Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri laki-laki-itu-manusia. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri laki-laki-itu-manusia. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Laki-Laki Itu Manusia

Makara di kantor, kami sedang menjalani sesi team building. Di pertemuan pertama, temanya ihwal mindset dan kami diminta mengisi apa yang terlintas di kepala dikala mendengar beberapa kata menyerupai laki-laki, perempuan, kebahagiaan, dll.



Yang menarik (dan terduga sih sebenernya) bagaimana beberapa orang, terutama cowok-cowok yang belum nikah nih ya, mendefinisikan lelaki sebagai “kuat” sementara wanita sebagai “penyayang”.

Gongnya waktu satu pemuda bilang wanita yaitu “ibu dari anak-anak”, salah satu cewek teriak “WE’RE NOT BABY MACHINE!” alasannya ya kesel ugha yha disebut ibu dari belum dewasa DOANG padahal ketemu di kantor juga kan hubungannya profesional dan kami tidak melahirkan anak-anakmu hahahahahaha.

Dari 25 orang di ruangan itu, salah satu balasan yang paling saya ingat yaitu satu pemuda yang bilang pria itu “harus besar lengan berkuasa dan harus dapat menuntaskan semua masalahnya sendirian”.

AUTO PENGEN PUKPUK BANGET.

via GIPHY

Rada kasian alasannya siapa bilang pria harus besar lengan berkuasa dan harus dapat menuntaskan semua masalahnya SENDIRIAN? Sebagai background, sobat saya ini gres nikah 3 bulan. Lagi momen-momennya ingin jadi suami ideal yang nggak memberatkan istri dalam hal apapun ya.

Kalau saya dan JG sih tujuan nikah semoga jikalau punya persoalan otomatis jadi persoalan berdua. Minimal ada yang dapat diajak dongeng kapan aja gitu lho meskipun nggak seketika ada solusinya. Di luar ia yang cewawakan malu-maluin dan senang menari di depan umum, JG itu dulu sangat sangat fragile.

Dia anaknya feeling banget (kebalikan gue yang thinking) tapi seumur hidup, feeling-feeling itu selalu dipendam alasannya ya bertahan jikalau pemuda nggak boleh nangis, jikalau pemuda harus kuat, jikalau pemuda harus selalu ambil keputusan dan nggak boleh galau sama hidup.



(Dulu JG nggak pernah dapat ambil keputusan, udah pernah saya jembreng total di sini: Anak dan Pengambilan Keputusan)

Pacaran sama saya, blar lah nangis terus hahahahahaha. Untuk pertama kalinya ia jujur soal galau menghadapi hidup (WELL, WHO DOESN’T?), apakah honor akan cukup (YA DICUKUPIN), apakah ia akan baik-baik aja (OF COURSE!).

Setelah ia selalu terbuka, ia tidak fragile lagi. Dia nggak galau lagi menghadapi hidup alasannya ya jikalau lagi galau ya diskusi aja. Dia nggak takut lagi uang kurang alasannya ya diatur sama-sama. Dia nggak takut lagi ambil keputusan alasannya ya dapat tanya saya dulu. Setelah nikah, JG nggak pernah nangis lagi. Bukan alasannya ia besar lengan berkuasa tapi alasannya semua feelings-nya selalu tersalurkan jadi nggak menumpuk jadi beban.

Kalau kini dipikir lagi, dulu kayanya JG itu depresi. Cuma depresi belum "senormal" sekarang. Dulu jikalau stres ya galau harus gimana, mana kepikiran cari psikiater sih. Kalau kini aja 3 sahabat saya udah hingga harus ke psikiater. Saya aja yang alhamdulillah nggak kenapa-napa.

Apa saya nggak ilfeel waktu itu, pemuda kok nggak besar lengan berkuasa sih?! Ya nggak alasannya saya juga nggak pernah menganggap pemuda harus kuat. Kalau wanita mau disetarakan, wanita sendiri yang harus menyetarakan diri.

Saya memanusiakan dia, maka ia memanusiakan saya. Dia tidak pernah melarang saya atau bilang wanita harus dapat ini dan itu, menyerupai saya tidak pernah bilang pria harus begini dan begitu. Sesederhana itu.

(Baca: Saya termasuk people with no feelings alias #TeamRealistis)

Laki-laki harus kuat, padahal wanita juga ya harus kuat. Laki-laki harus dapat ambil keputusan, ya wanita juga. Laki-laki harus bertanggung jawab, YA KAN PEREMPUAN JUGA.

Perempuan harus lembut, ya pria juga. Perempuan harus penyayang, ya pria juga dong.

Laki-laki harus dapat cari uang, ya wanita juga. Kalau ternyata nggak nikah gimana? Kalau ternyata udah nikah terus harus cerai atau suami meninggal gimana? Manusia harus dapat cari uanglah untuk bertahan hidup.

Itu kan standar sebagai insan baik toh?

via GIPHY

Manusia harus besar lengan berkuasa semoga dapat tahan pada semua cobaan hidup. Manusia harus dapat ambil keputusan semoga nggak simpel berantem receh alasannya ditanya mau makan apa jawab terserah. Manusia harus bertanggung jawab alasannya ya jikalau ditanya mau makan apa jawabnya terserah, jangan ngambek dong jikalau diajak makan di kawasan yang nggak kita suka.

Manusia harus lembut ya masa kasar-kasar sih kita kan bukan sapu ijuk, insan harus penyayang semoga dunia damai, aman, sentosa.

Lalu apa balasan saya dikala ditanya ihwal laki-laki? Saya jawab, pria itu manusia.

Yep, they’re human too!

Men should know how to express themselves, that it’s ok to have feelings, and crying is totally acceptable.

Punya anak pria bikin saya sadar banget jikalau saya nggak mau ia jadi anak pria yang memendam perasaan alasannya ia laki-laki. Yang berusaha terlihat selalu besar lengan berkuasa alasannya ia laki-laki. Yang berkorban alasannya ia laki-laki.

Yang jikalau jatuh dibilang “jangan nangis kau kan cowok!” NO, saya dan JG selalu bilang “kalau sakit boleh nangis kok”, “kalau kecewa nangis aja”, “kalau murka boleh berteriak tapi tidak memukul atau menendang”, “kalau sedih/marah/kecewa itu bilang alasannya jikalau tidak bilang, ibu tidak akan tau”.

(Baca: Mengajarkan Emosi pada Anak)

Perasaan yang dipendam atau repressed feeling itu nggak dapat bikin senang malah nggak sehat, dapat bikin sakit, literally. Udah baca blogpost Gesi yang Battling Depression? Gesi depresi alasannya repressed feeling dan depresi kan nggak kenal gender. SEMUA MANUSIA dapat depresi.

Ini akan sulit diubah lho jikalau kita udah cukup umur alasannya ya semua mindset-nya kan udah dibuat semenjak kecil. Tapi kita dapat banget mengubahnya di belum dewasa kita. Mau dibesarkan menyerupai apa belum dewasa kita? Kalau saya mau ia jadi langsung yang menyerupai di postingan ini. (maklum nulis udah 800 postingan lebih ya jadi banyak yang udah pernah ditulis hahaha).

Apa tidak khawatir ia jadi tidak sesuai standar society?

Tidak sama sekali alasannya kami hanya berharap ia jadi insan yang bahagia. Kalau ia nanti suatu hari ia mau menikah, saya yakin ia akan menemukan wanita menyerupai ibunya. :)

-ast-

Detail ►

Menolak Stereotyping

Note: Seperti postingan kemudian dan terdahulu, saya tidak akan bicara dari sisi agama. Yang tetap mau bahas dari sisi agama silakan lho, tapi bahaslah di blog kalian sendiri ya. Saya tidak akan diskusi atau membalas komentar yang tidak baiklah dengan dasar agama.



Ada nggak kalian yang seumur hidupnya terjebak stereotype hingga stres berat? Saya kenal dua orang yang sangat erat dengan hidup saya.

Pertama, JG. Saat ketemu dan pacaran sama saya, JG dalam kondisi terjebak stereotype berat. Berat alasannya menjadikan nangis berbulan-bulan alasannya selalu punya perasaan akan gagal sebagai laki-laki.

Dia terjebak pada stereotype:

- Laki-laki itu harus bertanggungjawab pada keluarga (padahal ya keluarga tanggung jawab suami dan istri lah)
- Laki-laki harus sanggup mencari uang untuk bertahan hidup anak dan istri (ya insan harus punya cara untuk bertahan hidup sih, bukan cuma laki-laki)
- Laki-laki harus berpengaruh dan dihentikan menangis (BOLEHHHH LAHHH SIAPA BILANG NGGAK BOLEH)

Kedua, Nahla. Sampai kini Nahla masih terjebak wanita harus anggun. Makanya ia princess banget, ketawa aja nutup mulut, ngomong pelan, jalan pelan. Bertolak belakang banget sama Gesi hahaha. Dia terjebak dalam wanita harus membisu di rumah, wanita dihentikan pulang malam, wanita harus ini dan itu yang bahwasanya nggak HARUS juga sih.

Baca kisah Nahla di sini ya: Sekat itu Bernama Stereotyping

Stereotype ini memang dibuat oleh banyak hal. Lingkungan kita dibesarkan, budaya, pengalaman, dan banyak lagi. Keberadaannya juga kadang memang tidak disadari.

Karena nggak disadari, ada stereotypes yang rasanya “biasa aja”. Yang jadi topik omongan sehari-hari.

Contoh:
“duh anak kecil tau apa sih” - tau banyak lho mereka
“dokter mah udah niscaya kaya” - ya dokter apa dan di mana dulu

Ada juga stereotypes yang NGGAK disadari. Kadang kita nggak sadar kita punya stereotype itu hingga ketemu di momennya sendiri. CMIIW YAAA.

Contoh:
“Aduh ada orang kulit item, jahat nggak ya dia, jangan-jangan dagang narkoba” - YA BELUM TENTULAHHH.
“Tanya agama sama ia aja deh ia kan pake jilbab” - hey, siapa tahu ia pakai jilbab alasannya males bad hair day dan bukan alasannya alasan agama?

Kenapa stereotype sanggup muncul? Banyak, alasannya konsep “fitrah”, alasannya pengalaman, alasannya berita, alasannya trauma, banyak banget sih faktornya. Yang jelas, yang namanya stereotype itu BELUM TENTU BENAR. Belum tentu salah tapi belum tentu akurat.

Makara apa nggak boleh stereotyping orang?
For me, it’s not a good thing. That’s why people say “Oh I’m sorry for stereotyping”

BECAUSE STEREOTYPING KILLS.
(wow ngomongnya serem)

Berapa banyak black people di Amerika yang ditembak sama polisi alasannya “dicurigai” melaksanakan kejahatan padahal sebenernya nggak? Malah ada yang ditembak di halaman belakang rumah neneknya sendiri alasannya diduga pegang senjata, pas diperiksa ternyata yang ia pegang cuma HP. Kalau orang kulit putih nggak bakal lah ditembak di daerah gitu.

