Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri mengajarkan-perbedaan-pada-anak. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri mengajarkan-perbedaan-pada-anak. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Ibu, Indonesia Itu Apa?

[SPONSORED POST]

Let’s talk about this country.



Kemarin di Instagram saya sempet singgung sedikit kan ya, si Bebe lagi nanya-nanya terus soal negara. Pertanyaannya bener-bener:

“Ibu, Indonesia itu apa?”

Berulang-ulang alasannya ialah tanggapan saya belum bikin ia puas.

Saya karenanya nanya ke guru daycare-nya dan dijelasin panjang lebar dari semesta, dunia, benua, negara, pulau, daratan, lautan. Detaaaailll sekali hingga ada 4 material khusus untuk menjelaskan anak soal dunia. Sampai saya ter-wow ternyata serumit ini ya mendefinisikan dunia pada anak.

Saking tadi usang banget saya dijelasin soal bumi, saya jadi disadarkan lagi bahwa bumi ini luaaasss sekali. Indonesia itu bab dari semesta, bab dari bumi, bab dari daratan dan lautan, bab dari benua.

Indonesia sendiri pun masih juga sangat luas. Daratan seluas itu, dengan orang sebanyak itu, gimana dapat tenang semua coba?

Karena orang-orang seharusnya menghargai setiap perbedaan.

Saya jadi teringat lagi satu PR sebagai orangtua yang terus saya ingatkan pada diri sendiri hingga hari ini. Seperti yang pernah saya jelaskan lebih detail di postingan ini: Mengajarkan Perbedaan pada Anak

“Orang kan berbeda-beda, beda itu tidak apa-apa"

"Semua orang bebas menentukan ingin jadi orang ibarat apa”

Sekarang, lima bulan sesudah postingan itu kuliah saya soal perbedaan jadi naik kelas alasannya ialah Bebe udah hafal banget soal perbedaan visual ibarat warna rambut, pilihan pakaian, atau bentuk badan.



Kini perbedaan mulai dikenalkan pada apa yang orang suka atau tidak suka. Contohnya saya buat seluas mungkin. Seperti tadi pagi ia dongeng soal kucing kemudian nyeletuk.

Bebe: “Ibu kan takut kucing, appa takut tikus. Aku tidak takut apa-apa”

Ibu: “Kalau nini takut apa ya?”

*dilanjut mengabsen nama tante-tante dan mengingat ketakutan mereka pada binatang, Bebe jawab semua*

Untuk apa nanya segala nini dan tante-tante takut apa? Untuk ngasih tahu jikalau orang itu banyak dan ketakutannya juga banyak. Tentu diakhiri dengan kalimat andalan.

“Semua orang punya ketakutan yang berbeda alasannya ialah takut itu tidak apa-apa, beda juga tidak apa-apa.”

Juga wacana kebutuhan. Umurnya Bebe itu lagi umur di mana jikalau temennya punya maka ia juga HARUS punya. Ada satu temen daycare yang setiap hari bawa snack sendiri terus Bebe jadi mau juga. Lha padahal makan di daycare selalu habis malah suka nambah. Untuk apa bekal segala?

“Kebutuhan orang berbeda alasannya ialah bentuk badannya berbeda. Dia bekal bukan berarti kau harus bekal alasannya ialah kau dan ia beda badannya, beda kebutuhannya.”

DIA NGERTI LHO. Kemudian nggak maksa minta bawa bekal lagi.

Kaprikornus jangan remehkan anak-anak! Apa yang kita tanam sebagai nilai semenjak kecil ini seharusnya (dan diharapkan) dapat terbawa hingga dewasa. Bahwa apapun, apapun tidak perlu dibentuk sama.

Jangankan satu negara ya adik abang kandung aja satu ibu dapat 180 derajat bedanya kan. Apalagi satu negara. Kalau nggak mau menghargai perbedaan, silakan pindah negara banget nggak sih. *lelah*

Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda tapi tetap satu. Pertanyaan soal Indonesia itu rasanya jadi tidak lagi sederhana.

“Indonesia itu apa?”

Indonesia itu 17ribu lebih pulau, 36 provinsi, lebih dari 300 kelompok etnik dan 1,300 lebih suku. Mau nggak mau semenjak kecil harus diajari jikalau perbedaan ialah sesuatu yang normal. Sesuatu yang tidak dapat dihindari.

Nah, jikalau kalian gimana cara ngajarin perbedaan pada anak? Share yuk gimana kalian mengajarkan Bhinneka Tunggal Ika kepada anak semenjak dini.

Caranya:
1. Peserta wajib follow @kemenkominfo, @djikp, @bintangcomid.
2. Kompetisi diikuti oleh Ayah atau Ibu bersama si kecil.
3. Foto bertemakan bagaimana mengajarkan kebhinnekaan kepada anak semenjak dini.
4. Upload di Instagram, sertakan caption menarik sesuai tema, tag dan mention @kemenkominfo, @djikp, @bintangcomid.
5. Jangan lupa sertakan hashtag #KominfoSatu2018.
6. Periode kontes 6 Agustus - 4 September 2018.

