan ceritanya sudah ibarat itu pun yang disalahkan tetap hanya si perempuan. Salah alasannya ialah mengacaukan rumah tangga orang. Padahal menduakan kan nggak mungkin sendirian, mbaksis. Kalau sendirian namanya masturbasi.
(Baca: Menikah untuk Menyenangkan Siapa?)
Ada juga yang mengakui bila suaminya jatuh cinta pada wanita lain. Yang salah siapa? Tetap pihak perempuan.
"Suami saya jatuh cinta pada kamu, kau kok meladeni?! Kamu kan tau ia punya istri!"
Jatuh cinta pada siapa itu tidak diatur oleh undang-undang. Kita tidak tahu akan jatuh cinta pada siapa. Dan bila suami bisa jatuh cinta pada orang lain, orang ketiga ini juga BISA jatuh cinta pada suami orang lain. Pertanyaan jatuh cinta itu bisa dengan gampang dijawab:
"Yah tante, sayanya juga jatuh cinta. Emang suami situ doang yang bisa jatuh cinta?"
Meski demikian ya memang ada juga wanita yang sadar benar didekati laki-laki yang sudah menikah namun tidak menolak. Selain jatuh cinta, mungkin punya dilema ekonomi?
Karena pihak ketiga ini juga motifnya banyak. Banyak yang bukan sekadar jatuh cinta atau cari tantangan. Yang hingga dinikahi atau disimpan biasanya malah alasannya ialah faktor ekonomi. Banyak banget kan denger dongeng suami-suami yang ternyata punya simpanan di kampung? Atau bila memang tinggal di kota, para simpanan ini biasanya rela jadi simpanan alasannya ialah gaya hidup kan?
Butuh sugar daddy untuk mempertahankan gaya hidup, butuh sugar daddy untuk bayar kuliah, butuh sugar daddy supaya masa depan terjamin. Bukan dongeng baru.
Itu bila di kota, bila istri kedua di kampung? Dikirimi uang tiap bulan juga udah senang ya kayanya. Yang penting bisa makan, yang penting anak bisa sekolah, dan yang terpenting, nggak dapet label perawan renta di kampung. Yang penting punya suami!
Dan ya, salahkan para suami yang begitu bakir mengatur uang sehingga bisa membayar gaya hidup sang simpanan, sehingga bisa jadi sugar daddy. Sehingga bisa membagi waktu dengan istri di kampung. :(
*
Kenapa sih suami selingkuh? Adakah yang salah dalam rumah tangga?
Pasti ada. Gara-gara LDR doang bisa jadi dilema kan. Bisa juga kaya yang saya bilang kemarin, suami nggak sanggup monogami. Istrinya baik, penyayang, istri idaman banget tapi ya memang dasarnya aja si suami emang nggak sanggup sama satu perempuan. Kan tetep zonk.
Suami nggak sanggup monogami itu dilema rumah tangga banget loh.
Kalau memang istrinya nyebelin? Ya bilang dong sama istrinya, daripada di depan selalu manis tapi di belakang punya simpanan. Sebagai istri juga harus mau mendengarkan keluhan suami soal dirinya, jangan baper duluan.
Jangan dikritik suami kemudian drama dan merasa bantuan terhadap keluarga jadi nggak dihargai. Suami kritik kita kurang perhatian, terus drama nangis-nangis "aku tuh yang ngurus belum dewasa kita loh!" Ya kan nggak berhubungan. Ngurus anak berdua, ngasih perhatian ke satu sama lain juga harus berdua. Intinya sering-sering ngobrol lah. Daripada cari temen ngobrol lain? ;)
Suami-suami juga harus membebaskan istrinya untuk tetep mengerjakan passion, jangan cuma disuruh ngurus rumah tangga doang. Ini mah istrinya dikekang, segala dilarang, suatu hari menduakan atau poligami dengan alasan "istri nggak bisa diajak ngobrol serius selain urusan rumah tangga". YA NURUT NGANA. Yang larang siapa, yang salah tetap istri.
