Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri anak-yang-bisa-mengambil-keputusan. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri anak-yang-bisa-mengambil-keputusan. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Anak Yang Dapat Mengambil Keputusan


Salah satu materi diskusi saya dan gurunya Bebe di sekolah dikala pembagian rapor 3 bulanan kemarin ialah soal bagaimana para miss harus memutar otak untuk membujuk Bebe melaksanakan sesuatu.

Iya, kasarnya, Bebe nggak dapat disuruh-suruh. Nggak dapat tuh pake kalimat semacam:

“Xylo, tidur siang yuk”

“Xylo, makan ya”

Bebe akan tersinggung dan hampir PASTI menolak meskipun beliau ngantuk atau lapar. Dari situ saya jawab, untuk ngasih background aja sih sama missnya.

Saya mengira (menduga lho, sebab nggak ada bukti), Bebe menyerupai itu sebab semenjak bayi ia selalu diberi pilihan. Kami tidak pernah mengambilkan keputusan untuk Bebe.

Kalau pun keputusannya diambilkan kami berdua, kami mengubah konteks biar seolah beliau yang pilih. Contoh, beliau tidur jam 10 malem terus. Kalau kami bilang eksklusif “mulai kini kau tidur jam 9 ya!” Dia PASTI akan tersinggung.

Makara kami mengubah pertanyaannya menjadi:

“Kamu tidurnya mau jam 8 atau jam 9?”

YA OTOMATIS DIA PILIH JAM 9 KAN. HAHAHAHA. Dia menentukan balasan yang kita inginkan.

via GIPHY

Kecuali yang memang berbentuk peraturan. Itu pun tetap diberikan pilihan. Misalnya hukum gres soal gadget on weekend yang saya pernah singgung di postingan ini: Bebe Mogok Les Renang.

Saya beri pilihan “Kamu boleh tidak les renang, tapi kau dihentikan nonton lagi di hari Minggu. Kalau kau mau tetap nonton di hari Minggu, kau harus les renang”

Makara pilihan yang harus dipilih Bebe:

a. Les renang jadi Minggu boleh nonton
b. Tidak les renang tidak apa-apa, tapi hari Minggu dihentikan nonton.

SULIT YA HAHAHAHA. Nangis-nangis dia. Tapi risikonya beliau pilih opsi A. Kalau nggak mau pilih? NGGAK BOLEH. Pilihannya cuma itu. Pilih sendiri yang berdasarkan kau baik. Saya hanya jelaskan pros & consnya.

Seperti juga soal kuliner sehat dan tidak sehat. Saya tidak pernah larang, tapi beliau tahu semua konsekuensi menyerupai sakit gigi atau sakit perut jadi beliau sering menolak jikalau ditawari makanan/minuman kemasan.

(Tips biar anak dapat jadi pengambil keputusan yang baik pernah saya tulis di sini: Anak dan Pengambilan Keputusan.)

Seumur hidupnya beliau begitu. Sekadar pilih kuliner apa, atau kaos kaki beda kanan kiri, nyeker atau pake sepatu, dan segudang konflik hidup balita lainnya. Maka ketika beliau eksklusif disuruh, beliau tersinggung dan mikir kurang lebih:

“PERMISI, ANDA SIAPA SURUH-SURUH HIDUP SAYA?”

HAHAHA.

Untungnya sekolah montessori ya, belum dewasa menyerupai Bebe ini diakomodir. Menurut Montessori, anak kecil ialah orang remaja yang masih mencar ilmu dan “terperangkap” di badan anak kecil. Makanya ia ya harus diberi kepercayaan menyerupai orang dewasa, menyerupai memakai alat makan beling, diperbolehkan menuang air dari teko sendiri, atau menggunting memakai gunting logam. Hal-hal yang dianggap “bahaya”, boleh dilakukan asal dengan pengawasan.

Missnya kemudian bilang (dan bikin saya terharu huhu bikin nggak merasa gagal-gagal amat sebagai orangtua):

“Ibu dan bapak sudah benar, menimbulkan anak sebagai subjek, BUKAN objek. Anak subjek, beliau punya pilihan dan keputusannya harus dihargai”

NGEMBENG DI TEMPAT SIH.

Makara ya setiap hari, missnya juga memelintir kata biar seolah Bebe mengambil keputusan sendiri. Untuk tidur siang, diberi pilihan dengan “kalau kau nggak tidur sekarang, ketemu appa dan ibu semakin lama. Mau ketemu usang atau ketemu cepet-cepet?” Ya cepet dong, makanya tidur. <3 br="">

Kenapa anak harus diberi pilihan?

 Karena jadi orang yang nggak dapat ambil keputusan itu RIBET. Meski banyak yang bilang pengambilan keputusan itu dapat diwariskan secara genetis, berdasarkan saya decision making itu nurture lho!

Berhubungan bersahabat dengan apakah seumur hidupnya, dengan banyak sekali pengalaman yang dihadapi, apakah anak dihargai di lingkungannya? Terutama ya oleh orangtuamya.

Apa minusnya anak yang dapat ambil keputusan sendiri?

Keras kepala hahahaha. Ya sebab beliau selalu diberi pilihan, beliau benci dipilihkan. Bisa meltdown banget jikalau dipilihkan sebab beliau tersinggung dan merasa tidak dihargai.