Hadiahnya keren-keren lho! Ada Samsung S9, Fujifilm X-A3, Samsung A6+, dan voucher MAP.

Ikutan yuk!

-ast-

Detail ►

Mengajarkan Perbedaan Pada Anak


Setelah ricuh-ricuh segala rupa dibentuk kericuhan, saya eksklusif sadar satu hal: belum dewasa harus diajari soal perbedaan. HARUS DIAJARI dan jangan biarkan mereka berguru sendiri dari lingkungan. Iya jikalau lingkungannya toleran, jikalau nggak?

Mungkin SD saya di kampung banget ya tapi dulu waktu SD, temen-temen banyak yang udah suka ngomongin perbedaan ke temen sendiri macam “ih beliau mah Kristen” padahal kenapa harus ih coba? Anak non muslim biasanya jadi cenderung pendiam alasannya ialah entahlah, mungkin merasa dikucilkan?

Semoga cuma di sekolah saya aja ya yang memang masih di pinggiran Bandung. Makanya nggak heran, tetangga yang non muslim niscaya masukin anaknya di sekolah swasta alasannya ialah mungkin agar nggak kentara banget dominan dan minoritasnya.

Sekarang? Wihhhh, kemarin di Twitter rame soal ibu-ibu di TransJakarta yang nggak mau duduk sebelahan sama orang yang beliau duga beda agama. Itu emang jikalau duduk sebelahan najis apa gimana? Baca reply-replynya miris banget alasannya ialah jadi banyak yang curhat. Banyak yang di-cancel ojol alasannya ialah disangka non muslim, yang susah cari rumah kontrakan, dan banyak dongeng lainnya.

Belum lagi ada temen saya ditanya sodaranya yang kebetulan muslim dan gres masuk SD Islam, umurnya 6 tahun. Si anak bertanya: “Tante Katolik ya? Nggak boleh loh ya harus Islam”. O_____O

Terus saya jadi duka banget. T_____T Kenapa anak kecil sudah mengkotak-kotakan agama kaya gitu sih. T_____T

Tapi ya untungnya Pilkada membukakan mata dan kami jadi lebih niat sih ngajarin perbedaan ke Bebe. Konsepnya sederhana: orang itu beda-beda dan beda itu tidak apa-apa. Orang bebas menentukan ingin jadi orang menyerupai apa.

(Baca: Hal-Hal yang Berubah Pasca Pilkada DKI

Kaprikornus jikalau Bebe tanya apapun yang menyangkut agama, warna kulit, warna rambut, gender, mental & physical health (seperti anak berkebutuhan khusus atau berkursi roda), level ekonomi, dsb maka kami akan jawab menyerupai konsep tadi itu.

Soalnya beliau makin sering banget tanya pertanyaan model:

“Kok om itu gendut?”
“Kok beliau rambutnya keriting?”
“Kok tidak semua wanita pake jilbab?”

Jawabannya satu:

“Orang kan berbeda-beda, beda itu tidak apa-apa"

Dan jikalau pertanyaannya berupa pilihan menyerupai pakaian atau agama, maka ditambahkan jawaban:

"Semua orang bebas menentukan ingin jadi orang menyerupai apa”

Pun dengan mainan dan warna. Entah gimana sih beliau tau, mungkin alasannya ialah observasi sendiri alasannya ialah dari kecil kami tidak memberi gender pada mainan dan warna. Tapi kini beliau suka nyeletuk “pink kan elok banget, pink buat ibu aja, saya nggak suka warna pink kan saya laki-laki”. Kalau udah begitu biasanya saya tarik napas dan jawab “kalau kau tidak suka pink tidak apa-apa, tapi pria juga boleh loh suka warna pink”.

Netral. Dan usahakan selalu netral.

Atau jikalau liat pemulung di pinggir jalan. Kami jelaskan dengan konsep berbeda pekerjaan. “Om itu pekerjaannya memang menyerupai itu, beliau mencari uang. Mungkin dulu beliau tidak sekolah jadi tidak dapat kerja di kantor menyerupai ibu dan appa. Pekerjaan orang kan beda-beda”.

Pelan-pelan konsep perbedaan itu masuk banget ke kepalanya dan kini nanyanya jadi makin komprehensif.

“Kok om itu gendut? Karena orang beda-beda ya ibu? Kenapa orang beda-beda?”
“Kok beliau rambutnya keriting? Karena orang beda-beda ya ibu? Kenapa orang beda-beda?”
“Kok tidak semua wanita pake jilbab? Karena orang beda-beda ya ibu? Kenapa orang beda-beda?”

NAHLOH HAHAHAHA. Ya udah jelasin aja kenapa orang beda-beda, alasannya ialah backgroundnya beda, alasannya ialah ayah ibunya beda, dan banyak lagi alasan yang dapat dibentuk netral untuk tetep nunjukkin sama beliau jikalau dunia ini plural. Kalau di dunia ini orang tidak perlu sama dan itu tidak apa-apa. Dunia terlalu luas untuk dibentuk sepakat.