(Baca: Menikah dalam Satu Kata)
Tapi ya harus diakui juga memang ada istri-istri yang menguji kesabaran. Buat suami-suami dengan istri yang memang menyebalkan, solusinya cuma dua. Sabar seumur hidup atau ceraikan! Jangan malah menduakan kemudian membela diri dengan kekurangan istri. Itu jahat, itu menyakitkan.
Istri-istri juga. Kalau suami ada kurang itu ya dibicarakan lah. Kita nggak sempurna, ia juga. Kalau memang capek alasannya ialah suami nggak pernah bantu ngurus rumah ya bilang baik-baik, bukannya malah semua dikerjain sendiri tapi sambil ngedumel. Capek. Plus nggak sehat. Stres sendiri kan jadinya.
Dan hiks beneran lho saya murung sama perempuan-perempuan yang berteriak menyalahkan orang ketiga. Maaf sekali tapi bagi saya itu ialah bab dari denial, dari ketidakmampuan untuk mendapatkan kekurangan diri dan kekurangan suami. Dari ketidakmampuan mendapatkan ada kesalahan dari kekerabatan suami istri.
Kalau memang merasa punya dilema dalam rumah tangga, cari dukungan profesional. Banyak kan konsultan pernikahan. Kalian butuh orang ketiga untuk menengahi. Kalau salah satu tidak mau? Yakin masih niat mempertahankan pernikahan?
Komitmen itu harus direncanakan, bukan cuma dibutuhkan akan tetap terjaga. Rencanakan bahwa kita harus jaga ya komitmen ini. Bawa topik menduakan sebagai sesuatu yang biasa. Yang bisa dibicarakan kapan pun dengan suami.
*
Satu lagi soal bully pelakor: jangan memaksakan standar ideal kita pada orang lain.
Ini berlaku bagi orang-orang yang di socmed berteriak menyalahkan pelakor. Padahal kenal juga nggak sama pasangan suami istri itu, kenal suaminya nggak, kenal istrinya nggak. Cuma tau dongeng dari Instagram kemudian bully si pelakor. Kebetulan semua yang terlibat sering muncul di TV jadi merasa tahu semua sisi hidup mereka? Padahal nggak ya.
Mereka membully alasannya ialah memaksakan standar ideal soal ijab kabul pada orang lain. Padahal istri yang diselingkuhi belum tentu sakit hati hingga harus dibela sejagat social media lho. IYA BELUM TENTU.
(Baca: Pernikahan dan Kesetiaan)
Tahukah kalian bahwa tidak selamanya menduakan itu menyakiti?
Kebanyakan iya, saya setuju, tapi bila lantas bilang semuanya sih saya nggak setuju. Karena saya tau beberapa orang yang suaminya menduakan terus ya udah tetep senang "biarlah yang penting gue masih dikasih duit tiap bulan" atau "biarlah yang penting sekolah anak aman, gue bisa belanja, gue hepi, ia hepi, anak gue hepi". ADA.
Karena apa? Karena tujuan menikah setiap orang beda-beda. Nggak semua orang nikah alasannya ialah memang cinta.
Kan banyak juga yang nikah alasannya ialah status sosial. Kalau nikah sama si A maka ia akan jadi bisa bergaul dengan level sosial yang mana. Model pemanjat sosial begini nih yang biasanya lempeng aja bila pun pasangannya mau punya simpenan. Lha emang dari awal nggak cinta kan. Sebel doang mungkin levelnya bukan sakit hati.
Atau nikah alasannya ialah bisnis, bila nikah sama si O maka bisnis akan lancar, networking akan bagus. Bisnis lancar. Punya anak yang banyak semoga warisan terjamin aman.
Atau alasannya ialah politik. Kalau nikah maka karier politik lancar. Maka kemudian apa yang jadi dilema bila masing-masing tidak menghargai komitmennya? Apa yang jadi dilema bila kemudian salah satu selingkuh? Yang penting ijab kabul masih berjalan sesuai tujuannya kan?
