Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Anak Dan Orangtua

Seminggu terakhir lagi heboh banget di timeline wacana anak yang tuntut ibunya yang sudah 83 tahun. Tuntutannya nggak main-main, Rp 1,8 miliar! Terus 90% komentar adalah: anak durhaka! Nggak tahu diri!

Oh well.


Yang saya lakukan pertama kali tentu mencari tahu ada apa. Ini kan perkara "unik" ya. Nggak tiap bulan ada anak nuntut orangtua, jadi niscaya ada apa-apanya. Dan semakin banyak saya membaca, semakin saya tidak ingin judge siapa-siapa.

Apalagi semenjak baca pernyataan si anak, wawancara khusus dengan Kumparan, kalau beliau ingin memberi pelajaran pada keluarga yang selama ini selalu memanfaatkan sang ibu.

Khayalan saya begini. KHAYALAN LOH YA INI. *BOLD CAPSLOCK*

Si ibu yaitu ibu zaman dulu. Pertama usianya memang sudah sepuh kan, kelahiran 1934 bayangin aja. Umur si ibu 83 tahun, sementara umur Yani (anak yang menuntut) 53 tahun. Beda usia 30 tahun.

Sementara Yani anak kesembilan dari 13 bersaudara. Berarti si ibu menikah muda, pribadi punya anak banyak. Ya ibu saya aja nikah umur 25, nenek saya nikah umur 25, saya nikah umur 25. Ini 30 tahun anaknya udah 9 kan.

Mungkin, mungkin dalam perjalanannya si ibu tidak dapat selalu adil. Banyak kan anak sakit hati sama ibunya dan ibunya nggak pernah tahu itu. Mana mah nikah muda dengan banyak anak. Plus belum dewasa juga merasa ibunya kaya raya (ini asumsi) jadi memanfaatkan ibunya untuk dukungan ke bank segala macem. Si ibu dalam rangka "sayang anak" jadi nggak dapat nolak anaknya mau apa.

Cuma Yani ini yang bener usaha, jadi beliau sebel sama sodara-sodara lainnya yang selama ini hidup yummy doang memanfaatkan si ibu. Sampai Yani dan suami nutup utang kakaknya dulu lah, dikasih kerjaan dulu lah. Selalu ada sodara kita yang nyebelin kaya gitu kan?

Selalu ada anggota keluarga yang terbiasa hidup yummy dari orangtua dan merasa selalu ada keluarga yang bantu, jadi hidup enak-enakan. Usaha ganti-ganti, kerja berat dikit ngeluh. Ngutang mulu ke anggota keluarga yang lain. Ngerepotin mulu tapi perjuangan nggak keliatan. Makanya Yani ini kesel, beliau ingin kasih pelajaran sama abang dan adiknya yang selama ini selalu ngerepotin.


*KHAYALAN SELESAI*


Tulisan sehabis ini harap dibaca pelan-pelan. Pelan-pelan ya. Dan saya (seperti biasa) tidak bicara soal agama, saya bicara dari sisi manusia. :)

Satu yang jadi pikiran dan cukup mengganggu saya adalah, kita selalu melihat dari sudut pandang anak durhaka pada orangtua. Pernahkah kita berpikir sebagai orangtua, bahwa kita juga mungkin "durhaka" pada anak?

Apakah semua orangtua menjalankan kiprahnya dengan sangat baik sehingga kita dapat pribadi judge semua orang yang tidak baik pada orangtua sebagai anak durhaka? Anaknya keterlaluan, memangnya seorang ibu PASTI tidak keterlaluan pada anak?

"Ya kan orangtua udah ngurus kita dan biayain kita semenjak bayi" TRUE. Itu benar. Dan ini tidak perlu dijawab dengan "apa anak pernah minta dilahirkan?" no, tidak sesederhana itu. Tapi ini dapat dirunut semenjak awal sekali, semenjak kita menikah.

Kita lihat dari sudut pandang kita sebagai orangtua.

Kita menikah, siapa yang senang ketika strip dua muncul? Siapa yang sangat senang belanja peralatan bayi, survey rumah sakit, senam hamil? Sebagian besar orang niscaya senang lah. Sebagiannya lagi yang kebobolan. Alih-alih senang biasanya mereka stres lol.

Siapa yang senang ketika anak pertama kali dapat berguling? Bisa jalan? Bisa ngomong "mama" pertama kali? KITA KAN. KITA BAHAGIA. Kita beliin mainan macem-macem dengan alasan supaya anak bahagia, padahal kita beliin anak mainan alasannya kita senang liat anak main dengan tenang. Liat anak senang punya mainan baru.

Kaprikornus logikanya tolong dibalik, bukan kita yang menciptakan anak senang kemudian suatu hari nanti si anak harus membalas itu. Tapi kita senang alasannya punya anak, kita senang melihat anak kita makan enak, kita senang melihat anak kita punya sepatu baru. Kita senang alasannya punya anak, bukan justru anak yang senang alasannya kita. Nangkep kan ya?

Ini jadi melandasi pertanyaan berikutnya: sebagai orangtua, pamrih kah kita?

Masuk akalkah kalau suatu hari nanti kita murka pada anak yang sudah terpelajar balig cukup akal "Durhaka kau sama orangtua! Siapa yang ngasih makan kau dari kecil?!"

Kok jadi pamrih gitu. Kalau nggak mau ngasih makan ya jangan. Kalau nggak mau urus ya titip panti asuhan. Ini kan kita kasih makan anak juga dengan bahagia, MPASI aja dihias-hias dan share di Instagram. Kita rela melaksanakan semua itu kan? Karena itu hal yang bikin kita senang kan?

Kaprikornus mari bercermin sama-sama. Beri yang terbaik untuk anak dan jadilah yang senang pertama kali ketika ia meraih mimpi-mimpinya. Ayo semua mulai investasi dana pensiun jadi ketika pensiun, kita tidak terlalu merepotkan anak. Apalagi kalau anak sudah berkeluarga.

Dan ya, meski demikian, bukan berarti jadi pembenaran untuk tidak sopan dan tidak berbuat baik pada orangtua loh ya. Berbuat baik lah. Kalau sudah kenal bertahun-tahun kita juga niscaya suka berbuat baik kan pada orang lain dengan alasan "udah kenal usang banget". Apalagi sama orangtua? Udah kenal semenjak lahir kan.

Kecuali kalau orang yang sudah kita kenal usang ini suka KDRT misalnya. Ya udahlah gimana lagi. Mungkin lebih baik kalau ditinggalkan aja. Hiks. Ini salah satu perkara "keterlaluan" kan. Kalau si ibu suka nyiksa sih berdasarkan saya udahlah tinggalin aja. Nggak sehat, nggak berarti tetep harus dihormati alasannya udah udah ngelahirin kita. Dia aja nggak menghargai kita sebagai manusia, untuk apa kita menghargai dia?

Khusus buat para orangtua dengan balita: jangan juga terlalu manjain anak. Sekarang anak nggak dikasih jajan nangis kemudian dikasih, 15 tahun kemudian nggak dikasih motor bisa-bisa bunuh ibunya alasannya tidak terbiasa dengan rasa kecewa.

Udah gitu aja. See you!

-ast-

Posting Komentar