Itu alasannya stereotype “orang kulit gelap = lebih mungkin melaksanakan tindak kejahatan”. Dan dari data Washington Post (cari sendiri) berdasarkan statistik dari tahun ke tahun dan dari jumlah populasi, orang kulit gelap juga lebih mungkin ditembak di daerah dibanding orang kulit putih. Hence the hashtag #BlackLivesMatter

Oke Amerika kejauhan.

Berapa banyak wanita etnis Tionghoa di Indonesia diperkosa entah dengan alasan apa selain ras ketika 1998? BANYAK.

Karena apa coba? Karena stereotype mereka kaya dan menjajah perekonomian Indonesia padahal mereka bukan pribumi. Makara ketika ada kemarahan pada sesuatu dan butuh pelampiasan, mereka melampiaskan pada kambing hitam yang padahal belum tentu bersalah.

Padahal stereotype Tionghoa ini dibangun SENGAJA oleh penguasa semenjak zaman Belanda dan kekuasaan Sultan Jawa. Baca lengkapnya di artikel Tirto ini ya.

"ADUH CONTOHNYA KENAPA BERAT BANGET, KAK"

Oke kita buat lebih ringan.

“Bawel banget ih kaya cewek aja” - cerewet atau tidak, bergantung pada kesukaan kita berbicara *melirik JG*

“Perempuan suka ngatur” - IYA SUKA BANGET LHO SAMPAI BOS-BOS DI KANTOR ITU KEBANYAKAN PEREMPUAN.

“Perempuan yang bajunya kebuka itu pelacur” - ini stereotype yang setara dengan cadar itu teroris lho!

“Laki-laki itu kuat” - manusia harus kuat, bos

“Laki-laki kok mau-maunya ngurus rumah tangga sih” - lho iya dong asal yang diurus rumah tangganya sendiri dan bukan rumah tangga orang lain kan

(SUDAH DIBAHAS DALAM POSTINGAN INI: Laki-laki Itu Manusia. Postingan itu juga bahwasanya bahas stereotyping tapi nggak saya jembreng aja)

Gimana kalau stereotype-nya baik? They say even good stereotype is bad. Karena kesannya ada standar tertentu dan insan tidak perlu standar yang sama untuk hampir semua hal.

"Tapi kalau stereotype baik yang dibunuh apa, kak? Kan nggak menghilangkan nyawa?"

Yang dibunuh ialah kepercayaan diri, penghargaan pada kerja keras, dan perasaan gagal.

Contoh stereotype:

“Orang Chinese hebat dagang”

Kalau nggak sukses dagang: “Lo Cina kok nggak sanggup dagang sih?” — lho ya apakah harus? Apakah kalau Cina tidak dagang maka ia gagal?

Kalau ada yang sukses dagang: “Ya wajarlah hebat dagang, ia kan Cina!”pendapat ini terperinci mengecilkan orang lain. Lha emang sukses ditentukan sama ras? Kok kerja kerasnya nggak dihargai?

Stereotype sanggup bikin orang kecewa juga sama diri sendiri.

“Kamu kan cewek Bandung kok nggak elok sih? Katanya cewek Bandung cantik-cantik” — HUHUHUHU *merasa gagal*

“Kamu kan tinggi kok nggak hebat basket sih?” — HUHUHUHU *merasa tidak berguna*

“Kamu kan bule kok kau kere?” — HUHUHUHU *BINGUNG*

Kalau orangnya berani berpendapat ya praktis tinggal dibales aja lebih judes, selesai perkara. Atau ya udah sih cuekin aja kok gitu aja baper. Ya sanggup aja. Tapi risky kan, kita nggak tahu persis imbas apa yang akan dialami orang dari stereotype yang kita omongin di depan muka dia.

Apalagi kalau orangnya fragile dan banyak masalah, kata-kata stereotype itu sanggup bikin stres banget dan ya, lead to depression.

Stereotype juga sanggup jadi mengejutkan

Misal “lulusan universitas A udah niscaya pinter”

Pas nemu yang nggak pinter pribadi shock parah “kok kau lulusan uni A tapi otaknya kurang sih?”

Stereotype sanggup jadi pembenaran yang tidak perlu

"Yah namanya juga cewek, wajarlah boros alasannya suka belanja"

"Namanya juga cewek, masuk akal dong kalau cemburuan"

"Namanya juga cewek, nggak apa-apa dong nggak sanggup ambil keputusan"

Pembenaran banget ya.

*

Susah ya? SUSAAAHHH. Saya juga nggak sanggup 100% kok dan itu masuk akal banget. Tapi sebisa mungkin kurang-kurangin lah. Minimal di socmed dan di ruang publik aja dulu.

Karena stereotype-nya sendiri sanggup jadi menyerupai benar alasannya didukung oleh data. Contohnya: laki-laki itu bernafsu alasannya berdasarkan data, KDRT memang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki.

Tapi bagaimana kalau mindset-nya dibalik? Bagaimana kalau pria bernafsu alasannya mereka merasa berhak bernafsu sebagai laki-laki. Mereka jadi terjebak stereotype pria itu bernafsu dan tidak perlu lembut, alasannya lembut itu perempuan.

Karena kenyataannya pria yang tidak bernafsu juga banyak, cuma nggak dilaporkan aja kan? Kalau didata, banyakan pria tidak bernafsu kan dibanding pria kasar?

PUSING PUSING DEH LO SEMUA.

Makara yuk, pelan-pelan coba berhenti menerapkan standar yang sama pada manusia. Manusia nggak harus hidup dengan standar yang sama kok. Manusia tidak perlu menjadi ini dan itu hanya alasannya lingkungan mengharuskannya. Manusia boleh menjadi apapun yang ia inginkan.

Dan kamu, kamu, serta kau *tunjuk satu-satu* berhenti berasumsi kalau semua orang JUGA menerapkan standar yang sama dengan diri kalian sendiri. Ok!

-ast-

PS: Nextnya pengen naik kelas dari stereotype jadi generalisasi simpulan. Model “jika A maka B”. Kesel banget juga sama generalisasi semacam ini. Tapi next time ya!

Detail ►

#Sassythursday: Menikah Untuk Siapa?


Minggu ini banyak bencana ya, #SassyThursday mau pilih nulis apa? Selma-Haqy? Ah basi, kurang unik lol. Banyak lah orang yang ninggalin pacarnya dan nikah sama orang yang lebih baik lol. Meskipun nggak perlu dijelasin juga sih, she's trying too hard untuk menjelaskan dan jadinya lucu. 😂😂😂

Tapi nggak, bukan itu. Kali ini kami akan membahas ijab kabul yang bikin kaget sejuta manusia. Udah bikin kaget, selalu romantis di Instagram, ehhh kemarin gugat cerai. Yes, A dan E.

Maap yah gue sih hampir nggak pernah sebut nama alasannya yaitu nggak lezat aja hahahahaha. Untuk nama silakan loh ke blognya Nahla. Dia judulnya aja pake nama HAHAHAHAHAHA. Sia-sia gue rahasiain. lol


Iya jadi A ini pria tapi feminin dan E ini wanita tapi maskulin. Mereka menikah. Ada yang salah?

Sejak awal ijab kabul mereka jadi sorotan banget alasannya yaitu entah kenapa orang begitu yakin nikahnya settingan doang. Karena mereka judge dari looks dong yah namanya juga manusia.

Gue sendiri nggak mikirin amat 😂 Maksudnya ya sempet oh wow beliau nikah! Karena gue follow Instagram A dari lama, dari Instagramnya diam-diam dan followersnya dikit. Di kesempatan tertentu, beliau kadang pake baju cewek. Dia juga ikut #LoveWins rally. E juga sebaliknya kan, beliau selalu berperilaku menyerupai layaknya laki-laki. Sampai katanya suntik hormon or something agar ada jakunnya?

Tapi ya gue nggak mikirin banget alasannya yaitu apa kita bisa judge mereka dengan itu? Kan nggak. Ketertarikan insan pada insan lainnya, nggak bisa dinilai dari pakaian atau cara beliau bersikap. Lebih jauh, seksualitas itu sangat kompleks, nggak bisa dinilai dengan "jika beliau berjenis kelamin pria dan beliau tidak suka perempuan, maka beliau suka laki-laki" NO, tidak sesimpel itu!

Wah ini bisa jadi panjang, tapi pada dasarnya nggak sesederhana itu. Nggak sesederhana kalau pria maskulin nggak suka perempuan, artinya beliau sukanya sama pria feminin. Nggak, nggak selalu begitu ya. Tapi mari bahas di lain waktu, kini saya mau bahas sisi pernikahannya. Menikah untuk siapa?

Karena kalau menilai dari tingkat rese masyarakat Indonesia, urusan nikah ini jadi urusan bersama banget. Ya masa ada artis umur masih belasan, punya pacar umur belum 20 juga, ditanya infotainment "apa ada rencana menikah?" Astaga, kok heboh?

Belum lagi tetangga "bu, kok si Teteh belum nikah juga?" Tetangga satu RT satu RW nanya semua. Ibunya yang sebelumnya santai jadi mulai kepikiran "iya ya kok anak gue nggak nikah?"


Terus di program keluarga, di nikahan orang, pertanyaan bagi orang-orang yang udah lulus kuliah yaitu "kapan nyusul? kapan nikah?"

WOY!

Bagi orang-orang yang tidak teguh pendirian, lingkungan menyerupai ini akan jadi urgensi sendiri untuk cepat-cepat menikah. "Wah iya ya, kenapa ya gue nggak nikah?"

Padahal nikah itu apa dan bagaimana aja nggak tau. Ini nih yang harus disodori pertanyaan besar, menikah untuk siapa? Untuk diri sendiri atau untuk memuaskan ego orang-orang di sekitar yang selalu seakan memaksa untuk buru-buru menikah?

T________T

Contoh paling sederhana, adik temen JG ngotot ingin resepsi nikah di gedung dan bikin pesta. Padahal orangtuanya bukan yang berkecukupan. Kalau saya jadi kakaknya saya udah larang beliau nikah. Karena beliau hanya ingin pestanya, beliau nggak mengerti apa esensi menikah.

"Kan sekali seumur hidup, boleh dong pengen gede-gedean." Bolehhh, apa juga boleh. Asal nggak memaksakan aja. Memaksa resepsi besar di luar kemampuan itu hanya mengatakan beliau belum cukup remaja untuk menikah.

Nah itu pola betapa lingkungan punya dampak yang besar atas keputusan seseorang menikah. Karena ditanya "kapan nikah?" itu annoying! Bikin pengen nanya balik "kapan mati?" alasannya yaitu kan emang nggak tau. Apalagi nggak punya pacar dan memang merasa belum siap untuk menikah

Tanya kek "kapan punya rumah?" atau "kapan kuliah S3?" apalah. Kenapa harus nanya "kapan nikah?" seberapa besar imbas jawaban itu sama orang yang nanya? Apa mau sumbang uang buat resepsi? Apa mau bayarin biaya melahirkan kalau punya anak? Apa mau bayarin biaya genteng bocor di rumah? Apa mau bayarin psikolog kalau ternyata nikah malah bikin stres? Kalau nggak kenapa harus nanya kapan nikah coba.