Yang ribut kalian doang, merekanya bisa aja adem ayem sebenernya.
*
Kaprikornus ya, sebagai wanita bersuami, ayo kita berkomplot dengan suami-suami kita supaya kita tidak termakan untuk selingkuh. Ayo bicara, ayo ngobrol, ayo pillow talk. Bukannya berkomplot dengan perempuan-perempuan tidak dikenal dan berharap mereka tidak menyelingkuhi suami kita. :)
Jangan lupa baca goresan pena sebelumnya ya! Klik: selingkuh. Jangan lupa juga follow Instagram saya di @annisast! (lah kok modus lol)
-ast-
PS: Tulisan ini harus diberi credit pada Nahla alasannya ialah sepertiganya hasil brainstorming berdua lol.
Di postingan sebelumnya itu saya menulis sedikit soal pelakor. Betapa istilah pelakor ialah istilah yang sungguh patriarki. Menyalahkan wanita atas sesuatu yang bukan salah ia sepenuhnya. Hey, it takes two to tango!
Dan goresan pena saya sebelumnya netral, bisa istri atau suami yang selingkuh. Kali ini sudut pandang saya dari pihak perempuan.
Di bawah ini kutipan dari goresan pena saya sebelumnya:
Iya, pelakor itu istilah patriarki. Menempatkan laki-laki sebagai poros dan yang salah niscaya pihak perempuan. Yang merebut si perempuan, laki-laki jadi korban, jadi objek yang direbut. Mirisnya, hujatan pelakor itu diucapkan serta jadi materi hinaan sesama perempuan. Kalau dalam kekerabatan menduakan saja yang dicaci wanita oleh wanita lain, bagaimana laki-laki mau dan BISA menghargai perempuan?
Pelakor. Istilah yang selain patriarki, juga sangat negatif. Makanya jadi rawan bully. Yang menduakan berdua, yang dibully perempuannya. Suami-suaminya justru lebih sedikit dicaci. Sedih deh. Rata-rata komentarnya ibarat di bawah ini:
"Sebagai sesama wanita masa nggak tenggang rasa sih? Kok ngerebut suami orang? Kok mau-maunya jadi simpenan lelaki beristri? Perempuan macam apa!"
Yah, padahal kan bisa dengan gampang dijawab dengan:
"Itu suami situ kok nggak tenggang rasa sih sama istrinya? Kok sempet-sempetnya merebut hati wanita lain? Mau-maunya punya simpenan padahal beristri! Suami macam apa!"
Iya dong, tenggang rasa itu seharusnya pada orang terdekat dulu. Pertanyakan dulu tenggang rasa suami pada istri sebelum kita mempertanyakan tenggang rasa wanita lain pada kita. Kenapa coba wanita lain harus kasihan sama kita, suaminya aja nggak kasihan sama istrinya sendiri. :(
Dan banyak lho wanita yang tidak mau didekati lelaki beristri, apalagi jadi selingkuhan atau simpanan. Kalau begini kan semakin terang kesalahan ada di siapa. Mengapa suami-suami ini masih mengejar wanita yang bahkan tidak mau jadi simpanan? Yang sadar benar bahwa wanita itu tidak mau jadi yang kedua? Adrenalin?
Banyak juga dongeng istri kedua yang nggak tau bila selama ini laki-laki yang berjanji akan menikahi ia ternyata sudah punya istri. Atau yang ngakunya sudah pisah ranjang dan siap cerai, padahal ternyata masih serumah sama istrinya dan istrinya nggak tahu apa-apa. Ada apa dengan cowok-cowok semacam ini ya.
T_____T
Tapi bahkan ceritanya sudah ibarat itu pun yang disalahkan tetap hanya si perempuan. Salah alasannya ialah mengacaukan rumah tangga orang. Padahal menduakan kan nggak mungkin sendirian, mbaksis. Kalau sendirian namanya masturbasi.
(Baca: Menikah untuk Menyenangkan Siapa?)
Ada juga yang mengakui bila suaminya jatuh cinta pada wanita lain. Yang salah siapa? Tetap pihak perempuan.
