Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Agama Dan Manusia

Kapan terakhir kali kau ditanya apa agamamu di dunia ini?

Saya seminggu yang lalu, dikala anak saya ke rumah sakit alasannya yakni demam. Mengisi form isian pasien, ada kolom agama tertera. Suami saya nyeletuk pada petugas rumah sakit "mas, anak saya belum tahu agama beliau apa, saya harus isi apa?" Petugas itu melongo setengah terkejut.

Suami saya tertawa dan petugas menarik napas lega, menganggap suami saya bercanda. Tapi bagaimana bisa bayi ditanya agamanya apa? Bagaimana dengan orang yang tidak beragama? Apa yang harus beliau tulis di sana? Mengapa rumah sakit bertanya agama?

Di Indonesia saya tidak tahu jawaban tepatnya. Mungkin sesederhana jika pasien meninggal, sudah terperinci akan diperlakukan bagaimana. Itu satu. Tapi saya masih ingin tau dan kembali browsing. Kali ini dengan bahasa Inggris. Ternyata alasannya beberapa, selain bisa minta request pemuka agama untuk menemani berdoa, yang terpenting yakni diet khusus alasannya yakni agama tertentu tidak makan makanan tertentu.

Ah ya, masuk akal. Setidaknya untuk kebijaksanaan saya.

*


Isu agama ini sedang kencang berhembus maka kami pun jadi agak sensitif jika ada pertanyaan seputar agama. Apalagi dari institusi kemanusiaan menyerupai rumah sakit, saya kan jadi membayangkan hal-hal absurd seputar orang dari agama lain tidak diterima masuk rumah sakit. Mungkin nggak?

Jujur, sebagai pemeluk agama dominan di negeri ini, saya akhir-akhir jadi sering merasa risih. Hanya alasannya yakni digoyang isu Pilkada, kaum Muslim (khususnya di social media dan chat group) menyerupai kehilangan sopan santun.

Belum lagi aneka macam yang share hoax dan kebencian. Berita nggak terperinci awal mulanya di-share dengan kalimat yang sama menggebu-gebunya. Atau justru di-share dan istigfar, padahal isinya entah benar entah tidak.

Dan ini terjadi pada semua lapisan sosial, bukan hanya dari kalangan yang tidak berpendidikan. Tidak masuk dalam kebijaksanaan saya ada orang yang kuliah master hingga luar negeri tapi share gosip dari situs abal-abal yang penulisnya entah siapa, kantornya entah di mana. Bagaimana mungkin bisa lulus kuliah tapi tidak bisa menyaring mana gosip yang masuk kebijaksanaan mana yang tidak? Mengapa menyerupai diliputi kebencian yang amat sangat?

Saya gerah, sungguh. Timeline saya sesungguhnya cukup kondusif dari status-status bernada melecehkan agama lain tapi ada saja yang tidak sengaja terbaca. Biasanya dari kolom komentar orang dan saya gundah maksudnya apa? Mungkin tidak sadar alasannya yakni terbuai topik "pemimpin kafir"?

Contohnya beberapa hari lalu. Ini mungkin teladan paling sederhana. Di status seorang teman, Muslim, ibu-ibu sedang mengobrol. Topiknya perihal pak mantan. Entah kenapa jadi ada pembicaraan soal babi. Ya, sungguh tidak nyambung bukan?

"Mereka mah babi aja dimakan ..."

???

Duh, memangnya kenapa jika agama lain membolehkan orang makan babi? Jijik alasannya yakni haram? Orang lain ada yang menganggap makan ceker ayam juga jijik lho. Makan jeroan juga jijik alasannya yakni penyakit semua.

Lagian kan bukan cuma Islam yang melarang makan babi. Agama lain malah ada yang melarang makan hewan sama sekali, makanya banyak anutan agama yang mengharuskan atau menyarankan pemeluknya vegetarian. Yahudi aja nggak boleh lho makan babi. Iya, haram.