(Baca: Ide Basa-basi yang Nggak Akan Bikin Tersinggung. Nggak ada "kapan nikah?"!)

Intinya, gue sih ngeliatnya A dan E mendobrak itu. Ini imajinasi gue aja tapi mungkin mereka capek ditanya-tanya terus. Semacam: woy lo semua mau gue nikah? Nih gue nikah. Puas lo semua?

Gitu.

Terus kenapa cerai?

Untuk mengatakan bahwa memaksa orang menikah padahal orangnya tidak mau itu TIDAK BAIK! Gitu loh. Apalagi alasan cerainya nggak terlalu terperinci kan.

Di imajinasi paling ngaco gue, ini kaya art performance gitu loh. Di mana karya lo menggebrak nilai budpekerti di masyarakat, mengaduk-aduk perasaan orang dengan nunjukkin banyak sekali kemesraan, dan balasannya sad ending gitu untuk nunjukkin bahwa standar budpekerti lo semua nggak berarti apa-apa buat hidup gue. Hidup gue ya hidup gue. Pertunjukkan selesai.

Wow. Antara impresif dan sedih. Impresif alasannya yaitu kalau kini mereka ditanya lagi sama orang ngeyel "kapan nikah?" kan bisa jawab "udah pernah!"

YASSSS!

Sedih alasannya yaitu kenapa orang bisa sebegitu ikut campur sama keputusan hidup orang lain. Biar aja sih mereka mau nikah, mau nggak nikah. Mau cerai, mau nggak cerai. Yang penting senang dan nggak kriminal. Dan nggak narkoba.

Well itu dia. Kaprikornus menikah untuk siapa?

Yuk yang belum nikah pikirin lagi. Apakah kalian menikah untuk performance belaka? Untuk memuaskan ego? Untuk bikin senang orang lain?

Itu aja. Nggak tau lagi mau nulis apa.

See you next week!

-ast-

Detail ►

Sex Education Untuk Balita

Kemarin saya buka question box di IG dan banyak yang request topik sex education untuk balita. Surprise alasannya yakni mikir “oh iya ya emang nggak pernah nulis soal ini di blog”.



Padahal banyak banget sih yang dapat diceritain. Terakhir saya bahas soal edukasi seks untuk balita itu gres sekadar mengajarkan perbedaan pria dan perempuan. Dan itu udah tahun 2016 lho, Bebe umurnya masih 2 tahun!

Postingannya dapat dibaca di sini: Mengajarkan Gender pada Balita

Sekarang, 2 tahun kemudian, pembicaraan soal seks kami udah makin advance sih kecuali satu yang Bebe belum tanya dan saya masih deg-degan jawabnya: Gimana caranya sperma ketemu sel telur?

Belum nyampe otak Bebe ke situ dan tiap di buku ada kalimat itu saya skip dulu. Kaprikornus hingga kini beliau masih mikir jikalau bayi itu puff! muncul begitu saja di perut. Saya BELUM ceritakan soal caranya alasannya yakni anak seumuran Bebe masih dongeng segala hal ke temen-temennya di sekolah tanpa filter kan.

BENER-BENER KARENA INI.

Triggernya alasannya yakni sempet ketemu dan ngobrol santai sama psikolog di sebuah event. Dia dongeng ada ibu-ibu di sekolah anaknya (udah kelas 6 SD) yang komplain alasannya yakni anaknya diceritain soal proses pembuahan sama temennya di sekolah. Anak itu ceritain gimana caranya sperma ketemu sel telur dan dapat jadi bayi, which niscaya dong ada kata-kata penis masuk ke vagina.

Si ibu merasa dongeng itu too much buat anaknya, doi panik, dan KOMPLAIN KE SEKOLAH. Terus yang salah alhasil ibu yang jelasin soal proses pembuahan ke anaknya. Iya jadi beliau yang salah, padahal anaknya udah kelas 6 SD juga. Emang masuk akal nggak sih jikalau kelas 6 SD udah mempertanyakan gimana dapat sel telur ketemu sama sperma. Lha si Bebe aja gres 4 tahun udah ingin tau banget soal bayi dalam perut. -______-

Saya sadar saya bener-bener sangat berpotensi jadi ibu si anak yang menceritakan proses pembuahan itu. Akhirnya saya rem dan hindari dulu bab itu mungkin hingga Bebe SD. Atau mungkin hingga beliau dapat “jaga rahasia”. Sampai beliau dapat dibilangin “tapi jangan dongeng ke temenmu ya, agar mereka diceritain ayah ibunya juga”. Sekarang terperinci belum bisa. Sekarang mah apa juga beliau ceritain ke temen sekolah kok.

Sekarang saya mau menjelaskan cara edukasi seks untuk Bebe di umur 4,5 tahun. Saya tahu cara ini mungkin terlalu ekstrem untuk sebagian dari kalian. Tapi saya nggak mau ambil risiko sih. Semakin gede, rencananya sih akan blak-blakan aja soal semuanya. Apapun yang beliau mau tanya, beliau boleh tanya dan saya akan jawab. Memang ini sungguh sebuah tekad.

Mungkin jikalau udah remaja beliau dapat jadi risih, mungkin malu, tapi harus kami duluan yang ngasih tahu beliau sebelum beliau tahu sendiri, tahu dari orang lain atau bahkan coba sendiri. Harus kami yang ngasih tahu beliau soal proses seks, risiko, nilai yang dianut, dan segalanya. Nggak dapat guru, nggak dapat orang lain.

Sudah siap belum ibu-ibuuuu?

(Dulu pernah juga nulis sekilas: Pendidikan Seks untuk Anak)

Rasa aib level 2

Kalau secara teori kan usia balita itu cuma memperkenalkan nama kelamin dengan nama bergotong-royong (penis dan vagina!) dan mengajarkan rasa aib aja. Itu tentu sudah.

Di level 1, rasa aib hanya diajarkan sekadar dihentikan telanjang di luar kamar dan kamar mandi. Ini dapat diajarin dari sebelum 2 tahun banget sih.

Kalau kini di level 2 (HALAH NGARANG LHO INI LEVELNYA) beliau udah otomatis aib sendiri. Bahkan saat sepupu-sepupunya hambar aja buka baju sebelum mandi di luar kamar mandi, Bebe tetep teguh pendirian. Dia cuma buka baju di kamar mandi, pakai handuk keluar kamar, dan hanya mau pakai baju di kamar.

Rasa aib ini emang harus dibiasain dari kecil banget sih. Mengasah wacana privasi dan private parts juga jadi lebih gampang.

Tentang private parts

Speaking of privacy and private parts … ini yang paling bikin deg-degan sih alasannya yakni banyak info pedofil. T_______T Saya brainwash banget jikalau yang boleh pegang penis dan pantat Bebe cuma ibu, appa, miss di sekolah, dan nini (kalau di Bandung mandi seringnya sama nini soalnya).

Ini diulang-ulang banget setiap kali inget. Saya juga tanamkan jikalau private parts itu bukan cuma penis dan pantat. Kalau tidak suka pipinya dicolek orang nggak dikenal juga beliau boleh marah.

Iyalah boleh marah. Aneh deh kenapa nyolek pipi anak kecil orang lain itu dianggap masuk akal ya?

Lha kita emang suka tiba-tiba pipinya dicolek strangers? Kan nggak! Kalau kita nggak suka ya jangan lakuin itu juga ke anak kecil alasannya yakni ya LO SIAPA JUGA COLEK-COLEK. IH.

Mandi bareng

Saya mandi bareng banget sama Bebe dari beliau bayi alasannya yakni seru aja. Selain itu efektif juga jikalau emang di rumah cuma berdua sama Bebe. Tapi masuk 3 tahun, saya stop mandi bareng.

Selama 3 tahun itu kami mencar ilmu banyak hal banget wacana anatomi tubuh. Tentang wanita tidak punya penis dan punyanya vagina. Laki-laki tidak punya payudara dan wanita punya.

Awalnya berhenti mandi bareng agar Bebe nggak liat nenen sih. Kasian kan abis weaning, masih harus liat nenen hahahaha. Lama-lama sekalian aja saya bilang alasannya yakni sudah besar jadi tidak mandi bareng ibu lagi. Kebetulan momennya pas dengan “kedewasaan” Bebe: weaning, masuk sekolah, berhenti screen time di weekdays, stop mandi bareng.

(Baca proses weaning Bebe: Menyapih Diri Sendiri)

Tapi sama JG sih masih banget hingga kini beliau mandi bareng. Lama-lama kebentuk sendiri juga soal ini. Di mall udah jarang mau ikut ibu ke toilet wanita jikalau nggak terpaksa. Dia protes “aku laki-laki, saya nggak mau ke kawasan perempuan”. Fine! *loh kok ngegas*

Jelaskan semuanya dengan JELAS dan BENAR

Dimulai dari awal banget yaitu penis dan vagina diakhiri dengan ... JANGAN NGELES!

Sama saya sih Bebe bahas apapun alasannya yakni saya nggak pernah awkward. JG tuh masih suka awkward hahahaha. Kalau beliau nanya ke JG dan JG jawabnya bingung, ya saya yang jawab aja sih. Bukannya TIDAK dijawab.

Intinya kami nggak mau bikin pembahasan soal kelamin yakni sesuatu yang tabu. Jelasin bayi lahir alasannya yakni baca buku soal bayi. Ya tunjukkin aja.

“Ini vagina saya kan ya (tunjuk vagina di luar celana). Rahimku di sini (tunjuk posisi rahim), kepala kau ada di bawah sini ya udah terus kau keluar deh dari vaginanya.”

Sesuai ekspektasi beliau nanya “tapi kepala bayi kan besar, vagina kan kecil?”

Saya kasih lihat aja video gentle birth atau water birth sambil dijelasin jikalau rahim dan vagina itu lentur dan kepala bayi belum keras kaya kepala kamu, bisa-bisa aja keluar dari vagina. Jelasin juga ada yang anaknya lahir lewat operasi juga, nggak semua anak keluar dari vagina.

Kenapa videonya harus water birth atau gentle birth, alasannya yakni ibu-ibu yang gentle birth kan kalem-kalem amat ya. Nggak jerit-jerit, jadi nggak mengerikan sama sekali.

Manusia itu mamalia

Ini proses menormalkan proses kelahiran sih. Child birth sering dianggap mengerikan alasannya yakni melibatkan darah kan. Bebe kebetulan udah tau mamalia dan jenis-jenis hewan, saya tinggal bilang aja insan itu mamalia. Manusia melahirkan dan menyusui menyerupai mamalia lainnya.

Kemudian weekend itu kami binge watching semua mamalia melahirkan. Sebut aja binatang apa, kami udah lihat hampir semua binatang mamalia melahirkan. Demi menormalkan proses kelahiran!