Tapi garis bawahi ya, tanggapan perbedaan ini untuk hal-hal yang tidak melanggar hukum, peraturan, atau sopan santun. Kalau nanyanya "kok om itu tidak pakai helm sih?" ya jangan dijawab alasannya ialah orang berbeda. Jawab aja "iya ih om kok tidak baik sih, naik motor tidak pakai helm kan tidak baik". Ini jadi mengacu pada baik dan tidak baik menyerupai yang saya tulis di sini ya: Mengajarkan Anak Baik dan Tidak Baik.

Kaprikornus demikianlah. Saya nulis alasannya ialah mungkin aja ada yang gundah juga soal ini tapi nggak tau mau mulai ngajarin anak dari mana. Tolong ya ibu-ibu, ayah-ayah semuanya. Ajari anak perbedaan, bertengkar alasannya ialah berbeda itu nggak ada gunanya sama sekali.

Happy Wednesday!

-ast-

Detail ►

Menormalkan Disabilitas




Siang tadi, Gesi nanya “kalian rencananya mau ngajarin gimana ke belum dewasa kalian untuk problem nanya-nanya kondisi orang lain yang berafiliasi dengan kecacatan?”

Baca dongeng Gesi di sini:


Saya bilang saya sudah ajari Bebe tapi bukan mengajari apa itu kecacatan. Saya justru menormalkan disabilitas, mengajarkan Bebe bahwa disabilitas itu hal yang normal. Karena saya ingin Bebe menganggap orang-orang disable itu juga insan dan tidak perlu dipandang dengan heran atau dikasihani.

Caranya gimana?

Awalnya dari Bebe umur 2 tahun dan suka nonton film ‘Babies’. Pernah saya ceritakan di sini (klik loh!) gimana beliau kaget ngeliat anak Afrika dan bilang “monyet” HUHU KASIAN IH BEBE MAH.

Berikutnya ada juga anak temen JG yang nangis kejer dikala liat orang kulit hitam. Takut dia. Nah akhirnya urgent banget sih berdasarkan saya untuk ngajarin perbedaan insan pada anak. Perbedaan ini bukan cuma warna kulit atau rambut tapi meliputi juga disabilitas.

Manusia berbeda dan itu tidak apa-apa. Ini jimat membesarkan anak dari dunia yang mengagungkan homogenitas. *sigh

Perbedaan Ras

Pertama saya pakai buku. Kebetulan punya buku ini di rumah, judulnya Ensiklopedia Junior Tubuh Manusia. Ini foto nyomot di Google, credit to respected owner yang namanya muncul di image ya lol.


Buku ini lengkap banget. Menjelaskan badan insan runtut banget dari lahir hingga kakek nenek. Tapi jika kalian tipe yang freaking out anak liat orang telanjang sih nggak cocok ya. Gambar-gambarnya anatomi banget soalnya perbedaan pria dan wanita ya kejembreng gambar ilustrasi insan nggak pake baju.

Ada ihwal warna kulit juga jadi berjajar orang dengan aneka macam warna kulit, rambut, bentuk mata, dll. Pengen saya foto sih tapi nanti ya di rumah. Nulis ini dadakan banget soalnya hahaha.

Dari situ saya bilang jika insan tidak semuanya ibarat kita. Ada yang rambutnya keriting, ada yang rambutnya kuning, ada yang kulitnya sangat hitam dan itu sama aja sih. Tidak ada yang lebih anggun atau lebih jelek.

Manusia berbeda dan itu tidak apa-apa.

Orang Disable

Setelah beliau khatam soal perbedaan ras, saya gres masuk ke orang disable. Dulu saya eksklusif kasih pola "ekstrem" aja, pas banget waktu itu AJ+ bikin profil Achmad Zulkarnain. Fotografer profesional tanpa tangan dan kaki dan hobi naik gunung!


Sebelum nonton, sounding dulu ya! Kalimat semacam “Kamu tau nggak sih ada orang yang nggak punya tangan dan kaki? Ya mereka orang juga sih, dapat jalan juga, dapat naik motor juga. Cuma nggak ada tangan dan kakinya."

PERTANYAAN BERIKUTNYA PASTI: “KENAPA?”

Aku jawab “Dari lahir memang begitu. Ada bayi yang lahir tangannya dua kakinya dua, ada juga bayi yang lahir tangan dan kakinya nggak ada. Ada juga yang kecelakaan jadi tangan dan kakinya dipotong dokter alasannya yakni rusak”

Terus tiap adegan kita embrace gitu semacam "tuh beliau nggak punya jari dan tetep dapat aja kan pencet kamera, sama aja sih kaya kita yang punya jari ya!"

Bebe iya iya aja. Anak tuh sepolos itu loh. Bebe bahkan nggak merasa asing atau takut ngeliat orang yang nggak ada tangan atau kakinya. Karena ya dari awal saya bilang mereka juga insan sih. Nggak pake suplemen “kasian ya”.

Embel-embel “kasian ya” ini bakal bikin panjang urusan soalnya. Karena kenapa harus dikasihani? Katanya memang insan beda-beda kok kasihan segala? Konsep "kasihan" nggak cocok sama value menormalkan disabilitas yang jadi tujuan saya.