"Suami saya jatuh cinta pada kamu, kau kok meladeni?! Kamu kan tau ia punya istri!"
Jatuh cinta pada siapa itu tidak diatur oleh undang-undang. Kita tidak tahu akan jatuh cinta pada siapa. Dan bila suami bisa jatuh cinta pada orang lain, orang ketiga ini juga BISA jatuh cinta pada suami orang lain. Pertanyaan jatuh cinta itu bisa dengan gampang dijawab:
"Yah tante, sayanya juga jatuh cinta. Emang suami situ doang yang bisa jatuh cinta?"
Meski demikian ya memang ada juga wanita yang sadar benar didekati laki-laki yang sudah menikah namun tidak menolak. Selain jatuh cinta, mungkin punya dilema ekonomi?
Karena pihak ketiga ini juga motifnya banyak. Banyak yang bukan sekadar jatuh cinta atau cari tantangan. Yang hingga dinikahi atau disimpan biasanya malah alasannya ialah faktor ekonomi. Banyak banget kan denger dongeng suami-suami yang ternyata punya simpanan di kampung? Atau bila memang tinggal di kota, para simpanan ini biasanya rela jadi simpanan alasannya ialah gaya hidup kan?
Butuh sugar daddy untuk mempertahankan gaya hidup, butuh sugar daddy untuk bayar kuliah, butuh sugar daddy supaya masa depan terjamin. Bukan dongeng baru.
Itu bila di kota, bila istri kedua di kampung? Dikirimi uang tiap bulan juga udah senang ya kayanya. Yang penting bisa makan, yang penting anak bisa sekolah, dan yang terpenting, nggak dapet label perawan renta di kampung. Yang penting punya suami!
Dan ya, salahkan para suami yang begitu bakir mengatur uang sehingga bisa membayar gaya hidup sang simpanan, sehingga bisa jadi sugar daddy. Sehingga bisa membagi waktu dengan istri di kampung. :(
*
Kenapa sih suami selingkuh? Adakah yang salah dalam rumah tangga?
Pasti ada. Gara-gara LDR doang bisa jadi dilema kan. Bisa juga kaya yang saya bilang kemarin, suami nggak sanggup monogami. Istrinya baik, penyayang, istri idaman banget tapi ya memang dasarnya aja si suami emang nggak sanggup sama satu perempuan. Kan tetep zonk.
Suami nggak sanggup monogami itu dilema rumah tangga banget loh.
Kalau memang istrinya nyebelin? Ya bilang dong sama istrinya, daripada di depan selalu manis tapi di belakang punya simpanan. Sebagai istri juga harus mau mendengarkan keluhan suami soal dirinya, jangan baper duluan.
Jangan dikritik suami kemudian drama dan merasa bantuan terhadap keluarga jadi nggak dihargai. Suami kritik kita kurang perhatian, terus drama nangis-nangis "aku tuh yang ngurus belum dewasa kita loh!" Ya kan nggak berhubungan. Ngurus anak berdua, ngasih perhatian ke satu sama lain juga harus berdua. Intinya sering-sering ngobrol lah. Daripada cari temen ngobrol lain? ;)
Suami-suami juga harus membebaskan istrinya untuk tetep mengerjakan passion, jangan cuma disuruh ngurus rumah tangga doang. Ini mah istrinya dikekang, segala dilarang, suatu hari menduakan atau poligami dengan alasan "istri nggak bisa diajak ngobrol serius selain urusan rumah tangga". YA NURUT NGANA. Yang larang siapa, yang salah tetap istri.
(Baca: Menikah dalam Satu Kata)
Tapi ya harus diakui juga memang ada istri-istri yang menguji kesabaran. Buat suami-suami dengan istri yang memang menyebalkan, solusinya cuma dua. Sabar seumur hidup atau ceraikan! Jangan malah menduakan kemudian membela diri dengan kekurangan istri. Itu jahat, itu menyakitkan.