Apa plusnya anak yang dapat ambil keputusan sendiri?

Ia sangat mandiri. Lebih berdikari dari anak seusianya. Ia tahu apa yang ia mau dan tidak bergantung pada orangtuanya untuk tetapkan sesuatu.

Anak juga akan lebih percaya diri dan tidak gampang terbawa orang lain sebab ia percaya pada keputusannya sendiri.

Selain itu, ia akan merasa dihargai dan lebih dapat diajak diskusi. Ia mau berdiskusi bukan sebab takut, tapi sebab ia tahu pilihannya akan dihargai menyerupai orang dewasa.

KEYWORD: SEPERTI ORANG DEWASA.

Ya, saya selalu menganggap perasaan Bebe menyerupai perasaan orang dewasa. Orang remaja aja jikalau bangkit tidur pengen kedip-kedip dulu kan nggak mau eksklusif mandi, ya anak kecil juga sama.

Orang remaja aja kadang pengen makan banyak kadang males makan, ya anak kecil juga sama.

Orang remaja sebel banget jikalau dipaksa melaksanakan sesuatu, ya anak kecil juga sama.

Hanya sebab ia anak kecil, bukan berarti beliau tidak punya perasaan. Hanya sebab ia anak saya, bukan berarti pilihan dan perasaannya milik saya. Saya dan JG hanya membantu dan mengeksplorasi biar ia dapat menentukan pilihan yang terbaik.

Again, dapat begini sebab ya Bebe di daycare. Kalau di rumah sama saya 24 jam sih duh nggak bakal waras. Makara ibu rumah tangga itu bakat-bakatan, jikalau kaya saya nggak talenta sama sekali gini sih nyerah aja. Huhu.

Saya juga suka murung jikalau liat anak yang lagi main aja diatur. Kaya kemarin di CFD, Bebe main bola sendirian kemudian ada anak kecil cewek pengen ikutan main. Tapi ibunya ngatur banget, si anak gres pegang bola, ibunya teriak "throw! throw!" terus anaknya nurut. Berikutnya anak megang bola lagi ibunya teriak "kick! kick!" terus anaknya nurut. Berikutnya anaknya NUNGGU disuruh dulu dong gres beliau mau lempar atau tendang. Kan kasian ya. Biar aja sih terserah anaknya itu bola mau diapain.

Atau lagi main Lego bareng di kawasan mainan. Banyak orangtua yang ikut campur dan kritik hasil Lego buatan anaknya "ini kok merah sih dek, atasnya bagusan biru" atau "masa kendaraan beroda empat rodanya tiga, tambah lagi dong". Ya ampun main aja anak susah bebas. Main lhooo. Bebas aja sih.

Semoga di masa depan Bebe dapat jadi pengambil keputusan yang baik dan selalu percaya diri ya!

-ast-

BONUS GIF PETER KAVINSKY BECAUSE WHY NOT!


via GIPHY

Detail ►

Susahnya Jadi Ibu ... (2)

*Ini draft lama, dari 24 Mei 2017 yang belum dipublish. Entah dulu kenapa marah-marah gini, niscaya ada triggernya. Kemudian alasannya isinya marah-marah jadi diendapkan ... dan kemudian lupa hahaha. Publish ajalah ya sayang juga diem di draft doang ;)*



Iya sih emang nggak ada yang bilang jadi ibu itu gampang. Tapi niscaya gres tau SEGITU susahnya jadi ibu sesudah anaknya lahir ya? Iyalaahhh.

Pas nikah niscaya banyaaakk banget yang tujuannya punya anak. Padahal nggak tau juga punya anak itu kaya apa. Mungkin itu yang namanya maternal instinct.

Iya ada kan orang-orang yang memang nggak pengen punya anak. Nggak pernah punya perasaan ingin punya anak dan itu TIDAK APA-APA. Karena jadi ibu itu susah, jangan memaksakan diri jadi ibu hanya alasannya orang-orang bilang eh kok kau nggak punya anak? Atau hanya alasannya orang bilang kini saatnya punya anak.

No, nikah aja persiapannya panjang kok, jadi masuk akal jika tetapkan punya anak sesudah berpikir panjang.

Dan ini bukan dilema rezeki ya jadi tolong tidak dijawab dengan anak lahir dengan rezekinya sendiri. Bukan itu, beda konteks. Namanya orang usaha, rezeki niscaya mengikuti lah. Tapi punya anak kan nggak sepenuhnya dilema khawatir akan rezeki.

Anak lahir sebagai tanggung jawab kita. Bagaimana kita akan didik dia? Bagaimana akan mengajari beliau sopan santun? Bagaimana mengajari beliau menghormati perempuan? Bagaimana mengajari beliau toleransi biar tidak jadi bigot?

Makara ya, punya anak BUTUH persiapan ilmu akan hal-hal itu. Makara ibu itu butuh persiapan mental meskipun nggak bisa gladi resik dulu! Nggak bisa tes skenario dulu. nggak bisa reading dulu. Punya anak itu pribadi performance, pribadi syuting dalam one take. Nggak bisa retake, yang ada hanya penyesalan. *sigh*

Di situ beratnya.