Susah? Banget! Ini kan hal-hal yang nggak diajarin orangtua saya dulu. Kaprikornus ya saya harus dengan otak 100% alert ngajarin hal-hal kaya gini semoga nggak salah jelasin atau salah jawab. Nggak dapat jawab sambil disambi, harus dipikirin setiap katanya.

Apa nggak takut jadi kurang empati? NGGAK. Karena kasihan itu memang harus pilih-pilih kan, nggak alasannya yakni beliau disable terus otomatis harus dikasihani. Ya jika anggota badan lengkap tapi udah renta renta masih jualan alasannya yakni memang miskin gres dikasihani. Lha Achmad Zulkarnain ini beliau hepi-hepi aja hidupnya, kenapa harus kasihan kan.

Orang disable tak terlihat

Maksudnya yang anggota tubuhnya lengkap tapi ternyata misal tuli gitu. Nggak keliatan kan akhirnya bedanya di mana. Ini jelasinnya paling susah jadi saya jelasin terakhir banget.

Baru masuk ke sini sesudah beliau lancar kedua perbedaan sebelumnya. Iya, ini saya ulang-ulang lho. Nonton video AJ+ itu aja berkali-kali alasannya yakni Bebe berkali-kali minta. Mungkin beliau mikir terus ada yang lupa atau masih kepikiran. Ya saya kasih liat lagi, dengan klarifikasi yang sama.

Untuk orang disable tak terlihat ini pola paling gampangnya Ubii. Gimana menjelaskan Ubii pada Bebe?


“Kakak Ubii sudah besar, sebesar kakak A (temen sekolah). Tapi kakak Ubii belum dapat jalan alasannya yakni waktu kecil beliau sakit. Kaprikornus ya jalannya dibantu dingklik roda.”

Udah segitu dulu nih. Bebe cernanya lamaaaaa. Karena ya emang bingungin sih. Sampai pas ketemu Ubii irl beliau gres ngerti. Oh gini ya maksudnya sudah besar tapi belum dapat jalan.

Dia sering juga tanya berulang-ulang, saya yakinnya alasannya yakni beliau belum paham banget. Dia tanya macam “Kakak Ubii sudah 5 tahun ya? Belum dapat jalan ya? Tapi tidak apa-apa ya?”

Iyaaa. Bingungin buat Bebe alasannya yakni beliau sadar banget umur beliau dari 3 tahun, terus ke 4 tahun, dan beliau merasa sudah besar serta dapat melaksanakan segalanya. Kok kakak Ubii (sekarang udah 6 tahun) belum bisa?

Baru ngeh bangetnya gara-gara apa coba?

 Gara-gara saya liatin video Rumah Ramah Rubella yang paling baru! Ini bukan promo ya, kebetulan Gesi share terus saya nonton dan Bebe ada di sebelah saya. Pas Umar muncul, Bebe tanya “itu siapa?”. Saya jawab “Ibunya anak itu temennya Tante Gesi”.

Dia oohhh doang tapi beliau NYIMAK semua klarifikasi di video itu. Gimana rubella menyerang ibu hamil blablabla.


Tau dari mana beliau nyimak? Karena beliau ingat dan dapat ulang. Suka tiba-tiba nanya:

“Ibu, ada anak temen tante Gesi yang tidak dapat dengar ya?”

“Ibu, beliau tidak dapat dengar alasannya yakni waktu hamil ibunya merah-merah ya?”

YASSS!

Dan jika lagi gini saya biasanya tes sih. “Iya beliau yang tidak dapat dengar itu, tapi beliau tetap apa hayo?”


Udah lancar banget: “Manusia, insan beda dan tidak apa-apa”

Lancar banget sesudah 2 tahun lebih. Sesusah itu ngajarinnya ya. Fyuh. Susah kan punya anak itu? Siapa bilang simpel sih. Ya simpel jika mau dibiarin aja berguru hal ginian sendiri sih. Saya sih nggak mau ya. Orangtua bertanggung jawab atas persepsi anak pada dunia. Dan kita yang pertama kali mempersepsikan dunia pada mereka.

Yuk ajari anak soal disabilitas yuk! Pelan-pelan dan yang terpenting adalah, KASIH LIHAT. Beritahu mereka bahwa tidak semua orang sama. Dengan mengajari mereka, kita juga bantu ibu-ibu dengan anak disable. Mereka jadi nggak perlu menjelaskan anaknya kenapa kan. Anak kita, ya kita yang jelaskan dong.

Nah, mumpung ada Asian Para Games nih sebulan lagi. Momen banget ngajarin anak soal disabilitas. Semoga kebagian tiketnya ya! Pengen nonton banget dan ajak Bebe semoga keliatan realnya gimana sih. Can't wait!