Atau nalar yang lebih pusing lagi, kemarin ada yang komen begini di status sahabat saya (saya copas):

"Ada orang munafik yg berbuat baik kpd muslim, kemungkinan 1. Menginginkan massa pendukung yg kbtln mayoritas, 2. Mengejar kekuasaan 3. Untuk memecah belah umat (krn ada pihak yg dibikin enak, utang budi) Enggak mungkinlah ahok berbuat baik hanya mengharap pahala dari Alloh azza wa jalla yg jelas2 beliau tidak mempercayainya??"

Orang yang tidak percaya Tuhan mustahil berbuat baik?

Terbayang orang-orang yang satu agama dengan pak Ahok mungkin akan geleng-geleng kepala alasannya yakni mau berbuat baik pun dianggap tidak mungkin? Hanya alasannya yakni percaya Tuhan yang berbeda?

Apa beliau nggak tau aneka macam orang di dunia ini yang tidak percaya Tuhan itu ada dan mereka tetap berbuat baik demi kemanusiaaan? Berbuat baik dan tidak berharap pahala bisa banget lho. Makara sukarelawan sana-sini, volunteer hingga ujung Afrika demi bantu orang kelaparan. Dan mereka tidak beragama, tidak terpikir soal pahala.

Saya juga jadi bertanya-tanya, apakah orang-orang ini tidak mengenal orang baik yang beragama lain? Orang baik yang atheist? Orang baik yang agnostic? Orang baik yang deist?

Sindiran "mainnya kurang jauh" itu jadi makin terasa bukan lawakan lagi. Mungkin memang mainnya kurang jauh jadi cuma tau agama sendiri dan agama yang lagi dibenci orang-orang aja. Agama lain itu kan tidak sesederhana Kristen Protestan, Katolik, Buddha, Hindu, dan Kong Hu Cu. Apalagi jika lihat agama orang-orang sedunia, waduh terlalu sesak jika agama dan kepercayaan hanya dibatasi oleh enam koridor menyerupai yang diakui negara kita.

Agama itu banyaaakkk sekali. Alirannya juga banyak. Para pengikutnya tentu merasa agama yang mereka peluk itu benar. Tidak usah saling membantah. :)

*

Sebetulnya, *tarik napas dulu* saya tidak peduli pilihan gubernur kalian siapa. Itu urusan langsung kalian dengan bilik suara. Pilih gubernur melihat agamanya silakan, pilih gubernur lihat rekam jejak silakan, anutan pemercaya gubernur bukan pemimpin juga silakan.

Yang saya duka adalah, banyak yang jadi terpancing untuk menghina pemeluk agama lain. Hanya alasannya yakni satu orang "menghina agama Islam" kemudian jadi pembenaran bagi para pemeluk Islam untuk menghina agama lain. Kan tidak begitu sis dan bro.

Kalian tidak terima ada orang menghina agama yang kalian peluk tapi kalian sendiri JUGA menghina agama lain. Makara menghina agama lain boleh tapi jika agama kita dihina kita marah? Itu sama halnya dengan kalian memarahi anak yang merebut mainan dari anak kalian, tapi ketika anak kalian merebut mainan anak lain kalian tidak marahi. Double standard, at its worst!

Seperti pak haji yang teriak akan memberi uang satu miliar untuk yang bisa membunuh Ahok. Kalau an eye for an eye and a tooth for a tooth diambil literal begitu mah banyak orang buta dan ompong di dunia ini, serem dong. Satu orang bunuh orang lain. Keluarga yang dibunuh balas membunuh, balas-balasan membunuh terus hingga insan punah.

Sungguh agama tidak mendefinisikan manusia.

"Kita bela agama, jika tidak begini Kristenisasi semakin merajalela!" Oh, bela agama semenjak Pilkada kemarin ini potongan dari Islamisasi? Membuat orang ingin masuk Islam kah?

Malah teman-teman non-muslim bertanya:

"Kalau mau jadi ustaz di Islam itu syaratnya apa ya? Kok banyak ustaz share kebencian dan hoax."

...

krik krik

...

NGGAK ADA.