Apalagi untuk ibu-ibu tengah kaya aku gini ya. Tengah dalam artian, nggak kaya banget, nggak miskin banget. Nggak idealis banget hingga segala organik tapi nggak serampangan juga hingga MPASI umur 3 hari. Realistis tapi masih pengen ideal gitu lah.

Ada di tengah-tengah dan itu emang kampret sih. Dan bikin kepikiran.

Karena tentu ingin jadi ibu terbaik bagi anak kan, tapi mau ideal banget juga kok ... capek yaaa. Gagal konsisten jadinya, kemudian muncul ajaran "ah ya udalah gini juga nggak apa-apa kok". Beberapa ahad kemudian murung sendiri "gue jadi ibu kok nggak konsisten banget ya"

T_________T

Dan tekanan tiba dari diri sendiri alasannya diri sendiri yang perfeksionis ini susah sekali tidak membandingkan dengan ibu lain. Ibu lain kok gitu, kok gue nggak bisa banget ya begitu. Si X andal deh anaknya nggak kenal gadget hingga kini umur 5 tahun. Si Y andal banget deh anaknya lima homeschooling semua, gue kok nggak bakal mampu ya kayanya.

Kemudian nyerah di awal dan berbuah penyesalan-penyesalan kecil. Penyesalan ini bisa dihapus dengan "ya udalah" tapi masih kepikiran dikit HAHAHAHAHA.

Pertanyaan ini niscaya pernah mampir di kepala: apa kita ibu yang baik?

Kata orang, seorang ibu niscaya ibu terbaik buat anaknya. Tapi kok kayanya belum tentu ya. Soalnya banyak juga ibu yang jahat sama anaknya. Tapi kan kita nggak jahat. Tapi anak kok lebih mau makan sama mbak dibanding sama kita?

HHHHH.

Mau detoks gadget tapi kita sendiri nggak bisa detoks gadget. Mau lebih sering main di luar tapi kok ya kita sendirinya juga capek harus ngejar-ngejar beliau outdoor. Ingin homeschooling, baca buku sebelum tidur aja ngantuk banget rasanya.

Makara realistis rasanya lebih susah sesudah jadi ibu. Karena segala jungkir-balik yang kita lalui tiap hari itu bukan lagi alasannya kita ingin lulus SPMB atau sidang skripsi, segala tujuan alhasil bukan diri kita, tapi akan jadi apa anak kita.

Kemudian merasa gagal. Kemudian mulai tiba penyesalan.

Padahal, sadarilah. Keputusan untuk anak sebaiknya diambil sesudah ajaran yang matang. Makara jika dulu ngasih gadget, ya mungkin alasannya ada kebutuhan itu. Lihat alasan di baliknya, apa dulu bisa jika tanpa gadget?

Nggak bisa kan? Kalau dulu nggak bisa tanpa gadget, maka kini anak ketergantungan gadget yaitu risiko yang kita hadapi atas waktu-waktu yang didapat dari masa lalu.

Makara bisa mikir "ah tapi jika dulu nggak ngasih gadget juga ga mungkin makan, masa laper terus, nanti stres. Kalau stres nanti malah nggak waras ngadepin anak" Makara tidak perlu menyesal, alasannya dulu gadget itu membantu.

Saya sih jarang menyesal sama segala sesuatu alasannya jarang mengambil keputusan impulsif. Makara dipikirkan dulu. Waktu pertama kali ngasih gadget ke anak ya pertimbangannya alasannya ... alasannya kenapa nggak? Hahaha.

Belum lagi jika marahin anak bukan alasannya salah beliau tapi alasannya kita yang capek. Duh anak nggak salah apa-apa jadi kena bentak. Padahal sendirinya paling bisa bilang ke anak "tidak perlu sambil murka dong mintanya!"

Huhu.

Karena ini aku nggak berani untuk punya anak lagi. Tanggung jawab yang terlalu besar. What if I screw them up? What if I screw OUR LIFE up?

Komentar paling nggak sopan dan jahat dari segala urusan nambah anak: "nanti jika ada apa-apa (read: anaknya meninggal) nyesel loh" LIKE HELLO PEOPLE. JADI PUNYA DUA ANAK ITU BACK UP IN CASE YANG SATU MENINGGAL?

No. Makara ibu yaitu pengalaman batin, biarkan aku menikmatinya. Biarkan kalian menikmatinya. Jangan pernah bertanya kapan akan punya anak, jangan pernah bertanya kapan punya anak kedua, ketiga dan seterusnya. Kalau ada yang tetep nanya maka musuhin lol.

Selamat hari Jumat!

Btw ini part 1-nya: Susahnya Makara Ibu ...

-ast-

PS: Karena ini goresan pena lama, jadi banyak soal gadget sebagai pelarian. Sekarang Bebe udah nggak ketergantungan gadget lagi. Minggu depan aku dongeng proses detoksnya ya!

Detail ►

Rutinitas Dan Peraturan Untuk Balita

Setelah nulis blogpost soal Anak yang Bisa Mengambil Keputusan, saya dapet email dari seorang ibu yang juga selalu memberi pilihan pada anaknya. Tapi anak wanita yang umurnya gres 3 tahun ini jadi keras kepala banget.