Sampai kini Bebe menganggap melahirkan itu hal normal aja. Nggak tabu, nggak malu-malu, nggak aneh. Tetep pake tambahan yang dapat melahirkan itu orang besar ya!

Beri batasan

Batasan ini gres saya kenalkan sehabis pembicaraan dengan psikolog itu. Langsung “dheg” gimana jikalau di sekolah Bebe dongeng soal bayi keluar dari vagina ke temennya dan ibu temennya freak out. HUAAA PANIK.

Sekarang Bebe diwanti-wanti hanya boleh bicara soal penis dan vagina di rumah dan di sekolah. Jangan teriak di mall gitu. Alasannya adalah, ngeliatin penis kan aib maka diteriakin juga malu. Ngeliatin penis ke ibu kan nggak malu, diomongin ke ibu juga nggak malu.

FYUH.

Kalau kalian yang justru panik atau risih liat vagina orang lain sih gimana yaaaa. Bingung juga. Balik lagi saya nggak liat itu secara seksual sih, murni edukasi aja. Saya sama sekali nggak terganggu liat ibu-ibu telanjang, topless, water birth dengan vagina divideoin.

Sama menyerupai saya nggak terganggu liat lumba-lumba atau panda melahirkan. Terserah lah jikalau abis ini malah salah fokus dan bilang: insan kok disamakan dengan binatang. TERSERAH. Bodo amat.

Saya sendiri ya nggak bakalan lah bikin video water birth fokus ke vagina kemudian di-upload gitu. Tapi saya nggak pernah memaksakan standar saya untuk orang lain. Malu dan tabu kan berdasarkan kita. Kalau berdasarkan orang lain nggak malu, nggak apa-apa banget. Malah banyak yang menganggap video semacam itu empowering woman. Woman can do anything!

Kalau kalian ngerasa ini terlalu ekstrem dan tetep nggak mau liatin proses lahiran alasannya yakni menawarkan kelamin orang lain, kayanya kalian harus tanya pemuka agama deh sebaiknya gimana jelasinnya. Kalau saya sih nggak mau pake kata-kata “nanti jikalau udah gede juga kau tau” alasannya yakni wow terlalu berisiko.

Prinsipnya jikalau beliau udah nggak penasaran, beliau nggak akan cari tahu sendiri diam-diam. Kalau soal seks yang dianggap tabu dari yang tertabu aja udah terbuka, semoga hal lain juga beliau mau selalu cerita.

Dan kami, orangtuanya harus jadi orang pertama yang beliau tanya untuk apapun. APAPUN. Bahwa ia akan selalu diterima di rumah, apapun kondisinya. Bahwa ia akan selalu anak kami, apapun alasannya. *mulai mellow* T_______T

Gitu sih. Kalian gimana ngajarin soal seks ke anak?

-ast-

Detail ►

Because I Love You

Kalau ada satu pertanyaan dari JG yang saya malesssss banget super duper males jawabnya ialah "kok kau sayang sih sama aku?"



Ribuan kali (lebay bodo amat) pertanyaan itu ditanya dan astaga saya terlalu males mikirin jawaban. Langsung ngerti banget ucapan orang-orang perihal "cinta itu nggak butuh alasan". Cheesy? Banget. Jijik? Nggak terlalu hahahahaha. Cinta nggak butuh alasan alasannya males mikir jawabannya ternyata.

Nah tapi kebetulan punya suami kok pressure amat ya PASTI DIKEJAR TUH jawabannnya. Penasaran sama pengen dipuji emang beda tipis. Pas masih pacaran saya sih jawabnya termales level "ya semoga aja" atau "ya suka-suka akulah!"

Setelah nikah, masih keukeuh juga nanya, saya jawabnya asal-asalan tapi naik kelas dikit dan nggak perlu mikir jadi "ya soalnya kau mau masak dan ngerjain semua kerjaan rumah tangga jadi saya leyeh-leyeh doang masa nggak sayang". Logikanya: semangat mengerjakan kerjaan rumah tangga = disayang. HAHAHAHA.

Sekarang, sesudah terpelajar balig cukup akal (HALAH) jikalau ditanya balasan benerannya apa ialah ya alasannya kami satu prinsip. Prinsip ini fondasi nan mendasar banget sih bagi saya dan JG yang terlalu males drama. 99% prinsip sama = no drama. Karena beliau memanusiakan saya dan saya memanusiakan dia. That's it.

(Baca dululah di sini: Laki-laki Itu Manusia)

Pertanyaan berikutnya. Kali ini buat kalian nih, berapa kali sehari kalian ngomong "sayang" sama suami atau sama anak?

Sayang itu ucapan bukan perbuatan katanya, ya diucapkan juga bikin seneng orang kan ya udah sih.  KARENA SAYA SIH BILANG SESERING MUNGKIN. Sesering mungkin sama Bebe HAHAHAHA. Sama JG rese beliau jikalau keseringan dibilang sayang tar repot kaya balita sugar rush XD

Kalau ke Bebe, saya bilang berkali-kali dalam sehari "aku sayang kau lho" atau "I love you, Baby" (yang dijawab dengan "AKU BUKAN BABY!") Alasannya alasannya semoga si Bebe yakin aja jikalau beliau disayang. Selain sayang, saya juga selalu tanya "Are you happy, today?" atau "Senang nggak hari ini? Ada yang bikin sedih?" Karena ya buat belum dewasa apa lagi sih selain disayang dan bahagia ya nggak?

Sampai bulan lalu, thok saya cuma bilang gitu doang, saya nggak ngasih alasan kenapa saya sayang sama dia. Sampai liat postingan @humansofnewyork (HONY) yang ini.


Kalau tulisannya kekecilan dan nggak kebaca, ini quote si anak:

“I’m on the way to buy soft drinks for my mother. I also fetch water, and sweep, and help her wash clothes. She calls me ‘boss’ because I work so hard, but I love to help her because she cares for me so much. She buys me clothes. She reads me storybooks. She sings me gospel songs. She helps me with my homework. She gives me medicine when I’m sick. One time she baked my friend a cake because his parents couldn’t afford any presents. I’m going to buy her a house one day. She’s very dark and beautiful. I really have a wonderful mother.” (Accra, Ghana)

Sejujurnya pribadi kaget dan terhenyak. Lho ini anak masih kecil kok ya ngerti soal definisi sayang sih? Diajarin ibunya apa gimana?

YA NGGAK TAHU LHA SAYA NGGAK KENAL KOK SAMA IBUNYA. Tapi postingan ini bikin saya mikir banget. Selama ini saya bilang sayang sayang sayang sama Bebe, si Bebe tau nggak sih definisi sayang itu apa? Jangan-jangan beliau cuma tau sayang itu cium doang alasannya biasanya beliau bilang "aku sayang ibu" terus cium. YA JADI RADA PANIK.

Kemungkinannya kan ada dua ya:

1. Si anak memang lovable serta jenius sehingga dapat mengambil simpulan sendiri bahwa saat ibunya beliin baju, bacain buku, nyanyiin buat dia, bantu bikin PR, itu alasannya ibunya sayang. Karena ibu sayang, maka beliau akan sayangin ibu juga.

2. Ibunya mengkomunikasikan ini. Ibunya yang bilang bahwa "ibu bantu kau bikin PR alasannya ibu sayang kamu, jikalau kau sayang ibu maka kau niscaya mau bantu ibu"

Karena nomor 1 terlalu risky dan nomor 2 nggak terlalu sulit dilakukan ya udah risikonya saya coba nomor 2. Dari situ saya jadi menambah kalimat sayang saya sama Bebe. Nggak susah kok cuma nambah kalimat doang.

Kaprikornus setiap hari, sebelum tidur, kami kan selalu kisah apa yang terjadi hari itu. Bebe ngapain aja di sekolah dan ibu ngapain aja di kantor. Kadang jikalau belum ngantuk banget ya baca buku dulu atau main dulu sama JG. Setelahnya, selalu saya sisipkan kalimat persis caption HONY:

"Aku bahagia kisah sama kamu, bacakan buku itu alasannya saya sayang kau lhooo"

"Aku main-main sama kamu, mandikan dan pakaikan baju alasannya saya sayang kamu"

Jangan lupakan appa alasannya kan Bebe udah tidur di kamar sendiri ya, yang kelonin ya harus ibu jadi ibu yang harus sisipkan jikalau appa sayang Bebe juga.

"Seru ya main sama appa, appa mau main sama kau dan anter jemput kau sekolah setiap hari alasannya appa sayang kamu"

Atau Bebe kisah "ibu tadi pagi saya sama appa kasih makan kucing". Saya jawab dengan "seru ya kasih makan kucing sama appa, appa mau seru-seruan sama kau gitu alasannya appa sayang kau loh" gitu.

Intinya itu, dengan banyak sekali macam alasan. Karena emang iya kan, itu dilakukan alasannya sayang. Efeknya ternyata wow banget!

Kalau ke saya sih si Bebe emang romantis banget ya peluk cium selalu. Tapi ke JG kan beliau love hate relationship hahaha. Mana mau Bebe tiba-tiba cium appa gitu. Weh Bebe menganggap appa sebagai rival banget untuk memperebutkan ibu. Kasarnya misal yang murka ibu tapi yang dibenci tetep appa HAHAHAHA.

Setelah 3 ahad saya mengubah kalimat sayang, Bebe jadi sayang appa!

Bebe jadi suka tiba-tiba peluk dan cium appa juga. Dulu jikalau bilang sayang bilangnya "Aku sayang ibu, nggak sayang appa" kini sesudah pakai alasan beliau bilangnya "aku sayang ibu dan appa" MANIS BANGEETTT. Dan itu nggak disuruh, beliau sendiri bilang gitu. Manis cekayi anakkuuuu. *shameless*

Saya mau beliau merasa disayang, saya mau beliau jadi orang yang penuh cinta kasih pada sesama. Gimana dapat penuh cinta kasih kan jikalau beliau aja nggak tau bentuk cinta dan kasih itu kan ya?

Gitu aja sih alasannya saya terinspirasi banget sama postingan HONY itu jadi ya mau share juga sama kalian. Siapa tahu dapat diterapkan ke anak-anaknya juga yaaaa.

Hatred is everywhere, people still died in wars, let's teach our kids is about compassion, about how to care and love each other. That's the least we can do.

-ast-

PS: Makin triggered untuk ngajarin kasih sayang ke anak ini sesudah baca genocide Rwanda (seriesnya HONY juga, dapat dibaca di IG mereka @humansofnewyork). Gimana kebencian sama etnis tertentu bikin orang saling bunuh satu sama lain. Bunuh tetangga sendiri, temen sendiri. Nggak besar lengan berkuasa banget bacanya. T______T

Detail ►

Pria Maskulin & Seksualitas

Menikah dengan JG, saya sering dianggap abnormal oleh banyak orang. Maklum ia kan seleranya rada asing ya. Warna kesukaan? Pink dan turunannya. Motif kesukaan? Floral, of course!



KOK MAU SIH SAMA COWOK KAYA GITU? KAN NGGAK MASKULIN!