-ast-

Detail ►

Hal-Hal Yang Berubah Sesudah Pilkada Dki


Halo! Lama nggak nulis #SassyThursday dan sekalinya nulis topiknya pribadi yaaa gitulah. Jarang-jarang gue nulis politik di blog kan, tapi kali ini pengen aja nulis. Mungkin sanggup kasih pandangan lain, mungkin juga nggak. :)

Baca punya Nahla:

Oke jadi pasca urusan pilkada dan demo-demo itu, yang berubah bukan cuma gubernur Jakarta tapi juga BANYAK hal lainnya. Betapa efeknya besar banget dan membukakan mata

Apalagi pasca gubernur gres tiba-tiba bahas pribumi, sengaja atau tidak sengaja cuma makin menguatkan bahwa di posisi ini loh kita. Sementara banyak yang memperjuangkan kesetaraaan manusia, ini malah ras aja diungkit-ungkit terus. :(

Sedih sih tapi ya, duka aja dibilang kafir kali deh gue, terserahlah. Ini ia hal-hal yang gue rasakan sendiri berubah sesudah demo dan pilkada:

Orang jadi berani menawarkan diri bahwa ia paling "beragama"

Tidak apa-apa share soal agama di media sosial, yang jadi duduk kasus ialah dikala orang MEMAKSAKAN agama dan kepercayaan pada orang lain. Paksaan itu apapun bentuknya, ialah kondisi yang tidak nyaman.

Sementara yang terjadi ialah bikin status terus, komen sana-sini, copas terus di group WhatsApp mengajak ini itu alasannya ialah merasa benar. Tandanya kalian memaksa orang lain untuk ikut ambil bagian. Kalau tidak ambil bab maka orang itu kafir dan tidak membela agama. Wow, speechless.

Bertanya apa agama orang lain aja dianggap nggak sopan loh, ini mempertanyakan kepercayaan orang yang seagama. Sangat-sangat tidak sopan. Saking sebelnya, JG hingga nggak mau ngaku cuma supaya orang-orang ini kesel doang dan merasa "menang".

Kaprikornus (oke ini sebenernya agak cringey diceritain tapi biarlah supaya contoh) JG dari kecil rajin solat, dari SD rajin ke pengajian-pengajian (maklum anak Gerlong). Tapi ada orang-orang annoying yang menganggap JG "keliatannya" nggak beragama dan suka iseng aja gitu nanya "tadi jumatan nggak?"

YA NURUT NGANA? Ya udah sama JG dijawab "nggak ah, udah pernah" -_______- Karena itu pertanyaan annoying dan kejauhan gitu loh. Kemudian mereka negur lalala harusnya gini harusnya gitu. Orang-orang judgmental dan merasa paling ngerti agama gini loh yang nyebelin dan bikin nggak nyaman.

:(

Sebaliknya orang-orang jadi berani nunjukkin bila ia nggak beragama

Banyak temen-temen gue yang sebelumnya Islam tapi kemudian jadi "nggak ah, I'm done with religion". BANYAK. Karena mereka nggak kenal-kenal amat sama agama terus tiba-tiba dihadapkan pada Islam yang "begitu". Yang memaksa, yang rasis, yang sama sekali tidak damai. Ilfeel, aib sendiri kemudian bye beneran deh jadinya.

Kaprikornus bila kalian menganggap segala demo dan urusan Pilkada ini mengangkat nama Islam, ya mungkin di satu sisi benar. Tapi kalian juga harus tau bila ada sisi lain yang menganggap sebaliknya. Ya sisi yang kalian bilang kafir sih. 

Dan orang-orang ini jadi tidak mengajarkan agama pada anak-anaknya, atau justru mengajarkan semua agama. Supaya anaknya sanggup milih sendiri dan jadi nggak kaya mereka, harus berpuluh tahun hidup dengan agama turunan orangtua kemudian ilfeel sendiri gara-gara apa? Gara-gara Pilkada. Hiks. Sedih.

(Baca: Balita Ditanya Agamanya Apa: Agama dan Manusia)

Teman-teman minoritas jadi nggak nyaman


Kata Jessicha temen kantor gue "setelah urusan pribumi ini gue makin ngerasa gue Cina sih".

T______T

Ini jahat sih. Orang-orang ini juga dari zaman kakek neneknya udah di sini kali, sama kaya kalian, kenapa dibeda-bedakan sih? Bikin nggak nyaman banget.

Iri alasannya ialah mereka kaya? Karena mereka berkuasa? Ya kalian ke mana aja hingga nggak sanggup kaya dan berkuasa?

Lagian stereotyping banget sih bilang "Cina = kaya". Karena bila ia kaya dan ia keturunan Chinese maka kita bilang “ah pantes kaya, Cina sih”. Tapi bila orang Jawa kaya keluarga Sutowo kaya raya kita nggak bilang apa-apa, nggak bilang "ah pantes kaya, Jawa sih". Padahal mereka KAYA RAYA BANGET LOH. Berkuasa dan kuat juga.

Dan orang itu sanggup jadi kaya alasannya ialah kerja bukan alasannya ialah rasnya apa! Pun demikian dengan Ahok sanggup jadi pemimpin yang disukai banyak orang alasannya ialah ia KERJA.

*fyuh asing nulisnya capek banget gue*


Banyak yang jadi pengen pindah negara

Pindah ke Eropa gitu yang lebih tenang atau pindah ke mana pun yang orang rasisnya nggak sebanyak di sini dan di Amerika. T_______T Banyak yang jadi nyeletuk "duh rasanya pengen pindah negara aja" saking hopeless-nya sama negara ini.