Emailnya panjang sekali alasannya bercerita runtut, saya tulis poin-poinnya aja ya:

1. Ibu ini udah bertekad akan mengajarkan wacana memberi pilihan dan menghargai pilihan pada anak semenjak hamil. (seniat itu kan sama kaya saya lol)
2. Anaknya jadi keras kepala dan tidak mau memilih. Ngeyel ingin pilihan lain. Kaprikornus kadang seharian nggak mandi dan nggak makan. Padahal udah dijelasin berulang-ulang mandi untuk apa, makan untuk apa.
3. Ibu ini pun jadi ngerasa senjata makan tuan. Iya sih anaknya jd tahu apa yg beliau mau tapi kemudian beliau ingin mempengaruhi lingkungan untuk menuruti pilihannya itu, sesalah apapun.

Kira-kira apa yang miss kok anaknya jadi nggak dapat diatur banget?

Saya tidak bertanya sih, tapi bila hingga tidak mandi dan makan seharian saya menerka alasannya peraturan yang kurang tegas dan rutinitas yang kurang konsisten. Iya, punya balita itu emang harus tegas dan konsisten lho!


Note: saya bukan expert dan nggak pernah ngaku expert juga sih lol, saya bicara dari pengalaman saya dan hasil konsultasi sama psikolog aja ya. Dicoba aja dulu siapa tau works di anak kalian.

Intinya balita itu belum ngerti konsep waktu. Betul mereka tahu pagi, siang, malam, tapi kan belum ngerti soal jam. Kaprikornus rutinitas dan aktivitas harian itu penting banget.

Fungsinya dua, supaya aktivitas dan moodnya juga terjaga. Kaprikornus anak tetap diberi pilihan DENGAN koridor peraturan dan rutinitas.

Contoh memberi pilihan dengan peraturan (Bebe hanya boleh nonton di weekend):

1. Boleh nonton YouTube bila sudah mandi dan makan. Kalimat pilihannya: “Kalau mau nonton ya mandi dan makan dulu, bila tidak mau mandi dan makan ya tidak apa-apa juga tapi kau tidak boleh nonton”
2. Boleh nonton asal les renang
3. Boleh nonton tapi dikasih alarm 2 jam, pasang alarm di depan dia.

Kaprikornus semua “ancaman” dihubungkan dengan sesuatu yang beliau suka.

Kalau ngeyel? YA EYELIN JUGA. Kuat-kuatan aja sih. Anak harus tau, meski ia diberi pilihan, orang cukup umur punya kendali atas peraturan.


Misal beliau nggak mau mandi, ngotot banget nggak mau mandi. Terus beliau pengen main sepeda ke luar, ya udah dihentikan tegas aja. “kamu boleh main sepeda keluar SETELAH mandi. Kalau tidak mau mandi, membisu di rumah.”

Ada kemungkinan beliau nggak jadi main sepeda banget kan alasannya segitu malesnya mandi. Ya udah diemin aja. Berikutnya coba suruh mandi dengan alasan main air dulu atau disuruh bawa mainan apa untuk dibawa mandi. Plus pake akting “wah seru banget deh kayanya mandi bawa mobil-mobilan yang ini” dll.

Kalau masih ngeyel juga, andalan saya sih satu, “boleh tidak mandi tapi tidur sendiri ya, ibu tidak mau tidur sama anak yang belum mandi”. Abis itu udah niscaya mau mandi.

Kalau ngeyelnya usang banget hingga kemaleman, pas mau tidur saya nggak mau bacain buku atau dongeng dulu. Sebagai konsekuensi beliau kelamaan disuruh mandi. Nah sebel kan tuh beliau alasannya rutinitas sebelum tidur ialah baca buku dan cerita.

Nextnya beliau nggak mau mandi, dapat dibilang “kalau tidak mandi sekarang, terlalu malam kau tidur, kita tidak baca buku dan tidak cerita”.

Begitu pula dengan makan. Kalau makan dapat dikasih pilihan dengan masak sendiri. Telor dadar aja sih andalan, jadi dari pecahin telor, aduk, ngasih garem, hingga bangun di depan kompor. Biasanya pribadi mau.

Kaprikornus memberi pilihan bukan berarti anak jadi memutuskan SEMUAnya sendiri. Bukan berarti dibiarkan, anak tetep harus berguru disiplin kan. Disiplin melaksanakan rutinitas menyerupai makan, mandi, atau tidur.

KALAU MAU LHO. Maksudnya bila orangtuanya memang mau seniat itu disiplin ya.

Karena kenyataannya saya sih nggak ambil pusing soal mandi pagi atau makan HAHAHA. Saya cuma saklek sama 3 hal yang berdasarkan saya prioritas:

1. Mandi sebelum tidur. alasannya bila nggak mandi tidurnya nggak nyenyak.
2. Gosok gigi sebelum tidur. Kalau abis gosok gigi makan lagi, HARUS gosok gigi lagi.
3. Jam tidur alasannya itu ngaruh ke mood beliau di sekolah besok paginya.

Pagi saya udah nggak ambil pusing, mau mandi ayo, nggak mandi ya udah seka waslap aja. Ganti seragam terus sekolah. Pusing tiap pagi harus drama mandi dulu. Sudahlah toh sebelum tidur mandi, tidur full AC, nggak amis kok.

Malem pulang sekolah mau makan boleh, nggak mau ya udah. Yang terang lewat jam 10 mau laper-laper minta makan juga nggak bakal saya kasih.