Istri-istri juga. Kalau suami ada kurang itu ya dibicarakan lah. Kita nggak sempurna, ia juga. Kalau memang capek alasannya ialah suami nggak pernah bantu ngurus rumah ya bilang baik-baik, bukannya malah semua dikerjain sendiri tapi sambil ngedumel. Capek. Plus nggak sehat. Stres sendiri kan jadinya.
Dan hiks beneran lho saya murung sama perempuan-perempuan yang berteriak menyalahkan orang ketiga. Maaf sekali tapi bagi saya itu ialah bab dari denial, dari ketidakmampuan untuk mendapatkan kekurangan diri dan kekurangan suami. Dari ketidakmampuan mendapatkan ada kesalahan dari kekerabatan suami istri.
Kalau memang merasa punya dilema dalam rumah tangga, cari dukungan profesional. Banyak kan konsultan pernikahan. Kalian butuh orang ketiga untuk menengahi. Kalau salah satu tidak mau? Yakin masih niat mempertahankan pernikahan?
*
Satu lagi soal bully pelakor: jangan memaksakan standar ideal kita pada orang lain.
Ini berlaku bagi orang-orang yang di socmed berteriak menyalahkan pelakor. Padahal kenal juga nggak sama pasangan suami istri itu, kenal suaminya nggak, kenal istrinya nggak. Cuma tau dongeng dari Instagram kemudian bully si pelakor. Kebetulan semua yang terlibat sering muncul di TV jadi merasa tahu semua sisi hidup mereka? Padahal nggak ya.
Mereka membully alasannya ialah memaksakan standar ideal soal ijab kabul pada orang lain. Padahal istri yang diselingkuhi belum tentu sakit hati hingga harus dibela sejagat social media lho. IYA BELUM TENTU.
(Baca: Pernikahan dan Kesetiaan)
Tahukah kalian bahwa tidak selamanya menduakan itu menyakiti?
Kebanyakan iya, saya setuju, tapi bila lantas bilang semuanya sih saya nggak setuju. Karena saya tau beberapa orang yang suaminya menduakan terus ya udah tetep senang "biarlah yang penting gue masih dikasih duit tiap bulan" atau "biarlah yang penting sekolah anak aman, gue bisa belanja, gue hepi, ia hepi, anak gue hepi". ADA.
Karena apa? Karena tujuan menikah setiap orang beda-beda. Nggak semua orang nikah alasannya ialah memang cinta.
Kan banyak juga yang nikah alasannya ialah status sosial. Kalau nikah sama si A maka ia akan jadi bisa bergaul dengan level sosial yang mana. Model pemanjat sosial begini nih yang biasanya lempeng aja bila pun pasangannya mau punya simpenan. Lha emang dari awal nggak cinta kan. Sebel doang mungkin levelnya bukan sakit hati.
Atau nikah alasannya ialah bisnis, bila nikah sama si O maka bisnis akan lancar, networking akan bagus. Bisnis lancar. Punya anak yang banyak semoga warisan terjamin aman.
Atau alasannya ialah politik. Kalau nikah maka karier politik lancar. Maka kemudian apa yang jadi dilema bila masing-masing tidak menghargai komitmennya? Apa yang jadi dilema bila kemudian salah satu selingkuh? Yang penting ijab kabul masih berjalan sesuai tujuannya kan?
Yang ribut kalian doang, merekanya bisa aja adem ayem sebenernya.
*
Kaprikornus ya, sebagai wanita bersuami, ayo kita berkomplot dengan suami-suami kita supaya kita tidak termakan untuk selingkuh. Ayo bicara, ayo ngobrol, ayo pillow talk. Bukannya berkomplot dengan perempuan-perempuan tidak dikenal dan berharap mereka tidak menyelingkuhi suami kita. :)
Jangan lupa baca goresan pena sebelumnya ya! Klik: selingkuh. Jangan lupa juga follow Instagram saya di @annisast! (lah kok modus lol)
-ast-
PS: Tulisan ini harus diberi credit pada Nahla alasannya ialah sepertiganya hasil brainstorming berdua lol.