Gue sama JG pengen banget sih dan hidup dari nol sebagai minoritas dan bukan pribumi. Terutama pengen Bebe sekolah di luar dari kecil aja supaya nggak sekolah di sini. Ingin membesarkan Bebe di lingkungan yang lebih kondusif.

Pengen pindah tapi keinginan yang terbatas keinginan KARENA NGGAK USAHA APA-APA. Nggak perjuangan dan sebenernya takut nggak sanggup survive alasannya ialah niscaya berat banget. Dasar pribumi! Kurang usaha!

Dan ya, yang paling kerasa dari hidup gue sendiri justru ini:

Batal sekolahkan Bebe di sekolah Islam

Sejak Bebe lahir, kami sudah punya incaran sekolah. Kebetulan sekolahnya sekolah Islam, SDIT lah. Sekolahnya bagus, inklusi, kami cocok sekali dengan metode belajarnya. Maka dana pendidikan pun dihitung menurut sekolah ini.

(Baca: Tahap Menyiapkan Dana Pendidikan Anak)

Sampai tahun kemudian pas urusan Pilkada ini lagi panas-panasnya, kami pribadi diskusi dan tetapkan nggak jadi menyekolahkan Bebe ke sekolah Islam. Mulailah lagi pencarian SD Bebe. Kali ini goalsnya jelas, nggak homogen.

Karena sekolah Islam sudah niscaya semua muridnya Islam. Pilkada ini menyadarkan kami bahwa selain agama, penting sekali mengajarkan Bebe bila ia ialah bab dari dunia yang heterogen. Karena tidak semua orang sama dengan kita, dan tidak sama bukan berarti salah.

Malah pas lagi pusing-pusingnya cari sekolah, sempet kepikiran apa sekolahin di sekolah Kristen aja gitu ya supaya ia ngerasain jadi minoritas? Itu sebelum tau bahwa banyak juga ya SD yang nggak tanya agama anak apa. Ada dan itu cukup bikin lega sih.

Karena gue pernah tuh interview orang, ia SD di sekolah Islam populer di Jakarta tapi cuma hingga kelas 3, kelas 4 ia pindah dan hingga kuliah selalu di sekolah Katolik. Dia dipindahkan alasannya ialah ibunya melihat kecenderungan ia jadi judge agama lain sebagai agama yang salah. Ibunya nggak mau dan alhasil sekolahlah ia sebagai murid minoritas hingga ia kuliah. Sampai kini ia muslim, begitu pun dengan ibunya.

Mengingatkan diri untuk selalu mengajari anak wacana perbedaan

Ya, ngajarin Bebe mendapatkan perbedaan dan menghargai pilihan hidup orang lain itu jadi peer paling berat sih.

Gue paling jelasin wacana ukuran manusia, warna kulit, disabilitas, dan tidak ngasih gender pada warna atau mainan. Kaprikornus ya gue selalu bilang sama ia hal-hal yang ia tau aja misal "iya ada anak yang badannya kecil, ada yang badannya besar, tidak apa-apa. Kecil tidak apa-apa, besar juga tidak apa-apa".

Atau dikala ia mau beli buku mewarnai Princess ya gue beliin aja. Toh hingga kini juga warna favorit JG pink. Menyetarakan hal-hal dari yang paling sederhana dengan impian ia sanggup mendapatkan bahwa semua orang tidak sama.

Dan ya, pada dasarnya gue nggak mau ia jadi rasis dan judgmental. Bahwa sesuatu yang kita yakini benar, dihentikan hingga menyakiti orang lain.

*

Oke gitu aja sih. Kalian gimana? Ada imbas apa Pilkada sama kehidupan? Nggak ada banget nih yakin? :)

-ast-

Detail ►

Sex Education Untuk Balita

Kemarin saya buka question box di IG dan banyak yang request topik sex education untuk balita. Surprise alasannya yakni mikir “oh iya ya emang nggak pernah nulis soal ini di blog”.



Padahal banyak banget sih yang dapat diceritain. Terakhir saya bahas soal edukasi seks untuk balita itu gres sekadar mengajarkan perbedaan pria dan perempuan. Dan itu udah tahun 2016 lho, Bebe umurnya masih 2 tahun!

Postingannya dapat dibaca di sini: Mengajarkan Gender pada Balita

Sekarang, 2 tahun kemudian, pembicaraan soal seks kami udah makin advance sih kecuali satu yang Bebe belum tanya dan saya masih deg-degan jawabnya: Gimana caranya sperma ketemu sel telur?

Belum nyampe otak Bebe ke situ dan tiap di buku ada kalimat itu saya skip dulu. Kaprikornus hingga kini beliau masih mikir jikalau bayi itu puff! muncul begitu saja di perut. Saya BELUM ceritakan soal caranya alasannya yakni anak seumuran Bebe masih dongeng segala hal ke temen-temennya di sekolah tanpa filter kan.

BENER-BENER KARENA INI.

Triggernya alasannya yakni sempet ketemu dan ngobrol santai sama psikolog di sebuah event. Dia dongeng ada ibu-ibu di sekolah anaknya (udah kelas 6 SD) yang komplain alasannya yakni anaknya diceritain soal proses pembuahan sama temennya di sekolah. Anak itu ceritain gimana caranya sperma ketemu sel telur dan dapat jadi bayi, which niscaya dong ada kata-kata penis masuk ke vagina.