Kalau weekend, pagi-siang nggak mandi terserah asal sebelum tidur mandi. Makan juga ditawarin aja, bila nggak mau tawarin yang lain, oatmeal, buah, roti, apapun yang penting ada yang masuk. So far bila nggak mau sama sekali itu emang belum laper atau belum pup sih.

Nah bila anak sehari-hari sama ibunya di rumah saya nyerah banget nggak dapat ngasih saran gimana biar anak mau makan. Soalnya ya nggak ngalamin kan. Paling bila pas lagi liburan di Bandung biasanya Bebe disuapin ibu saya dan saya tidak muncul sih. Begitu saya muncul, suka jadi males makan dia. Aneh memang.

Gitu aja sih. Ada yang kurang nggak ya? Atau ada yang mau menambahkah?

-ast-

Detail ►

Pesan Parenting Yang Menohok Diri Sendiri


Punya anak, kita niscaya ingin anak kita punya kepribadian yang kuat. Yang tidak manja, yang dapat mengambil keputusan sendiri, yang dapat menghargai orang lain.

Tapi kadang pernyataan-pernyataan saya pada Bebe, anak saya, menjadi blunder untuk diri saya sendiri. Kalau sedang demikian, saya suka jadi tertawa sendiri. Bisanya kok menasihati anak, padahal diri sendiri aja butuh pesan yang tersirat sekali dari orang lain yang lebih waras. 😭

Ini beberapa di antaranya:

"Bebe, dilarang menyerupai itu pada temannya. Kenapa Bebe pukul teman?"

Padahal ada aja kan insan yang emang gemesin banget bikin pengen nabok atau minimal pengen bikin status sindiran. 😭😭😭

Maka pernyataan saya pada Bebe itu yang selalu menjadi penahan saya kalau-kalau lagi khilaf atau lagi PMS pengen nyindir orang di socmed bahahahaha

"Ibu dilarang menyerupai itu, kenapa ibu menyindir orang?"

Well nggak menyerupai amat sih ya tapi pada dasarnya ihwal menahan diri dan menahan emosi kan? KAN?


"Kalau sudah selesai minum susunya dibuang sendiri ya. Kalau sudah selesai main bereskan mainannya ya."

Tidak manja dan disiplin itu harus untuk Bebe! PADAHAL EMAKNYA HASTAGAAAA. Segala-gala ngandelin JG, basuh piring, basuh baju, masak, ke pasar. Ya kan jikalau punya suami manjain kenapa nggak dimanfaatin? 💖😍

Pembelaan: Bebe pria jadi Bebe dilarang manja sebab ia yang nanti manjain pasangannya. HAHAHAHAHA

*

"Wah andal sekali, pintar!"

Buat saya dan JG, memuji anak itu wajib semoga ia tidak kurang apresiasi. Tapi kapan terakhir kali memuji suami?

Ehm.

"JG suamiku suami terbaik di dunia, andal sekali" LOL


"Wah bekerjsama tidak perlu takut sih, semut baik, kucing baik, ayam baik!"

Padahal sendirinya liat kecoa kabur. 😭😭😭

Tapi sebagai ibu penakut, saya selalu encourage anak untuk jadi anak pemberani! Meskipun di masa depan ia takut sesuatu, minimal bukan sebab ditakut-takuti orangtuanya.

Dan seberapa banyak ketakutan dalam hidup yang nggak dapat kita atasi kemudian kita menyerah? Apa menyalahkan orangtua ketika kecil? NGGAK KAN? Takut mah takut aja. Tapi jikalau anak nggak boleh jadi anak penakut!

"Ibu tidak perlu takut kecoa ya, kecoa baik!"

"Ibu tidak perlu takut gajian masih usang ya, nggak usah belanja dulu!" 😶

*

"Pasti dapat kok, ayo dicoba lagi hingga bisa!"

Padahal sendirinya bikin camilan elok sekali terus gagal terus nyerah eksklusif mengembalikan timbangan dan panggangan ke dalam dusnya dan nggak dibuka-buka lagi selamanya lol.

Anak harus pantang mengalah meskipun sesimpel pasang Lego dengan benar. Kita boleh mengalah walaupun gres niat belaka dan tidak jadi dilakukan. #ohsotrue

"Olahraga ah mulai besok" BESOK. BESOK. BESOK. "Makan sehat ah mulai besok" YEA BESOK.

"Ibu niscaya dapat kok naik tangga tiap hari di kantor. Ayo dicoba lagi ya hingga bisa"

*

"Waktunya tidur, sudah malam."

PERMISI ITU NGOMONG SAMA DIRI SENDIRI APA GIMANA YHAA?

*

"Udah ya makan biskuitnya, kebanyakan nanti sakit perut!"

*menatap nanar stok makanan sendiri* *mengingat diri sendiri suka kalap makan sushi hingga perut penuh* 😪😪😪

*

dan yang paling nampar

"Silakan menangis. Tidak semua yang Xylo inginkan dapat eksklusif dipenuhi."

T_______T

Ini gongnya. Mengingat banyak banget yang pengen dibeli tapi sebenernya mah nggak butuh. Ingin lagi-lagi beli lipstik padahal masih punya dan warnanya mirip-mirip.

Apa bedanya dengan Bebe yang ingin lagi dan lagi makan jelly padahal sudah makan banyak sekali?