Semua orang bisa jadi ustaz. Self-proclaimed juga bisa, mencar ilmu agama dan hafalin ayat semoga bisa kutip sana sini maka anda bisa melayakkan diri jadi ustaz. Coba jadi pastor atau pendeta, level yang harus dilalui banyak sekali. Dari sekolah seminari hingga wawancara ini itu. Nggak gampang.

Makara tolonglah jangan simpel percaya dan mengutip ustaz A ustaz B, pilih ustaz kalian baik-baik alasannya yakni semua orang juga bisa jadi ustaz.

Eh sesudah jadi ustaz malah share hoax. Ceramah di mesjid bawa-bawa partai, bawa-bawa "jangan pilih pemimpin kafir". Suami saya menghitung benar, semenjak urusan pilkada ini salat Jumat selalu disisipi unsur politik. Tapi ketika turun ke jalan teriaknya "kami bela agama, ini bukan duduk kasus politik!" Ya gimana, semenjak awal urusan agamanya dicampur sama politik kok.

Ibu saya malah terang-terangan diminta menentukan satu partai tertentu dikala Pilpres lalu! Di pengajian! Saya nggak habis pikir gimana caranya lagi mengkaji Al-Quran terus tiba-tiba pak ustaz bridging ke nama partai.

T______T

Saya tidak bilang semua ustaz menyerupai itu makanya pilih guru agama kalian baik-baik. Lihat latar belakangnya, mencar ilmu agama di mana, sudah mencar ilmu berapa lama. Banyak kok ustaz-ustaz yang tidak menyebut diri sendiri dengan sebutan agamis (seperti ustaz, habib, dan lain-lain) tapi justru teduh, damai, dan tentu tidak share hoax apalagi kebencian. :)

*

Kalau sudah begini "pemakluman" saya cuma satu. Umat Islam di negeri ini merasa superior alasannya yakni agama mayoritas. Jadinya lupa lah pada Pancasila, lupa jika negara ini bukan negara yang berbasis agama. Bhinneka Tunggal Ika mah lupa, auk ke mana.

Saya jadi khawatir sekali lama-kelamaan isu agama ini melebar dan jadi mengkotak-kotakkan kehidupan sosial lebih parah lagi. Mau belanja ke pasar, nanya dulu agama penjualnya apa? Atau terparah malah dipisahkan pasar muslim dan non-muslim. Install ojek online ditanya agama apa semoga sesuai diantarnya sama yang se-agama. Lebay? Kecenderungannya ke sana loh. :(

Padahal kekerabatan vertikal yakni kekerabatan yang paling pribadi. Hubungan vertikal itu penting tapi horizontal juga tak kalah pentingnya.

Nggak bisa kita men-judge seseorang taat beragama hanya dari bajunya yang tertutup dan longgar. Nggak bisa juga kita men-judge seseorang kafir hanya alasannya yakni baju dan celananya ketat. Yang berhak menilai kadar keimanan seorang insan bukan insan lain. Ya? Ya.

Apa gunanya pakai atribut agama tapi hati dipenuhi kebencian? Dipenuhi kecurigaan? Merasa paling benar, merasa paling mahir hingga berani menyindir orang yang berbeda kepercayaan.

Ayolah kita hidup damai. Tanpa mengecilkan orang apalagi agama lain. Saling menghargai apapun agamanya, sukunya, rasnya, warna kulitnya. Pisahkan urusan menentukan gubernur dengan urusan lain. Karena sungguh, urusan Pilkada ini urusan remeh dibanding perpecahan negara hanya alasannya yakni kita tak bisa menjaga emosi di dunia maya.

Hidup bersosialiasasi niscaya lebih indah jika saling pundak membahu, saling membantu, saling melihat kebaikan masing-masing dan bukannya terus menerus mencari kejelekan orang lain. Ayo berpegangan tangan kaya di buku PPKN zaman dulu, baju kawasan boleh berbeda-beda tapi tangan saling bertaut dan tersenyum mengelilingi bola dunia. :))))

*

Kapan terakhir kali kau ditanya apa agamamu di dunia ini? Siapa yang bertanya?

-ast-

Posting Komentar