Si ibu merasa dongeng itu too much buat anaknya, doi panik, dan KOMPLAIN KE SEKOLAH. Terus yang salah alhasil ibu yang jelasin soal proses pembuahan ke anaknya. Iya jadi beliau yang salah, padahal anaknya udah kelas 6 SD juga. Emang masuk akal nggak sih jikalau kelas 6 SD udah mempertanyakan gimana dapat sel telur ketemu sama sperma. Lha si Bebe aja gres 4 tahun udah ingin tau banget soal bayi dalam perut. -______-

Saya sadar saya bener-bener sangat berpotensi jadi ibu si anak yang menceritakan proses pembuahan itu. Akhirnya saya rem dan hindari dulu bab itu mungkin hingga Bebe SD. Atau mungkin hingga beliau dapat “jaga rahasia”. Sampai beliau dapat dibilangin “tapi jangan dongeng ke temenmu ya, agar mereka diceritain ayah ibunya juga”. Sekarang terperinci belum bisa. Sekarang mah apa juga beliau ceritain ke temen sekolah kok.

Sekarang saya mau menjelaskan cara edukasi seks untuk Bebe di umur 4,5 tahun. Saya tahu cara ini mungkin terlalu ekstrem untuk sebagian dari kalian. Tapi saya nggak mau ambil risiko sih. Semakin gede, rencananya sih akan blak-blakan aja soal semuanya. Apapun yang beliau mau tanya, beliau boleh tanya dan saya akan jawab. Memang ini sungguh sebuah tekad.

Mungkin jikalau udah remaja beliau dapat jadi risih, mungkin malu, tapi harus kami duluan yang ngasih tahu beliau sebelum beliau tahu sendiri, tahu dari orang lain atau bahkan coba sendiri. Harus kami yang ngasih tahu beliau soal proses seks, risiko, nilai yang dianut, dan segalanya. Nggak dapat guru, nggak dapat orang lain.

Sudah siap belum ibu-ibuuuu?

(Dulu pernah juga nulis sekilas: Pendidikan Seks untuk Anak)

Rasa aib level 2

Kalau secara teori kan usia balita itu cuma memperkenalkan nama kelamin dengan nama bergotong-royong (penis dan vagina!) dan mengajarkan rasa aib aja. Itu tentu sudah.

Di level 1, rasa aib hanya diajarkan sekadar dihentikan telanjang di luar kamar dan kamar mandi. Ini dapat diajarin dari sebelum 2 tahun banget sih.

Kalau kini di level 2 (HALAH NGARANG LHO INI LEVELNYA) beliau udah otomatis aib sendiri. Bahkan saat sepupu-sepupunya hambar aja buka baju sebelum mandi di luar kamar mandi, Bebe tetep teguh pendirian. Dia cuma buka baju di kamar mandi, pakai handuk keluar kamar, dan hanya mau pakai baju di kamar.

Rasa aib ini emang harus dibiasain dari kecil banget sih. Mengasah wacana privasi dan private parts juga jadi lebih gampang.

Tentang private parts

Speaking of privacy and private parts … ini yang paling bikin deg-degan sih alasannya yakni banyak info pedofil. T_______T Saya brainwash banget jikalau yang boleh pegang penis dan pantat Bebe cuma ibu, appa, miss di sekolah, dan nini (kalau di Bandung mandi seringnya sama nini soalnya).

Ini diulang-ulang banget setiap kali inget. Saya juga tanamkan jikalau private parts itu bukan cuma penis dan pantat. Kalau tidak suka pipinya dicolek orang nggak dikenal juga beliau boleh marah.

Iyalah boleh marah. Aneh deh kenapa nyolek pipi anak kecil orang lain itu dianggap masuk akal ya?

Lha kita emang suka tiba-tiba pipinya dicolek strangers? Kan nggak! Kalau kita nggak suka ya jangan lakuin itu juga ke anak kecil alasannya yakni ya LO SIAPA JUGA COLEK-COLEK. IH.

Mandi bareng

Saya mandi bareng banget sama Bebe dari beliau bayi alasannya yakni seru aja. Selain itu efektif juga jikalau emang di rumah cuma berdua sama Bebe. Tapi masuk 3 tahun, saya stop mandi bareng.

Selama 3 tahun itu kami mencar ilmu banyak hal banget wacana anatomi tubuh. Tentang wanita tidak punya penis dan punyanya vagina. Laki-laki tidak punya payudara dan wanita punya.

Awalnya berhenti mandi bareng agar Bebe nggak liat nenen sih. Kasian kan abis weaning, masih harus liat nenen hahahaha. Lama-lama sekalian aja saya bilang alasannya yakni sudah besar jadi tidak mandi bareng ibu lagi. Kebetulan momennya pas dengan “kedewasaan” Bebe: weaning, masuk sekolah, berhenti screen time di weekdays, stop mandi bareng.