"Silakan menangis, ibu. Tidak semua yang ibu inginkan dapat dunia penuhi"

Karena pesan yang tersirat untuk anak yakni sebenar-benarnya pengingat untuk diri sendiri.

WELCOME TO THE ADULTHOOD.


💆💆💆

PS: Pesan buat ibu di atas itu khayalan belaka ya, bukan Bebe yang ngomong beneran sama saya hahahaa. Kadang ia suka nasihatin sih, tapi nggak sedalem ini juga lol.

-ast-

Detail ►

#Sassythursday: Menikah Dalam Satu Kata


Begini, menikah sama sekali bukan hal sederhana. Apalagi harus merangkumnya dalam satu kata.

Tapi bagi saya ada satu kata. Kata ini sungguh selalu menciptakan saya tersenyum dan kadang menarik napas berat. Ya, menikah itu bukan hal yang ringan. Meskipun juga tidak berat.

Baca Menikah dalam Satu Kata berdasarkan Nahla

Saat masih anak-anak, menikah sesederhana punya keluarga. Menikah yaitu tiba ke pesta ijab kabul om dan tante kemudian tak usang mereka punya anak yang jadi sobat bermain kita. Hai para sepupu!

Beranjak remaja, definisi menikah mulai jadi sedikit rumit. Baru kenal dengan jatuh cinta, menikah yaitu hidup berkeluarga dengan orang yang kita pilih. Mulai juga menyadari kalau ada yang berhenti menikah alasannya yaitu banyak hal. Ayahnya jahat kabur dari rumah, ibunya tega sekali mau bercerai padahal tidak bekerja, kasihan anak-anak. Ya, kasihan anak-anak. Anak-anak itu, teman-teman kita dulu.

Dulu. Sekarang tentu tidak, saya tidak pernah mau judge orang menikah, belum menikah, tidak menikah, atau berhenti menikah. Belum punya anak atau tidak mau punya anak. Siapa yang jahat siapa yang salah.

Semua orang punya pilihan sendiri tapi ketika pilihanmu menikah, tak sanggup dihindari ada sebagian hidup yang berubah. Sebagian menjadi lebih kasar alasannya yaitu membangun keluarga butuh semangat luar biasa. Sebagian menjadi lebih malas alasannya yaitu untuk apa lebih semangat kalau leyeh-leyeh pun bahagia? Kalau tanpa bergerak dari kasur pun sarapan sudah siap sedia? *MAKASIH LOH SUAMIKU* lol

(Baca: Menikah Bukan #lifegoals)

Makara di usia saya yang ke-28, sudah tiga tahun menikah, apa satu kata yang sanggup merepresentasikan pernikahan?

KOMPROMI. COMPROMISE. COMPROMETTRE.

Yang terakhir bahasa Prancis. Just because. Google translate kok tenang aja. Artinya sama kok.

*skip*

kom.pro.mi
[n] persetujuan dng jalan tenang atau saling mengurangi tuntutan (tt persengketaan dsb): kedua kelompok yg berselisih itu diusahakan berdamai dng jalan -- source 

Ya apalagi untuk alpha female menyerupai saya, konsep ijab kabul yang sungguh patriarki itu really, super hard. Oke menikah BISA tidak patriarki tapi para suami naturalnya ingin jadi memimpin. Mungkin alasannya yaitu semenjak kecil dibesarkan dengan pria harus berpengaruh (oh well wanita JUGA), pria harus sanggup mengambil keputusan (IYA DAN PEREMPUAN JUGA). Laki-laki harus begini harus begitu yang padahal harus sanggup dilakukan semua manusia. Tidak peduli pria atau perempuan.

Padahal saya sudah menikah dengan JG yang well, cukup feminis untuk ukuran suami Indonesia. Kami tidak menggunakan konsep kiprah istri atau kiprah suami alasannya yaitu menyerupai yang JG bilang sendiri, ia mencari istri bukan mencari pembantu.

Jangan tersinggung dulu, kalau kalian istri-istri yang sukarela melayani suami sih ya ahli lah. Dan suami kalian harus appreciate itu, dengan beliin tas gres tiap bulan contohnya 😂 Ya atau beliin apalah yang kalian suka.

Konteks "pembantu" di sini yaitu suami-suami yang mau enaknya aja. Misal istrinya kerja, istrinya juga yang harus mengerjakan pekerjaan rumah, diizinkan pake pembantu tapi istrinya yang disuruh bayar honor alasannya yaitu pekerjaan rumah kan pekerjaan istri! Udah gitu anak mulai usia sekolah istrinya juga yang harus antar jemput. Suami-suami keterlaluan menyerupai ini loh yang kami maksud dengan "hanya ingin dilayani".

Tapi tetap saja, sudah menikah dengan orang yang saya pilih sendiri pun tetap ada hal-hal yang menciptakan saya merenung dan berpikir "kenapa menikah sesulit ini? kenapa dulu gue pengen banget nikah sih?" 😂

Apalagi saya bekerja. Alpha female senang bekerja dan menikah itu nggak sanggup diwakilkan dengan kata selain kata kompromi. Paling sederhana, saya dan JG sama-sama harus lembur. Siapa yang harus jemput Bebe? Saya.