Well, pertama saya tidak melihat orang dari sisi itunya dulu sih. Rada percuma jikalau maskulin cuma dari luarnya doang terus dalemnya kosong. Saya nggak suka sama perjaka yang jikalau diajak ngobrol cuma “yaaa yaaa oh gituuu” doang. Cuma jadi pendengar, nggak dua arah gituloh, sama aja kaya ngomong sama tembok. Dialog apa monolog? Tapi ingat, itu kan saya.

Pun dengan perempuan, saya mending temenan sama orang yang dari sisi look ya B aja tapi dapat diajak ngobrol banyak hal. Daripada berteman dengan ciwi-ciwi berkilauan, lezat dilihat, serta lezat dipajang di feeds Instagram tapi level obrolannya yaaaa kurang aja gitu. Maaf ya garang tapi saya beneran nggak tahan sama orang yang otaknya kurang meskipun otak saya juga nggak luber amat sih. -_____-

Yang cantik/ganteng DAN pintar? OH BANYAK. Tau banget individu-individu ibarat itu juga mengembangkan bumi dengan kita, cuma ya pergaulan saya kurang luas mungkin ya, risikonya nggak nemu. Lagian jikalau nemu juga mungkin dianya yang nggak mau alasannya sayanya yang niscaya risikonya kurang banget. Nggak seimbang 😂😂😂

Kedua nah ini nih yang hari ini mau saya bahas, alasan utama kenapa saya kalem aja mau JG pake floral from head to toe juga. Semua alasannya saya tidak punya batasan perjaka harus begini dan begitu. Seperti pun JG tidak pernah membatasi alasannya saya wanita saya harus melaksanakan ini dan itu.



Bagi kami, batasan soal gender itu hanya sebuah konstruksi sosial. And remember, don't let society define you! Kan "be yourself" cenah waktu dulu nulis di buku diary zaman SD juga. HAHAHA.

Dia bebas berekspresi, saya juga bebas. Itu kan cuma duduk perkara selera aja ya. Masalah suka nggak suka doang. Kami tetap punya batasan yang kami sepakati bersama. Tapi pada dasarnya jikalau ia bisa, maka saya juga bisa.

Whereas people are still so scared of the concept: feminism :)))



Dan ini juga nggak selalu bekerjasama dengan preferensi lho. Hanya alasannya saya menikah dengan orang yang bahagia floral, nggak berarti saya suka SEMUA perjaka yang bahagia floral. Saya tetep suka cowok-cowok maskulin kok. Sepanjang mereka nyaman mengekspresikan diri aja.

Yang menganggap JG abnormal atau unik, kalian terjebak stereotypes. Cowok harus maskulin, perjaka nggak boleh pake floral, perjaka harus gagah, perjaka nggak boleh nangis, perjaka nggak boleh fragile, perjaka harus ini dan itu. Siapa sih yang bilang harus hayoooo?

Baca dulu inilah: Laki-laki Itu Manusia 

Kenapa saya pengen bahas ini, alasannya ini berkaitan dengan seksualitas.

Stereotypes in sexualities

Dulu, dulu sekali waktu saya masih liat dunia cuma hitam dan putih, saya juga stereotyping kok. Semacam:

1. Cowok lentik PASTI gay dan pacarnya niscaya perjaka maskulin berotot anak gym.

2. Cewek yang lesbian, satunya niscaya anggun dan girly banget sementara pacarnya niscaya tomboi dan pake stelan kaya cowok.

Akrab banget ya sama stereotype kaya gitu?

Kemudian saya berguru banyak hal, melihat dunia dari banyak sekali sisi, menyadari bahwa dunia bukan cuma hitam dan putih. And realized that I was TOTALLY wrong.

Kedua pernyataan saya di atas itu hanya stereotype yang selevel dengan “pasangan straight itu cowoknya harus maskulin dan ceweknya harus feminin”. Resapi baik-baik, jangan double standard.

Nggak ada yang HARUS dalam seksualitas, darling. Seksualitas itu spektrumnya luas sekali dan tidak dipengaruhi sama penampilan luar seseorang.

Bisa banget kan cewek tomboi tidak lesbi jatuh cinta sama perjaka maskulin? Atau cewek feminin jatuh cinta sama perjaka nggak maskulin? Nggak selamanya perjaka maskulin akan jatuh cinta sama cewek feminin kan? Bisa banget cowoknya feminin dan ceweknya feminin juga.

Bisa lah mana buktinya nggak bisa? :))))

Kenapa tiba-tiba bahas ini? Karena The Try Guys hahahahaha.


Sayang banget sama mereka ya ampunnnn. Nggak ngerti lagi kok bisa-bisanya saya sesayang ini sama YouTube stars HAHAHAHAHA

Channelnya cari sendiri lah males amat. Mereka berempat ini vibesnya gay banget. Yang nggak kenal, cuma kebetulan nonton dari recommendation, dan terjebak stereotypes udah niscaya komen jikalau mereka gay sih. Apalagi Zach ini (background hijau), keliatannya fragile banget.

Intinya Zach kemarin bikin video dan posting di Instagram jikalau ternyata ia punya pacar yang telah disembunyikan selama 2,5 tahun (yang dua, Keith (biru) sama Ned (pink) sih dari awal emang bilang punya pacar/nikah dan punya anak). Lha si Zach ini selalu ngaku single lho.

Dia ya modelnya kaya JG banget. HAHAHAHA. Nggak maskulin sama sekali, pake floral dan warna pastel di setiap kesempatan. ❤️


Nggak masuk sama semua checklist perjaka maskulin. Badan berotot? Nay. Gayanya gagah? Naahhh. Stelannya monokrom? SUPER NAH. Tapi ya pacarnya perempuan, anggun banget kan ya tuh liat deh fotonya, ibarat BCL lol. 🤣

Liat Zach dan pacarnya ini saya jadi inget, bukan sekali dua kali JG ditanya “gay ya?” atau “wah udah nikah dikira gay”. Padahal dari bentuk tubuh sih ia “cowok” banget, cuma ya kebetulan barang-barangnya pink semua (WELL, CORAL SIH) dan punya banyak barang motif floral. 
Masih banyak banget orang stereotyping seksualitas hanya dari warna. Rada galau sih kok ya warna dan motif aja dapat punya gender. :))))

MELIHAT ZACH, AKU JUGA JADI MERASA PUNYA TEMAN HAHAHAHA. Kaprikornus merasa jikalau cowok-cowok suka floral ibarat JG itu banyak dan itu normal. Tidak unik-unik amat (JG PASTI KECEWA LOL).

Gay yang menikah

Meskipun begitu, banyak juga sih orang yang merasa gay tapi alasannya tuntutan agama, society, dan keluarga, jadi mereka menikah. Ada yang terpaksa, mungkin juga ada yang tidak.

Kalau haqulyaqin selamanya dapat menyimpan diam-diam dari istri sih berdasarkan saya yaaa, gimana ya, nggak apa-apa juga sih. Intinya asal jangan menyakiti istri aja alasannya kan istri pas dinikahi nggak tau apa-apa. :(((

Kalau menyakiti sih ya brengsek namanya. Mau gay atau bukan, kan nggak boleh menyakiti orang lain. Huhu.

Masalah ini hingga ada support groupnya di Facebook. Group khusus untuk para suami atau istri yang pasangannya diketahui non-heteroseksual. Sedih sih ya kebayang, orang yang kita nikahi ternyata punya diam-diam sedemikian besar.

Groupnya dapat dilihat di sini, namanya Menanti Mentari. (denger nama groupnya aja udah mellow)

Satu lagi, sekalian aja mumpung bahas soal seksualitas. Jarang-jarang juga kan.

Asexual & Aromantic

Pernah denger nggak?

An aromantic is a person who experiences little or no romantic attraction to others. Where romantic people have an emotional need to be with another person in a romantic relationship, aromantics are often satisfied with friendships and other non-romantic relationships. Source.



An asexual is someone who does not experience sexual attraction. Asexuality does not make anyones life any worse or any better, they just face a different set of challenges than most sexual people. Some asexuals do participate in sex, for a variety of reasons. Source.

Nangkep ya? Kurang lebih asexual ialah orang-orang yang tidak setertarik itu pada seks dan aromantic ialah orang-orang yang nggak tertarik sama korelasi romantis.

Kenapa saya bahas ini alasannya sempet mikir, orang-orang yang nggak nikah hingga usia udah bau tanah gitu MUNGKIN BANGET LHO mereka bahwasanya asexual atau aromantic. Cuma alasannya term ini tidak umum di Indonesia jadi ya alasan mereka tidak menikah sebagian besar ialah “karena belum nemu yang cocok aja, masa dipaksain”.

Familiar banget dong dengan argumen itu?

Mereka sendiri mungkin tidak sadar jikalau mereka bahwasanya tidak terlalu tertarik pada konsep seks berpasangan atau justru tidak tertarik pada korelasi romantis secara umum. Nggak sadar alasannya nggak pernah tau ada orang yang dapat begitu. MUNGKIN LHO YA INI.

Kaprikornus ketemu orang kok ya nggak pernah nyambung, ada yang ngedeketin, mereka nggak tertarik. Terus aja begitu. Padahal ternyata ya memang nggak punya ketertarikan seksual atau impian untuk bekerjasama romantis. Atau punya tapi keinginannya tidak sebesar itu jadi prioritasnya selalu hal lain.

*

Udah sih gitu aja. Cuma pengen share soal ini sama kalian untuk menambah wawasan aja ahahaha. Dengan sebuah pesan, jangan menilai orang dari luarnya saja. Seperti series “Ngobrol Tanpa Melihat” Kitabisa.com ini lho, nonton dululah yang belum nonton. Saya nggak ada kerjasama apapun lho sama mereka tapi video ini membukakan mata banget jadi kalian harus nonton.


Happy weekend!

-ast-

Detail ►

#Sassythursday: Cak Kebijaksanaan Dan Urusan Sumbangan

Apa kabar kawan-kawan semua? Sudah sedekah hari ini? Atau malah sedekahnya dibelikan jadi Fortuner dan iPhone 7?


Buat yang ketinggalan atau nggak baca berita, alkisah ada laki-laki namanya Cak Budi, beliau menggalang dana dari banyak orang hingga 1,2 miliar. Katanya dipakai untuk membantu orangtua yang kesusahan. Dia upload video dan foto orang-orang yang beliau bantu itu di akun Instagram dengan 220k followersnya.

Baca punya Nahla:

Uang-uang itu disalurkan ke rekening langsung dan melalui kitabisa.com. Nah akun Lambe Turah tuh katanya sering promoin Cak Budi ini semoga followersnya ikut nyumbang. Katanya loh ya, saya nggak follow Lambe.

Nah tau-tau beliau ketauan beli Fortuner sama iPhone 7 dengan alasan untuk operasional. Ya dibully dong ya lantaran operasional kenapa belinya kendaraan beroda empat mahal, operasional mah Avanza aja cukup, gitu kasarnya. Dia juga ketauan pake kacamata mahal dan fotonya beliau hapus.