(Baca proses weaning Bebe: Menyapih Diri Sendiri)

Tapi sama JG sih masih banget hingga kini beliau mandi bareng. Lama-lama kebentuk sendiri juga soal ini. Di mall udah jarang mau ikut ibu ke toilet wanita jikalau nggak terpaksa. Dia protes “aku laki-laki, saya nggak mau ke kawasan perempuan”. Fine! *loh kok ngegas*

Jelaskan semuanya dengan JELAS dan BENAR

Dimulai dari awal banget yaitu penis dan vagina diakhiri dengan ... JANGAN NGELES!

Sama saya sih Bebe bahas apapun alasannya yakni saya nggak pernah awkward. JG tuh masih suka awkward hahahaha. Kalau beliau nanya ke JG dan JG jawabnya bingung, ya saya yang jawab aja sih. Bukannya TIDAK dijawab.

Intinya kami nggak mau bikin pembahasan soal kelamin yakni sesuatu yang tabu. Jelasin bayi lahir alasannya yakni baca buku soal bayi. Ya tunjukkin aja.

“Ini vagina saya kan ya (tunjuk vagina di luar celana). Rahimku di sini (tunjuk posisi rahim), kepala kau ada di bawah sini ya udah terus kau keluar deh dari vaginanya.”

Sesuai ekspektasi beliau nanya “tapi kepala bayi kan besar, vagina kan kecil?”

Saya kasih lihat aja video gentle birth atau water birth sambil dijelasin jikalau rahim dan vagina itu lentur dan kepala bayi belum keras kaya kepala kamu, bisa-bisa aja keluar dari vagina. Jelasin juga ada yang anaknya lahir lewat operasi juga, nggak semua anak keluar dari vagina.

Kenapa videonya harus water birth atau gentle birth, alasannya yakni ibu-ibu yang gentle birth kan kalem-kalem amat ya. Nggak jerit-jerit, jadi nggak mengerikan sama sekali.

Manusia itu mamalia

Ini proses menormalkan proses kelahiran sih. Child birth sering dianggap mengerikan alasannya yakni melibatkan darah kan. Bebe kebetulan udah tau mamalia dan jenis-jenis hewan, saya tinggal bilang aja insan itu mamalia. Manusia melahirkan dan menyusui menyerupai mamalia lainnya.

Kemudian weekend itu kami binge watching semua mamalia melahirkan. Sebut aja binatang apa, kami udah lihat hampir semua binatang mamalia melahirkan. Demi menormalkan proses kelahiran!

Sampai kini Bebe menganggap melahirkan itu hal normal aja. Nggak tabu, nggak malu-malu, nggak aneh. Tetep pake tambahan yang dapat melahirkan itu orang besar ya!

Beri batasan

Batasan ini gres saya kenalkan sehabis pembicaraan dengan psikolog itu. Langsung “dheg” gimana jikalau di sekolah Bebe dongeng soal bayi keluar dari vagina ke temennya dan ibu temennya freak out. HUAAA PANIK.

Sekarang Bebe diwanti-wanti hanya boleh bicara soal penis dan vagina di rumah dan di sekolah. Jangan teriak di mall gitu. Alasannya adalah, ngeliatin penis kan aib maka diteriakin juga malu. Ngeliatin penis ke ibu kan nggak malu, diomongin ke ibu juga nggak malu.

FYUH.

Kalau kalian yang justru panik atau risih liat vagina orang lain sih gimana yaaaa. Bingung juga. Balik lagi saya nggak liat itu secara seksual sih, murni edukasi aja. Saya sama sekali nggak terganggu liat ibu-ibu telanjang, topless, water birth dengan vagina divideoin.

Sama menyerupai saya nggak terganggu liat lumba-lumba atau panda melahirkan. Terserah lah jikalau abis ini malah salah fokus dan bilang: insan kok disamakan dengan binatang. TERSERAH. Bodo amat.

Saya sendiri ya nggak bakalan lah bikin video water birth fokus ke vagina kemudian di-upload gitu. Tapi saya nggak pernah memaksakan standar saya untuk orang lain. Malu dan tabu kan berdasarkan kita. Kalau berdasarkan orang lain nggak malu, nggak apa-apa banget. Malah banyak yang menganggap video semacam itu empowering woman. Woman can do anything!

Kalau kalian ngerasa ini terlalu ekstrem dan tetep nggak mau liatin proses lahiran alasannya yakni menawarkan kelamin orang lain, kayanya kalian harus tanya pemuka agama deh sebaiknya gimana jelasinnya. Kalau saya sih nggak mau pake kata-kata “nanti jikalau udah gede juga kau tau” alasannya yakni wow terlalu berisiko.

Prinsipnya jikalau beliau udah nggak penasaran, beliau nggak akan cari tahu sendiri diam-diam. Kalau soal seks yang dianggap tabu dari yang tertabu aja udah terbuka, semoga hal lain juga beliau mau selalu cerita.

Dan kami, orangtuanya harus jadi orang pertama yang beliau tanya untuk apapun. APAPUN. Bahwa ia akan selalu diterima di rumah, apapun kondisinya. Bahwa ia akan selalu anak kami, apapun alasannya. *mulai mellow* T_______T

Gitu sih. Kalian gimana ngajarin soal seks ke anak?

-ast-

Detail ►