Sungguh saya masih ingin kerja juga! Tapi ya, saya menyerah dengan suka rela dan pulang lebih cepat untuk menjemput Bebe. Kalian sanggup bilang "iyalah lo ibunya!" Lha JG juga bapaknya, apa bedanya?

Dan banyak hal lainnya. Yang masuk akal bahwasanya alasannya yaitu kami dibesarkan dengan cara berbeda, melewati dua puluh sekian tahun dengan cara berbeda, sebelum balasannya bertemu dan tetapkan membuatkan pengalaman bersama. Meski 90% kami melihat duduk masalah dengan cara sama, ada 10% nya yang benar-benar berbeda dan itu sedih.

T________T

Saya dan JG jarang sekali berbeda pendapat. Jaraaaanggg sekali. Kebanyakan dialog kami "iya ya? iya juga, iya sih, iya emang ya" makanya kalau tiba-tiba ada yang beda atau nggak oke tapi prinsipil itu ujungnya hampir niscaya berantem. Kalau nggak prinsipil paling lewat doang kan "nggak ya? berdasarkan kau nggak? okay"

Tapi kalau prinsipil. Sedih.

T________T

Saya berguru untuk membisu dan menerima. Saya berguru untuk tidak membahas hal-hal kurang penting. Saya berguru untuk menyadari sepenuhnya bahwa diri saya bukan lagi milik saya sendiri. Bahwa tidak semua hal sanggup 100% menyerupai yang saya mau. Pun membesarkan Bebe. Bahwa semua harus berawal dengan diskusi.

And trust me adek-adek yang belum menikah, it's harder than you think.

Awal-awal menikah saya masih berprinsip berpengaruh kalau semua duduk masalah ya harus dibicarakan. Lebih baik bertengkar tapi semua unek-unek keluar daripada membisu dan kesal.

Sekarang tidak. Sekarang saya sanggup membisu dan tidak kesal lama-lama. Sungguh pencapaian luar biasa. Karena berantem itu capek luar biasa. Belum lagi mengatur emosi supaya tetap di tone bicara normal dikala bicara dengan Bebe. Wow susah. Maka saya menentukan untuk tidak bertengkar.

Saya menentukan menunggu beberapa hari dan kemudian bilang baik-baik. Itu pun lebih baik via chat. Chat sanggup dibaca berulang, chat sanggup dibaca pelan-pelan. Chat penyelamat hidupku lol. Semoga yang bikin WhatsApp masuk nirwana ya.

Lagi jarang banget sebenernya berantem alasannya yaitu hal besar. Paling sering dan paling kesal itu berantem cuma alasannya yaitu capek. Capek itu sumber amarah luar biasa ya. Padahal cuma ngomong apa gitu yang sebenernya sanggup diketawain, tapi alasannya yaitu lagi capek jadinya tersinggung. Jadinya berantem. Aduh.

Hal-hal besar sih nggak akan saya ceritakan di sini ya, hal kecil aja deh. Misal, JG selalu dengerin lagu kapanpun ia mau, sambil masak atau sambil basuh piring. Saya nggak suka dengerin lagu. Saya dengerin lagu kadang doang kalau lagi kerja alasannya yaitu saya nggak konsen! Apalagi kalau di rumah JG setel lagu, Bebe nonton film. Udah gitu dua-duanya ngajak ngobrol. Bisa dipause dulu nggak sih? Nggak suka banget ngobrol teriak alasannya yaitu suaranya ketutup sama lagu dan film.

Tiga tahun berlalu dan ya udah, nggak sanggup dipause ternyata gaes jadi ya daripada berantem maka saya membisu dan mendapatkan semua playlist dia. Ini hal terkecil dari kompromi alasannya yaitu kalau mau diberantemin sanggup banget. Tapi ah udalah, diem aja. Masa gitu doang berantem? Menjaga emosi itu menjaga kesehatan jiwa banget jadi saya sebisa mungkin nggak emosi sama hal-hal kecil.

Paling susah kalau lagi mens. Huhuhu. Saya benci kalah sama hormon tapi nangis ajalah supaya kalau lagi mens mah. Daripada berantem lebih baik nangis. Itu prinsip hidup HAHAHAHA.

(Baca: Tips Mengurangi Berantem dengan Suami)

Maka menikahlah sesudah melalui proses panjang wawancara! Jangan menikah tanpa kalian tahu bagaimana contoh pikirnya terhadap hal prinsipil. Karena jikalau tidak, kalian akan menghabiskan sisa hidup dengan berusaha mendapatkan perbedaan pendapat. Itu melelahkan dan bikin stres!

Nggak heran banyak istri-istri yang mengeluhkan suaminya di socmed. Kasian, sudah tidak tahu lagi mau dongeng pada siapa jadi bikin status supaya unek-unek sanggup keluar. Sini peluk, huhu.

Banyak juga group Facebook yang berbasis curhat untuk para perempuan. Saya pernah join beberapa hanya alasannya yaitu ingin tahu. Isinya ya gitu, curhat istri-istri suami saya begini suami saya begitu. Kemudian saya left group alasannya yaitu ngapain deh ah.

T________T

Saya percaya menikah dengan orang yang tepat itu less stressful jadi sabar aja yang belum nikah alasannya yaitu merasa belum nemu orangnya. Jangan menikah terburu-buru.