Pertama kali dikasihtau Ikka soal isu ini saya yang 🙄🙄🙄 rolling eyes, literally. Karena wow ini orang kan bukan siapa-siapa mengapa orang mempercayakan uang mereka pada dia?

Apalagi beliau dipromoinnya sama Lambe Turah like really, people? 🙄🙄🙄 Netijen ini sungguh tak terduga tingkah lakunya ya. 🙄🙄🙄

(Baca: Kenapa Tidak Lambe Turah?)

Belakangan saya tau beliau sempat masuk Kick Andy dan Hitam Putih. Ok jadi mungkin ada juga yang nyumbang sehabis nonton Kick Andy dan Hitam Putih.

Still ... apakah mempercayakan begitu saja uang kita pada orang yang mengupload video dukungan di Instagram? Pada akun Lambe Turah yang bahkan nggak tau apa itu arti verifikasi?

Ayolah kalau masih hepi nonton gosip, nonton di TV aja atau baca website isu entertainment. Minimal para infotainment itu tetep USAHA untuk verifikasi atau mereka akan kasih label "rumor". Bukan dapet DM dari siapalah atau chat siapalah terus ngajak orang buat judge rame-rame.

HHHH. Bisa capek kalau ngomongin Lambe Turah. Toxic. Skip.

Ok saya nggak punya duduk perkara apa-apa dengan Cak Budi. Mungkin memang beliau mau bantu orang. Tapi harus diakui caranya salah. Menggalang dana itu ada aturannya loh, nggak semua orang boleh menggalang dana. Ada peraturan pemerintahnya, harus ada lembaganya, harus dilaporkan ke dinas sosial, harus dilaporkan transparan pada para donatur.

Mau berbuat baik aja kok diatur-atur?

Ya semoga nggak begini jadinya.

Dan buat kalian yang nyumbang.

...

Iya memang kewajiban kita ngasih selama kita mampu, kalau disalahgunakan sama yang terima, itu udah urusan beliau sama Tuhan, bukan lagi urusan kita. Kalimat itu terdengar benar tapi kan sebenernya nggak begitu. Lihat dari sisi manfaat, uang (atau apapun itu) akan lebih bermanfaat kalau diterima orang yang tepat. Makara berdasarkan saya akan lebih bermanfaat kalau PASTIKAN siapa akseptor sedekah/sumbangan kalian.

Sumbang ke yang pasti-pasti ajalah. Sodara, tetangga, atau sobat dekat yang lagi jatuh sakit dan kebetulan nggak mampu. Atau ke forum yang beneran udah terdaftar. Nggak susah loh, coba top of mind kalian kalau ditanya menyumbang ke forum apa

Dompet Dhuafa atau Rumah Zakat kan? Iya nggak? 

Saya sih iya. Kedua forum itu bersertifikasi Departemen Agama dan sudah bertahun-tahun jadi penyalur dana, jadi terperinci uang-uang disalurkan ke mana dan ada laporannya. Bukan sekadar foto atau video di Instagram dari orang yang latar belakang dan segala-galanya cuma kita tau dari internet.

Dia bilang mau upload rekening koran aja nggak dilakukan kan. Sekarang beliau sumbang semuanya ke Aksi Cepat Tanggap sehabis apa? Setelah dibully massa, sehabis masuk portal isu nasional, dipanggil menteri sosial pula.

Duh. Orang nggak amanah itu satu hal, tapi jangan "beri makan" orang tidak amanah ini hanya lantaran kita MALAS mencari tahu. Apalagi ini donasi, sedekah, sumbangan, yang beragama niscaya berharap pahala lah selain urusan kemanusiaan. Agama emang komoditi utama banget, simpel dijual. Makara jangan simpel beli! Teliti sebelum membeli!

Ah elah masa gini aja harus dibilangin ya.


Tapi kan nggak tau beliau bakal beli kendaraan beroda empat dan iPhone dari uang itu! 

Ya itu sebabnya maka sumbang ke yang pasti-pasti aja. Kecuali kalau kita kenal dekat dengan si penggalang dana. Temen atau keluarga gitu, gres oke. Lah orang lain? 😴

Ya udah pada dasarnya begicu gengs. Lain kali lebih hati-hati ya!

-ast-

Detail ►

#Sassythursday: Menikah Dalam Satu Kata


Begini, menikah sama sekali bukan hal sederhana. Apalagi harus merangkumnya dalam satu kata.

Tapi bagi saya ada satu kata. Kata ini sungguh selalu menciptakan saya tersenyum dan kadang menarik napas berat. Ya, menikah itu bukan hal yang ringan. Meskipun juga tidak berat.

Baca Menikah dalam Satu Kata berdasarkan Nahla

Saat masih anak-anak, menikah sesederhana punya keluarga. Menikah yaitu tiba ke pesta ijab kabul om dan tante kemudian tak usang mereka punya anak yang jadi sobat bermain kita. Hai para sepupu!

Beranjak remaja, definisi menikah mulai jadi sedikit rumit. Baru kenal dengan jatuh cinta, menikah yaitu hidup berkeluarga dengan orang yang kita pilih. Mulai juga menyadari kalau ada yang berhenti menikah alasannya yaitu banyak hal. Ayahnya jahat kabur dari rumah, ibunya tega sekali mau bercerai padahal tidak bekerja, kasihan anak-anak. Ya, kasihan anak-anak. Anak-anak itu, teman-teman kita dulu.

Dulu. Sekarang tentu tidak, saya tidak pernah mau judge orang menikah, belum menikah, tidak menikah, atau berhenti menikah. Belum punya anak atau tidak mau punya anak. Siapa yang jahat siapa yang salah.

Semua orang punya pilihan sendiri tapi ketika pilihanmu menikah, tak sanggup dihindari ada sebagian hidup yang berubah. Sebagian menjadi lebih kasar alasannya yaitu membangun keluarga butuh semangat luar biasa. Sebagian menjadi lebih malas alasannya yaitu untuk apa lebih semangat kalau leyeh-leyeh pun bahagia? Kalau tanpa bergerak dari kasur pun sarapan sudah siap sedia? *MAKASIH LOH SUAMIKU* lol

(Baca: Menikah Bukan #lifegoals)

Makara di usia saya yang ke-28, sudah tiga tahun menikah, apa satu kata yang sanggup merepresentasikan pernikahan?

KOMPROMI. COMPROMISE. COMPROMETTRE.

Yang terakhir bahasa Prancis. Just because. Google translate kok tenang aja. Artinya sama kok.

*skip*

kom.pro.mi
[n] persetujuan dng jalan tenang atau saling mengurangi tuntutan (tt persengketaan dsb): kedua kelompok yg berselisih itu diusahakan berdamai dng jalan -- source 

Ya apalagi untuk alpha female menyerupai saya, konsep ijab kabul yang sungguh patriarki itu really, super hard. Oke menikah BISA tidak patriarki tapi para suami naturalnya ingin jadi memimpin. Mungkin alasannya yaitu semenjak kecil dibesarkan dengan pria harus berpengaruh (oh well wanita JUGA), pria harus sanggup mengambil keputusan (IYA DAN PEREMPUAN JUGA). Laki-laki harus begini harus begitu yang padahal harus sanggup dilakukan semua manusia. Tidak peduli pria atau perempuan.

Padahal saya sudah menikah dengan JG yang well, cukup feminis untuk ukuran suami Indonesia. Kami tidak menggunakan konsep kiprah istri atau kiprah suami alasannya yaitu menyerupai yang JG bilang sendiri, ia mencari istri bukan mencari pembantu.

Jangan tersinggung dulu, kalau kalian istri-istri yang sukarela melayani suami sih ya ahli lah. Dan suami kalian harus appreciate itu, dengan beliin tas gres tiap bulan contohnya 😂 Ya atau beliin apalah yang kalian suka.

Konteks "pembantu" di sini yaitu suami-suami yang mau enaknya aja. Misal istrinya kerja, istrinya juga yang harus mengerjakan pekerjaan rumah, diizinkan pake pembantu tapi istrinya yang disuruh bayar honor alasannya yaitu pekerjaan rumah kan pekerjaan istri! Udah gitu anak mulai usia sekolah istrinya juga yang harus antar jemput. Suami-suami keterlaluan menyerupai ini loh yang kami maksud dengan "hanya ingin dilayani".

Tapi tetap saja, sudah menikah dengan orang yang saya pilih sendiri pun tetap ada hal-hal yang menciptakan saya merenung dan berpikir "kenapa menikah sesulit ini? kenapa dulu gue pengen banget nikah sih?" 😂

Apalagi saya bekerja. Alpha female senang bekerja dan menikah itu nggak sanggup diwakilkan dengan kata selain kata kompromi. Paling sederhana, saya dan JG sama-sama harus lembur. Siapa yang harus jemput Bebe? Saya.

Sungguh saya masih ingin kerja juga! Tapi ya, saya menyerah dengan suka rela dan pulang lebih cepat untuk menjemput Bebe. Kalian sanggup bilang "iyalah lo ibunya!" Lha JG juga bapaknya, apa bedanya?

Dan banyak hal lainnya. Yang masuk akal bahwasanya alasannya yaitu kami dibesarkan dengan cara berbeda, melewati dua puluh sekian tahun dengan cara berbeda, sebelum balasannya bertemu dan tetapkan membuatkan pengalaman bersama. Meski 90% kami melihat duduk masalah dengan cara sama, ada 10% nya yang benar-benar berbeda dan itu sedih.

T________T

Saya dan JG jarang sekali berbeda pendapat. Jaraaaanggg sekali. Kebanyakan dialog kami "iya ya? iya juga, iya sih, iya emang ya" makanya kalau tiba-tiba ada yang beda atau nggak oke tapi prinsipil itu ujungnya hampir niscaya berantem. Kalau nggak prinsipil paling lewat doang kan "nggak ya? berdasarkan kau nggak? okay"

Tapi kalau prinsipil. Sedih.

T________T

Saya berguru untuk membisu dan menerima. Saya berguru untuk tidak membahas hal-hal kurang penting. Saya berguru untuk menyadari sepenuhnya bahwa diri saya bukan lagi milik saya sendiri. Bahwa tidak semua hal sanggup 100% menyerupai yang saya mau. Pun membesarkan Bebe. Bahwa semua harus berawal dengan diskusi.

And trust me adek-adek yang belum menikah, it's harder than you think.

Awal-awal menikah saya masih berprinsip berpengaruh kalau semua duduk masalah ya harus dibicarakan. Lebih baik bertengkar tapi semua unek-unek keluar daripada membisu dan kesal.

Sekarang tidak. Sekarang saya sanggup membisu dan tidak kesal lama-lama. Sungguh pencapaian luar biasa. Karena berantem itu capek luar biasa. Belum lagi mengatur emosi supaya tetap di tone bicara normal dikala bicara dengan Bebe. Wow susah. Maka saya menentukan untuk tidak bertengkar.