Dan hanya sesudah menikah saya gres sadar bahwa tidak ada ijab kabul yang sempurna. Kalau ada pasangan yang tampak perfect, maka percayalah itu hanya TAMPAK saja. 😂

Apalagi kalau kami dipuji oleh pasangan belum menikah "wah kalian seru banget ya nikah" IYA SERU BANGEEETT. HAHAHAHAHAH. Pasti berujung dengan JG menasihati "udalah jangan nikah buru-buru, pikir-pikir lagi aja" lol sialan.

Kalian tidak mau menikah? Good for you! Nggak apa-apa banget. Nikmati hidup tanpa harus berkompromi. Saya sendiri hingga kini galau kenapa saya mau nikah hahahahahha.

*

Demikian ngalor ngidul hari ini. Dan menyerupai biasa saya mau ikut nanya, apa satu kata yang paling mewakilkan ijab kabul berdasarkan kalian?

Bahagia? OH COME ON, jangan jawaban lame kaya gitu ya. Karena kalau nggak senang pikirkan ulang pernikahannya. Cinta? Yaiyalah kalau nggak cinta saya udah kabur ke ujung dunia sis. Ayo kata yang lain yaaa.

Jawab di kolom komentar atau bikin blogpost dan tag saya ya! :)

-ast-

Detail ►

2018


Well, halo, selamat pagi. Apa kabar #2017bestnine dan resolusinya? HAHAHAHA. Buka Instagram isinya itu semua ya. Dan, foto keluarga terutama sama anak tentu jadi yang paling banyak dapet likes sepanjang tahun. Iyalah, anak hampir selalu lucu. Ibu bapaknya kadang kala doang lucu lol.

Gimana liburannya? Saya 10 hari Bandung, mayan mati gaya. Sempet main beberapa hari tapi banyaknya sih diem di rumah. Males ke mana-mana tapi kok ya di rumah aja lama-lama juga pusing mau ngapain. Leyeh-leyeh deh nonton YouTube ngabisin kuota. Nggak sabar balik ke kantor. So yeay for today!

Bikin resolusi nggak tahun ini? 2017 resolusi terbesar kami yaitu menuntaskan dana pendidikan SD Bebe. Alhamdulillah selesai tapi kayanya mau ditambah aja terus deh semoga ya uang bulanannya juga dapat ke cover semua. Abis itu pusing sendiri alasannya yaitu kok ya jadi banyak lagi kurangnya hahahaha. YAEYALAH BAYAR SPP 6 TAHUN SIS.

Iya nih 2018 aku dan JG dari hari pertama udah rada “goyang” menghadapi hidup lol. Diskusi panjang lebar banget soal masa depan. Semangat sih semangat cuma semangat kami semenjak pacaran yang selalu “PASTI BISA LAH” tidak mengecewakan drop alasannya yaitu tahun kemudian sungguh berat hingga kami mau positive thinking aja kaya jadi susah banget.

Sekarang semangatnya turun jadi “KITA BISA KAN YA? BISA NGGAK YA?” HUHU. Mulai mempertanyakan banget dan sebagai orang yang selalu terencana, aku mulai puter otak bikin plan B dan C untuk beberapa tahun ke depan.

Adulthood dan anxiety. Ini udah siap mau dibikin satu goresan pena sendiri. :)

Pertama, tahun depan Bebe udah dapat mulai TK. Eh malah bingung, Taman Kanak-kanak nya setahun apa dua tahun? Kalau dua tahun tandanya udah harus daftar dari kini dong. Kalau cuma mau setahun, apa nggak sayang bayar uang pangkal mahal cuma buat setahun?

Kedua, harus mikirin Bebe SD 3 tahun lagi. Mengingat banyak SD yang udah waiting list semenjak 2 tahun sebelum, ya tandanya ini tahun terakhir kami untuk memilih pilihan mau ke SD mana kan. Tahun depan harus udah niscaya banget mau daftar ke mana. Wow.

Berat alasannya yaitu ini keputusan besar yang dibentuk untuk kelangsungan hidup orang lain. Iya Bebe anak kami, tapi beliau individu yang punya hidup sendiri, kini dan nanti. Rasanya beban harus ngambilin keputusan buat Bebe alasannya yaitu jika salah pilih dapat jadi hidup beliau akan selamanya “salah”.

HUAH. The con of being a perfectionist. The pro is we always have plans! Even plan C.

via GIPHY

On the other side … *biar keliatannya nggak cuma ngeluh hahaha*

Tahun ini kami yakin dapat nabung lebih banyak hahahahaha. Kalau udah punya tujuan, biasanya nabungnya jadi lebih niat kan. Kemarin aku dan JG udah janjian satu sama lain untuk saling mengingatkan soal menabung ini dan jangan gampang termakan pada remeh-temeh yang ternyata jika dikumpulin per bulan angkanya mayan juga.

Kami juga mulai mengingatkan diri sendiri bahwa yang diharapkan ketika ini yaitu merasa cukup. Bahwa dapat bertiga terus sama-sama aja itu udah sesuatu yang patut disyukuri. Bahwa selalu dapat mengambil keputusan keluarga tanpa intervensi orangtua atau mertua itu bener-bener glamor alasannya yaitu nggak semua orang punya privilege itu. Hahahaha. Itu aja sih.

Selamat hari kedua di 2018. Semoga tahun ini menyenangkan ya!

-ast-

Detail ►