Saya menentukan menunggu beberapa hari dan kemudian bilang baik-baik. Itu pun lebih baik via chat. Chat sanggup dibaca berulang, chat sanggup dibaca pelan-pelan. Chat penyelamat hidupku lol. Semoga yang bikin WhatsApp masuk nirwana ya.

Lagi jarang banget sebenernya berantem alasannya yaitu hal besar. Paling sering dan paling kesal itu berantem cuma alasannya yaitu capek. Capek itu sumber amarah luar biasa ya. Padahal cuma ngomong apa gitu yang sebenernya sanggup diketawain, tapi alasannya yaitu lagi capek jadinya tersinggung. Jadinya berantem. Aduh.

Hal-hal besar sih nggak akan saya ceritakan di sini ya, hal kecil aja deh. Misal, JG selalu dengerin lagu kapanpun ia mau, sambil masak atau sambil basuh piring. Saya nggak suka dengerin lagu. Saya dengerin lagu kadang doang kalau lagi kerja alasannya yaitu saya nggak konsen! Apalagi kalau di rumah JG setel lagu, Bebe nonton film. Udah gitu dua-duanya ngajak ngobrol. Bisa dipause dulu nggak sih? Nggak suka banget ngobrol teriak alasannya yaitu suaranya ketutup sama lagu dan film.

Tiga tahun berlalu dan ya udah, nggak sanggup dipause ternyata gaes jadi ya daripada berantem maka saya membisu dan mendapatkan semua playlist dia. Ini hal terkecil dari kompromi alasannya yaitu kalau mau diberantemin sanggup banget. Tapi ah udalah, diem aja. Masa gitu doang berantem? Menjaga emosi itu menjaga kesehatan jiwa banget jadi saya sebisa mungkin nggak emosi sama hal-hal kecil.

Paling susah kalau lagi mens. Huhuhu. Saya benci kalah sama hormon tapi nangis ajalah supaya kalau lagi mens mah. Daripada berantem lebih baik nangis. Itu prinsip hidup HAHAHAHA.

(Baca: Tips Mengurangi Berantem dengan Suami)

Maka menikahlah sesudah melalui proses panjang wawancara! Jangan menikah tanpa kalian tahu bagaimana contoh pikirnya terhadap hal prinsipil. Karena jikalau tidak, kalian akan menghabiskan sisa hidup dengan berusaha mendapatkan perbedaan pendapat. Itu melelahkan dan bikin stres!

Nggak heran banyak istri-istri yang mengeluhkan suaminya di socmed. Kasian, sudah tidak tahu lagi mau dongeng pada siapa jadi bikin status supaya unek-unek sanggup keluar. Sini peluk, huhu.

Banyak juga group Facebook yang berbasis curhat untuk para perempuan. Saya pernah join beberapa hanya alasannya yaitu ingin tahu. Isinya ya gitu, curhat istri-istri suami saya begini suami saya begitu. Kemudian saya left group alasannya yaitu ngapain deh ah.

T________T

Saya percaya menikah dengan orang yang tepat itu less stressful jadi sabar aja yang belum nikah alasannya yaitu merasa belum nemu orangnya. Jangan menikah terburu-buru.

Dan hanya sesudah menikah saya gres sadar bahwa tidak ada ijab kabul yang sempurna. Kalau ada pasangan yang tampak perfect, maka percayalah itu hanya TAMPAK saja. 😂

Apalagi kalau kami dipuji oleh pasangan belum menikah "wah kalian seru banget ya nikah" IYA SERU BANGEEETT. HAHAHAHAHAH. Pasti berujung dengan JG menasihati "udalah jangan nikah buru-buru, pikir-pikir lagi aja" lol sialan.

Kalian tidak mau menikah? Good for you! Nggak apa-apa banget. Nikmati hidup tanpa harus berkompromi. Saya sendiri hingga kini galau kenapa saya mau nikah hahahahahha.

*

Demikian ngalor ngidul hari ini. Dan menyerupai biasa saya mau ikut nanya, apa satu kata yang paling mewakilkan ijab kabul berdasarkan kalian?

Bahagia? OH COME ON, jangan jawaban lame kaya gitu ya. Karena kalau nggak senang pikirkan ulang pernikahannya. Cinta? Yaiyalah kalau nggak cinta saya udah kabur ke ujung dunia sis. Ayo kata yang lain yaaa.

Jawab di kolom komentar atau bikin blogpost dan tag saya ya! :)

-ast-

Detail ►

Selingkuh

Ah, bahasan ini. Butuh waktu sebulan lebih buat saya untuk maju mundur mau menulis ini. Pertama sebab malas niscaya jadi panjaaaanggg (DAN BENAR ADANYA). Kedua sebab bahasannya sensitif. Ya, sebab alasan kedua mari goresan pena saya ini dibaca pelan-pelan. Oiya, menduakan di sini konteksnya menduakan ketika sudah menikah ya. :)


Di abad digital ini semua orang dapat dengan simpel bereaksi. Kalau dulu ada orang selingkuh, yang tau paling banter tetangga di rumah dan keluarga. Sekarang jadi ditambah juga followers social media, plus followers akun gosip yang makin merambah rakyat jelata.

Iya rakyat jelata. Dulu kan mau masuk infotainment itu susah, harus jadi bintang dulu di TV. Harus mati-matian nganter temen audisi terus main FTV. Lha kini bukan siapa-siapa aja dapat masuk infotainment Instagram. Yang penting kasusnya dianggap layak jadi cacian massa. Duh.

Pertanyaan saya yang utama, kenapa topik menduakan banyak banget yang pengen komentari? Kalau artis menduakan kan alesannya "publik layak tahu yang sebenarnya" kalau orang biasa selingkuh? Kenapa orang rame-rame komentar? Sampai jadi artikel khusus di portal community anak muda? Kenal juga nggak. temen juga bukan, sodara apa lagi. Jelas bukan.

Lalu kenapa ya?

Yang miris, yang lebih banyak dicaci yaitu pihak wanita yang jadi selingkuhan. Mereka ramai-ramai disebut pelakor, perebut laki orang. Sungguh urusan menikah ini, hingga pengkhianatan pun masih sangat patriarki.

Iya, pelakor itu istilah patriarki. Menempatkan pria sebagai poros dan yang salah niscaya pihak perempuan. Yang merebut si perempuan, pria jadi korban, jadi objek yang direbut. Mirisnya, hujatan pelakor itu diucapkan serta jadi materi hinaan sesama perempuan.

(Baca wacana Pelakor di sini!)

Kakak ipar teman saya selingkuh, ada foto beliau sama wanita di dalam selimut berdua. Pembelaannya? "Ya namanya cowok, kaya kucing dikasih ikan mah diambil lah" Rendah banget ya, hingga mau dibandingkan sama kucing. Yang disalahkan oleh orangtua si pemuda siapa? Tetap si wanita lain sebab sudah memberi ikan. Ckckck.

Kaprikornus kalau bukan pelakor yang salah, yang menduakan itu salah siapa? Jawabannya: BUKAN URUSAN KITA.

Ya bukan urusan kita sama sekali. Urusan rumah tangga yang patut kita urus yaitu rumah tangga kita sendiri. Bukan rumah tangga orang lain.

Menikah untuk siapa? Untuk diri sendiri atau untuk memuaskan ego orang-orang di sekitar yang selalu seakan memaksa untuk buru-buru menikah?

(Baca: Menikah untuk Siapa?)

*

Coba lihat sekitar, seberapa banyak anggota keluarga yang menduakan atau diselingkuhi? Lihat di bulat lebih luas, seberapa banyak teman kita yang menduakan atau diselingkuhi? Seberapa banyak di lingkungan rumah? Di lingkungan kantor? BANYAK.

BANYAK SEKALI.

Berbeda contohnya dengan kasus orang bunuh diri live di Facebook gitu. Belum tentu 3 bulan sekali ada yang melakukannya. Kaprikornus masuk akal banget kalau memang jadi topik di mana-mana, di segala social media. Kalau menduakan kan topik bahasan sehari-hari banget. Adaaa aja isu menduakan mampir ke kuping. Temen kantor, sahabat, keluarga, artis. Dan topiknya selalu sama, ada yang berkhianat. Mengkhianati pernikahan.

Ah, jadi bicara pernikahan.

*seruput kopi* *padahal nggak ngopi* *biar dramatis aja*

Kaprikornus ya, ijab kabul itu sakral. Disakralkan. Harus disakralkan supaya tidak disalahgunakan. Kalau tidak sakral nanti seenak udel ganti pasangan tiap 6 bulan sekali kan repot. Pdkt sama keluarga aja berapa bulan, nyiapin resepsi nikah aja dapat setahun.

Nah tapi mungkin ya, mungkin nih ya orang-orang yang menduakan ini memang tidak menganggap ijab kabul sebagai sesuatu yang sakral. Seperti kata mbak Roslina Verauli yang pernah saya kutip:

"pasti ada duduk kasus dulu yang mengakibatkan selingkuh, bukan menduakan kemudian jadi masalah."

Coba diresapi kalimatnya.

Masalahnya dapat macem-macem. Ada yang menganggap istrinya di rumah terlalu ceriwis dan ngatur-ngatur kemudian beliau cari wanita yang dapat diatur. Ada yang menganggap istrinya terlalu superior, terlalu pintar, kemudian beliau cari wanita yang tidak terlalu akil supaya dapat lebih superior. Ya macem-macem lah.

Tapi kan ada yang keluarganya sempurna, tapi tetep selingkuh!

Ya ada. Alasannya dapat dua. Pertama, ya tepat kan nurut ngana. Siapa tau istrinya nggak pernah dapat diajak diskusi politik terus suami cari wanita yang dapat diajak diskusi politik. Atau sebaliknya, suami nggak pernah mau dengerin keinginan istri, si istri merasa diabaikan kemudian istri cari perhatian yang lain. Kan dapat banget.

Ya atau apalah, mungkin tepat di mata orang lain, tapi salah satu tetep ada hole yang nggak dapat diisi sama pasangannya. Hole, bolong, alasan klasik.

Alasan kedua. Alasan paling masuk logika berdasarkan saya sih: monogami bukan untuk semua orang.

Monogami (Yunani: monos yang berarti satu atau sendiri, dan gamos yang berarti pernikahan) yaitu kondisi hanya mempunyai satu pasangan pada pernikahan.

Iya tidak semua orang dapat dengan satu pasangan menikah saja seumur hidup. Seperti juga poligami tidak untuk semua orang. Saya tidak mau poligami tapi saya yakin memang ada pasangan-pasangan yang memang senang berpoligami. Seperti juga ada pasangan-pasangan yang memang senang bermonogami.

Masalah muncul ketika penganut monogami ternyata menikah dengan orang yang tidak sadar kalau beliau bahu-membahu tidak mampu monogami.

NAH.

Kaprikornus ada duduk kasus juga di situ. Selain urusan hole, ada juga poin bahwa ada orang-orang yang memang tidak cukup dengan satu pasangan saja. BEGICU.

Ruwet jadinya, gengs. Yang poligami juga nggak dapat bilang "mending poligami daripada selingkuh". Nggak begitu juga sebab nyatanya, udah istri udah 4 aja ada yang tetep punya simpenan. Sementara istri satu dan menduakan juga mungkin memang bukan niat pengen sah istri banyak. Ada yang emang pengen main-main aja jadi nggak mau poligami. Manusia kan beda-beda, bos.

Poligami tetep menduakan ada, monogami nggak mau nikahin selingkuhan padahal dikasih izin istri pertama juga ada. Lha dongeng anak selingkuhan diurus sama istri pertama aja banyak kok ya kan. Kaprikornus gimana dong, ini sungguh sangat complicated. Plus berteriak-teriak jauhi dan musuhi pelakor itu nggak menuntaskan masalah.

Atau bilang pelakor emang harus diberantas. Weh, suami menduakan sama pemuda juga banyak dongeng ah. Saya nggak baiklah banget jadinya kalau hanya menyalahkan pihak perempuan. Apalagi banyak yang kenyataannya pihak perempuannya (si selingkuhan) pun dibohongi. Ngakunya udah mau cerai lah sama istri pertama, ngakunya lebih cinta lah sama si selingkuhan.

Kalau kata 9gag, bulldog kawin sama shitzu. BULLSHIT.

Apalagi kadang kecocokan juga dapat dengan simpel ditemukan. Ya pas nikah mah cocok-cocok aja sama pasangan yang ini. Lama kelamaan kok nggak cocok? Kok nemu orang lain malah cocok sama yang lain ini?

Maka itulah topik kita selanjutnya yaitu kesetiaan dan komitmen.
Menikah itu memaksa kesetiaan dan kesetiaan itu bukan untuk semua orang. Sanggupkah untuk tidak menyakiti hati pasangan dengan cara apapun? Karena jatuh cinta kan tidak pandang status menikah atau nggak. Banyak yang mengaku jatuh cinta lagi padahal sayang sama pasangan di rumah nggak berubah. Sanggupkah berkomitmen pada SATU kesetiaan seumur hidup? -- Pernikahan dan Kesetiaan

*

Apa arti setia? Apa arti selingkuh?

Kita sepakati sama-sama dulu ya kalau menduakan itu melanggar akad untuk hanya bersama satu pasangan. Ini mah udah niscaya lah, ada akad ijab kabul yang dilanggar. Kecuali pas nikah emang bentuknya open marriage gitu, atau nikah sebab bisnis, nikah sebab politik, beda urusan ya.

Masalahnya ada di definisi setia dan selingkuh. Tiap orang punya definisi beda-beda, bahkan suami istri aja dapat punya definisi beda-beda. Makanya suka ada istri yang ngamuk sebab baca chat cewek padahal suaminya nggak ngapa-ngapain. Karena cemburuan? Ya, tapi juga sebab berbeda mendefinisikan selingkuh.

Kaprikornus definisi menduakan misalnya:

Bagi si A yaitu "chat sama cewek di luar urusan kerjaan"

Tapi bagi si B yaitu "jalan berdua tanpa bilang, jalan berdua tapi bilang itu nggak selingkuh"

Atau bagi si C yaitu "have sex sama cewek lain, kalau cuma chat mesra atau pegangan tangan mah biar lah, beliau orangnya emang touchy-feely"

Ini melahirkan macam-macam tujuan selingkuh. Ada yang pengen aja nyoba pasangan lain, ada yang emang bosen aja sama istri/suaminya, ada yang cari adrenalin, ada yang khilaf, macem-macem lah.

Karena macem-macem, jadinya hasil karenanya juga beda-beda. Ada yang bebal, abis ketauan selingkuh, ngaku khilaf, minta maaf, kemudian menduakan lagi. Ada yang ngaku salah, minta maaf, kemudian ninggalin istrinya sebab merasa bersalah. Ada yang ngaku salah kemudian ninggalin istrinya DAN ninggalin selingkuhannya. Ada yang ngaku salah kemudian nggak ulang lagi, selamanya kembali berkomitmen dengan satu pasangan.

Makanya dari awal saya bilang ini menduakan sehabis menikah. Karena banyak kok yang pas pacaran pacarnya banyak, pas nikah adem ayem aja nggak kepikiran punya banyak lagi.

Nggak dapat juga judge bilang "Kurang nakal sih waktu muda, jadi pas udah nikah nakal deh". Yaelah, yang dari muda hingga bau tanah baik juga ada. Yang waktu muda nakal terus pas udah nikah tetep menduakan juga banyak. Yang menduakan mulu waktu muda, hingga nikah, terus tobat juga ada.

Who are we to judge?


Tapi pada dasarnya apapun definisi selingkuh, pada dasarnya menduakan dapat terjadi sebab tidak ada penghargaan terhadap komitmen. Tidak ada penghargaan pada pasangan. :)

*

Simpulan karenanya berdasarkan saya adalah, monogami tidak untuk semua orang tapi menduakan itu mengkhianati komitmen. YA INI MAH UDAH TAU KELES, SIS.

Buat saya, yang perlu dilakukan yaitu lower your expectation of marriage. Rendahkan ekspektasi kalian pada pernikahan. It's better to be surprised than to be disappointed.

Kasarnya, kasarnya banget nih: percaya lah pada pasangan kita tapi siapkan yang terburuk, jangan terlalu yakin 100% pasangan kita nggak akan selingkuh. Karena beliau sendiri sebenernya nggak dapat jamin. Namanya jatuh cinta, khilaf, atau kalau kata JG, syahwat kadang mendahului otak.

Iya, kalian nggak salah baca. Nggak tau lagi gimana bikin kalimat yang lebih yummy dibaca sebab kalian tau saya nggak suka basa-basi tapi ya, itu intinya.

Nikahnya dibawa santai ajaaa, jangan sedikit-sedikit berantem. Jangan mengubah hidup pasangan meski udah nikah. Biarkan beliau tetep ngerjain hobinya, biarkan beliau tetep ngejar cita-citanya, jadi nggak ada beban "nikah kok hidup saya jadi gini". Cari tahu passion pasangan terus dukung! Passion bikin bahagia! Meskipun niscaya ada yang berubah sih, tapi kan disesuaikan, makanya komunikasi itu penting.

(Baca: Mengurangi Berantem-berantem Setelah Nikah)

Kaprikornus kalau hingga terjadi, kita mungkin akan lebih simpel memaafkan sebab sudah menyiapkan. Karena selalu ada alasan. Khilaf juga boleh kan namanya manusia, asal bukan khilaf terus berulang-ulang aja.

Mungkin loh ya. Makanya saya nggak berani judge ibu-ibu yang bertahan meski suaminya menduakan berkali-kali. Mungkin mereka tahu persis masalahnya di mana jadi memaklumi. Sakit hati mungkin iya, tapi maklum makanya bertahan.

Tapi kalau alesan bertahan sebab ekonomi kasian sih huhu. Makanya wanita harus berdaya! Harus punya penghasilan sendiri!

Atau bertahan sebab anak. Pertanyaan saya selalu "apakah lebih baik membesarkan anak di ijab kabul yang tidak sehat? Atau lebih baik membesarkan anak tanpa ayah/ibu tapi lingkungannya sehat?" Saya belum punya jawabannya.

Abis ini saya siap dibully "kok bikin menduakan seolah masuk akal sih!" Nggak masuk akal tapi sangat sering terjadi toh? Abis gimana, memang nggak ada benang merah atau sesuatu yang dapat bilang "jika A maka beliau selingkuh, atau kalau B maka beliau tidak akan selingkuh". Kaprikornus tips biar pasangan nggak menduakan juga susah dibuat.

*

Saya terlalu banyak dengar dongeng langsung, semua rujukan yang saya sebut di sini positif adanya. Saya kenal pelaku menduakan yang memang suka main cewek, yang baik-baik aja di rumah, yang sudah poligami tetap selingkuh, hingga ibu-ibu yang bahkan saya nggak liat kekurangan suaminya.

Well, ternyata kekurangan suaminya di ranjang sih jadi harus gimana coba. Diomongin diapain juga suaminya nggak dapat berubah jadi orang lain.

Dan patut diingat, ada juga yang menduakan tapi itu bikin beliau lebih bahagia. Dia menduakan dan menemukan kebahagiaan lain, sehingga beliau dapat selalu happy di rumah. Justru sebab punya simpenan beliau dapat jadi lebih sayang sama keluarga. Kaprikornus nggak selalu kalau orang menduakan terus jadi nggak perhatian sama pasangannya.

Model yang terakhir begini biasanya deg-degan takut kaya tupai. Karena terlalu lama, nyaman, dan senang punya simpenan, takut karenanya jatuh jua alias ketauan sama pasangannya. LOL. Ini kisah positif juga gengs, diceritakan eksklusif oleh pihak pertama. Beserta rujukan tupai-tupainya. :)))))


Orang tidak berubah sebab pernikahan, orang berubah sebab dirinya sendiri. *tetep*

Juga rendahkan ekspektasi pada segala hal. Sejak awal nikah, jangan ngarep dikasih bunga, dikasih surprise tiap ulang tahun, atau hal-hal semacam itu. Kalau butuh didengarkan maka bicara, maka request, "DENGERIN AKU DONG" gitu. Pengen apa, butuh apa, bilang.

Kaprikornus ketika ada orang lain yang ngasih perhatian, nggak simpel leleh sebab komunikasi kita dengan pasangan lancar. Ketika ada yang flirting, pasangan suami istri yang komunikasinya lancar kemungkinan besar malah lapor sama pasangannya.

Kalau malah berantem, ya berarti punya duduk kasus kepercayaan. Kalau malah jadi banyakan berantemnya dibanding nggak berantemnya? Ya berarti mungkin memang nggak cocok?

T_____T

Susah ya nikah?

Kalau kata mbak Vera (again mbak Vera, doi dapat difollow loh di Instagram @verauli.id):

Cinta butuh dipelihara supaya terpelihara.

Iya ijab kabul butuh dipelihara, butuh usaha, berusaha selalu kasih yang terbaik, kasih waktu, kasih perhatian, dan sebagainya. Pernikahan kan bukan Tesla, jadi nggak dapat autopilot. Pernikahan harus diusahakan berdua, jadilah pilot dan co-pilot. *maafkan analogi yang sungguh tekno*

Tapi yah, ini cuma dari saya yang kebetulan terpapar aneka macam curhat soal selingkuh. Maaf sekali kalau ada yang menyakiti dan maaf kalau banyak yang bikin kaget.

Sekian dan terima kasih.

-ast-

Saya tidak baiklah pelakor yang harus menjaga diri. Yang dihentikan meladeni suami orang lain. Kenapa? Baca di sini; wacana Pelakor.

PS: Karena menulis ini saya jadi tahu ada istilah pebinor. Perebut bini orang. Ya, at least kini seimbang. Meski sekali lagi: urusan kita apa hingga harus melabeli orang dengan pelakor atau pebinor?

Detail ►